Anda di halaman 1dari 5

Potensi dan Hambatan Komunikasi Antar Manusia dalam Dunia

Pariwisata
Hakikat manusia sebagai mahluk berakal selalu melakukan proses komunikasi untuk
memenuhi kebutuhannya sebagai mahluk individu dan sekaligus sosial. Komunikasi sendiri
bersifat transaksional, dimana pesan dipertukarkan baik secara intrapersonal maupun secara
interpersonal.
Komunikasi intrapersonal merupakan proses penyampaian dan pengolahan pesan yang
terjadi didalam diri sendiri/internal. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima
pesan, memberikan feedback kepada dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
Feedback dari komunikasi intrapersonal akan menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya.
Feedback berupa perspektif tersebut akan mempengaruhi cara berfikir dan berprilaku
seseorang. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Lebih jauh, persepsi individu tersebut akan
mempengaruhi bagaimana komunikasi interpersonal terjadi dan pada tahap selanjutnya.
Joseph.A Devito (1997) dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai: Proses pengiriman dan penerimaan pesanpesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik seketika. Berdasarkan definisi Devito, maka komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi yang terjadi secara dialogis, dimana saat seorang komunikator berbicara
maka akan terjadi umpan balik dari komunikan sehingga terdapat interaksi. Dalam komunikasi
dialogis, baik komunikator maupun komunikan, keduanya aktif dalam proses pertukaran
informasi yang berlangsung dalam interaksi.
Setiap partisipan yang terlibat dalam komunikasi interpersonal akan menggunakan
semua elemen dari proses komunikasi intrapersonal. Misalnya, masing-masing pihak akan
membicarakan latar belakang, pengalaman, gagasan, serta persepsinya.
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai
dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat
diklasifikasikan pada:
1. Efek kognitif, yaitu perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dipersepsi oleh
komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar/rasio. Dengan kata lain, pesan yang
disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikan.
2. Efek afektif, yaitu perubahan pada apa yang dirasakan atau yang berhubungan dengan
perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga
tergerak hatinya.
3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan,
kebiasaan, atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk berperilaku tertentu dalam
arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik (jasmaniah).

Komunikasi interpersonal menjadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi


instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Dibandingkan dengan
bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai paling ampuh dalam dalam
mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Maka bentuk komunikasi
interpersonal sering kali dipergunakan untuk mejalankan komunikasi persuasif , yakni suatu
teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan,
bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61).
Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal
berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai akal dan emosi. Pada
prakteknya, komunikasi intrapersonal membuat manusia merasa lebih akrab antara satu dan
lainnya. Dapat dikatakan proses komunikasi intrepersonal memenuhi kebutuhan manusia sebagai
mahluk sosial.
Komunikasi interpersonal berperan dalam meningkatkan hubungan antara manusia
(human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi
ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui
komunikasi interpersonal , individu dapat membina hubungan yang baik dengan individu
lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individuindividu tersebut. (Cangara, 2005:56).
Sebagai salah satu bentuk proses komunikasi, komunikasi interpersonal pun tak dapat
luput dari kemungkinan terjadinya gangguan (noise). Noise dibagi menjadi 4 macam, yaitu :.

Physical Noise, merupakan noise yang berasal dari lingkungan sekitar.


Physiological Noise, merupakan noise yang terjadi karena adanya masalah pada fisik
seseorang.
Psychological Noise,merupakan noise yang terjadi karena adanya kesalahan dalam berbicara
sehingga menyebabkan terjadi kesalahpahaman dan komunikasi tidak berjalan dengan baik.
Semantic Noise, merupakan noise yang terjadi karena adanya perbedaan pembahaman
simbolik.
Komunikasi Antar Manusia dalam Dunia Pariwisata

Fenomena komunikasi interpersonal yang menarik untuk diperhatikan salah satunya ialah
dunia pariwisata. Yoeti (1996:118), mendefisikan pariwisata sebagai suatu perjalanan yang
dilakukan untuk sementara waktu yang diselnggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan
maksud bukan untuk usaha (business) atau untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi,
tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau
untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Sedangkan menurut Wing Haryono (1978:1),
perjalanan pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berguna untuk menambah pengetahuan;
mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berguna dan mengesankan; mempelajari dan
mengagumi kebudayaan dan kesenian daerah atau bangsa lain; serta menyelami adat istiadat
daerah lain.
Karena itu pariwisata dapat dipandang sebagai suatu wahana untuk komunikasi yang
bersifat intrapersonal sekaligus interpersonal. Seperti yang telah dipaparkan oleh Wing Haryono,

kegiatan pariwisata akan memperkaya pengetahuan serta pengalaman seseorang terhadap hal-hal
baru diluar tempat domisili aslinya.
Melalui proses komunikasi intrapersonal, pesan-pesan simbolik yang didapat dalam
kegiatan pariwisata akan diberikan umpan balik berupa pengetahuan dan pemahaman yang
nantinya akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu konsep. Menyaksikan tempat,
daerah, kebudayaan dan kesenian serta adat istiadat, kehidupan suatu suku bangsa atau bangsa
lain secara langsung akan lebih mudah menimbulkan pemahaman terhadap suku bangsa atau
bangsa tersebut. Dari pemahaman menuju ke pengertian dan dari pengertian ke toleransi. Maka
dapat dikatakan bahwa selain membantu perkembangan intelektual, komunikasi interpersonal
juga membantu perkembangan hubungan sosial.
Konferensi Pariwisata Internasional yang disponsori PBB dan diselenggarakan di Roma,
tanggal 22 Agustus 5 September 1963 memberi tekanan pentingnya arti sosial dan kebudayaan
dari pariwisata, yaitu: hubungan jang dihasilkan dari pariwisata ini selalu merupakan
faktor dan tjara paling utama menjebarkan ide-ide dan pengertian tentang kebudajaan negaranegara lain(Njoman S. Pendit, 1967:55). Terjadi pertukaran pesan berupa ide-ide, informasi,
dan persepsi diantara wisatawan dan penduduk lokal ataupun antar sesama wisatawan melalui
proses komunikasi interpersonal, dimana turut terjalinnya hubungan sosial selah satu efek yang
ditimbulkan oleh komunikasi interpersonal.
Pesan tersebut disampaikan oleh penduduk lokal , pengelola tempat wisata, hingga
pemerintah daerah tempat wisata (sebagai komunikator) kepada wisatawan (sebagai komunikan).
Untuk lebih mengefektifkan penerimaan pesan tersebut perlu memperhatikan cara penyajian
pesan tersebut. Apalagi jika mengingat wisatawan berasal dari lingkungan kebudayaan yang
berbeda. Perbedaan persepsi, budaya, serta bahasa sebagai bentuk simbol-simbol yang akan
mempengaruhi proses komunikasi ini berpotensi menjadi noise/hambatan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa noise jenis ini merupakan noise sematik. Perbedaan pemahaman
terhadap simbol-simbol tersebut menghambat berjalannya proses komnunikasi.
Contoh sematic noise yang paling sering dijumpai ialah perbedaan bahasa. Bahasa sebagai
bentuk simbolik sarana untuk menyampaikan pesan mengambil peranan penting dalam segala
jenis proses komnunikasi. Bila terjadi perbedaan bahasa, maka tidak dipungkiri akan terjadi
permasalahan dalam proses penyampaian dan penerimaan pesan. Wilbur Schramm menyebutkan
agar komunikasi berjalan efektif maka pesan komunikasi antara lain harus diatur dan
direncanakan sehingga menumbuhkan perhatian, pesan harus menggunakan lambang-lambang
yang sama.
Untuk itu, diperlukan satu bahasa yang mampu dimengerti kedua belah pihak. Baik warga
daerah sebagai penduduk tempat wisata ataupun wisatawan yang datang perlu menguasai bahasa
Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Begitu pula untuk pariwisata internasional, penduduk
setempat dan wisatawan yang datang perlu menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa
Internasional. Melalui bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak, kegiatan pariwisata
dapat berjalan secara maksimal. Wisatawan mampu mengerti dan menikmati seni budaya yang
disajikan.
Disamping sematic noise berupa bahasa yang menjadi potensi hambatan dalam dunia
pariwisata, potensi hambatan lain dapat berupa perbedaan tata karma dan etika. Wisatawan yang
datang dari lingkungan yang berbeda memungkinkan menganut tata karma dan etika yang
berbeda pula. Etika adalah aturan prilaku, adat kebiasaan dalam pergaulan yang menegaskan
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Namun perbedaan adat dan budaya tak selamanya

menjadi hambatan, ia juga dapat berperan sebagai daya tarik tersendiri. Kedepannya perbedaan
adat dan budaya justru menjadi salah satu pesan yang akan memperkaya intelektual wisatawan.
Bali, sebagai objek pariwisata Indonesia yang sudah sangat popular di dunia Internasional
contohnya. Warga Bali mayoritas pemeluk agama Hindu dan menjaga adat istiadat agama dan
budaya-nya. Dalam pola masyarakat budaya seperti di Bali, tata karma dan etika sangat
diperhatikan. Wisatawan yang datang berkunjungpun perlu memperhatikan beberapa tata karma
dan etika penduduk lokal. Seperti tidak menginjak sesajen atau canang, karena akan berarti
menghina kepercayaan kepada dewa-dewi; wanita yang sedang datang bulan tidak boleh
memasuki tempat suci yang disakralkan; mengenakan kain atau selendang saat mengunjungi
tempat suci; dan lain sebagainya. Perbedaan tata karma dan kepercayaan antara warga lokal dan
wisatawan dapat memicu terjadinya perselisihan. Untuk itu, diperlukan komunikasi interpersonal
yang efektif, sehingga dapat membentuk hubungan sosial yang menciptakan sikap toleransi.
Disamping wisata alam yang ditawarkan, warga Bali juga menawarkan seni budaya mereka
sebagai objek wisata yang tak kalah menarik. Seperti seni tenun, lukis, pahat, drama, hingga seni
tari menjadi potensi wisata yang banyak dikagumi wisatawan baik domestik maupun
mancanegara. Melalui komnunikasi interpersonal yang efektif, dimana sarana komunikasi berupa
bahasa digunakan dengan tepat, maka wisatawan dapat menikmati kesian-kesenian tersebut.
Bahkan untuk menikmati karya seni visual, bahasa verbal dibutuhkan untuk menambatkan serta
memperjelas makna.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berperan besar dalam proses persuasif
kepada wisatawan, memperkaya intelektual, serta menjalin hubungan sosial. Sedangkan untuk
mengatasi kemungkinan munculnya noise seperti yang diilustrasikan diatas diperlukannya sifat
toleransi. Toleransi untuk menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak, serta
toleransi kepada adat-istiadat budaya yang berlaku ditempat wisata.

Disusun oleh:
Dita Wahyu Nirmala
08/267560/Sp/22967

Daftar Pustaka

Haryono, Wing. 1978. Pariwisata, Rekreasi dan Entertainment. Bandung: Ilmu Publisher.
Pendit , Njoman S. 1967. Pengantar Ilmu Pariwisata. Djakarta: Pradnja Paramita.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Cangara, Hafid. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filasfat Komunikasi. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Professional Books: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai