PENDAHULUAN
BAB II
GANGGUAN DEPRESI
2
2.1
Definisi
Depresi adalah gangguan mental yang umum, ditandai dengan kesedihan,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau perasaan rendah diri,
susah tidur atau nafsu makan menurun, perasaan kelelahan, dan kurangnya
konsentrasi.2
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.2
2.2
Etiologi
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya abnormalitas metabolit amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi.1,2
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut
tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin,
dan penyakit dimana konsentrasi dopamine menurun seperti parkinson, adalah
disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti
tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi.2
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan
aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter
amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.
Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin
biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis HypothalamicPituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik
sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid,
dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak
diteliti). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya
defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan
pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH. Sekresi
CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah
berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ
utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi
mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH.3
b. Faktor genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Untuk mengetahui faktor genetik dapat dilihat dari
studi keluarga, studi adopsi, studi anak kembar, studi keterkaitan kromosom.1
c. Faktor psikososial
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan dan stresor
lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki
peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.1,2
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah.1,2
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. Kegagalan
yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak
Diagnosis
Menurut PPDGJ III kriteria diagnosis gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.1,3,4
2.4
Tatalaksana
Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari
Biasanya paling bermanfaat pada pasien dengan depresi berat disertai gejala
psikotik 5
Biasanya paling bermanfaat pada pasien dengan depresi berat tanpa gejala
psikotik 5
Terapi interpersonal.
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihakpihak lain yang bermakna sehingga dia kesulitan beradaptasi terhadap perubahanperubahan dalam karier atau peran social atau perubahan hidup lainnya. Banyak
dilakukan terhadap depresi sedang dan berat. Contohnya suasana berkabung,
konflik trependam dengan orang-orang yang memiliki hubungan yang dekat
perubahan besar dalam hidup, dan keadaan terisolasi. Sebuah studi metaanalisis
dari 13 hasil penelitian yang dilakukan pada kisaran tahun 1974-2002
menunjukkan dalam 9 penelitian, IPT lebih efektif daripada CBT. Namun
kombinasi IPT dan obat-obatan tdak secara signifikan lebih efektif dibandingkan
monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi pencegahan.5,6
2. Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Arus listrik
dilewatkan melalui otak untuk memicu kejang (periode singkat aktivitas otak
tidak teratur), berlangsung sekitar 40 detik. Metode terapi semacam ini sering
digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar
dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.6
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di
rumah sakit menjadi lebih pendek. 6
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. 6
ECT dikontraindikasikan pada: penderita yang menderita epilepsi, TBC
milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.ECT tidak
dianjurkan pada keadaan :
1. Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
2. Masih sekolah atau kuliah
3. Mempunyai riwayat kejang
4. Psikosis kronik
5. Kondisi fisik kurang baik
6. Wanita hamil dan menyusui
Indikasi dilakukannya ECT adalah pada pasien depresi yang memiliki
kondisi sebagai berikut :
-
perubahan
perilaku
meliputi
penghapusan
perilaku
yang
mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat.
10
11
pada
penderita.
Konseling
diperkuat
oleh
apoteker.
13
14
Efek samping:
-
15
16
Moclobemid
Dosis lazim: 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai
dengan 600 mg/ hari .
Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap moclobemid
17
benzilamin
dan
fenetilamin.
Dopamin
dan
tiramin
dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini
mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic
menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran
cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua
MAOI
nonselektif
yang
digunakan
sebagai
antidepresan
18
termasuk
antidepresan
trisiklik,
karbamazepin,
dan
19
pulsa
jantung),
kekakuan/sakit
leher,
nausea,
muntah,
berkeringat (terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil,
fotofobia. Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit
dada. Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan
darah, tapi jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah,
melainkan penderita harus sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi,
hentikan segera penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk menurunkan
tekanan darah. Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala
cenderung mereda sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan
senyawa pemblok alfa adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk
menghindari efek hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan pendinginan
eksternal.
Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan
makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan
dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya
protein yang telah disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga
dapat menyebabkan krisis hipertensif pada penderita yang menggunakan
MAOI. Juga peringatkan penderita untuk tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol serta obat-obatan yang mengandung amin simpatomimetik selama
terapi
dengan
MAOI.
Instruksikan
kepada
penderita
untuk
tidak
20
atau terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan
untuk melakukan penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah
sakit.
Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu
SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang
terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas
otonom disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental
termasuk agitasi hebat, yang meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi
ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru
mulai menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI,
maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian. Setelah penghentian
fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum mulai
menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah
antidepresan
trisiklik.
Kombinasi
ini
menyebabkan
seizure,
koma,
21
22
23
obat lain tanpa adanya periode jeda. Periode jeda selama 10-14 hari dianjurkan
jika mengganti suatu MAOI ke yang lainnya atau dari suatu senyawa
dibenzazepin (misalnya amitriptilin, perfenazin).
Penyalahgunaan obat dan ketergantungan: Telah dilaporkan kasus
ketergantungan obat pada penderita yang menggunakan tranilsipromin dan
isokarboksazid dalam dosis berlebih dari rentang terapetik. Beberapa dari
penderita tersebut memiliki riwayat penyalahgunaan obat. Gejala pemutusan
obat berikut telah dilaporkan: resah, cemas, depresi, bingung, halusinasi, sakit
kepala, lemah, diare.
Nama Generik
Amitriptyline
Amoxapine
Tianeptine
Clomipramine
Imipramine
Moclobemide
Maprotiline
Nama Dagang
AMITRIPTYLINE
ASENDIN
STABLON
ANAFRANIL
TOFRANIL
AURORIX
LUDIOMIL
Sediaan
Drag 25 mg
Tab 100 mg
Tab 12,5 mg
Tab 25 mg
Tab 25 mg
Tab 150 mg
Tab 10-25 mg
Dosis Anjuran
75-150 mg/h
200-300 mg/h
25-50 mg/h
75-150 mg/h
75-150 mg/h
300-600 mg/h
75-150 mg/h
50-75 mg
8.
9.
Mainserin
Sertraline
TILSAN
Tab 25 mg
SANDEPRIL-50
TOLVON
ZOLOFT
Tab 50 mg
Tab 10 mg
Tab 50 mg
FATRAL
Tab 50 mg
FRIDEP
Tab 50 mg
NUDEP
Caplet 50 mg
ANTIPRES
Tab 50 mg
DEPTRAL
Cab 50 mg
SERLOF
Tab 50 mg
Tab 50 mg
Tab
50-150 100-200 mg/h
mg
Tab 20 mg
Tab 50 mg
Cap 20 mg
10.
Trazodone
ZERLIN
TRAZONE
11.
12.
13.
Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxetine
SEROXAT
LUVOX
PROZAC
30-60 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h
24
14.
15.
16.
17.
Citalopram
Mirtazapine
Duloxetine
Venlafaxine
NOPRES
Caplet 20 mg
ANSI
Cap 10-20 mg
ANTIPRESTIN
Cap 10-20 mg
ANDEP
Cap 20 mg
COURAGE
Tab 20 mg
ELIZAC
Cap 20 mg
OXIPRES
Cap 20 mg
LODEP
Cap 20 mg
KALXETIN
Cap 10-20 mg
ZAC
Cap 10-20 mg
ZACTIN
CIPRAM
REMERON
CYMBALTA
Cap 20 mg
Tab 20 mg
20-60 mg/h
Tab 30 mg
15-45 mg/h
Caplet 30-60 30-60 mg/h
EFEXOR-XR
mg
Cap 75 mg
75-150 mg/h
25
efektif, maka gejala depresinya akan sembuh. Pada kasus ini, penggunaan SSRIs
dianjurkan. Hal serupa, ketika gangguan panic terjadi bersamaan dengan depresi
mayor, medikasi yang efektif untuk kedua kondisi tersebut dianjurkan (contoh:
antidepresan trisiklik dan SSRIs). Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
apabila komorbidnya berupa gangguan cemas maka angka remisinya menjadi
rendah apapun pilihan medikasinya. 2,5
Adanya
penyalahgunaan
obat-obatan
menyebabkan
kemungkinan
munculnya gangguan mood yang diinduksi zat, sehingga harus dievaluasi melalui
riwayat dan membutuhkan penghentian penggunaan zat selama beberapa minggu,
karena tindakan tersebut dapat menyembuhkan gejala depresi yang diinduksi zat.
Untuk mereka dengan gejala depresi yang berkelanjutan walaupun telah
menghentikan penggunaan zat, gangguan mood independen harus didiagnosis dan
di terapi. Bukti sebelumnya menunjukan bahwa penyalahgunaan zat hanya
berefek sedikit pada kemungkinan kesembuhan pada pasien dengan depresi
primer. 2,5
Gangguan aksis II sering disertai dengan gangguan mood, namun
diagnosisnya sementara bergantung pada klinis depresi. Sangat penting untuk
tidak salah dalam menentukan kronik depresi dan mayor depresi berulang untuk
gangguan aksis II, karena tujuan terapi akan berbeda dan strategi terapi berbeda
untuk tiap kasusnya. 2,5
Gangguan aksis II bukan merupakan kontraindikasi untuk menatalaksanai
gangguan mood, namun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berespon
pada terapi fase akut, nan dipengaruhi oleh kepatuhan pasien. Secara umum,
adanya gangguan aksis II berhubungan dengan kurangnya respon sempurna
terhadap medikasi atau psikoterapi jangka pendek. 2,5
Kondisi medis umum juga merupakan faktor resiko berkembangnya
depresi, dan umumnya disertai denegan gangguan mood. Bukti sebelumnya
menunjukan bahwa adanya depresi mayor berhubungan dengan meningkatnya
morbiditas serta mortalitas kondisi medis umun (penyakit kardiovaskular,
diabetes, penyakit serebrovaskular dan kanker). 2,5
26
Prinsip terapi untuk depresi dengan kondisi medis umum adalah lebih
kompleks. Pilihan
depresi
mayor
Terapi Rekomendasi
(ringan Terapi medikasi atau psikoterapi jangka
sampai sedang)
pendek, psikoterapi depression-targeted.a
Gangguan depresi mayor (episode Tanpa terapi pemeliharaan
tunggal)
Gangguan depresi mayor berulang
Pertimbangkan terapi fase pemeliharaan
Gangguan depresi mayor dengan gejala Medikasi antipsikosis dan antidepresan,
psikosis
ECT.
Gangguan depresi mayor (berat atau Terapi
dengan gejala melankolis)
Depresi dengan gejala atipikal
medikasi
sangat
penting,
oxidase
inhibitors
menunjukan efikasi
27
Gangguan distimik
Dengan
medikasi
atau
dengan
Depresi
kompleks
atau
kronik.b
a: psikoterapi interpersonal, terapi kognitif atau terapi perilaku
b: kompleks yang berarti bahwa depresi disertai dengan kondisi psikiatrik
Aksis I atau Aksis II
c:
gejala, mencegah
kekambuhan, dan memperbaiki psikososial.
Interaksi Obat
1. Trisiklik + haloperidol/phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi dari
trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensial efek antikolinergik
(ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi).
2. SSRI/TCA + MAOI = Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala-gejala :
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare), agitation (mudah-marah, ganas),
restlessness (gelisah), gerakan kedutan otot, dll.
3. MAOI + sympathomimetic drugs (phenylpropanolamine, pseudoephedrine
pada obat flu/asma, noradrenaline pada anastesi lokal, derivat amfetamin,ldopa) = efek potensial yang dapat menjurus ke krisis Hipertensi (acute
paroxysmal hypertension), dimana ada risiko terjadinya serangan stroke.
4. MAOI + Senyawaan mengandung tyramine (keju, anggur, dll) = dapat
terjadi krisis hipertensi (hypertensive crisis) dengan risiko serangan stroke
pada pasien usia lanjut.
5. Obat anti-depresi + CNS
Depressants
(morphine,
benzodiazepine,
alcohol,dll) = potensial efek sedasi dan penekanan terhadap pusat napas risiko
timbulnya respiratory failure. 4
Cara penggunaan
Pemilihan Obat
28
Antikoliner
Sedasi
Hiporensi
Amitriptyline
Imipramine
Clomipramine
Trazodone
Mirtazapine
Maprotiline
Mianserin
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxentin
citalopram
gik
+++
+++
++
+
+
+
+
+
+/+/+/+/+/+/+/-
+++
++
++
+++
+++
++
++
+
+/+/+/+/+/+/+/-
Ort.
+++
++
++
+
+
+
+
++
+/+
+/+/+/+/+/-
Ket
+++=
berat
++=
Sedang
+=
ringan
+/- =
Tidak ada
/minimal
Sekali
2.5
Prognosis
29
Episode ringan
Tidak ada gejala psikotik
Waktu rawat inap singkat
- Indicator psikososial meliputi memounyai teman akrab selama masa
remaja
Fungsi keluarga stabil
5 tahun sebelum sakit secara umum fungsi social baik
Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain
Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat
Onset awal pada usia lanjut
Prognosis buruk : 5,6
-
BAB III
KESIMPULAN
30
serta
dopamine
sehingga
memungkinkan
semakin
banyak
neurotransmitter yang berada pada celah sinap. Penggolongan secara garis besar
yaitu antidepresan trisiklik, antidepresan tetrasiklik, MAOI, SSRI serta
antidepresan atipikal. Efek samping obat antidepresi dapat berupa sedasi, efek
kolinergik, efek anti-adrenergik alfa dan efek neurotoksis.
Berdasarkan efek sampingnya, untuk pemilihan obat pada depresi ringan
dan sedang sebaiknya mengikuti urutan. Pilihan pertama adalah SSRI. Hal ini
dikarenakan efek samping nya yang minimal, spectrum antidepresi luas, lethal
dose yang tinggi (>6000 mg, dan gejala putus obat sangat minimal. Bila telah
diberikan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup ( 3 bulan ) dan
tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua yaitu golongan obat trisiklik, yang
spectrum antidepressi nya luas, tetapi efek samping lenih berat. Bila pilihan kedua
belum berhasil dapat beralih kepilihan ketiga dengan spectrum antidepressi yang
lebih kecil, seperti obat antidepresi golongan tetrasiklik, atipikal dan MAOI.
Selain itu, dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI sebaiknya
menunggu waktu 2-4 minggu istirahat untuk mencegah timbulnya serotonin
maligna siyndrome
DAFTAR PUSTAKA
31
Kaplan dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC
32