Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mariana Mar’atussolihah

NIM : P1337424517097
Kelas : Eugenia 3

Leukorea

1. Leukorea fisiologis
Leukorea fisiologis terjadi mendekati ovulasi (karena rangsangan seksual),
menjelang dan sesudah menstruasi atau pengaruh hormone pada kehamilan. Terdiri dari
cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengantongi banyak epitel dengan
leukosit yang jarang. Ciri-cirinya adalah: berwarna putih dan menjadi kekuningan bila
kontak dengan udara karena prosesokside; tidak gatal; tidak mewarnai pakaian dalam
dan tidak berbau.

2. Leukorea patologis
Leukorea patologis terjadi karena infeksi vaginal, infeksi trikomonas vaginalis,
infeksi jamur candida albicans, keganasan reproduksi ataupun adanya benda asing dalam
jalan lahir. Terdapat banyak leukosit. Ciri-ciri adalah: terjadi peningkatan volume
(membasahi celana dalam); terdapat bau yang khas; perubahan konsistensi dan warna;
penyebab infeksi Trikomoniasis, Kandidiasis dan Vaginosis bacterial.

3. Etiologi
Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial.1 Beberapa etiologi dari leukorea antara lain:6
a. Non infeksi (noninfective)
1) Fisiologis
2) Polip servikal dan ektopi
3) Benda asing seperti tampon yang tertinggal (retained tampon)
4) Dermatitis vulva
5) Lichen planus erosif
6) Keganasan traktus genitalia (kanker servik,kanker uterus, kanker ovarium)
7) Fistula

1
b. Nonsexually transmitted infection:
1) Vaginosis bakteri, paling sering terjadi pada wanita seksual aktif yang memiliki
riwayat penyakit menular seksual berulang.
2) Infeksi kandida, disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari candida albicans.
c. Sexually transmitted infection:
1) Chlamydia trachomatis
2) Neisseria gonorrhoeae
3) Trichomonas vaginalis

Gambar 2.2. Beberapa mikroorganisme penyebab keputihan

4. Penyebab Leukorea
Penyebab keputihan atau leukorea dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Konstitusional
Penyebab leukorea atau keputihan secara konstitusional ditemukan pada keadaan
anemia, nefritis dan pada bendungan umum (decompensatio cordis, serosis, hepatitis).
b. Kelainan endokrin
Seperti pada fungsional bleeding (kadar estrogen tinggi). Pada kehamilan (karena
hidraemia dan pengaruh endokrin).
c. Infeksi
Penyebab leukorea atau keputihan oleh karena infeksi antara lain:
1) Vultasi–vulvo vaginitis.
2) Vaginitas (kolpitis).
3) Servivitis.
4) Salpingitis

d. Penyebab lain
Penyebab lain leukorea atau keputihan antara lain:
1) Corpus allienum : possarium, rambut kemaluan, rambut wol, kain atau kapas.

2
2) Alat- alat atau obat- obat kontrasepsi.
3) Fitula (Fistula vesicovaginalis, Fistula Fectovaginalis).(Manuaba, 2001).

5. Jenis Leukorea
a. Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV)
Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV) disebabkan oleh candida albicans atau kadang
oleh candida sp atau ragi lainnya. Gejala klinisnya antara lain: gatal pada vulva dan
vagina; vulva lecet; duh tubuh vagina dan dapat sampai dispareuni. Sedangkan gejala
lain yang mungkin timbul antara lain: eritema; dapat timbul fisura; edema; duh tubuh
vagina putih seperti susu mungkin bergumpal, tidak berbau dan terdapat lesi satelit.
Pemeriksaan penunjang dengan sediaan apus dari duh tubuh vafina dengan pewarnaan
garam ditemukan blastospora dan pseudohifa; sediaan basah dengan larutan KOH 10
% ditemukan pseudohifa dan atau blastospora. Penatalaksanaan Kandidiasis
Vulvovaginalis (KVV) akut dengan pemberian Ketokonazole 200 mgr tablet 2 tab x 5
hari; Flukonazol 150 mgr tablet dosis tunggal; Intrakonazolel 100 mgr tablet 2 tab x 3
hari.
b. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit ber Flagela
Trikomonas vaginalis. Gejala klinis antara lain: 10-50 % asimtomatik; duh tubuh
vagina berbau, dapat disertai gatal pada vagina; kadang-kadang terdapat rasa tidak
enak di perut bagian bawah. Sedangkan gejala lain antara lain: duh tubuh vagina
dengan konsistensi bermacam-macam dari sedikit banyak dan ecer bentuk kuning
kehijauan berbusa dapat terjadi pada 10–30 % wanita; vuivitis dan vaginitis;
gambaran serviks strobery dapat ditemukan pada 2 % pasien; pada 5–15 % tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan. Adapun pemeriksaan penunjang dengan cara
duh tubuh vagina dari forniks posterior dan dilakukan pemeriksaan sediaan basah
dengan larutan NaCl fisiologis. Terdapat Tricomonas Vaginalis dengan pergerakan
flagella yang khas. Penatalaksanaan dengan pemberian Metonidazole 2 gram oral
dosis tunggal atau Metronidazole 2 x 0,5 mg oral selama 7 hari.
c. Vaginosis bacterial
Vaginosis bacterial adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh pergantian
lactobacillus sp penghasil H2O2 yang normal di dalam vagina dengan sekelompok
bakteri aerob. Gejala klinis antara lain: duh tubuh vagina putih homogen, melekat
pada dinding vagina dan vestibulum; pH cairan vagina > 4,5; terciumnya bau amis
seperti ikan pada duh tubuh vagina yang diolesi dengan larutan KOH 10 %.
Pemeriksaan penunjang dengan sediaan apus dengan pewarnaan gram ditemukam
clue cell. Penatalaksanaan Non medikamentosa dengan cara: pasien dianjurkan untuk
menghindari vaginal douching atau bahan antiseptic; konseling. Sedangkan
penatalaksanaan Medikamentosa dengan pemberian obat pilihan yaitu Metronidazole
2 x 500 mg / hari selama 5–7 hari; Metronidazole 2 gram peroral dosis tunggal;
pemberian obat alternatif yaitu Klindamicin 2x 300 mg / hari peroral selama 7 hari.
d. Infeksi genital non spesifik
Infeksi genital non spesifik adalah infeksi saluran genital yang disebabkan oleh
penyebab nonspesifik. Istilah ini meliputi berbagai keadaan yaitu uretritis non

3
spesifik, uretritis non gonore proktitis non spesifik dan infeksi spesifik pada wanita.
Keluhan pada wanita berupa duh tubuh vagina; perdarahan antar menstruasi;
perdarahan pasca koitus; disuria bila mengenai uretra; asimptomatik. Gejalanya duh
tubuh endoserviks mukopurulent; ektopia serviks disertai edema serviks rapuh, mudah
berdarah. Pemeriksaan penunjang dari duh tubuh genetalia. Penatalaksanaan dengan
pemberian Doksisiklin 2 x 100 mg / hr selama 7 hari; Terasiklin 4 x 500 mg / hr
selama 7 hari; Eratromicin 4 x 500 mg / hr selama 7 hari.

6. Apusan yang diterapkan


a. pH vagina
Penentuan pH dengan indikator pH (3,0 – 4,5). Hasil pengukuran pH cairan vagina
yaitu:
1) Pada pH vagina 7.2-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus
2) Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella vaginalis
3) Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican
4) Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak cukup
spesifik.
b. Apusan basah/Wet mount
Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel, pergerakan dan bentuk
teardrop dari protozoa dan untuk identifikasi sel. Tingkat sensitivitasnya 40–60 %,
tingkat spesifiknya mendekati 100% jika dilakukan dengan segera. Penilaian diambil
untuk pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10%, dan pemeriksaan sediaan basah
dengan garam fisiologis (NaCl 0.9%). Cairan dapat diperiksa dengan melarutkan
sampel dengan 2 tetes larutan NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua di
larutkan dalam KOH10%. Penutup objek glass ditutup dan diperiksa di mikroskop.
1) Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai parasit
berbentuk lonjong dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat.
2) Kandida albikans dapat dilihat jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi
(blastospora) atau hifa semu.
3) Vaginitis nonspesifik yang disebabkan gardnerella vaginalis pada sediaan dapat
ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa banyak, dan
banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukaannya berbintik-bintik. Sel-sel
ini disebut clue cell yang merupakan ciri khas infeksi gardnerella vaginalis.

4
c. Pewarnaan gram
1) Neisseria gonorrhea memberikan gambaran adanya gonokokkus intra dan
ekstraseluler.
2) Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran kecil gram
negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan
kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.
d. Kultur
Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi seringkali
kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran. Dari penelitian
Walner–Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis dapat deteksi dengan kultur dan
tidak dapat dideteksi dengan Pap Smear atau apusan basah. Kebanyakan dokter tidak
mengadakan kultur dari sekresi vagina secara rutin.
e. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes genitalis dan human
papiloma virus dengan pemeriksaan ELISA.
f. Tes Pap Smear
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada serviks, infeksi
Human Papiloma Virus, peradangan, sitologi hormonal, dan evaluasi hasil terapi.
Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari
empat kriteria sebagai berikut, yaitu:
1) Adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah,
2) Adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina,
3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu,
4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper
g. Test Whiff
Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina dengan menambahkan
Potassium hidroksid ke sampel yang diambil dari vagina dan untuk mengetahui bau
yang tidak sedap.
h. Direct Imunfluorescence assay
Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang sensitive dibanding kultur.
Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa secara cepat tapi memerlukan ahli yang terlatih
dan mikroskop fluoresesensi.

5
i. Polimerase Chain Reaction
Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi Trichomonas
vaginalis.

7. Penatalaksanaan
a. Preventif1
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
1) Memakai alat pelindung. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan
tertularnya penyakit karena hubungan seksual, salah satunya dengan
menggunakan kondom. Kondom dinilai cukup efektif dalam mencegah
penularan PHS.
2) Pemakaian obat atau cara profilaksis. Pemakaian antiseptik cair untuk
membersihkan vagina pada hubungan yang dicurigai menularkan penyakit
kelamin relatif tidak ada manfaatnya jika tidak disertai dengan pengobatan
terhadap mikroorganisme penyebab penyakitnya. Pemakaian obat antibiotik
dengan dosis profilaksis atau dosis yang tidak tepat juga akan merugikan karena
selain kuman tidak terbunuh juga terdapat kemungkinan kebal terhadap obat
jenis tersebut. Pemakain obat mengandung estriol baik krem maupun obat
minum bermanfaat pada pasien menopause dengan gejala yang berat.
3) Pemeriksaan dini. Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan
pemeriksaan pap smear secara berkala. Dengan pemeriksaan pap smear dapat
diamati adanya perubahan sel-sel normal menjadi kanker yang terjadi secara
berangsur-angsur, bukan secara mendadak.
b. Kuratif
Terapi leukorea harus disesuaikan dengan etiologinya
1) Parasit. Pada infeksi trikomonas vaginalis diberikan metronidazol 3x250 mg
peroral selama 10 hari. Karena sering timbul rekurens, maka dalam terapi harus
diperhatikan adanya infeksi kronis yang menyertainya, pemakaian kondom dan
pengobatan pasangannya. Selain itu dapat juga digunakan sediaan klotrimazol
1x100 mg intravaginal selama 7 hari.
2) Jamur. Pada infeksi kandida albikans dapat diberikan mikostatin 10.000 unit
intravaginal selama 14 hari. Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal
mikostatin ini dapat diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan.
Obat lainnya adalah itrakonazol 2x200 mg peroral dosis sehari.
6
3) Bakteri.
a) Untuk gonokokkus dapat diberikan: tetrasiklin 4x250 mg peroral/hari
selama 10 hari atau dengan kanamisin dosis 2 gram IM. Obat lainnya
adalah sefalosporin dengan dosis awal 1 gram selanjutnya 2x500 mg/hari
selama 2 hari. Sedangkan pada wanita hamil dapat diberikan eritromisin
4x250 mg peroral/hari selama 10 hari atau spektinomisin dosis 4 gram IM.
b) Gardnerella vaginalis dapat diberikan clindamycin 2x300 mg peroral/ hari
selama 7 hari. Obat lainnya metronidazole 3x250 mg peroral/hari selama 7
hari (untuk pasien dan suaminya).
c) Klamidia trakomatis diberikan tetrasiklin 4x500 mg peroral/hari selama 7 –
10 hari.
d) Treponema pallidum diberikan Benzatin Penisilin G 2,4 juta unit IM dosis
tunggal atau Doksisiklin 2x200 mg peroral selama 2 minggu.
4) Virus.
a) Virus Herpes tipe 2: dapat diberikan obat anti virus dan simtomatis untuk
mengurangi rasa nyeri dan gatal, serta pemberian obat topikal larutan
neutral red 1% atau larutan proflavin 0,1%.
b) Human papiloma virus: pemberian vaksinasi mungkin cara pengobatan
yang rasional untuk virus ini, tetapi vaksin ini masih dalam penelitian.
c) Kondiloma akuminata dapat diobati dengan menggunakan suntikan
interferon suatu pengatur kekebalan. Dapat diberikan obat topikal
podofilin 25% atau podofilotoksin 0,5% di tempat dimana kutil berada.
Bila kondiloma berukuran besar dilakukan kauterisasi.
5) Vaginitis lainnya.
a) Vaginitis atropika. Pengobatan yang diberikan adalah pemberian krem
estrogen dan obat peroral yaitu stilbestrol 0,5 mg/hari selama 25 hari
persiklus atau etinil estradiol 0,01 mg/hari selama 21 hari persiklus.
b) Vaginitis kronis/rekurens. Perlu diperhatikan semua faktor predisposisi
timbulnya keluhan leukorea serta pengobatan pada pasangannya. Bila
pada kultur ditemukan hasil positif sebaiknya diberikan pengobatan
sebelum menstruasi selama 3 bulan berturut-turut dengan clotrimazole
1x100 mg intravaginal selama 5 hari atau ketokonazole 2x200 mg dimulai
hari pertama haid.

7
c) Vaginitis alergika. Pengobatan pada kasus ini adalah dengan menghindari
alergen penyebabnya, misalnya terhadap tissue, sabun, tampon, pembalut
wanita. Pada kasus yang dicurigai vaginitis alergika tetapi tidak diketahui
penyebabnya dapat diberikan antihistamin.
d) Vaginitis psikosomatis. Untuk mengobati pasien ini perlu pendekatan
psikologis bahwa ia sebenarnya tidak menderita kelainan yang berarti dan
hal tersebut timbul akibat konflik emosional. Pendekatan yang
memandang pasien sebagai manusia seutuhnya yang tidak terlepas dari
lingkungannya harus dipikirkan.

Anda mungkin juga menyukai