Anda di halaman 1dari 13

KONSEP BLUM

Semua Negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga negaranya.
Untuk Negara maju saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan
melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialami Indonesia sebagai
Negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan
kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakat kota yang mengalami
kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayah Indonesia potensial sebagai
lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.
Ada apa dengan pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan
pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health)
sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling
keterkaitan berikut penjelasannya :
1. Perilaku masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk
mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus
dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu
program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai tenaga
motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan
paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat
akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk
menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi
hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam
menyukseskan program-program kesehatan.

2. Lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang
memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat
dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga
lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam
mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di
puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang
berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk
sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang
lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan
masalah kejiwaan.
3. Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu,
puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan
pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang
banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan
juga mesti ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar
perananya. sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan
perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki
kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program
kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga
masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit.

Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah,
malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke,
diabetes militus dan lainnya. penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat
paham dan melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. Genetik
Seperti apa keturunan generasi muda yang diinginkan ???. Pertanyaan itu menjadi kunci dalam
mengetahui harapan yang akan datang. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi
mudanya. Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka
mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan
otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anak Indonesia
yang status gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alam Indonesia cukup mendukung.
oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status gizi
masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya dilaksanakan di
tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi
masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus dijalankan, terutamanya
daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan
balita sesuai dengan kms harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi
balita. Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana kualitas
generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang.

B.

Jenis-Jenis Metode atau Instrumen Pengumpulan Data


Secara garis besar,maka alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan

menjadi dua macam, yaitu :


1.

Tes

2.

Non-tes (bukan tes)

Ad. 1. Tes
Tes adalah serntetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh indivudu atau kelompok.
Dalam membicarakan tes ini akan disampaikan sekaligus alat ukur lain yang
sifatnya terstandar (standarizide). Ditinjau dari sasaran atau objek yang akan
dievaluasi, maka dibedakan adanya beberapa macam tes dan alat ukur lain.
a.

Tes kepribadian atau personality tes, yaitu tes yang digunakan untuk
mengungkap kepribaduan seseorang. Yang diukur bisa self-concept, kreativitas,
disiplin, kemampuan khusus dan sebgainya.

b.

Tes bakat atau eptitide tes, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur dan
mengetahui bakat seseorang

c.

Tes intelegensi atau intelligence tes, yaitu tes yang digunakan untuk
mengaaadakan estiamsi atau perkiraan terhadap tingkat intelektual seseorang
dengan cara memberikan berbagai tugas kepada orang yang akan diukur
inteligensinya.

d.

Tes sikap atau attitude tes, yang sering disebut dengan istilah sekala sikap,
yaitu alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai
sikap seseorang.

e.

Teknik proyeksi atau projektive technique. Istilah projective technique ini


mulai dipopulerkan oleh L.K Frank tahun1939 di dalam bukunya : Projective
Methods for athe astudy of apersonality (Brog & Gall). Sebagai contoh
projective technique adalah metode tetesan tinta yang diciptakan oleh
Rorschach Inkblot Technique.

f.

Tes minat atau measure of interest, adalah alat untuk menggali minat
seseorang terhadap sesuatu

g.

Tes prestasi atau achievement tes, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur
pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Berbeda dengan yang lainlain sebelum ini, tes prestasi diberikan sesudah orang yang dimaksud
mempelajari hal-hal sesuai dengan yang akan diteskan. Untuk memahami lebih
dalam tentang tes prestasi dan bagaimana menyusun tes agar diperoleh alat tes
yang baik, dipersilahkan membaca buku-buku evaluasi.
Catatan:pembagain jenis ini sebenarnya bukan merupakan pembagian habis.
Anatara jenis yang satu dengan jens yang lain ada yang saling memotong dan
bahkan ada yang merupakan bagiandarinya.
Dalam menggunakan metode tes, peneliti menggunakan instrument berupa
tes atau soal-soal tes. Soal tes terdiri dari banyak butir tes (item) yang masingmasing mengukur satu jenis variable.

Ad. 2.

Aangket atau Kuisioner (Questionnaires)

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk


memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang ia ketahui.
Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun instrument. Jadi dalam
menggunakan metode angket atau kuesioner instrument yang dipakai adlah angket
atau kuesioner.
Kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis, tergantung pada sudut
pandangan :
a.

Dipandang dari cara menjawab, maka ada :


1.

Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden


untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

2.

Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga


responden tinggal memilih

b.

Dipandang dari jawaban yang diberikan ada :


1.

kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang


dirinya

2.

kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab


tentang orang lain.

c.

Dipandang dari bentuknya maka ada :


1.

Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner


tertutup

2.

Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka

3.

Chek-list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda


chek () pada kolom yang sesuai

4.

Rating-scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh


kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya mulai dari
sangat setuju sampai sampai ke sangat tidak setuju

Keuntungan Kuesioner
a.

Tidak memerlukan hadirnya peneliti

b.

Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden

c.

Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masingmasing, dan menurut waktu senggang responden

d.

Dapat dibuat anonym sehingga responden bebas jujur dan tidak


mali-malu menjawab

e.

Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat


diberi pertanyaan yang benar-benar sama.

Kelemahan Kuesioner
a.

Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada


pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi diberikan
kembali kepadanya

b.

Seringkali sukar dicari validitasnya

c.

Walaupun

dibuat

anonim,

kadang-kadang

responden

dengan

sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur


d.

Seringkali tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos. menurut


penelitaian, angket yang dikirim lewat pos angka pengemaliannya sangat
rendah, hanya sekitar 20% (Anderson)

e.

Waktu pengembaliannya ridak bersama-sama, bahkan kadangkadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.

Agar responden merasa dihargai, maka perlu memberikan surat pengantar. Halhal yang harus ada dalam surat pengantar adalah :
1.

alamat responden, lengkap dengan jabatan

2.

pengantar penyampaian angket

3.

tujuan mengadakan penelitian

4.

pentingnya penelitian dilakukan

5.

pentingnya responden dalam penelitian

6.

waktu pengsian angket

7.

waktu dan rempat /alamt pengembalian angket

8.

penyampaian hasil

9.

ucapan terimakasih kepada responden

10.

tanda-tanda pengirim

11.

nama jelas pengirim

12.

tanggal pengiriman
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan angket atau kuesioner terutama (b)

dan (c), peneliti perlu menyilang jawaban responden dengan data yang diperoleh
melalui metode lain. Istilahnya, peneliti mengadakan cross-chek.

Contoh :
Peneliti mengadakan penelitian tentang kerajinan dan semangat kerja
karyawan X. Agar penelitian dapat meraih sejumlah besar responden,
peneliti

menggunakan

angket.

Namun

karena

angket

mengandung

kelemahan, yakni mungkin jawabannya kurang sesuai dengan keadaan


sesunguhnya, peneliti menggunakan teknik lain untuk cross-chek.

Secara naluriah, setiap orang ingin tampak baik. Keinginan ini dicapai
dengan menutupi kejelekannya atau membesar-besarkan kebaikannya.

Waktu untuk menjawab angket sangat sempit, dan responden tidak takut
berbohong kepda peneliti karena hanya berjumpa saat mengisi angket.
Dalam berprilaku sehari-hari, respondek tidak dapat lagi berbohong.
Perilakunya dapat disaksikan oleh temannya, maka peneliti dapat bertanya
informal kepada teman sejawat untuk cross-chek tentang kerajinan dan
semangat kerja karyawan X.

Berapakan banyaknya pertanyaan dalam angket atau kuesioner ?

Pertanyaan seperti ini seringkali muncul dibenak peneliti. Berapa?


Sedikit, 20%? Atau banyak, 100%?. Jawaban untuk pertanyaan tersebut tidak
semudah

menjawab

pertanyaan

sudah

makan

atau

belum?.

Sebagai

pertimbangan pertama adalah :

Jika

pertanyaanya

terlalu

sedikit,

enak

bagi

pengisi,

tetapi

tidak

mengungakap data yang diperlukan oleh peneliti

Jika pertanyaanny aterlalu banyak, responden pengisi kecapean, tetapi


data yang diperoleh peneliti mungkin memadai. Mengapa masih mungkin?.
Karena dapt juga terjadi, jumlah pertanyaan sudah cukup banyak tetapi belum
mewakili

indicator-indikator

variable

ynag

diteliti

secara

lengkap

dan

komprehensif.
Ada lagi kelaemahan pertanyaan yang terlalu banyak, yakni timbulnya
kejenuhan pengisi. Padahal kalau pengisi sudah jenuh, pengisiannya menjadi
sembarangan, dan data yang diberikan mungkin menjadi tidak sesuai dengan
seharusnya.
Kembali pada pertanyaan semula. Berapakah jumlah pertanyaan angket
menurut teori? Pertimbangannya adalah :
1.

Semua

indicator

telah

terwakili

dalam

pertanyaan,

sekurang-

kurangnya satu. Jika indicator yang diungkap tidak terlalu banyak setiap
indicator sebaiknya ditanyakan lebih dari satu kali. Yang penting adalah bahwa

jumlah pertanyaannya jangan terlalu banyak sehingga waktu yang digunakan


untuk mengisi hanya kurang lebih satu jam saja.
2.

Tidak menanyakan hal-hal yang kurang perlu dan tidak akan diolah.
Contoh :

Menyuruh responden menuliskan alamat lengkap hanya karena


peneliti skadar ingin tahu. Padahal alamat tersebut tidak akan diolah karena
tidak berkait langsung dengan variabek penelitian.

Minta kepada sekolah mengisi daftar siswa perkelas dengan


rincian jenis kelamin dan pekerjaan orang tua. Pengisiannya saja memerlukan
waktu 2 hari. Padahal sebetulnya yang diperlukan hanya gambaran umum
tentang pekerjaan orangtua siswa.

Sesudah mengerahui berapa jumlah pertanyaan angket, perlu diketahui pula


bagaimana tata letak (lay out) atau pengaturan penyajiannya.
1.

Usahakan

untuk

mengatur

keseluruhan

angket

sedemikian rupa sehingga enak dipandang dan tidak tampak terlalu banyak.
2.

pisahkan

antara

identitas

pengisi,

pengantar,

dan

pertanyaan inti.
3.

gunakan garis-garis pemisah atau kotak-kotak untuk


memberikan tekanan (akses) hal-hal yang penting

4.

bila mungkin, gunakan warna berbeda.

5.

ada baiknya diberi sedikit biasan (binatang, bentuk,


geometric, dan lain-lain) sebagai penyejuk.

Ad. 3. Interviu (Interview)


Interviu yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan,
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviwer) untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).
Interviu digunakan oleh peneliti untuk meneliti keadaan seseorang, misalnya
untuk mencari data tentang variable latar belakang murid, orang tua, pendidikan
perhatian, sikap terhadap sesuatu.

Secara fisik interviu dapat dibedakan atas interviu terstruktur dan interviu
secara tidak terstrukrur. Pada umumnya interviu terstruktur di luar negeri telah
dibuat terstandar (standardized). Seperti halnya kuesioner, interviu terstruktur
terdiri dari serentetean pertanyaan dimana pewawancara tinggal memberikan
tanda chek () pada pilihan jawaban yang telah disiapkan.
Interviu terstandar ini kadang-kadang disembunyikan oleh pewawancara, akan
tetapi tidak pula diperlihatkan kepada responden, bahkan respondenlah yang
dipersilahkan membeikan tanda. Dalam keadaan yang terakhir, maka interviu ini
tidak ubahnya sebagai kuesioner saja.
Ditinjau dari pelaksanaannya, maka dibedakan atas :
a.

interviu bebas, inguided interview, dimana pewawancara bebas


menanyakan apa saja, tetapi juga megingat akan data apa yang akan
dikumpulkan.
Dalam pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman (ancer-ancer)
apa yang akan ditanyakan. Kebaikan metode nin adalah bahwa responden tidak
menyadari

sepenuhny

abahwa

ia

sedang

diinterviu.

Dengan

demikian

suasananya akan lebih santai karena hanya omong-omong biasa. Kelemahan


penggunaan

teknik

ini

adalah

arah

pertanyaan

kadang-kadang

kurang

terkendali.
b.

Interviu terpimpin, guided interview, yaitu interviu yan gdilakukan


oleh

pewawancaradenga

nmembawa

sederetan

pertanyaan

lengkap

dan

terperinci seperti yang dimaksud dalam interviu terstruktur.


c.

Interviu bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interviu bebas dan


interviu terpimpin.
Dalam melaksanakan interviu, pewawancara membawa pedoman yang hanya
meruakan garis besartentang hal-hal yang akan ditanyakan.
Meninterviu bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalm hal ini pewawancara
harus dapat menciptakan suasana santai tetapi serius artinya bahwa interviu
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, tetapi tidak kaku.
Suasana ini penting dijaga, agar responden mau menjawab apa sajayang
dikhendaki oleh pewawancara secara jujur. Oleh karena sulitnya pekerjaan ini

maka

sebelum

melaksanakan

interviu,

pewawancara

harus

dilatih

terlebihdahulu. Dengan latihan maka pewawancara tahu bagaimana dia harus


memperkenalkan diri, bersikap, mengadakan langkah-langkah interviu, dan
sebagainya. Sebagai instrument interviu adalah interview guide atau pedoman
wawancara.

Ad. 4. Observasi
Seringkali orang mengartikan observasi sebagai suatu aktiva yang sempit,
yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian
psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan
pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.
Jadi,

mengobservasi

dapat

dilakukan

melalui

pengelihatan,

ppenciuman,

pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan ini adalah sebenarnya
adalah pengamatan langsung. Di dalam artian penelitan observasi dapt dilakukan
dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara.
Mengetes adalah mengadakan pengamatan terhadap aspek kejiwaan yang
diukur. Kuesioner diberikan kepada responden untuk mengetahui aspek-aspek yang
ingin diselidiki. Rekaman gambar dan rekaman suara sebenarnya hanyalah
menyimpan kejadian untuk penundaan observasi.
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang digunakan untuk
menyebut jenis observasi, yaitu :
1.

observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak


mengunakan instrument pengamatan

2.

observasi

sistematis,

yang

dilakukan

oleh

pengamat

dengan

menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan.


Pedoman observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan
akan diamati. Dalam proses observasi, observasi (pengamat) tinggal memberikan
tanda atau tally pada kolom tempat peristiwa muncul. Itulah sebabnya maka cara
kerja seperti ini disebut system tanda (sign system).

Sign system digunakan sebagai instrument pengamatan situasi pengajaran


sebagai sebuah potret selintas (snapshot). Instrument tersebut berisi sederetan
sub-variabel misalnya: guru menerangkan, guru menulis di papan tulis, guru
bertanya kepada kelompok, guru bertanya kepada seorang anak, guru menjawab,
murid berteriak, murid bertanya, dan sebagainya. Setelah pengamatan dalam satu
periode tertentu. Misalnya 5 menit, semua kejadian yang tealah muncul di cek.
Kejadian yang muncul lebih dari satu kali dalam satu periode pengamatan, hanya
dicek satu kali. Dengan demikian akan diperoleh gambar tentang apa kejadian yang
muncul dalam situasi pengajaran.
Category system adalah system pengamatan yang membatasi pada sejumlah
variable, misalnya pengamatan ingin mengetahui keaktifan atau partisipasi murid
dalam proses belajar-mengajar. Dalam hal ini pengamat hanya memperhatikan
kejadian-kejadian yang masuk kedalam kategori keaktifan atau partisipasi murid
misalnya: murid bertanya, murid berdebat dengan guru, murid membahas
pertanyaan murid lain, dan sebagainya.
Dalam hal ini pengamat tidak dapat memperhatikan variable yang terlalu
banyak. Dengan demikian pada akhir pengamatan dapat disimpulkan di kelas mana
partisipasi murid terjadi paling besar.

Ad. 5. Skala Bertingkat (Rating) atau Rating Scale


Rating atau sekala bertingkat adalah suatu ukuran subjektif yang dibuat
bersekala. Walaupun bertingkat ini menghasilkan data yang kasar, tetapi cukup
memberikan informasi tertentu program atau orang. Instrument ini dapat dengan
mudah memberikan gambaran penampilan, terutama penampilan di dalam orang
menjalankan tugas, yang menunjukkan frekuensi munculnya sifat-sifat.
RatingScale harus diinterpretasikan secara hati-hati karena di samping
meghasilkan gambaran yang kasar juga jawaban responden tidak begitu mudah
saja dipercaya. Sehubungan dengan ini Bregman dan Siegel mendaftar hal-hal yang
mempengaruhi ketidakjujuran responden yaitu : (a). persahabatan, (b). kecepatan
mereka, (c). cepat memutuskan, (d). jawaban kesan pertama, (e). penampilan

instrument, (f). prasangka, (g). halo effects, (h). kesalahan pengambilan rata-rata,
(i). kemurahan hati.
Di dalam menyusun skala, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
menentukan variable skala. Apa yang ditanyakan harus apa yang dapat diamati
responden. Misalnya seorang guru ditanya tentang jam kehadiran dan kepulangan
kepala sekolah. Dia tidak akan dapat menjawab jika ia sendiri selalu dating siang
dan pulang awal.
Contoh skala bertingkat. (lihat skala kepemimpinan dan perhatian).

Ad. 6. Dokumentasi
Dalam uraian tentang studi pendahuluan, telah disinggung pula bahwa
sebagai objek yang diperhatikan (ditatap) dalam memperoleh informasi, kita
memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan
kertas atau oran (people). Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada
tulisan inilah kita telah menggunakan metode dokumentasi.
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
rapat, catatan harian, dan sebagainya

Anda mungkin juga menyukai