Anda di halaman 1dari 32

Saluran Nafas Pada Hidung

1. Anatomi

2. Fisiologi
a. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran
udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
dengan aliran dari nasofaring.
b. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
- Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada
musim dingin akan terjadi sebaliknya.
- Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang
lebih 37o C.
c. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh :
Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
Silia

Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan
partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini
akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
d. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas
dengan kuat.
e. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau
f. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga
mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara
g. Refleks nasal :
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks
bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas

Obstruksi Saluran Nafas pada Hidung

Rhinitis Alergika
1. Definisi
Rhinitissuatu keradangan dari lapisan mukosa hidung yang disebabkan mekanisme
alergi atau non alergi.
2. Etiologi
3. Klasifikasi
4. Patogenesis

Patofisiologi
Tahap sensitisasi
Makrofag / monosit berperan sebagai APC (Antigen Presenting Cell) menangkap
allergen di mukosa hidung
Antigen membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA II
membentuk kompleks peptide MHC kelas II, kemudian dipresentasikan pd sel T
helper(Th 0)
Aktivasi sitokin seperti IL 1 oleh APC, untuk aktivasi Th0 menjadi Th 1 dan Th 2
Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL13

IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga
limfosit B aktif dan memproduksi IgE
Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E
dipermukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) proses sensitisasi
Bila mukosa tersensitasi, terpapar dengan allergen yang sama, maka kedua rantai Ig E
akan mengikat allergen spesifikdegranulasi mastosit basofilprediators mediator
terlepas, terutama histamine dan lainnya (PGD2, Lt D4, PAF, bradikinin)reaksi
alergi fase cepat
Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga gatal dan
bersin2
Histamin menyebabkan sel goblet dan mukosa hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkatrinorrhea
Vasodilatasi sinusoidhidung tersumbat
Histamine merangsang mukosa hidung ICAM 1
Pada IPAR, sel mastoid akan melepas molekul kemotaktikakumulasi eosinofil dan
neutrofil di jaringan target (berlanjut 6-8 jam pasca paparan). Pd fase ini, factor non
spesifik dpt memperberat gejala seperti asap rokok, bau yg merangsang, perubahan
cuaca, kelembaban yang tinggi
Tahap provokasi/ reaksi alergi
Immediate Phase Allergic Reactionsejak kontak allergen sampai 1 jam
Late phase allergic reaction, berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dapat berlangsung sampai 24-48 jam
5. Manifestasi klinis
6. DD
7. Diagnosis

8. Penatalaksanaan

9. Komplikasi
10. Prognosis
Rhinitis Non Alergika
1. Definisi
Rinitis Non-Alergika adalah suatu peradangan pada selaput lendir hidung tanpa latar
belakang alergi.
2. Klasifikasi
Jenis-jenis rinitis non-alergika:

1. Rinitis Infeksiosa
Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bagian
atas, baik oleh bakteri maupun virus.

2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia


Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin.
Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 1020%.
Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan
penurunan fungsi indera penciuman (hiposmia).

3. Rinitis Okupasional
Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja.
Gejala-gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya
debu kayu, bahan kimia).
Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

4. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan
keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil
KB).
Estrogen diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung.
Gejala rinitis pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus
berlangsung selama kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba.
Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung meler.

5. Rinitis Karena Obat-obatan


Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah:

- ACE inhibitor
- reserpin
- guanetidin
- fentolamin
- metildopa
- beta-bloker
- klorpromazin
- gabapentin
- penisilamin
- aspirin
- obat anti peradangan non-steroid
- kokain
- estrogen eksogen
- pil KB.

6. Rinitis Gustatorius
Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan
yang panas dan pedas.

7. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem
parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi
pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa
hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung meler.
Gejala biasanya dipicu oleh:
- cuaca dingin
- bau yang menyengat

- stres
- bahan iritan.
3. Manifestasi klinis
Gejala yang khas untuk rinitis adalah:
- hidung terasa gatal
- hidung meler
- hidung tersumbat.
Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan
nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.
4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil tes kulit alergen yang negatif (tidak
ditemukan IgE).

5. Penatalaksanaan
Pengobatan rinitis non-alergika berdasarkan penyebabnya:
Infeksi karena virus biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 7-10
hari; sedangkan infeksi bakteri memerlukan terapi antibiotik.
Untuk status hipotiroid perbatasan, bisa diberikan ekstrak tiroid.
Rinitis karena kehamilan biasanya akan berakhir pada saat persalinan tiba.
Untuk mengatasi rinitis akibat pil KB sebaiknya pemakaian pil KB dikurangi atau
diganti dengan kontrasepsi lainnya.
Obat-obatan yang bisa diberikan untuk meringankan gejala rinitis:

Obat tetes hidung yang mengandung corticosteroid (untuk mengurangi peradangan)


Obat tetes hidung yang mengandung simpatomimetik (untuk mengurangi
pembengkakan dan penyumbatan hidung).
1.Rinithis
Definisi
Radang pada mukosa hidung yang disebabkan oleh virus , bakteri ,
allergen,dll
Klasifikasi
Rhinitis non allergi
Rhinitis vasomotor
Berdasarkan masuknya allergen
1. Inhalan ( debu, serbuk, bulu kucing) paling sering
2. Ingestan (makanan : telor protein tinggi) gatel , diare
3. Injeksi (dari injeksi anti biotic)
4. Kontaktan ( kosmetik, perhiasan
Mengapa manifestasinya ada yang di hidung , gatal( kulit) ?
Berdasarkan waktunya
1. Musim
2. Tahunan
Berdasarkan periode
1.
2.
3.
4.

Akut
Kronik
Spesifik sudah tau kuman nya apa
Allergen

Manifestasi klinis
Gejala rhinitis alergi
Serangan berulang
Keluar ingus encer , banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal
Disertai dengan air mata yang keluar
Tanda

Pada px rhinoscopy deviasi septum


Hidungnya merah
Mata merah berair
Ada bayangan gelap dibawah mata
Mengapa bisa terjadi deviasi septum????
Diagnosis

Anamnesis
Px. Rhinoscopy
Px. igE
Prick tes
Penatalaksanaan
First line drug
Menghindari penyebab
Anti histamine
Kortikosteroid + anti biotic ??
1. Rhinitis
a. Definisi
Radang pada mucosa hidung yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b. Etiologi
Virus rhinovirus, coxacki, adenovirus, virus influensa A, B, C
a) Rhinitis vasomotor idiopatik
b) Kondisi hormonal : kehamilan, hipotiroid
c) Penyakit autoimun
d) Penyakit granuloma : sarkoidosis, wagerner syndrome
e) Sumbatan pada rongga hidung : tumor, kelainan anatomi ( deviasi
septum ), benda asing
f) Pemakaian obat obatan : aspirin / NSAID, nasal dekongestan,
bromokriptin, opthalmica B blocker, estrogen / oral kontrasepsi,
antihipertensi
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c. Faktor pencetus
alergi
imunosupresi
trauma
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
d. Klasifikasi
Rhinitis Akut
Simplek
1) Definisi
Penyakit virus yang sering ditemukan pada manusia ( flu /
common cold / selesma )
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2) Etiologi
Virus rinovirus, myxovirus, coxsackie, ECHO
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Manifestasi

Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai


akibat tidak adanya kekebalan / menurunkanya daya tahan
tubuh ( kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dll ).
Pada stadium prodromal :
rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung
bersin bersin berulang - ulang
hidung tersumbat dan ingus encer
bila ada infeksi sekunder ingus menjadi mukopurulen
demam dan nyeri kepala
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
4) Diagnosa
a) Anamnesis
Keluhan : rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung,
bersin bersin berulang ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, demam dan nyeri kepala
b) Pemeriksaan fisik :
Rhinoskopi : mukosa hidung tampak merah dan
membengkak, terlihat rinore encer / mukopurulen
c) Penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan bakteriologis dari sekret
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
5) Penatalaksanaan
istirahat
pemberian obat obat simtomatik analgetik, antipiretik
dan dekongestan
antibiotic jika ada infeksi sekunder oleh bakteri
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
6) Komplikasi
Otitis Media
faringitis
bronchitis
pneumonia
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Alergica
1) Definisi
Radang pada mucosa akibat reksi abnormal bila ada kontak
substansi / reaksi hipersensitivitas
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

2) Etiologi
Kontak dengan allergen debu ( paling sering ), bau bau
tertentu, serbuk sari bunga, telur
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Manifestasi
Bersin lebih dari lima kali setiap serangan
Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,
Hidung tersumbat,
Hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala spesifik lain : bayangan gelap didaerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung ( allergic shiner ).
Rinoskopi anterior : mukosa edem, basah, berwarna pucat /
livid, banyak sekret yang encer.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
4) Patogenesis

5) Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya :
a) Rhinitis alergi musiman
Timbulnya periodik

