Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di
bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38C; anak berusia kurang dari 6tahun;
tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat; anak tidak menderita gangguan
metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak
berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu
rektal di atas 38C. (Riyadi dan Sujono, 2009).

2. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya
suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang
demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan
pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor
genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut
ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2007)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan sujono,
2009).

B. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b.

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya
c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.

C. TANDA DAN GEJALA


Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain
klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan
berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah,2009).

D. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang
parsial kompleks.
Berikut penjelasan menurut Soetomenggolo (2010) mengenai klasifikasi kejang
demam :
1. Kejang demam komplek adalah kejang demam yang lebih dari 15 menit,fokal atau
multiple,(lebih dari 1 kali kejang per episode demam).
2. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang bukan kompleks,
3. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang terjadi lebih dari 1 episode demam.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1.

Elektro encephalograft (EEG)


Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal


Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama

pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit

K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang


Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal

: Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.


5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di

bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
F. PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan
melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.
b.Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c.

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.

d.

Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis
terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan
diazepim secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
e.

Penanganan sportif

Bebaskan jalan napas

Beri zat asam

Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan
a.Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b.Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
Fero barbital

: 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri

: 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Klonazepam

: (indikasi khusus)

G. ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM


1.

PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa.
NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk
memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat
kabar).

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :


A. Data Subjektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.
Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama.
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang
baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang
sering timbul.

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lainlain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, menangis dan sebagainya ?
c.

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
f. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.
g. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
.Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
.Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.

Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.


Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
h. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
i. Riwayat sosial
j.Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga
dan teman sebayanya ?
k. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
l. Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan dan
fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi
BAK:

ditanyakan

frekuensinya,

jumlahnya,

secara

makroskopis

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta


ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan


Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B. Data Objektif
a.

Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan


darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b.

Pemeriksaan Fisik

Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubunubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi


seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus?
Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?
2.
1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan

nafas.
2.

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem

termoregulasi).
3.

Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan

suhu tubuh.
4.

Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang

5.

Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan

dengan kurangnya informasi.

3.

1.

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO

DIAGNOSA

DX

KEPERAWATAN

INTERVENSI

TUJUAN ATAU

RASIONAL

KRITERIA

Jalan nafas tidak

1. Letak posisi klien

efektif berhubungan

HASIL
1. Jalan nafas

dengan posisi

dengan
menumpuknya sekret

kepala ekstensi.
2. Observasi gejala
kardinal terutama

pada jalan nafas.

pernapasan
selama penderita

Dengan posisi

bersih dalam

ekstensi

waktu 1 X

diharapkan

24 menit.
2. Jalan nafas

dapat
mencegah

bersih
3. Penderita

terjadinya lidah
jatuh

tidak sesak
4. Sekret tidak

kejang.
3. Berikan

kebelakang dan

ada
5. Respirasi

penjelasan pada
klien dan

jalan nafas
longgar.

normal 20

26 X / menit

keluarganya.

Dengan observasi
diharapkan dapat
mengetahui keadaan
sedini mungkin.

2.

Hipertermi

Rasa nyaman

Berikan cairan

berhubungan dengan

elektrolit sesuai

proses penyakit

dengan kebutuhan.

(terganggunya sistem
termogulasi)

terpenuhi.

Beri minum yang


banyak.

Kolaborasi dengan
tim medis (dokter)

Cairan tubuh

keluarga
Diharapkan cairan
tubuh terpenuhi

Dapat menambah

tetap seimbang

cairan yang hilang

antara intake dan

akibat suhu badan yang

output.

tinggi.

Membran mukosa

basah.

dalam pemberian
cairan infus.

Menambah wawasan

Turgor kulit baik.

Klien tidak

Diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit.

merasa haus.

3.

Risiko terjadinya

Berikan kompres

Tanda-tanda vital
normal.
Tidak terjadi kejang

Dengan kompres

kejang berulang

basah pada daerah

berhubungan dengan

axilla dan lipatan

Tidak kejang

axilla dan lipatan paha

adanya peningkatan

paha

Suhu tubuh

dapat menurunkan

suhu tubuh.

berulang

Berikan baju tipis

Berikan penjelasan
kepada klien dan

basah pada daerah

suhu tubuh, karena

normal
Tanda-tanda vital

terdapat pembuluh

kembali normal

darah besar sehingga

keluarga

daerah tersebut

mempercepat

Kolaborasi dengan

penguapan.

tim medis (dokter)

dalam pemberian

Dengan Baju tipis


diharapkan akan

obat antipiretik

mengetahui perubahan
dan perkembangan
sedini mungkin.

Dengan diberikan
penjelasan diharapkan
akan menambah
pengetahuan klien
tentang penyakit.

Dengan obat anti


piretik diharapkan
dapat menurunkan

4.

Risiko cedera

Sediakan

berhubungan dengan

lingkungan yang

adanya kejang

aman

Identifikasi

Risiko cedera dapat

panas
Mencegah cedera

terkontrol

pasien

cedera

pasien sesuai kondisi

Menghindarkan

terbebas dari

kebutuhan keamanan
fisik

Pasien

keamanan pasien
bergunan untuk
mencegah cedera
pasien

Keluarga
pasien

Kebutuhan

lingkungan yang

mampu

berbahaya

menjelaskan

Mengurangi risiko
cedera
Perlindungan kepada

pasien supaya tidak

Memasang side rail

cara/metode

tempat tidur

untuk

Membatasi

mencegah

pengunjung

5.

Kurangnya

Mengurangi
kegelisahan pasien

cedera

Informasi keluarga

jatuh dari tempat tidur

karena banyaknya

Keluarga mengerti

pengunjung
Diharapkan keluarga

pengetahuan keluarga

tentang kejadian

maksud dan tujuan

mengetahui cara

tentang penanganan

kejang dan dampak

dilakukan tindakan

perawatan dan

penderita selama

masalah, serta

perawatan selama

pengobatan yang

kejang berhubungan

beritahukan cara

kejang.

benar.

dengan kurangnya

perawatan dan

informasi.

pengobatan yang

mengerti cara

mengerti akibat dari

benar.

penanganan kejang.

pertolongan yang

Informasikan juga

Keluarga tanggap

Diharapkan keluarga

salah.

dan dapat

dapat terjadi akibat

melaksanakan

mengerti bahaya dari

pertolongan yang

peawatan kejang.

kejang.

Ajarkan kepada

Keluarga

Diharapkan keluarga

Dengan mengkaji

mengerti penyebab

pada keluarga

keluarga untuk

tanda yang dapat

diharapkan mampu

memantau

menimbulkan

menangani gejala-

perkembangan yang

kejang.

gejala yang

terjadi akibat kejang.

Keluarga

tentang bahaya yang

salah.

Kaji kemampuan
keluarga terhadap
penanganan kejang.

menyebabkan kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2008. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 20122014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti.
Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Suharso Darto. 2007. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran
I Putu Juniartha Semara Putra
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai