1. Anatomi
2. Fisiologi
a. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran
udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
dengan aliran dari nasofaring.
b. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
- Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada
musim dingin akan terjadi sebaliknya.
- Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang
lebih 37o C.
c. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh :
Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
Silia
Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan
partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini
akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
d. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas
dengan kuat.
e. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau
f. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga
mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara
g. Refleks nasal :
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks
bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas
Rhinitis Alergika
1. Definisi
Rhinitissuatu keradangan dari lapisan mukosa hidung yang disebabkan mekanisme
alergi atau non alergi.
2. Etiologi
3. Klasifikasi
4. Patogenesis
Patofisiologi
Tahap sensitisasi
Makrofag / monosit berperan sebagai APC (Antigen Presenting Cell) menangkap
allergen di mukosa hidung
Antigen membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA II
membentuk kompleks peptide MHC kelas II, kemudian dipresentasikan pd sel T
helper(Th 0)
Aktivasi sitokin seperti IL 1 oleh APC, untuk aktivasi Th0 menjadi Th 1 dan Th 2
Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL13
IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga
limfosit B aktif dan memproduksi IgE
Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E
dipermukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) proses sensitisasi
Bila mukosa tersensitasi, terpapar dengan allergen yang sama, maka kedua rantai Ig E
akan mengikat allergen spesifikdegranulasi mastosit basofilprediators mediator
terlepas, terutama histamine dan lainnya (PGD2, Lt D4, PAF, bradikinin)reaksi
alergi fase cepat
Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga gatal dan
bersin2
Histamin menyebabkan sel goblet dan mukosa hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkatrinorrhea
Vasodilatasi sinusoidhidung tersumbat
Histamine merangsang mukosa hidung ICAM 1
Pada IPAR, sel mastoid akan melepas molekul kemotaktikakumulasi eosinofil dan
neutrofil di jaringan target (berlanjut 6-8 jam pasca paparan). Pd fase ini, factor non
spesifik dpt memperberat gejala seperti asap rokok, bau yg merangsang, perubahan
cuaca, kelembaban yang tinggi
Tahap provokasi/ reaksi alergi
Immediate Phase Allergic Reactionsejak kontak allergen sampai 1 jam
Late phase allergic reaction, berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dapat berlangsung sampai 24-48 jam
5. Manifestasi klinis
6. DD
7. Diagnosis
8. Penatalaksanaan
9. Komplikasi
10. Prognosis
Rhinitis Non Alergika
1. Definisi
Rinitis Non-Alergika adalah suatu peradangan pada selaput lendir hidung tanpa latar
belakang alergi.
2. Klasifikasi
Jenis-jenis rinitis non-alergika:
1. Rinitis Infeksiosa
Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bagian
atas, baik oleh bakteri maupun virus.
3. Rinitis Okupasional
Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja.
Gejala-gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya
debu kayu, bahan kimia).
Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.
4. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan
keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil
KB).
Estrogen diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung.
Gejala rinitis pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus
berlangsung selama kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba.
Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung meler.
- ACE inhibitor
- reserpin
- guanetidin
- fentolamin
- metildopa
- beta-bloker
- klorpromazin
- gabapentin
- penisilamin
- aspirin
- obat anti peradangan non-steroid
- kokain
- estrogen eksogen
- pil KB.
6. Rinitis Gustatorius
Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan
yang panas dan pedas.
7. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem
parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi
pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa
hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung meler.
Gejala biasanya dipicu oleh:
- cuaca dingin
- bau yang menyengat
- stres
- bahan iritan.
3. Manifestasi klinis
Gejala yang khas untuk rinitis adalah:
- hidung terasa gatal
- hidung meler
- hidung tersumbat.
Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan
nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.
4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil tes kulit alergen yang negatif (tidak
ditemukan IgE).
5. Penatalaksanaan
Pengobatan rinitis non-alergika berdasarkan penyebabnya:
Infeksi karena virus biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 7-10
hari; sedangkan infeksi bakteri memerlukan terapi antibiotik.
Untuk status hipotiroid perbatasan, bisa diberikan ekstrak tiroid.
Rinitis karena kehamilan biasanya akan berakhir pada saat persalinan tiba.
Untuk mengatasi rinitis akibat pil KB sebaiknya pemakaian pil KB dikurangi atau
diganti dengan kontrasepsi lainnya.
Obat-obatan yang bisa diberikan untuk meringankan gejala rinitis:
Akut
Kronik
Spesifik sudah tau kuman nya apa
Allergen
Manifestasi klinis
Gejala rhinitis alergi
Serangan berulang
Keluar ingus encer , banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal
Disertai dengan air mata yang keluar
Tanda
Anamnesis
Px. Rhinoscopy
Px. igE
Prick tes
Penatalaksanaan
First line drug
Menghindari penyebab
Anti histamine
Kortikosteroid + anti biotic ??
1. Rhinitis
a. Definisi
Radang pada mucosa hidung yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b. Etiologi
Virus rhinovirus, coxacki, adenovirus, virus influensa A, B, C
a) Rhinitis vasomotor idiopatik
b) Kondisi hormonal : kehamilan, hipotiroid
c) Penyakit autoimun
d) Penyakit granuloma : sarkoidosis, wagerner syndrome
e) Sumbatan pada rongga hidung : tumor, kelainan anatomi ( deviasi
septum ), benda asing
f) Pemakaian obat obatan : aspirin / NSAID, nasal dekongestan,
bromokriptin, opthalmica B blocker, estrogen / oral kontrasepsi,
antihipertensi
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c. Faktor pencetus
alergi
imunosupresi
trauma
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
d. Klasifikasi
Rhinitis Akut
Simplek
1) Definisi
Penyakit virus yang sering ditemukan pada manusia ( flu /
common cold / selesma )
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2) Etiologi
Virus rinovirus, myxovirus, coxsackie, ECHO
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Manifestasi
2) Etiologi
Kontak dengan allergen debu ( paling sering ), bau bau
tertentu, serbuk sari bunga, telur
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Manifestasi
Bersin lebih dari lima kali setiap serangan
Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,
Hidung tersumbat,
Hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala spesifik lain : bayangan gelap didaerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung ( allergic shiner ).
Rinoskopi anterior : mukosa edem, basah, berwarna pucat /
livid, banyak sekret yang encer.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
4) Patogenesis
5) Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya :
a) Rhinitis alergi musiman
Timbulnya periodik
Tenggorok
meradang
(cobblestones
or
dan
granular
tampak
tonjolan-tonjolan
pharyngitis);
Dapat
folikel
pula
limfoid
dijumpai
Pemeriksaan alergi dengan tes kulit (tes cukit) terhadap berbagai allergen
mungkin dapat menunjang penegakan diagnosis RA.
Bila hasil belum dapat mengetahui mungkin diperlukan tes alergi intra
dermal.
b) Tanda :
Konka inferior yang hipertrofi,
Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa
yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat
sempit.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Diagnosis
????????
4) Penatalaksanaan
Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
rinitis hipertrofi dan kemudian memberikan pengobatan yang
sesuai.
Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam
triklor asetat) atau elektrokauter konkotomi
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Sica
1) Etiologi
Mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum
dan ujung depan konka inferior.
Orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkugan yang
berdebu, panas dan kering.
Penderita anemia, pemium alkohol dan gizi buruk.
Pengobatan tergantung pada penyebabnya.
Pengobatan lokal, berupa obat cuci hidung
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Rinitis Atrofi
1) Definisi
Infrksi hidung kronik yang ditandai oleh adanya atrofi progresif
pada mukosa dan tulang konka.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2) Etiologi
o Infeksi oleh kuman spesifik (Klebsiella Klebsiella ozaena,
Stapillococcus)
o Defisiensi Fe
o Defisiensi vit A
o Sinusitis kronik
o Kelainan hormonal
o Penyakit kolagen, penyakit imun
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Spesifik
1) Klasifikasi
a) Rinitis difteri,
Etiologi : Corynebacterium diphteriae
Klasifikasi :
o Primer pada hidung,
o Sekunder dari tenggorokan
o
o
Akut
Kronik
Gejala :
o Akut demam, toksemia, terdapat limfadenitis
dan mungkin ada paralisis otot pernafasan. Pada
hidung ada ingus yang bercampur darah,
pseudomembran tipis yang mudah berdarah, ada
krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung.
o Kronik gejala lebih ringan dan mungkin dapat
sembuh sendiri, namun masih dapat menulari.
Diagnosis : pemeriksaan kuman secret hidung
Terapi : ADS, pinisilin local dan intramuskuler, pasien di
isolasi sampai hasil kuman negative.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b) Rinitis sifilis,
Etiologi : kuman Treponema pallidum
Klasifikasi : primer, sekunder dan tersier
Gejala : sama seperti rhinitis akut lainnya terdapat
bercak/bintik pada mukosa, pada tersier ditemukan
gumma atau ulkus pada septum nasi dan dapat mengenai
perforasi septum.
Diagnosis : pemeriksaan klinis secret mukopurulen
yang berbau dan krusta. Perforasi septum atau hidung
pelana. Pemeriksaan mikrobiologi dan biopsy
Penatalaksanaan : pinisilin dan obat pencuci hidung,
krusta dibersihkan stiap saat.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c)
Rinitis tuberkulosis,
Etiologi : infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner
Gejala
:
secret
mukopurulen
dan
krusta
shg
mengakibatkan hidung tersumbat.
Diagnosis : ditemukan BTA dapa secret hidung,
pemeriksaan histopatologi sel datia Langhans dan
limfositosis
d) Manifestasi Klinis
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada
posisi pasien
Rinore yang mukus atau serous
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
e) Diagnosis
Rinoskopi anterior :
- Edem mukosa
- Konka berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik),
tetapi dapat pula pucat
- Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak rata).
- Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid.
Pemeriksaan Darah Rutin : Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil
pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit.
Tes kulit biasanya negatif
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
f) Penatalaksanaan
Menghindari penyebab.
pengobatan simtomatis
Operasi
Neurektomi n.vidaianus
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3. Rhinitis Medikamentosa
a) Definisi
Kelainan pada hidung, berupa gangguan respon normal vasomotor,
sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (obat tetes hidung atau
obat semprot hidung)
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b) Etiologi
Pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c) Patofisiologi
Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan
menyebabkan siklus nasal terganggu, dan akan berfungsi kembali
apabila pemakaian obat itu dihentikan.
Fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriktor,
sehingga timbul obstruksi
pH hidung berubah dan aktifitas silia terganggu, sedangkan efek
balik akan menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan
sebelumnya
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung oleh karena pemakaian obat
tetes hidung dalam waktu lama ialah :
silia rusak
sel goblet berubah ukurannya
membran nasal menebal
pembuluh darah melebar
stroma tampak edem
hipersekresi kelenjar mukus
lapisan submukosa menebal
lapisan periostium menebal
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
d) Manifestasi Klinis
Hidung tersumbat terus menerus
edem konka dengan sekret hidung yang berlebihan
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
e) Diagnosis
??????????
f) Penatalaksanaan
Hentikan pemakaian obat tetes atau obat semprot hidung
untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion) beri
kortikosteroid secara penurunan bertahap (tapering of) dengan
menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari. (misalnya hari 1 : 40
mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya)
Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin).
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 4 minggu,
pasien dirujuk ke dokter THT.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2. polip
Tidak semua rhinitis bisa terkena polip
Polip biasanya ada sesuatu yang kronik di dalam hidung
Etiologi
Manifestasi klinis
Penatalaksanaan
o Operasi
Polip nasi ialah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan.
Bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi adalah manifestasi klink dari
berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis
alergi, asma dll.
Etiologi
3 faktor penting:
a. Adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus
b. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor
c. Adanya peningkatan cairan intersitial dan edema mukosa hidung
Fenomema bernoulli menjelaskan bahwa udara yang mengalir melalui
tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah
sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini
sehingga mengakibatkan edema mukosa danpembentukan polip. Fenomena
ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit
di komplek ostiomeatal (KOM) di meatus medius.
Patogenesis
Edema mukosa di daerah meatus medius stroma akan terisi oleh cairan
interseluler mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa yang
sembab makin membesar turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai polip
Mikroskopis
Tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang lembab. Sel-selnya
terdiri dari limfosit, plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag, mukosa
mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah sangat sedikit dan tidak
mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah lama dapat mengalami
metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel
transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Diagnosis
Pada anamnesis kasus polip keluhan utama biasanya ialah hidung
tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang-timbul dan semakin lama
semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam
hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain ialah gangguan
penciuman (anosmia atau hiposmia). Gejala sekunder dapat terjadi bila
sudah disertai kelainan organ di dekatnya berupa: adanya post nasal
drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh,
mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
dan sinus etmoid yang berkembang., sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid
belum.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore merupakan snus yang sering
terinfeksi oleh karena
a. Merupakan sinus paranasal yang terbesar
b. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drenase
dari sinus maksila hanya tergantung gerakan silia.
c. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris) sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.
d. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunares yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Patofisiologi
Edema Di kompleks ostimeatal mucosa yangletaknya berhadapan bertemu
silia tidak dapat bergerak lendir tidak dialirkan terjadi gangguan
drenase dan ventilasi di sinus silia kurang aktif lendir yang diproduksi
mucosa lebih sinus kental bakteri patogen berkembang baik sumbatan
berlangsung terus hipoksia dan retensi lendir infeksi oleh bakteri
anaerob jeringan jadi hipertropi, polipoid ( pembentukan polip dan kista)
SINUSITIS AKUT
Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut (2) infeksi faring, seperti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut (3) infeksi gigi rahang atas M,, M 2, M3,
serta P, dan P2 (dentogen) (4) berenang dan menyelam (5) trauma, dapat
menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal (6) barotrauma dapat
menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala subyektif
Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena,
serta kadangkadang dirasakan juga di tempat lain karena nyeri alih
(referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan
kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri
alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung dan kantus medius.
Kadang-kadang dirasakan nyeri di bola mata atau di belakangnya, dan nyeri
akan bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis
(parietal).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri
di seluruh kepala.
Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di belakang bola mata
dan di daerah mastoid.
Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan di daerah
muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis etmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
P.penunjang
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang
normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau Batas cairan-udara (air
fluid level) pada sinus yang sakit.
P. mkrobiologik
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus
medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam
bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,
seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus dan Haemophilus
influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.
Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari,
meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan ialah
golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes
hidung, untuk memperlancar drenase sinus. Boleh diberikan analgetika
untuk menghilangkan rasa nyeri.
SINUSITIS SUBAKUT
SINUSITIS KRONIS
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan
mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi
dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah
terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis
akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka,
sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat
menyebabkan silia rusak dan seterusnya.
Gejala subyektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip).
- gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
- gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya
tuba Eustachius.
- adanya nyeri/sakit kepala.
- gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis.
gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi
di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga
terjadi penyakit sinobronkitis.
- gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Gejala obyektif
-
The frontal skull film is best uses to evaluate the frontal and ethmoid sinuses. The frontal Waters
view (done with the head tipped back), is used to evaluate the maxillary sinuses. The lateral view
is used for evaluation of the sphenoid sinus ( Fig. 225 ). Sinus series are often inappropriately
ordered to rule out sinusitis in children. Sinuses are not developed or well pneumatized until
children are about 5 to 6 years old ( Fig. 226 ). In adults, often hypoplasia of the frontal sinuses
is seen.
Most patients with suspected sinusitis do not need sinus films for clinical management ( Table 2
6 ). Sinusitis is most common in the maxillary sinuses. Acute sinusitis is diagnosed
radiographically if an air/fluid level in the sinus ( Fig. 227 ) or complete opacification is found.
After trauma, hemorrhage also can cause an air/fluid level. With chronic sinusitis, thickening and
indistinctness of the sinus walls appear. CT is vastly superior to radiography and MRI for
evaluation of the paranasal sinuses, mastoid sinuses, and adjacent bone
Figure 2-25 Normal radiographic anatomy of the sinuses. Typical radiographic projections are
anteroposterior (AP) (A), Waters view (B), and lateral view of the face (C).
1. Penatalaksanaan
1. Antibiotik Broad Spectrum
2. Dekongestan
3. Mukolitik
4. Anti Inflamasi
5. Faktor predisposisi dihilangkan
2. Komplikasi
Mata : 1.Reaksi peradangan ringan di daerah rongga mata
2.Selulitas orbita
3.Abses sub periosteal
4.Abses orbita
5.Trombosis sinus avernosus