Berat ringannya segala penyakit bervariasi dari tahun


ke tahun, tergantung pada banyaknya anergen di
udara.
Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.
Gejala Klinis :
Rinokonjungtivitis, karena itu gejala klinik yang
tampak ialah gejala hidung dan gejala mata,
yaitu mata merah, gatal disertai lakrimasi,
hidung gatal disertai dengan bersin yang
paroksimal, sumbatan hidung, rinore yang cair
dan banyak.
Pemeriksaan :
Rinoskopi anterior : mukosa hidung pucat,
kebiruan (livide) atau hiperemis.
Pemeriksaan pada sekret hidung, akan
ditemukan banyak eosinofil.
b) Rhinitis alergi sepanjang tahun
Timbul interiten atau terus menerus, tanpa variasi
musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Frekuensi terbanyak ialah pada anak dan dewasa
muda, kemudian akan berkurang dengan
bertambahnya umur
Penyebab :
Yang paling sering ialah alergen inhalan
Iritasi oleh faktor nonspesifikpun dapat
memperberat gejala, seperti asap rokok, bau yang
merangsang, perubahan cuaca,kelembapan yang
tinggi dan sebagainya.
Menurut WHO :
Intermiten gejala < 4 minggu
Persisten gejala > 4 minggu
Berdasarkan berat ringannya penyakit
Rhinitis alergi ringan bila tidak ditemukan gangguan
tidur, gangguan aktivitas harian, bekerja dan hal - hal
lain yang mengganggu
Rhinitis alergi sedang berat bila terdapat satu atau
lebih dari (gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bekerja dan hal - hal lain yang mengganggu )
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
6) Diagnosis
Pemeriksaan fisik

Selaput lender hidung bengkak, basah (sereous, mengkilat), mukosa


konka pucat atau keunguan karena pelebaran pembuluh balik (vena).

Tenggorok

meradang

(cobblestones

or

dan

granular

tampak

tonjolan-tonjolan

pharyngitis);

Dapat

folikel
pula

limfoid
dijumpai

pembengkakan kelopak mata, kemerahan mata, dan daerah di bawah


kelopak mata bawah tampak lebih gelap karena bendungan darah vena
serta lipatan kelopak mata bawah berlebih.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan alergi dengan tes kulit (tes cukit) terhadap berbagai allergen
mungkin dapat menunjang penegakan diagnosis RA.

Bila hasil belum dapat mengetahui mungkin diperlukan tes alergi intra
dermal.

Pemeriksaan kadar lgE di darah meningkat (tidak spesifik).

Pemeriksaan terhadap lgE spesifik terhadap alergent tertentu.


7) Penatalaksanaan
Menghindari kontak dengan alergen penyebab (avoidance)
dan eliminasi
Simtomatis
Desensitisasi
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
8) Komplikasi
Polip hidung
Otitis media
Sinusitis paranasal
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Rhinitis Kronik
Hipertrofi
1) Etiologi
Akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai
lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2) Manifestasi Klinis
a) Gejala :
Sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak,
mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala.

b) Tanda :
Konka inferior yang hipertrofi,
Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa
yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat
sempit.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3) Diagnosis
????????
4) Penatalaksanaan
Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
rinitis hipertrofi dan kemudian memberikan pengobatan yang
sesuai.
Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam
triklor asetat) atau elektrokauter konkotomi
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Sica
1) Etiologi
Mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum
dan ujung depan konka inferior.
Orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkugan yang
berdebu, panas dan kering.
Penderita anemia, pemium alkohol dan gizi buruk.
Pengobatan tergantung pada penyebabnya.
Pengobatan lokal, berupa obat cuci hidung
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
Rinitis Atrofi
1) Definisi
Infrksi hidung kronik yang ditandai oleh adanya atrofi progresif
pada mukosa dan tulang konka.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
2) Etiologi
o Infeksi oleh kuman spesifik (Klebsiella Klebsiella ozaena,
Stapillococcus)
o Defisiensi Fe
o Defisiensi vit A
o Sinusitis kronik
o Kelainan hormonal
o Penyakit kolagen, penyakit imun
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

Spesifik
1) Klasifikasi
a) Rinitis difteri,
Etiologi : Corynebacterium diphteriae
Klasifikasi :
o Primer pada hidung,
o Sekunder dari tenggorokan
o
o

