Anda di halaman 1dari 8

Vaginitis: Diagnosis dan Tatalaksana

Bakterial vaginosis, trikomoniasis, dan kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab


infeksi vaginitis yang paling umum. Bakterial vaginosis terjadi ketika laktobasilus normal
pada vagina digantikan oleh kebanyakan bakteri anaerob. Diagnosis umumnya dibuat dengan
menggunakan kriteria Amsel, yang mencakup pH vagina lebih dari 4.5, whiff test positif,
sekret seperti susu, dan adanya clue cells pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina.
Klindamisin dan metronidazol oral dan topikal sama efektifnya dalam memberantas Bakterial
vaginosisal. Gejala dan tanda-tanda trikomoniasis tidak spesifik; diagnosis dengan
mikroskopi lebih dapat diandalkan. Gambaran dari trikomoniasis adalah trichomonads yang
terlihat secara mikroskopis pada cairan salin, lebih banyak leukosit daripada sel epitelial, uji
whiff positif, dan pH vagina lebih dari 5.4. Obat nitroimidazole apa pun (misalnya,
metronidazol) yang diberikan secara oral sebagai dosis tunggal atau dalam periode yang lebih
lama, menyelesaikan 90 persen kasus trikomoniasis. Pasangan seks harus terapi secara
bersamaan. Kebanyakan pasien dengan kandidiasis vulvovaginal didiagnosis dengan adanya
peradangan vulva ditambah keputihan atau dengan pemeriksaan mikroskopis sekret vagina
dalam larutan kalium hidroksida 10 persen. PH vagina biasanya normal (4,0-4,5). Kandidiasis
vulvovaginal harus diobati dengan salah satu dari banyak antifungal topikal atau oral, yang
tampaknya sama efektifnya. Tes Rapid point-of-care tersedia untuk membantu dalam
diagnosis akurat dari vaginitis. Vaginitis atrofi, suatu bentuk vaginitis yang disebabkan oleh
defisiensi estrogen, menghasilkan gejala kekeringan pada vagina, gatal, iritasi, pengeluaran
cairan, dan dispareunia. Baik terapi estrogen sistemik dan topikal efektif. Alergi dan bentuk
kontak iritan vaginitis juga bisa terjadi.

Vaginitis didefinisikan sebagai spektrum kondisi yang menyebabkan gejala vagina


dan kadang-kadang vulva, seperti gatal, terbakar, iritasi, bau, dan keputihan. Keluhan
vulvovaginal adalah salah satu alasan paling umum bagi wanita untuk mencari saran medis.

Etiologi dan Diagnosis Vaginitis

Penyebab infeksi vaginitis yang paling umum adalah Bakterial vaginosis, kandidiasis
vulvovaginal, dan trikomoniasis. Dokter secara tradisional mendiagnosis vaginitis
menggunakan kombinasi gejala, pemeriksaan fisik, pH cairan vagina, mikroskopi, dan tes
whiff. Ketika digabungkan, tes-tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas 81 dan 70 persen,
masing-masing untuk Bakterial vaginosis; 84 dan 85 persen untuk kandidiasis vulvovaginal;
dan 85 dan 100 persen untuk trikomoniasis bila dibandingkan dengan standar pemeriksaan
DNA. Tabel 1 menjelaskan penyebab umum, gejala, dan tanda-tanda vaginitis, dan Tabel 2
mencantumkan faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap perkembangan kondisi
tersebut.

Dalam sebuah tinjauan studi yang diterbitkan antara 1966 dan 2003, Bakterial
vaginosis didiagnosa pada 22 hingga 50 persen wanita simptomatik, kandidiasis vulvovaginal
17 hingga 39 persen, dan trikomoniasis dalam 4 hingga 35 persen. Sekitar 30 persen wanita
simptomatik tetap tidak terdiagnosis setelah evaluasi klinis. Di antara beberapa gejala dan
tanda-tanda individual, hanya tindak lanjut yang ditemukan membantu untuk diagnosis
vaginitis pada wanita simptomatik:

• Kurangnya rasa gatal membuat diagnosis kandidiasis vulvovaginal tidak mungkin (kisaran
rasio kemungkinan-mirip [LRs], 0,18 [95% interval kepercayaan (CI), 0,05 hingga 0,70]
hingga 0,79 [95% CI, 0,72 hingga 0,87]) .

• Kurangnya bau yang dirasakan membuat vaginosis bakterial tidak mungkin (LR, 0,07 [95%
CI, 0,01- 0,51]).

• Adanya tanda-tanda inflamasi lebih sering dikaitkan dengan kandidiasis vulvovaginal


(kisaran LRs, 2,1 [95% CI, 1,5 hingga 2,8] menjadi 8,4 [95% CI, 2,3 hingga 3,1]).

• Adanya bau amis pada pemeriksaan adalah prediktif Bakterial vaginosis (LR, 3,2 [95% CI,
2,1 hingga 4,7]).

• Kekurangan bau berhubungan dengan kandidiasis vulvovaginal (LR, 2.9 [95% CI, 2,4-5,0]).

Gejala dan tanda-tanda individu, tingkat pH, dan hasil mikroskopi sering tidak
mengarah ke diagnosis vaginitis yang akurat. Tes laboratorium memiliki kinerja yang lebih
baik daripada evaluasi berbasis standar untuk mendiagnosis penyebab vaginitis, tetapi mereka
tidak menambahkan secara substansial ke ambang batas perawatan dan dibenarkan hanya
pada pasien dengan gejala yang berulang atau sulit didiagnosis. Tabel 3 menjelaskan tes
laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab infeksi vaginitis.

Analisis efektivitas biaya pada strategi diagnostik untuk vaginitis yang tidak
terdiagnosis oleh pemeriksaan panggul, persiapan pemasangan basah, dan tes lainnya yang
terkait menunjukkan bahwa strategi yang paling murah adalah melakukan kultur untuk
penjajakan gonore dan klamidia pada kunjungan awal, dan pewarnaan Gram dan biakan
Trichomonas hanya ketika pH vagina melebihi 4,9. Strategi lain menghabiskan lebih banyak
biaya dan peningkatan durasi gejala hingga 1,3 hari.

Bakterial Vaginosis

Bakterial vaginosis adalah penyebab paling umum dari keputihan atau malodor,
terjadi pada hingga 30 persen wanita. Terjadi ketika spesies Lactobacillus yang normal di
vagina diganti dengan bakteri anaerob, menghasilkan berkurangnya tingkat hidrogen
peroksida dan asam organik biasanya hadir di vagina.

Penyebab yang mendasari Bakterial vaginosis belum sepenuhnya dipahami. Lebih


dari 50 persen wanita dengan vaginosis bakterial tidak menunjukkan gejala. Bau amis yang
disebabkan oleh produksi amina dari bakteri anaerobik yang ditemukan pada banyak pasien
adalah prediksi vaginosis bakteri. Ketika alkalinitas vagina meningkat setelah hubungan
seksual (dengan adanya air mani) dan selama menstruasi (dengan adanya darah) , bau
menjadi lebih umum. Keputihan vagina adalah gejala yang lebih umum tetapi kurang
spesifik. Bakterial vaginosis tidak terkait dengan peradangan mukosa vagina dan jarang
menyebabkan gatal pada vulva.

Bakterial vaginosisal, bahkan ketika asimtomatik, dikaitkan dengan insiden


endometritis yang tinggi dan penyakit radang panggul setelah aborsi dan prosedur ginekologi
pada populasi umum. Di antara wanita dengan Bakterial vaginosis, tidak ada peningkatan
risiko secara keseluruhan untuk mengembangkan penyakit radang panggul telah ditemukan.
Bakterial vaginosis dikaitkan dengan keguguran yang terlambat, ketuban pecah dini, dan
kelahiran prematur. Baik Bakterial vaginosis simptomatik maupun asimtomatik sangat terkait
dengan peningkatan risiko transmisi human immunodeficiency virus (HIV) -1 (risiko relatif,
1,89; 95% CI, 1,46-2,43).
DIAGNOSA

Dalam praktek klinis, Bakterial vaginosis didiagnosis dengan adanya tiga dari empat
kriteria Amsel:

• Keputihan vagina yang tipis dan homogen

• pH vagina lebih besar dari 4,5

• Whiff test positif (bau amina amis ketika 10% larutan kalium hidroksida ditambahkan)

• Setidaknya 20 persen clue cells (sel-sel epitel vagina dengan batas-batas dikaburkan oleh
menempelnya coccobacilli pada sediaan basah atau pewarnaan Gram; Gambar 1).

Pada penelitian prospektif observsional terhadap 269 wanita, pH vagina >4,5


merupakan metode uji yang sangat sensitif (89%) dan hasil uji whiff yang positif merupakan
metode uji yang paling spesifik (93%) untuk mendeteksi bacterial vaginosis. Hasil yang
positif dari kedua uji ini memiliki sensitivitas yang sama dengan tiga atau lebih kriteria
amsel. Kultur dari Gardnerella vaginalis tidaklah direkomendasikan karena memiliki
spesifisitas yang rendah. Sitologi serviks tidak memiliki nilai klinis untuk mendiagnosis
bakterial vaginosis, terutama pada wanita yang asimptomatik, karena memiliki sensitivitas
yang rendah.

Terapi pada wanita yang tidak hamil

Rekomendasi terapi terkini dari Center for Disease Control and Prevention (CDC)
dilampirkan di tabel 4. Perempuan yang tidak hamil dengan gejala, memerlukan terapi
antibiotik untuk menghilangkan gejalan di vagina. Manfaat lain dari terapi adalah
mengurangi risiko terkena HIV dan penyakit menular seksual lainnya, serta mengurangi
komplikasi dari infksi setelah aborsi atau histerektomi.

Review dari Cochrane terhadap 24 penelitian Randomized Controlled Trials (RCTs)


menunjukkan pemberian clindamisin dan metronidazole (Flagyl) memiliki efektivitas yang
sama, dengan tingkat kesembuhan 91% dan 92% setelah pemberian terapi selama 2-3
minggu. Enam penelitian RCTs menunjukkan pemberiaan antibiotik topikal dan oral,
memiliki efektivitas yang sama. Salah satu kekurangan sediaan oral adalah lama terapi yang
lebih panjang. Krim clindamisin intravaginal lebih dipilih, dikarenakan masalah alergi atau
intoleransi terhadap metronidazole. Metronidazole 2 gram dosis tunggal merupakan terapi
dengan efektivitas yang paling rendah untuk mengobati bakterial vaginosis dan tidak lagi
direkomendasikan. Metronidazole 500 mg 2 kali sehari selama 1 minggu merupakan terapi
yang efektif untuk mengobati bakterial vaginosis dan trichomoniasis.

Meskipun probiotik Lactobasillus aman, belum ada bukti yang menunjukkan terapi ini
lebih baik atau dapat meningkatkan efektivitas dari antibiotik untuk mengobati bakterial
vaginosis dan dan mencegah kekambuhan. Pemberian terapi untuk pasangan seksual dan
follow up pasien untuk melihat apakah gejala telah hilang, tidak direkomendasikan.

Bakterial vaginosis pada kehamilan

Bakterial vaginosis dijumpai pada 20% wanita yang sedang hamil. Efek dari terapi
untuk bakterial vaginosis pada wanita hamil yang simptomatik dan asimptomatik dapat
menyebabkan kelahiran prematur telah menyebabkan perdebatan pada penelitian. U.S.
Preventive Service Task Force (USPSTF) tidak merekomendasikan skrining baktrial
vaginosis secara rutin pada wanita hamil yang asimptomatik yang memiliki risiko rendah
untuk terjadinya kelahiran prematur.

Rekurensi bakterial vaginosis

Kebanyakan kekambuhan dari bacterial vaginosis terjadi pada tahun pertama dan
berkorelasi dengan pasangan seksual yang baru. Tingkat rekurensi yang dilaporkan adalah
15-30% dalam 3 bulan. Penelitian RCT terhadap bacterial vaginosis yang persisten,
mengindikasikan pemberian metronidazole gel 0,75% (Metrogel) sebanyak 2 kali perminggu
selama 6 bulan setelah terapi inisial, akan secara efektif mempertahankan kesembuhan
selama 6 bulan.

Trichomoniasis

Tanda dan gejala dari trichomoniasis tidaklah spesifik, dan penegakan diagnosis lebih
memungkinkan secara mikroskopis. Kemungkinan terkena trichomoniasis adalah bila
dijumpainya trichomonad dengan saline, lebih banyak leukosit dibandingkan sel epitel, uji
whiff yang positif, pH vagina >5,4. Preparat basah merupakan pemeriksaan yang tidak mahal
dan cepat dengan tingkat sensitivitas 58-82% dan dipengaruhi oleh kemampuan pemeriksa
serta jumlah parasit pada sampel cairan vagina. Pemeriksaan tambahan berupa spesimen urin
akan dapat meningkatkan deteksi Trichomonas vaginalis dari 73% menjadi 85%.
Terapi tidaklah harus berdasarkan hasil temuan trichmonad pada hapusan
Papanicolaou/ Pap smear. Uji terbaru Point-of-care jauh lebih akurat namun mahal. Pada
suatu penelitian, sensitivitas dari sediaan basah, kultur mikrobiologi, uji rapid antigen, dan uji
Nucleic Acid Amplification, adalah 51%, 75%, 82% dan 98%. Setiap metode tersebut
memiliki spesifisitas hampir 100%. Analisa PCR terhadap sampel dari pembalut dan
spesimen introital, memiliki hasil yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan swab vagina,
swab serviks, dan pap smear, serta akan lebih nyaman bagi pasien.

Terapi

Hampir seluruh pemberian obat nitroimidazole peroral dosis tunggal atau dengan
waktu yang lebih lama akan memberikan kesembuhan pada 90% kasus. Pemberian
metronidazole 2 gram dosis tunggal merupakan terapi yang adekuat, tetapi dapat
menyebabkan dispepsia dan memiliki rasa seperti logam, dimana kebanyakan pasien memilih
terapi yang lebih lama dengan efek samping yang lebih sedikit. Pemberian metronidazole 500
mg 2 kali sehari selama 7 hari dapat mengobati bacterial vaginosis dan trichomoniasis.
Pemberian metronidazole 2-4 gram/hari selama 7-14 hari direkomendasikan pada patogen
dengan strain yang resisten terhadap metronidazole.

Tingkat kesembuhan dari parasit dengan pemberian krim nitroimidazoleintravagina


adalah <50%. Pada penelitian RCT, pemberian terapi kombinasi oral dengan intravaginal
akan lebih efektif dibandingkan dengan terapi oral saja. Pasangan seksual juga harus diterapi
secara bersamaan. Untuk mengurangi rekurensi, pasangan seksual harus menghindari
berhubungan seksual sampai keduanya telah mendapatkan terapi lengkap dan tidak memiliki
gejala lagi. Uji untuk menentukan kesembuhan tidaklah diperlukan.

Trichomoniasis dalam kehamilan

Review dari Cochrane menunjukkan bahwa metronidazole efektif untuk mengobati


trichomoniasis pada wanita hamil dan pasangan seksualnya. Penelitian pada wanita hamil
yang diterapi dengan usia kehamilan <23 minggu telah dihentikan, dikarenakan dapat
menimbulkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah. CDC merekomendasikan
pemberian metronidazole 2 gram dosis tunggal setelah usia kehamilan >37 minggu, dan
memberitahu pasien mengenai risiko dan manfaat dari terapi.
Vulvovaginal candidiasis

Diperkirakan 75% wanita akan terkena vulvovaginal candidiasis sekurang-kurangnya


1 kali, dan 40-45% wanita akan terkana >2 kali. Perubahan flora normal di vagina akan
memicu dan menginduksi efek patogenik dari patogen. Beberapa faktor risiko dari
vulvovaginal candidiasis dilampirkan di tabel 2.

Diagnosis

Meskipun gejala dari vulvovaginal candidiasis seperti gatal, kemerahan pada vagina,
dispareunia, dan duh vagina sering dijumpai, namun tidak ada gejala yang spesifik.
Kebanyakan pasien akan dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik dari sekret
vagina yang diberi larutan KOH 10% (sensitivitas 65-85%). pH vagina umumnya tetap
normal (4-4,5). Kultur vagina haruslah dipertimbangkan pada kasus kambuh dengan adanya
gejala klinis, namun memiliki hasil mikroskopik yang negatif dan pH yang normal. Pap
smear meskipun spesifik namun ia tidak sensitif, dimana pada hasil yang positif, hanya 25%
pasien yang menunjukkan hasil kultur yang positif dari vulvovaginal candidiasis. Uji rapid
untuk deteksi jamur (Diagnostik Savyon) dapat dilakukan dengan biaya <$10, dibandingkan
dengan kultur jamur dengan biaya sekitar $65. Uji PCR merupakan metode yang paling
sensitif namun mahal.

Terapi

Berdasarkan gambaran klinis, mikrobiologi,faktor host dan respon terhadap terapi,


vulvovaginal candidiasis dapat diklasifikasikan menjadi uncomplicated dan complicated.
Pasien vulvovaginal candidiasis adalah wanita sehat dan tidak hamil, serta memiliki hal
berikut ini:

 Penyakit yang ringan sampai sedang


 < 4 kali terkena candidiasis per tahun
 Dijumai pseudohifa atau hifa pada pemeriksaan mikroskopik

Terapi untuk uncomplicated vulvovaginal candidiasis adalah pemberian antijamur


dengan waktu yang singkat. Sediaan oral maupun topikal akan sama-sama efektif.
Pasien dengan complicated vulvovaginal candidiasis, memiliki satu atau lebih hal
berikut ini:

 Penyakit yang sedang sampai berat


 ≥4 kali terkena candidiasis per tahun
 Pada pemeriksaan mikroskopis hanya terlihat tunas jamur
 Adanya pemberat pada host (contoh: kehamilan, diabetes melitus,
immunocompromise)

Terapi bagi complicated vulvovaginal candidiasis memerlukan terapi antijamur


yang intensif dengan waktu yang lebih lama.

Penyebab non-infeksi dari vaginitis

Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi merupakan 2 penyebab


noninfeksi dari vaginitis, dan hal ini berkaitan dengan penggunaan produk hygiene feminine
atau kontrasepsi. Vaginitis atropik memiliki gejala berupa vagina yang kering, gatal, adanya
duh, iritasi, dan dispareunia. Penyakit ini mengenai 10-40% wanita dan berkaitan dengan
defisiensi estrogen. Penegakan diagnosis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan klinis,
diikuti dengan pemeriksaan pH vagina, pemeriksaan sediaan basah vagina (untuk
menyingkirkan kemungkinan superimposed infection), dan jarang dilakukan pemeriksaan
kultur ataupun sitologi. Pemberian terapi estrogen, baik sistemik ataupun topikal, efektif
untuk menghilangkan gejala. Pemberian estrogen vagina topikal lebih dipilih dibandingkan
terapi oral, dikarenakan memiliki absorbsi ke sistemik yang rendah, dan untuk mengurangi
efek samping. Krim yang mengandung estrogen, kontrasepsi, tablet intravaginal dan cincin
estradiol vaginal juga efektif untuk mengatasi gejala dari vaginitis atropi.

Anda mungkin juga menyukai