1. Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan, perubahan kurikulum bukanlah suatu hal yang
luar biasa. Bahkan idealnya, kurikulum harus diganti setiap lima tahun sekali. Hal
ini logis mengingat kurikulum merupakan sekumpulan pengalaman belajar yang
bertujuan memberi bekal hidup bagi setiap anak didik. Karena dunia terus
dilihat dari tiga faktor pendukung kesiapan guru, ternyata gurur-guru hanya siap
pada faktor latar, tetapi kurang siap pada faktor input dan proses.
Secara umum temuan ini cukup menggembirakan karena dengan begitu
berarti wacana implementasi KBK secara serentak pada semua SLTP dan SMU
mulai tahun ajaran 2003/2004 ini cukup mendapat dukungan dari sudut kesiapan
guru. Hal ini sangat penting mengingat berhasil tidaknya suatu kurikulum pada
akhirnya sangat tergantung pada unjuk kerja guru. Hal itu dapat disadari karena
kunci utama penerapan KBK adalah kesiapan, kemauan, dan kemampuan guru
untuk melaksanakan secara sungguh-sungguh. Sesempurna apapun inovasi
pendidikan tidak akan berarti apa-apa (sia-sia) apabila tanpa guru yang
berkompeten.
Namun, kesiapan guru menerapkan KBK dalam pembelajarannya bukan
berarti penerapan KBK tanpa kendala. Seperti telah diungkapkan di depan, setiap
inovasi pasti membutuhkan kesiapan semua komponen yang terlibat. Sejumlah
masalah yang mungkin timbul, berikut ini dikaji melalui empat komponen KBK,
yaitu komponen kurikulum dan hasil belajar, asesmen berbasis kelas, kegiatan
belajar-mengajar, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Komponen kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan
pengembangan kompetensi anak didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak
lahir sampai 18 tahun. Yang dimaksud dengan kompetensi dalam KBK adalah
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Perlu digarisbawahi bahwa kompetensi yang
diharapkan dari anak didik tidaklah sama dengan craftsmanship. Seperti contoh,
belajar membuat kursi dari tukang kursi. Kebiasaan untuk berfikir dan bertindak
yang dimaksud adalah mencakup aspek kemampuan dasar/generik, dan aspek
aplikatif dalam rangka menjawab persoalan yang ada. Dengan demikian, bila
belajar membuat kursi, kompetensi yang diharapkan adalah bisa membuat kursi
sesuai dengan kebutuhan. Begitu pun dengan kompetensi yang dimiliki dapat
dipakai menilai dan melakukan refleksi diri. Pemahaman terhadap konsep
kompetensi ini perlu dijelaskan dan dipahami dengan benar baik oleh para
penyelenggara pendidikan maupun oleh para praktisi, sebagai tindakan antisipatif
agar tidak terjadi kekeliruan penerapannya di lapangan.
portofolio akan tetap ada sepanjang sistem rekrutmen untuk jenjang pendidikan
lanjutan masih menggunakan tes pilihan ganda atau tes objektif lainnya.
Komponen kegiatan belajar mengajar memuat gagasan-gagasan pokok
kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna, tidak mekanistik. Jelas ini merupakan
pengejawantahan konsep Developmentally Appropriate Practices yang bercirikan
kebermaknaan dan ketercernaan. Kegiatan-kegiatan belajar yang nyata dan
membumi selama ini lebih banyak hanya sebatas wacana. Pendekatan yang keliru
terhadap pokok-pokok bahasan sebagai satuan materi yang masing-masing berdiri
sendiri telah membiasakan guru mengalokasikan waktu per pokok bahasan,
padahal beberapa pokok bahasan dapat ditangani sekaligus secara terpadu intra
bidang studi (bahkan diharapkan terjadi integrasi antar bidang studi; dan ini
memungkinkan terutama di sekolah dasar).
Parahnya lagi, banyak guru yang menggadaikan pembelajarannya pada
buku, alias book-oriented. Target mereka adalah materi (dalam buku) selesai,
tuntas. Caranya? Dengan membahas isi buku perhalaman dan anak didik
menghafalnya! Diperlukan perubahan yang cukup mendasar baik pada tataran
pemahaman konsep tentang pembelajaran bermakna, maupun pada teknik-teknik
implementasinya di kelas.
Dalam Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah dimungkinkan adanya
diversifikasi kurikulum. Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan
dengan keberagaman kondisi dan kemampuan. Dengan kata lain, kurikulum
diharapkan dapat melayani anak didik yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, maupun rendah dengan baik. Pengargaan terhadap keberagaman anak
didik memang menjadi salah satu ciri KBK. Namun, dedikasi yang dituntut
olehnya tidaklah kecil. Diversifikasi kurikulum hanya tampak indah di atas kertas,
tetapi dalam pelaksanaannya, terutama dalam proses pembelajaran diperlukan
strategi dan daya dukung yang tinggi mengingat bahwa pada umumnya kita
memiliki kelas-kelas besar (rata-rata 40 orang per kelas), dan kebiasaan anak didik
yang tidak mampu belajar mandiri. Pergeseran pola pembelajaran dari teacheroriented ke student-oriented mutlak perlu dilakukan dalam rangka diversifikasi
kurikulum tersebut.
5. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Confrey, Jere. (1995). A Theory of Intellectual Development. Journal for the
Learning of Mathematics. Vol 15,1 (Februari). 38 47.
Delors, J. Dkk. (1996) Learning the Treasure Within, Education for the 21th
Century Paris: UNESCO.