Anda di halaman 1dari 25

Lembar Pengesahan

1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.

Judul
: MAKALAH DOKUMENTASI
KEPERAWATAN METERNITAS
Tanggal
: 22 Oktober 2012
Kelompok
:
Nama Anggota
:
Andika Pranata
11200 006
Anisa Kartika Aprilia
11200 007
3.
Dyto Pandu
Pratama
11200 015
Edy Riawan
11200 016
Indenti Oktariani
11200 024
Rinta Wulandari
11200 029
Tana Nurhasanah
11200 033
Yesi Agraini
11200 039

Mengetahui,
Pembimbing
Hj. Anita Puri, M.Kep., Sp. Mat
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya pada akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugasasiswa dari Mata Kuliah Keperawatan
Profesional Jurusan Keperawatan Tahun Ajaran 2012-2013
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu.Dwi Agustanti.M.Kep, Sp.Kom selaku dosen Mata Kuliah Dokumentasi
Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesainya
makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa, khususnya masyarakat dam
pembaca pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
tambahan untuk memperoleh pengetahuan.

Bandarlampung,

November2012
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................... i
Halaman Keterangan........................................................................................ ii
Kata Pengantar................................................................................................ iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1Definisi........................................................................................................................
............... 3
2.2Malpraktek........................................................................................................................
...... 3
2.3 Kelalaian (Negligence)....................................................................................................
.4
2.4 Liabilitas dalam praktek keperawatan........................................................................
5
2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan................................ 6
2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat... 6
2.7 Tanggung jawab profesi
perawat................................................................................... 7
2.8 Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan....................................................
9
2.9 Dampak
Kelalaian............................................................................................................... 10
BAB III KASUS PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN
3.1 ANALISA
KASUS.......................................................................................................................... 13
3.2 Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan keperawatan............................................................................
16
3.3 Bagi Rumah Sakit dan
Ruangan........................................................................................... 16

IV. Faktor Manusia dalam Kasus Malpraktek....................................................................


18
CONTOH KASUS MALPRAKTIK DI
MASYARAKAT ............................................................ 20
BAB V PENUTUP
5.1KESIMPULAN.................................................................................................................
.............. 26
5.2SARAN.............................................................................................................................
................. 27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan
kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah
mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi


praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan
dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan
berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering
timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja,
kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan
penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus
mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan
yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya
standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat
melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan
lainnya.
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan,
dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan
pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan
malpraktek, malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan
kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka
lakukan.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran
hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting
adalah bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari
berbagai sudut pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan
layanan maupun penerima layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan,
adanya standar praktek keperawatan dan juga meningkatkan kualitas sumber daya
manusia keperawatan adalah hal penting.
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa hal yang
berkaitan dengan kelalaian, baik ditinjau dari hukum dan etik keperawatan, disamping
itu juga kelompok membahas bagaimana dampak dan bagaimana mencegah serta
melindungi klien dari kelalaian praktek keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat memahami
kelalaian dalam bidang keperawatan dilihat dari dimensi etik dan dimensi hukum.
Dan secara khusus mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian, kriteria dan
unsur-unsur terjadinya kelalaian, disamping itu juga dapat menjelaskan dampak yang
terjadi dengan adanya kelalaian serta bagaimana mencegah terjadinya kelalaian dalam
praktek keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan
etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu
kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).
Hukum adalah A binding custom or practice of acommunity: a rule of conduct
or action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced by a
controlling authority (Websters, 2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting
adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam
keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum
keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
2.1.1 Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan
apa yang legal dalam merawat pasien.
2.1.2 Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
2.1.3 Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan
keperawatan
2.1.4 Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku
2.2 Malpraktek
Balcks law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai professional
misconduct or unreasonable lack of skill atau failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly
applied under all the circumstances in the community by the average prudent
reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the
recipient of those services or those entitled to rely upon them.
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan
yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian
(negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak
beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja,
tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa
profesi yang dapat melakukan malpraktek.

2.3 Kelalaian (Negligence)


Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian
adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hatihati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya
dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan
tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan
adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu
pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

2.3.1 Jenis-jenis kelalaian


Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
2.3.1.1 Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum
atau
tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi
yang memadai/tepat
2.3.1.2 Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
2.3.1.3 Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan
yang
merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi
tidak
dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan
dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1.
Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu.
2.
Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3.
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
4.
Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya menurunkan Proximate cause
2.4 Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti
halnya
tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap
bahaya yang
timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang
dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik
berupa tindakan
kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan
sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat
dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling
lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan
dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini
dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik
keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertaggung jawabkan suatu

tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan


tersebut(Kozier, 1991).
2.5 Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
2.5.1 Undang undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal
32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2.5.2 Undang undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
2.5.3 Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
2.5.4 Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan
Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang
penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
2.6 Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat
dan
direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki
akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas seharihari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun
tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat
harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum
yang berlaku di Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung
dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti
tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan
undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)
2.7 Tanggung jawab profesi perawat
Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan
ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan
yang sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang
diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan
sudah ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah
memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban.
Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki,
dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat
sosial (Kozier,1991)
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang
memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan
material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian terregistrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239.
sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada
perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin

Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP)
bila bekerja secara perorangan atau kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001)
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak boleh
keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian
dari good samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat
dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar
pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau representatif dari masyrakat profesi harus
mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam
rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah
perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap
dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi
perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifatsifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience,
justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi
bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode
etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai standar profesi, dan
diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalanankan profesi secara baik dan benar.
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung jawab
perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis
pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian yang
mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP),
yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam
rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang
bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal
267-268 KUHP).
Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat dituntutkan kepada
profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan
maupun kelalaian dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi
tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di
Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan
infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam
merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi
pada pelayanan profesi perorangan.
2.8 Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi
pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan
tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian

malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat
kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang
diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam
keperawatan diantaranya yaitu :
2.8.1 Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini
dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode
pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya
kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat
diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut
akan
menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2.8.2 Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan
melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal
dapat
saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan
dalam
menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier,
1991)
2.8.3 Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada
situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat
secara
rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
2.8.4 Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat
kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga
kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya
mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan
terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
2.8.5 Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul
karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan
keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan
dengan baik
dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan
keperawatan tidak optimal.
2.8.6 Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering
ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat
dicegah
jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien.
Beberapa
rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan
alat-alat untuk
mencegah hal ini.
2.9 Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak
saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu
perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat
berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk
dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran
autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya

dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat
ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi
penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).

BAB III
KASUS PERLINDUNGAN LEGAL KEPERAWATAN
KASUS :
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T
dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan
diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat
makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan
didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan
anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat
mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik tetapi jawaban
Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas
plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang
206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut
mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai
dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya
peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan
peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak
kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak
jatuh, tn.T mengatakan saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak
ada pengangan pad temapt tidurnya, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta
tolong kami saya pikir kan hanya mengambil air minum.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat
memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa
memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat
memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil perawat
dengan alat yang tersedia.

3.1 ANALISA KASUS


Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin
bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan
seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau
menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak
memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril,
sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa
bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.

Bila melihat dari hubungan perawat pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar
pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau
ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung
jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek
keperawatan, perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek
keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan,
melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan
kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari
segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam
hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari
segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau
perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak
yang berkompeten dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian dengan
alasan, sebagai berikut:
3.1.2 Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan
yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak
melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk
kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
3.1.2.1 Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
3.1.2.2 Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
3.1.2.3 Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
3.1.2.4 Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
3.1.2.5 Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer
tidak
dijalankan dengan baik
3.1.2.6 Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam
supervise
keperawatan
3.1.2.7 Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga
tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan
pasien. Karena
kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal
yang penting.
3.1.2.8 Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan
asuhan
keperawatan
3.1.3 Dampak dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan
pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan
organisasi profesi dan administrasi.
3.1.3.1 Terhadap Pasien

Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan baru
1)
Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
2)
Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah
kesehatan/keperawatan lainnya.
3)
Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan sesuai
dengan standar yang benar.
4)
Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit
atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu
KUHP.
3.1.3.2 Perawat sebagai individu/pribadi
5)
perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi sendiri,
karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:
a)
Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan
pasien
b)
Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakantindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat
mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c)
Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia,
jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena perawat tidak
mempunyai rasa caring terhadap pasien dan keluarga, yang
seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan
kepada pasien.
6)
Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan ganti
rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
7)
Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat
peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang Direktur RS) dan juga
organisasi profesinya.
3.1.3.3 Bagi Rumah Sakit
8)
Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan RS
9)
Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi misi
Rumah Sakit
10) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata
karena melakukan kelalaian terhadap pasien
11) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara
administrasi dan prosedural
3.1.3.4 Bagi profesi
12) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang, karena
menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat
bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang
sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
13) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan
standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan

3.2 Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima
pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
# Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
b.
Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan keperawatan/praktek
keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak ceroboh.
c.
Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi profesi
dengan jelas dan tegas.
d.
Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat yang
sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek
keperawatan.
e.
Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan sehingga
dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP
dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.
3.3 Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
1.
Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang
telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
2.
Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada
bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
3.
Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan
yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi
perawatnya.
4.
Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat
berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
5.
Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan
standar praktek keperawatan.
6.
Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat
yang melakukan kelalaian.
7.
Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan
dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan berbagai hal
baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai
institusi dan juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut,
bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat
sebelum, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat
bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien
dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten
dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan
yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek
asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.

Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk


kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang
dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan
oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat
Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana
Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS
terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan
perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang
jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai
aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan
tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir
pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan
yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan
standar yang berlaku.

IV. Faktor Manusia dalam


Kasus Malpraktek
Sampai dengan tahun 2008 telah terjadi 387 kasus malpraktek di Indonesia, seperti teori
gunung es data tersebut hanyalah data yang nampak di permukaan kasus yang terjadi
kemungkinan besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan data yang terpaparkan
tersebut. Padahal dokter sebagai pelaku sebagian besar kasus mal praktek merupakan
seorang ahli yang telah mumpuni di bidangnya, sang dokter telah mengikuti kuliah
selama bertahun-tahun dengan disiplin yang ketat sehingga diharapakan mampu melayani
pasien dengan baik. Mengapa mal praktek masih terjadi ? sebelumnya mari kita lihat
pengertian dari mal praktek itu sendiri. Menurut M.Jusuf Hanafiah & Amri Amir (1999:
87), malpraktek adalah:
Kelalaian seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu yang
lazim
dipergunakan
dalam
mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran di
lingkungan yang sama. Yang
dimaksud kelalaian disini adalah
sikap kurang hati-hati, yaitu
tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar,
tapi sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan

tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medis (standar profesi dan standar
prosedur operasional)
adapun jenis-jenis dari malpraktek tersebut adalah :
1.
adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam menjalankan profesinya;
2.
adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasional;
3.
adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau
meninggal dunia;
4.
adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien merupakan
akibat dari perbuatan dokter tidak sesuai dengan standar pelayanan medis.
Jadi apa yang menyebabkan para ahli melakukan kesalahan-kesalahan tersebut ? Dalam
diskusi internal Ikatan Dokter Indonesia pada pertengahan tahun lalu dimunculkan
beberapa akar penyebab tersebut, yaitu:
1.
Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang rendah. Hal ini diduga
merupakan akibat dari sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang tidak
memberikan materi etika kedokteran sebagai materi yang juga mencakup afektif
tidak hanya kognitif.
2.
Paham materialisme yang semakin menguat di masyarakat pada umumnya
dan di dalam pelayanan kedokteran khususnya.
3.
Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin akuntabilitas
profesi kedokteran (saat ini kita sedang menunggu diundangkannya UU Praktik
Kedokteran yang diharapkan dapat mengatur praktek kedokteran yang akuntabel).
4.
Belum adanya good clinical governance di dalam pelayanan kedokteran di
Indonesia, yang terlihat dari belum ada atau kurangnya standar (kompetensi,
perilaku dan pelayanan) dan pedoman (penatalaksanaan kasus), serta tidak
tegasnya penegakan standar dan pedoman tersebut.
Selain hal tersebut kesalahan manusia juga memberi efek yang sangat besar, menurut
Christoper Chabris (psikolog kognitif) penyebab seorang ahli bedah yang telah bekerja
bertahun-tahun meninggalkan benda di tubuh pasien diantaranya adalah kesalahan asumsi
dan kurangnya perhatian akan benda yang tidak terduga. Dokter bedah yang telah
bertahun-tahun bekerja biasanya hanya berfokus pada prosedur yang telah dijalani secara
berulang-ulang, sehingga ketika terdapat benda asing yang masuk kedalam tubuh pasien
ahli bedah tersebut cenderung tidak melihatnya karena telah berasumsi tidak akan ada
benda tersebut yang masuk ke tubuh pasien.
Oleh karena itu maka sebaiknya perlu dilakukan perbaikan sistem secara menyeluruh.
Dimulai dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia dari penyeleksian ujian masuk
kedokteran yang lebih ketat sampai dengan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab
mengawasi praktek yang dilakukan oleh para dokter. Pasien juga diharapkan turut serta
mengawasi kinerja dari para dokter karena biar bagaimanapun dokter hanyalah manusia
biasa yang masih mungkin melakukan kesalahan, namun dengan kerjasama dari seluruh
pihak yang terkait kemungkinan malpraktek dapat diminimalisir.

CONTOH KASUS MALPRAKTIK


KELALAIAN DOKTER, KAKI DI AMPUTASI
LENSAINDONESIA.COM: Pe
nyelesaian kasus dugaan
malpraktek di RSUD Swadana
Kabupaten Jombang melalui
hearing di ruang komisi D
DPRD setempat menemui jalan
buntu.
Upaya Komisi D
mempertemukan keluarga
korban malpraktek dan perwakilan RSUD Swadana Jombang agar permasalahan segera
diselesaikan, tidak membuahkahkan hasil apa-apa. Sebab, dalam hearing tersebut,
masing-masing pihak saling memojokkan satu sama lain dan mempertahankan
argumenya masing masing.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdaltul
Ulama (NU) Jombang selaku pendamping korban menyatakan bahwa dokter tekah salah
memberi obat saat melakukan tindakan medis sehingga pasien jantung tersebut
mengalami strok berat. Dan anehnya, kaki Abdul Manan (pasien) malah diamputasi.
Sementara forum fasilitasi RSUD Swadana Jombang ngeyel kalau tindakan medis
dokter sudah sesuai dengan protap (prosedur tetap).
Karena menuai jalan buntu, DPRD Jombang akhinya lepas tangan dan menyerahkan
penyelesaian kepada masing masing pihak.
Alhasil, rasa kecewa yang mendalam hasus dialami Sri Masriah (58) istri korban. Saya
kecewa. Kami ini dirugikan. Suami saya kehilangan kaki akibat kelalaian dokter,
keluhnya kepada LICOM usai hearing, Kamis (2/8/2012).
Sementara itu, Deputi Direktur Urusan Advokasi & Kebijakan Publik Lakpesdam NU
Jombang Aan Anshori, mengatakan hearing yang tidak memunculkan rekomendasi
apapun tersebut sangat mengecewakan dan janggal. Sebab, yang disampakan istri korban
tidak sepenuhnya salah.
Agar kasus kasus malpraktik terhadap pasen tersebut dapat dipertanggungjawabkan,
Lakpesdam akan mendorong keluarga korban meneruskan masalah ini dengan
melaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menempuh hukum.
Kita mencari keadilan. Kami akan melaporkan hal ke IDI dan menempuh jalur
hukum, tegasnya usai hearing.
Dilain pihak, Direktur rumah sakit swadana, drg Subandriyah, mengatakan dirinya
merasa kecewa dengan pihak korban, karena setelah keluar rumah tidak lagi datang untuk
melakukan rehabilitasi.
Dihadapan para anggota dewan, Subandriyah meminta pada istri manan untuk kembali ke

rumah sakit untuk melakukan rehabilitasi demi kebaikan kesehatanya. Hal ini sebagai
rasa kekewatiran kami pada Pak Manan, bujuknya.
Menggapi rayuan itu, Sri Masriah menyatakan tidak akan membawa suaminya ke RSUD
Jombang lagi sebab secara psikologis, korban masih trauma dengan tindakan dokter.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan malpraktek kembali terjadi di RSUD
Swadana Jombang.
Setelah Muhammad Erick Indra Effendi (16) yang meninggal dunia pada 8 Meret 2011
lalu diduga akibat mal praktek dan kelalaian dokter Dr Wahyu Widjanarko, SP JP, kali ini
hal serupa juga menimpa Manan, seorang pasien penyakit jantung.
Abdul Manan (61) warga Kelurahan Kaliwungu, Kecamatan Kota Jombang yang
didiagnosa mengindap penyakit jantung malah kakinya yang diamputasi.*yuanto
Linda Gumelar Tanggapi Kasus Malpraktek Cindy Claudia Harahap
Kapanlagi.com - Dugaan malpraktek terhadap Cindy Claudia Harahap mendapat
tanggapan dari masyarakat. Salah satunya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar.
Wanita yang akrab disapa Linda Gumelar ini mengaku tak dapat berkomentar lebih jauh,
karena ini menyangkut masalah individu. Namun demikian, sudah seharusnya pasien,
baik perempuan maupun pria, mendapat perlindungan dari segi kesehatan.
"Saya memang dengar berita ini. Malah dia anggap sudahlah, tergantung pada suami.
Saya dengar gitu. Jadi saya gak bisa komentar karena sangat individu. Namun tentu kita
himbau supaya diberikan perlindungan yang baik dari sisi kesehatan pada masyarakat,
perempuan atau pria atau anak. Jangan dibeda-bedakan. Semua harus dapat layanan yang
baik dan bertanggung jawab," tutur Linda saat ditemui di FX Mall Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan persoalan dugaan mal praktek tersebut sudah merupakan
penegakan hukum lantaran adanya kode etik dari profesi. Lalu ketika ditanya apakah
dugaan mal praktek Cindy Claudia Harahap dapat dilaporkan secara hukum, Linda
mengangguk.
"Soal ini mestinya penegak hukum karena sudah ada kode etik dari tenaga kesehatan,
profesi kedokteran, juga ada tim yang mengevaluasi. Jadi tergantung korban, apakah mau
lapor atau tidak," jelasnya pada Jumat (7/9)
Berikut 10 besar kesalahan fatal dalam dunia kedokteran :
1. Bangun Ketika Dioperasi
Sherman Sizemore 10 Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling Aneh
Pria dari Virginia Barat ini, mengaku terbangun dari Pingsannya ketika dioperasi dan
merasakan setiap sayatan dari pisau bedah yang dilakukan tim dokter ketika mengoperasi,
hal itu menyebabkan ia mengalami trauma selama dua minggu setelah operasi selesai.
Sherman Sizemore
Sherman Sizemore kemudian mengajukan tuntutan ke Rumah Sakit Umum Raleigh
Beckley, W.Va., Jan 19, 2006 untuk operasi penyelidikan dan menentukan penyebab ia

terbangun. Tetapi pada saat operasi, dia dilaporkan mengalami fenomena yang dikenal
sebagai yg menyebabkan kematirasaan kesadaran sebuah negara di mana seorang
pasien bedah dapat merasakan sakit, tekanan atau kegelisahan saat operasi, tetapi tidak
dapat bergerak atau berkomunikasi dengan dokter.
Tim Dokter Telah melukai pria 73 tahun tersebut dengan pengalaman yang terjaga selama
operasi tetapi tidak dapat bergerak atau menjerit kesakitan.
2. Kesalahan Mengeluarkan Ginjal Yang Sehat
Louis Park, Minnesota, pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Park Nicollet Metodhist
karena memiliki tumor yang diyakini menjadi kanker. Namun, dokter salah mendiagnosa
dan membuang ginjal yang sehatnya.
Penemuan ini dilakukan pada hari berikutnya ketika diperiksa oleh tim patologi dan
tidak menemukan bukti dari segala kejahatan, kata Samuel Carlson, MD dan pimpinan
Park Nicollet Chief Medical Officer. Yang berpotensi kanker, ginjal tetap utuh dan
berfungsi. Untuk privasi dan permintaan keluarga, tidak ada rincian tentang pasien.
3. Bedah Jantung Yang Salah
Dua bulan setelah dua kali operasi bypass jantung yang diduga untuk menyelamatkan
hidupnya, pelawak dan mantan Pembawa acara Saturday Night Live cast, Dana Carvey
mendapat berita : ahli bedah jantung yang telah melakukan tindakan medis tersebut salah
mengoperasi.
Butuh waktu lain mengadakan operasi darurat untuk menghapus blockage yang
mengancam dapat membunuh pria berusia 45 tahun yang bekerja sebagai pelawak dan
ayah dari dua anak tersebut. Akhirnya Ia pun menuntut senilai US $ 7,5 juta.
Carvey membawa perkara terhadap rumah sakit tersebut, dengan mengatakan ahli bedah
telah melakukan kesalahan fatal Ini seperti mengeluarkan ginjal yang salah. dan itu
merupakan kesalahan yang besar, demikian seperti dikutip People Magazine.
4. Salah Mencangkok Jantung dan Paru-Paru, Sehingga Meninggal
Wanita 17 tahun yang bernama Jsica Santilln ini meninggal 2 minggu setelah menerima
jantung dan paru-paru pasien dari golongan darah yang tidak cocok dengan dia. Dokter di
Duke University Medical Center gagal dalam memeriksa kompatibilitas sebelum operasi
dimulai. Setelah operasi kedua transplantasi dengan maksud mencoba memperbaiki
kesalahan, wanita ini malah menderita kerusakan otak dan komplikasi yang
menyebabkannya meninggal.
Jsica Santilln pasein salah operasi jantung

Santilln, seorang imigran Meksiko,datang ke Amerika Serikat tiga tahun sebelumnya


untuk mencari perawatan medis atas jantung dan paru-parunya. transplantasi Jantung &
paru-paru oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di Durham, NC,
diharapkan akan memperbaiki kondisi ini, bukan menempatkan dia dalam bahaya besar.
Santilln, yang memiliki jenis darah-O, telah menerima organ dari tipe donor A .
5.Salah Amputasi Kaki
Mungkin ini adalah kasus yang paling terkenal yakni kasus kesalahan pemotongan kaki
di Tampa (Florida) terhadap pria 52 tahun Willie King, saat operasi pemotongan pada
Februari 1995. Akibat kesalahan fatal rumah sakit tersebut di cabut licensi nya selama 6
bulan dan denda 10.000 US$ dan membayar 900.000 US$ terhadap Willie King dan
terakhir tim operasi membayar juga 250.000 US$ terhadap King.
6.Pasca Operasi Logam Tertinggal Di Dalam
Donald Church 10 Kasus Kesalahan Mallpraktek Paling Aneh
Donald Church, (49 tahun), memiliki tumor di perut ketika ia berada di Universitas
Washington Medical Center di Seattle pada bulan Juni 2000. Ketika dia kembali, tumor
sudah tidak ada namun sebuah logam retractor ketinggalan didalamnya.
Dokter mengakui kesalahannya meninggalkan logam retractor sepanjang 13 Inci didalam
perut, Untungnya, Dokter Ahli Bedah mampu mengangkat retractor tersebut segera
setelah ditemukan, dan ia tidak mengalami kesakitan jangka panjang akibat dari
kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk membayar ganti rugi sebesar US$ 97,000.
7. Maunya Operasi Otak Malah Dioperasi Jantung
Joan Morris (nama samaran) adalah perempuan 67 tahun, ia mengaku ke rumah sakit
untuk belajar namun kesalahannya fatal, karena telah mengambil pasien yang salah yang
harusnya dioperasi otak malah dioperasi jantungya. sang pasien sudah di meja operasi
selama satu jam. Dokter telah membuat torehan -torehan di dada, artery, alur dalam
sebuah tabung dan snaked atas ke dalam hatinya (prosedur dengan risiko perdarahan,
infeksi, serangan jantung dan stroke).
saat telepon berdering dan dokter dari departemen lain ditanya apa yang anda lakukan
dengan pasien saya? tidak ada yang salah dengan jantungnya ! . Kardiolog yang
bekerja pada wanita itupun memeriksa grafik, dan melihat bahwa dia telah membuat
kesalahan yang fatal. Kajian ini dibatalkan, dan dia kembali ke kamar itu dalam kondisi
stabil.
8. Operasi Otak Salah Hingga 3 Kali Dalam Setahun

Untuk yang ketiga kalinya pada tahun yang sama, dokter di RS Rhode Island telah
mengoperasi salah satu sisi kepala pasien. Kejadian yang terbaru terjadi Nov 23 2007.
perempuan 82-an tahun menjalani operasi untuk menghentikan pendarahan otak dan
tengkorak nya. Dokter memulai mengoperasi pengeboran sisi sebelah kanan kepala
pasien, meskipun sebuah CT scan menunjukkan perdarahan di sebelah kiri, menurut
laporan setempat.
Dan terakhir Agustus, pria 86 tahun meninggal tiga minggu setelah seorang ahli bedah di
Rumah Sakit Rhode Island mengoperasi secara tidak sengaja di salah satu samping
kepalanya.
9. Salah Sperma Dalam Bayi Tabung
Ketika Nancy Andrews, dari Commack, NY, menjadi hamil setelah mengikuti proses bayi
tabnung di klinik kesuburan Newyork. dia dan suaminya yang tampan berharap besar atas
keberhasilan proses ini. yang mereka harapkan adalah seorang anak dengan kulit yang
lebih gelap dari orang tuanya. Menyusul tes DNA yang disarankan dokter di Kedokteran
New York, pihak klinik didapati sengaja menggunakan sperma orang lain untuk
ditanamkan ke sel telur Nancy Andrews .
Kemudian bayi tersebut lahir 19 Oktober 2004, mereka menuntut karena tindakan
malpraktik pemilik klinik itu.
10. Operasi Testis Yang Salah
Hal lain adalah salah operasi, Dokter Ahli Bedah keliru membuang testis yang sehat
sebelah kanan dari veteran Air Force pria berusia 47 tahun Benjamin Houghton. Pasien
mengeluh sakit dan berkurangnya mentalitas dari testis sebelah kiri, jadi dokter
memutuskan untuk menjadwalkan operasi untuk membuangnya karena takut kanker.
Namun, apa yang dibuangnya adalah testis yang sehat, yakni yang sebelah kanan,
pasangan tersebut kemudian mengajukan ganti rugi sebesar U$200.000 karena kesalahan
fatal tersebut.

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan
pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam
merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam
pelanggaran etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jeas
harus dilihat dahulu proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir
kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan penilaian terleih dahulu atas sikap dan
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan
standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum
melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan
ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat
Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh perundangundangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa
peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan
sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan
kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat
dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek
keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
5.2 SARAN
1.
Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting
untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar
praktek keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2.
Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya memahami
dan mentaati aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di Indonesia,
agar perawat dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3.
Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan
bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek
keperawatan sehingga dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.

4.

Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan


asuhan keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan
pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk
tanggung jawab dari masing-masing pihak
5.
Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah dengan jalan
melakukan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak
dilakukan oleh tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.
Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott
Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in
Nursing;Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and
practices. Philadelphia. Addison Wesley.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik
Perawat.
Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar
tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.
Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney:
Harcourt.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar
tidak diterbitkan.
Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi
Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing.
2ndEd.Philadelphia. FA Davis.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai