Anda di halaman 1dari 4

Tabel 3.

Uji laboratorium pada vaginitis infeksius


Tes Bacterial Vaginosis

Pada penelitian prospektif observsional terhadap 269 wanita, pH vagina >4,5 merupakan metode uji yang
sangat sensitif (89%) dan hasil uji whiff yang positif merupakan metode uji yang paling spesifik (93%) untuk
mendeteksi bacterial vaginosis. Hasil yang positif dari kedua uji ini memiliki sensitivitas yang sama dengan
tiga atau lebih kriteria amsel. Kultur dari Gardnerella vaginalis tidaklah direkomendasikan karena memiliki
spesifisitas yang rendah. Sitologi serviks tidak memiliki nilai klinis untuk mendiagnosis bakterial vaginosis,
terutama pada wanita yang asimptomatik, karena memiliki sensitivitas yang rendah.

Terapi pada wanita yang tidak hamil

Rekomendasi terapi terkini dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) dilampirkan di tabel 4.
Perempuan yang tidak hamil dengan gejala, memerlukan terapi antibiotik untuk menghilangkan gejalan
di vagina. Manfaat lain dari terapi adalah mengurangi risiko terkena HIV dan penyakit menular seksual
lainnya, serta mengurangi komplikasi dari infksi setelah aborsi atau histerektomi.

Review dari Cochrane terhadap 24 penelitian Randomized Controlled Trials (RCTs) menunjukkan
pemberian clindamisin dan metronidazole (Flagyl) memiliki efektivitas yang sama, dengan tingkat
kesembuhan 91% dan 92% setelah pemberian terapi selama 2-3 minggu. Enam penelitian RCTs
menunjukkan pemberiaan antibiotik topikal dan oral, memiliki efektivitas yang sama. Salah satu
kekurangan sediaan oral adalah lama terapi yang lebih panjang. Krim clindamisin intravaginal lebih dipilih,
dikarenakan masalah alergi atau intoleransi terhadap metronidazole. Metronidazole 2 gram dosis tunggal
merupakan terapi dengan efektivitas yang paling rendah untuk mengobati bakterial vaginosis dan tidak
lagi direkomendasikan. Metronidazole 500 mg 2 kali sehari selama 1 minggu merupakan terapi yang
efektif untuk mengobati bakterial vaginosis dan trichomoniasis.

Meskipun probiotik Lactobasillus aman, belum ada bukti yang menunjukkan terapi ini lebih baik atau
dapat meningkatkan efektivitas dari antibiotik untuk mengobati bakterial vaginosis dan dan mencegah
kekambuhan. Pemberian terapi untuk pasangan seksual dan follow up pasien untuk melihat apakah gejala
telah hilang, tidak direkomendasikan.

Bakterial vaginosis pada kehamilan

Bakterial vaginosis dijumpai pada 20% wanita yang sedang hamil. Efek dari terapi untuk bakterial vaginosis
pada wanita hamil yang simptomatik dan asimptomatik dapat menyebabkan kelahiran prematur telah
menyebabkan perdebatan pada penelitian. U.S. Preventive Service Task Force (USPSTF) tidak
merekomendasikan skrining baktrial vaginosis secara rutin pada wanita hamil yang asimptomatik yang
memiliki risiko rendah untuk terjadinya kelahiran prematur.

Rekurensi bacterial vaginosis

Kebanyakan kekambuhan dari bacterial vaginosis terjadi pada tahun pertama dan berkorelasi dengan
pasangan seksual yang baru. Tingkat rekurensi yang dilaporkan adalah 15-30% dalam 3 bulan. Penelitian
RCT terhadap bacterial vaginosis yang persisten, mengindikasikan pemberian metronidazole gel 0,75%
(Metrogel) sebanyak 2 kali perminggu selama 6 bulan setelah terapi inisial, akan secara efektif
mempertahankan kesembuhan selama 6 bulan.

Trichomoniasis

Tanda dan gejala dari trichomoniasis tidaklah spesifik, dan penegakan diagnosis lebih memungkinkan
secara mikroskopis. Kemungkinan terkena trichomoniasis adalah bila dijumpainya trichomonad dengan
saline, lebih banyak leukosit dibandingkan sel epitel, uji whiff yang positif, pH vagina >5,4. Preparat basah
merupakan pemeriksaan yang tidak mahal dan cepat dengan tingkat sensitivitas 58-82% dan dipengaruhi
oleh kemampuan pemeriksa serta jumlah parasit pada sampel cairan vagina. Pemeriksaan tambahan
berupa spesimen urin akan dapat meningkatkan deteksi Trichomonas vaginalis dari 73% menjadi 85%.

Terapi tidaklah harus berdasarkan hasil temuantrichmonad pada hapusan Papanicolaou/ Pap smear. Uji
terbaru Point-of-care jauh lebih akurat namun mahal. Pada suatu penelitian, sensitivitas dari sediaan
basah, kultur mikrobiologi, uji rapid antigen, dan uji Nucleic Acid Amplification, adalah 51%, 75%, 82% dan
98%. Setiap metode tersebut memiliki spesifisitas hampir 100%. Analisa PCR terhadap sampel dari
pembalut dan spesimen introital, memiliki hasil yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan swab vagina,
swab serviks, dan pap smear, serta akan lebih nyaman bagi pasien.

Terapi

Hampir seluruh pemberian obat nitroimidazole peroral dosis tunggal atau dengan waktu yang lebih lama
akan memberikan kesembuhan pada 90% kasus. Pemberian metronidazole 2 gram dosis tunggal
merupakan terapi yang adekuat, tetapi dapat menyebabkan dispepsia dan memiliki rasa seperti logam,
dimana kebanyakan pasien memilih terapi yang lebih lama dengan efek samping yang lebih sedikit.
Pemberian metronidazole 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari dapat mengobati bacterial vaginosis dan
trichomoniasis. Pemberian metronidazole 2-4 gram/hari selama 7-14 hari direkomendasikan pada
patogen dengan strain yang resisten terhadap metronidazole.

Tingkat kesembuhan dari parasit dengan pemberian krim nitroimidazole intravagina adalah <50%. Pada
penelitian RCT, pemberian terapi kombinasi oral dengan intravaginal akan lebih efektif dibandingkan
dengan terapi oral saja. Pasangan seksual juga harus diterapi secara bersamaan. Untuk mengurangi
rekurensi, pasangan seksual harus menghindari berhubungan seksual sampai keduanya telah
mendapatkan terapi lengkap dan tidak memiliki gejala lagi. Uji untuk menentukan kesembuhan tidaklah
diperlukan.

Trichomoniasis dalam kehamilan

Review dari Cochrane menunjukkan bahwa metronidazole efektif untuk mengobati trichomoniasis pada
wanita hamil dan pasangan seksualnya. Penelitian pada wanita hamil yang diterapi dengan usia kehamilan
<23 minggu telah dihentikan, dikarenakan dapat menimbulkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir
rendah. CDC merekomendasikan pemberian metronidazole 2 gram dosis tunggal setelah usia kehamilan
>37 minggu, dan memberitahu pasien mengenai risiko dan manfaat dari terapi.

Vulvovaginal candidiasis

Diperkirakan 75% wanita akan terkena vulvovaginal candidiasis sekurang-kurangnya 1 kali, dan 40-45%
wanita akan terkana >2 kali. Perubahan flora normal di vagina akan memicu dan menginduksi efek
patogenik dari patogen. Beberapa faktor risiko dari vulvovaginal candidiasis dilampirkan di tabel 2.

Diagnosis

Meskipun gejala dari vulvovaginal candidiasis seperti gatal, kemerahan pada vagina, dispareunia, dan duh
vagina sering dijumpai, namun tidak ada gejala yang spesifik. Kebanyakan pasien akan dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan mikroskopik dari sekret vagina yang diberi larutan KOH 10% (sensitivitas 65-85%).
pH vagina umumnya tetap normal (4-4,5). Kultur vagina haruslah dipertimbangkan pada kasus kambuh
dengan adanya gejala klinis, namun memiliki hasil mikroskopik yang negatif dan pH yang normal. Pap
smear meskipun spesifik namun ia tidak sensitif, dimana pada hasil yang positif, hanya 25% pasien yang
menunjukkan hasil kultur yang positif dari vulvovaginal candidiasis. Uji rapid untuk deteksi jamur
(Diagnostik Savyon) dapat dilakukan dengan biaya <$10, dibandingkan dengan kultur jamur dengan biaya
sekitar $65. Uji PCR merupakan metode yang paling sensitif namun mahal.

Terapi

Berdasarkan gambaran klinis, mikrobiologi,faktor host dan respon terhadap terapi, vulvovaginal
candidiasis dapat diklasifikasikan menjadi uncomplicated dan complicated. Pasien vulvovaginal
candidiasis adalah wanita sehat dan tidak hamil, serta memiliki hal berikut ini:

 Penyakit yang ringan sampai sedang


 < 4 kali terkena candidiasis per tahun
 Dijumai pseudohifa atau hifa pada pemeriksaan mikroskopik

Terapi untuk uncomplicated vulvovaginal candidiasis adalah pemberian antijamur dengan waktu yang
singkat. Sediaan oral maupun topikal akan sama-sama efektif.

Pasien dengan complicated vulvovaginal candidiasis, memiliki satu atau lebih hal berikut ini:

 Penyakit yang sedang sampai berat


 ≥4 kali terkena candidiasis per tahun
 Pada pemeriksaan mikroskopis hanya terlihat tunas jamur
 Adanya pemberat pada host (contoh: kehamilan, diabetes melitus, immunocompromise)
Terapi bagi complicated vulvovaginal candidiasis memerlukan terapi antijamur yang intensif dengan
waktu yang lebih lama.

Penyebab non-infeksi dari vaginitis

Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi merupakan 2 penyebab noninfeksi dari vaginitis, dan
hal ini berkaitan dengan penggunaan produk hygiene feminine atau kontrasepsi. Vaginitis atropik memiliki
gejala berupa vagina yang kering, gatal, adanya duh, iritasi, dan dispareunia. Penyakit ini mengenai 10-
40% wanita dan berkaitan dengan defisiensi estrogen. Penegakan diagnosis berdasarkan riwayat penyakit
dan temuan klinis, diikuti dengan pemeriksaan pH vagina, pemeriksaan sediaan basah vagina (untuk
menyingkirkan kemungkinan superimposed infection), dan jarang dilakukan pemeriksaan kultur ataupun
sitologi. Pemberian terapi estrogen, baik sistemik ataupun topikal, efektif untuk menghilangkan gejala.
Pemberian estrogen vagina topikal lebih dipilih dibandingkan terapi ora;, dikarenakan memiliki absorbsi
ke sistemik yang rendah, dan untuk mengurangi efek samping. Krim yang mengandung estrogen,
kontrasepsi, tablet intravaginal dan cincin estradiol vaginal juga efektif untuk mengatasi gejala dari
vaginitis atrophic.

Anda mungkin juga menyukai