Akut
Kronik

Gejala :
o Akut demam, toksemia, terdapat limfadenitis
dan mungkin ada paralisis otot pernafasan. Pada
hidung ada ingus yang bercampur darah,
pseudomembran tipis yang mudah berdarah, ada
krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung.
o Kronik gejala lebih ringan dan mungkin dapat
sembuh sendiri, namun masih dapat menulari.
Diagnosis : pemeriksaan kuman secret hidung
Terapi : ADS, pinisilin local dan intramuskuler, pasien di
isolasi sampai hasil kuman negative.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b) Rinitis sifilis,
Etiologi : kuman Treponema pallidum
Klasifikasi : primer, sekunder dan tersier
Gejala : sama seperti rhinitis akut lainnya terdapat
bercak/bintik pada mukosa, pada tersier ditemukan
gumma atau ulkus pada septum nasi dan dapat mengenai
perforasi septum.
Diagnosis : pemeriksaan klinis secret mukopurulen
yang berbau dan krusta. Perforasi septum atau hidung
pelana. Pemeriksaan mikrobiologi dan biopsy
Penatalaksanaan : pinisilin dan obat pencuci hidung,
krusta dibersihkan stiap saat.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c)

Rinitis tuberkulosis,
Etiologi : infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner
Gejala
:
secret
mukopurulen
dan
krusta
shg
mengakibatkan hidung tersumbat.
Diagnosis : ditemukan BTA dapa secret hidung,
pemeriksaan histopatologi sel datia Langhans dan
limfositosis

Pengobatan : antituberkulosis dan obat cuci hidung.


Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
d) Rinitis karena jamur
Etiologi : jamur (Aspergillus, Candida, Histoplasma,
Fussarium, Mucor)
Klasifikasi : tipe invasive dan tipe non-invasif
Manifestasi klinis :
o tipe invasif terdapat hifa jamur pada lamina
propria,
o invasi pada submukosaperforasi septum atau
hidung pelana
Diagnosis : histopatologi, pemeriksaan kultur jamur,
pemeriksaan hidung secret mukopurulen, ulkus atau
perforasi pada septum yang disertai jaringan nekrotik
berwana kehitaman.
Penatalaksanan:
o Non-invasif mengangkat seluruh bola jamur
o Invasive mengeradikasi agen penyebabnya
dengan pemberian antijamur oral dan topical. Cuci
hidung dengan pembersih hidung secara rutin,
diolesi gentian violet.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

2. Rhinitis Vasomotor ( Vasomotor catarrh, Vasomotor rinorrhea, nasal


vasomotor instability, non specific rhinitis )
a) Definisii
Gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas parasimpatis
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b) Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui
Bertambahnya aktivitas parasimpatis
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c) Faktor Yang Mempengaruhi
Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis
Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembapan
udara yang tinggi dan bau yang merangsang.
Faktor endokrin seperti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil
anti hamil dan hipotiroidisme.
Faktor psikis, sepereti rasa cemas, tegang dan sebagainya.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

d) Manifestasi Klinis
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada
posisi pasien
Rinore yang mukus atau serous
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
e) Diagnosis
Rinoskopi anterior :
- Edem mukosa
- Konka berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik),
tetapi dapat pula pucat
- Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak rata).
- Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid.
Pemeriksaan Darah Rutin : Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil
pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit.
Tes kulit biasanya negatif
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
f) Penatalaksanaan
Menghindari penyebab.
pengobatan simtomatis
Operasi
Neurektomi n.vidaianus
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
3. Rhinitis Medikamentosa
a) Definisi
Kelainan pada hidung, berupa gangguan respon normal vasomotor,
sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (obat tetes hidung atau
obat semprot hidung)
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
b) Etiologi
Pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
c) Patofisiologi
Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan
menyebabkan siklus nasal terganggu, dan akan berfungsi kembali
apabila pemakaian obat itu dihentikan.
Fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriktor,
sehingga timbul obstruksi
pH hidung berubah dan aktifitas silia terganggu, sedangkan efek
balik akan menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan
sebelumnya

Terjadi pertambahan mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel


mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi seket
yang berlebihan

Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung oleh karena pemakaian obat
tetes hidung dalam waktu lama ialah :
silia rusak
sel goblet berubah ukurannya
membran nasal menebal
pembuluh darah melebar
stroma tampak edem
hipersekresi kelenjar mukus
lapisan submukosa menebal
lapisan periostium menebal
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
d) Manifestasi Klinis
Hidung tersumbat terus menerus
edem konka dengan sekret hidung yang berlebihan
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007
e) Diagnosis
??????????
f) Penatalaksanaan
Hentikan pemakaian obat tetes atau obat semprot hidung
untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion) beri
kortikosteroid secara penurunan bertahap (tapering of) dengan
menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari. (misalnya hari 1 : 40
mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya)
Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin).
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 4 minggu,
pasien dirujuk ke dokter THT.
Buku Ajar Ilmu THT, FK UI, 2007

2. polip
Tidak semua rhinitis bisa terkena polip
Polip biasanya ada sesuatu yang kronik di dalam hidung
Etiologi

Manifestasi klinis
Penatalaksanaan
o Operasi

Polip nasi ialah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan.
Bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi adalah manifestasi klink dari
berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis
alergi, asma dll.
Etiologi
3 faktor penting:
a. Adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus
b. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor
c. Adanya peningkatan cairan intersitial dan edema mukosa hidung
Fenomema bernoulli menjelaskan bahwa udara yang mengalir melalui
tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah
sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini
sehingga mengakibatkan edema mukosa danpembentukan polip. Fenomena
ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit
di komplek ostiomeatal (KOM) di meatus medius.
Patogenesis
Edema mukosa di daerah meatus medius stroma akan terisi oleh cairan
interseluler mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa yang
sembab makin membesar turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai polip
Mikroskopis
Tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang lembab. Sel-selnya
terdiri dari limfosit, plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag, mukosa
mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah sangat sedikit dan tidak
mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah lama dapat mengalami
metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel
transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Diagnosis
Pada anamnesis kasus polip keluhan utama biasanya ialah hidung
tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang-timbul dan semakin lama
semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam
hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain ialah gangguan
penciuman (anosmia atau hiposmia). Gejala sekunder dapat terjadi bila
sudah disertai kelainan organ di dekatnya berupa: adanya post nasal
drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh,
mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Dengan pemeriksaan rinoskopi anterior biasanya polip sudah


dapat dilihat. Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas
hidung luar. Kalau ada fasilitas endoskopi untuk pemeriksaan hidung,
polip yang masih sangat kecil dan belum keluar KOM dapat terlihat.
Pemeriksaan penunjang berupa foto Rontgen polos atau CT scan
dibuat untuk mendeteksi adanya sinusitis. Pemeriksaan biopsi dapat
diindikasikan jika ada massa unilateral pada pasien usia lanjut, jika
penampakan makroskopis menyerupai keganasan atau bila pada foto,
Rontgen ada gambaran erosi tulang.
Terapi
Pengobatannya berupa terapi medikamentosa dan operasi. Terapi
medikamentosa ditujukan untuk polip yang masih kecil (belum
memenuhi rongga hidung) yaitu pemberian kortikosteroid sistemik
yang diberikan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu singkat. Dapat
juga berupa kortikosteroid intranasal atau kombinasi keduanya. Pada
pengobatan kortikosteroid sistemik harus perhatikan kontraindikasi dan
efek samping. Bila ada tanda infeksi perlu diberikan antibiotika.
Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan
menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang
besar tetapi belum memadati rongga hidung. Operasi pengangkatan
polip dan operasi sinus pada polip hidung biasanya diindikasikan pada
polip yang sudah sangat besar atau kasus polip berulang atau bila
jelas ada kelainan di
KOM. Jenis operasinya ialah etmoidektomi atau Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional (BSEF). Dapat juga dilakukan terapi kombinasi, yaitu
pemberian medikamentosa sebelum dan setelah tindakan operasi.
Antibiotika diberikan bila ada tanda infeksi dan sebagai profilaksis
pasca operasi. Perlu juga diperhatikan pengobatan alergi bila
merupakan faktor penyebab timbulnya polip.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI
3. sinusitis
Adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena
dapat dibagi menjadi sinusitis maksisla, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila

dan sinus etmoid yang berkembang., sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid
belum.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore merupakan snus yang sering
terinfeksi oleh karena
a. Merupakan sinus paranasal yang terbesar
b. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drenase
dari sinus maksila hanya tergantung gerakan silia.
c. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris) sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.
d. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunares yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Patofisiologi
Edema Di kompleks ostimeatal mucosa yangletaknya berhadapan bertemu
silia tidak dapat bergerak lendir tidak dialirkan terjadi gangguan
drenase dan ventilasi di sinus silia kurang aktif lendir yang diproduksi
mucosa lebih sinus kental bakteri patogen berkembang baik sumbatan
berlangsung terus hipoksia dan retensi lendir infeksi oleh bakteri
anaerob jeringan jadi hipertropi, polipoid ( pembentukan polip dan kista)

SINUSITIS AKUT

Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut (2) infeksi faring, seperti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut (3) infeksi gigi rahang atas M,, M 2, M3,
serta P, dan P2 (dentogen) (4) berenang dan menyelam (5) trauma, dapat
menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal (6) barotrauma dapat
menyebabkan nekrosis mukosa.

Gejala subyektif
Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena,
serta kadangkadang dirasakan juga di tempat lain karena nyeri alih
(referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan
kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri
alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung dan kantus medius.
Kadang-kadang dirasakan nyeri di bola mata atau di belakangnya, dan nyeri
akan bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis

(parietal).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri
di seluruh kepala.
Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di belakang bola mata
dan di daerah mastoid.

Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan di daerah
muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis etmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

P.penunjang
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang
normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau Batas cairan-udara (air
fluid level) pada sinus yang sakit.

P. mkrobiologik
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus
medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam
bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,
seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus dan Haemophilus
influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.

Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari,
meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan ialah
golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes
hidung, untuk memperlancar drenase sinus. Boleh diberikan analgetika
untuk menghilangkan rasa nyeri.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila


telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau bila ada nyeri yang
hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang


akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau
superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada
pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan
tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang
sesuai dengan tes resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan
obat-obat simtomatis berupa dekongestan lokal (obat tetes hidung) untuk
memperlancar drenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk
waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat
menyebabkan rinitis medikamentosa. Selain itu, dapat diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra
short wave diathermy), sebanyak 5 sampai 6 kali pada daerah yang sakit
untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka
dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi irigasi. Pada
sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat
dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement
therapy).

SINUSITIS KRONIS
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan
mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi
dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah
terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis
akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka,

sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat
menyebabkan silia rusak dan seterusnya.
Gejala subyektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip).
- gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
- gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya
tuba Eustachius.
- adanya nyeri/sakit kepala.
- gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis.
gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi
di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga
terjadi penyakit sinobronkitis.
- gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Gejala obyektif
-

Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis


akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior
dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau
turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba,
seperti kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenzae dan kuman anaerob
Peptostreptokokus dan Fusobakterium.
Diagnosis sinusitis kronis
Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi
anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi
untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus
maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang
diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan
meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT
Scan.
Terapi
Pada sinusitis kronis perlu diberikan terapi antibiotika untuk mengatasi
infeksinya dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotika diberikan selama
sekurang-kurangnya 2 minggu.

The frontal skull film is best uses to evaluate the frontal and ethmoid sinuses. The frontal Waters
view (done with the head tipped back), is used to evaluate the maxillary sinuses. The lateral view
is used for evaluation of the sphenoid sinus ( Fig. 225 ). Sinus series are often inappropriately
ordered to rule out sinusitis in children. Sinuses are not developed or well pneumatized until
children are about 5 to 6 years old ( Fig. 226 ). In adults, often hypoplasia of the frontal sinuses
is seen.
Most patients with suspected sinusitis do not need sinus films for clinical management ( Table 2
6 ). Sinusitis is most common in the maxillary sinuses. Acute sinusitis is diagnosed
radiographically if an air/fluid level in the sinus ( Fig. 227 ) or complete opacification is found.
After trauma, hemorrhage also can cause an air/fluid level. With chronic sinusitis, thickening and
indistinctness of the sinus walls appear. CT is vastly superior to radiography and MRI for
evaluation of the paranasal sinuses, mastoid sinuses, and adjacent bone

Figure 2-25 Normal radiographic anatomy of the sinuses. Typical radiographic projections are
anteroposterior (AP) (A), Waters view (B), and lateral view of the face (C).

1. Penatalaksanaan
1. Antibiotik Broad Spectrum
2. Dekongestan
3. Mukolitik
4. Anti Inflamasi
5. Faktor predisposisi dihilangkan
2. Komplikasi
Mata : 1.Reaksi peradangan ringan di daerah rongga mata
2.Selulitas orbita
3.Abses sub periosteal
4.Abses orbita
5.Trombosis sinus avernosus

Mukokel : Suatu timbunan mukus di sinus paranasal (kista retensi)


Intrakranial:
1.Meningitis akut :
Lewat Sinus cavernosus/lamina kribosa di dekat sinus edmoid
2.Abses duramater : Pus melewati diantara dura dan
tabula interna kranium, berjalan lambat, pusing ringan. Panas tinggi dan tandatanda meningeal
Fisura oro antral : Mengerosi gigi molar 1 atau premolar
3. Prognosis
Posisi foto polos, beda rhinitis alergi & vasomotor, pathogenesis rhinitis

Anda mungkin juga menyukai