Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar masyarakat di dunia hampir dapat dipastikan telah mengenal
cabai. Cabai lazim disebut pepper atau hot pepper atau chili, dan sweet pepper
(paprika) dengan nama ilmiah Capsicum sp. Di beberapa daerah di Indonesia cabai
sering disebut Lombok atau cabe.Pendayagunaan cabai dalam kehidupan sehari-hari
umumnya untuk keperluan bumbu dapur ataupun rempah-rempah penambah cita
rasa makanan (masakan).
Beberapa tahun terakhir ini, cabai menempati urutan paling atas di antara
delapan belas jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia.Meskipun
harga pasar cabai sering naik-turun cukup tajam, minat petani pembudidayanya
tidak pernah surut.Daya tarik pengembangan budidaya cabai bagi petani terletak
pada nilai ekonomisnya yang tinggi.Permintaan produk cabai dari waktu ke waktu
cenderung meningkat terus sehingga dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor
nonmigas.
Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta di
Peru.Dalam perkembangan selanjutnya, cabai menyebar ke daerah tropis benua
Amerika bagian tengah dan selatan, bahkan sampai ke Meksiko.Petualang
berkebangsaan Spanyol yang berama Christophorus Columbus disebut-sebut
berjasa dalam menyebarluaskan tanaman cabai. Pada tahun 1492, ia membawa bijibiji cabai dari Amerika ke Spanyol. Selanjutnya, pelancong-pelancong Spanyol dan
Portugis menyelidiki tanaman cabai dan mendapatkan jenis-jenis baru, yang
kemudian mereka sebarluaskan ke berbagai Negara.
Belakangan ini harga cabai melambung tinggi, itu disebabkan karena cuaca
yang tidak menentu yang menyebabkan panen cabai menurun, selain itu juga
disebabkan oleh hama dan penyakit yang dapat menyerang dan menyebabkan
kerusakan, sehingga dapat menyebabkan menurunnya panen cabai. Hama dan
penyakit adalah organisme yang menginfeksi tanaman dan merusaknya sehingga

mengakibatkan penurunan hasil. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman


cabai rawit hampir sama dengan hama dan penyakit yang menyerang jenis tanaman
cabai yang lain, misalnya cabai merah, cabai paprika, dan sebagainya.
Salah satu hama yang banyak menyerang tanaman cabai adalah kutu putih
(Pseudococcus viburni).Serangan kutu putih (Pseudococcus viburni) menyebabkan
timbulnya bercak klorosis pada daun tanaman yang terserang dan daun mengecil.
Jika tingkat serangan tinggi daun akan menguning lalu tanaman akan mati.
Pengendalian hama kutu putih dapat dilakukan secara kultur teknis ataupun
kimiawi.
Infeksi kutu putih Pseudococcus viburni yang terjadi secara meluas dapat
menimbulkan kerugian yang besar.Oleh karena itu perlu adanya upaya
perlindungan, baik secara preventif maupun secara kuratif.
Pengendalian hama kutu putih (Pseudococcus viburni) secara preventif
adalah tindakan pencegahan pertumbuhan hama dan penyakit supaya tanaman tidak
terinfeksi penyakit tersebut. Sedangkan pengendalian hama secara kuratif adalah
mengobati tanaman yang telah terinfeksi hama dan penyakit. Pengendalian hama
secara kuratif dapat dilakukan dengan pemangkasan bagian tanaman yang
terinfeksi, penyemprotan menggunakan obat-obatan kimia atau pestisida. Akan
tetapi penggunaan pestisida dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan
kerusakan terhadap tanah pertanian.Hal ini menuntut perlu adanya pengurangan
dalam penggunaan pestisida (obat kimia).Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah
beralih ke pestisida alami.
Selama berabad-abad tanaman obat telah digunakan untuk pengobatan
penyakit.Pengakuan terhadap obat tradisional sebagai pengobatan alternatif dan
adanya resistensi mikroba terhadap antibiotika yang tersedia memicu pencarian
aktivitas antimikrobia dari tanaman obat tersebut.Salah satu tanaman obat yang
biasa dipakai adalah daun sirih.Tanaman sirih (Piper betle L.) tumbuh secara luas
pada daerah yang mempunyai kelembapan tinggi seperti di Asia Tenggara.Daunnya
menghasilkan bau dan aroma yang kuat dan banyak dipakai untuk menyegarkan
mulut.Daun sirih juga dikenal untuk menyembuhkan luka, stimulasi digesti dan
mempunyai aktivitas antimikroba (Ramji, 2002).

Karena tanaman sirih bisa digunakan sebagai pengobatan alternatif dan


adanya resistensi mikroba, maka dari itu saya ingin meneliti tentang pemanfaatan
daun sirih sebagai pestisida alami. Saya tertarik untuk meneliti seberapa besar
pengaruh ekstrak daun sirih terhadap hama kutu putih yang menyerang tanaman
cabai.
B. Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh ekstrak daun sirih terhadap mortalitas hama kutu putih pada
tanaman cabai rawit?
2. Berapa besarkah pengaruh ekstrak daun sirih terhadap mortalitas hama kutu
putih pada tanaman cabai rawit?
3. Pada konsentrasi berapakah memberikan pengaruh paling optimal terhadap
mortalitas hama kutu putih pada tanaman cabai rawit?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak daun sirih terhadap
mortalitashama kutu putih pada tanaman cabai rawit.
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh ekstrak

daun

sirih

terhadap

mortalitashama kutu putih pada tanaman cabai rawit.


3. Untuk mengetahui konsentrasi yang paling optimal terhadap mortalitashama
kutu putih pada tanaman cabai rawit.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah apabila hasil yang dicapai menunjukkan
bahwa adanya pengaruh ekstrak daun sirih terhadap kematian kutu putih pada
tanaman cabai rawit.
1. Secara Teoretis
Dapat menambah wawasan pengetahuan, tentang estrak daun sirih
terhadap kematian kutu putih pada tanaman cabai rawit.
2. Secara Praktis
a. Bagi petaniuntuk pengendalian hama kutu putih pada tanaman cabai rawit.
b. Bagi mahasiswa untuk melatih keterampilan dalam melakukan eksperimen
dan menemukan hal baru dan penting bagi kehidupan.

E. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian


1. Asumsi
Asumsi merupakan anggapan dasar yang tidak diuji kebenarannya. Adapun
beberapa asumsi yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Semua kandungan yang terdapat pada tanaman sirih (Piper Betle.L)
diasumsikan sama.
b. Jenis tanaman cabai rawit yang digunakan sebagai eksperimen dan kontrol
diasumsikan sama.
c. Jumlah kutu putih pada masing-masing tanaman cabai rawit diasumsikan
sama jumlahnya.
2. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas maka penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu :
a. Hasil penelitian ini berlaku selama asumsi-asumsi tersebut benar dan dapat
dipertahankan.
b. Karena keterbatasan kemampuan, biaya dan waktu, maka variabel lain yang
mungkin berpengaruh terhadap mortalitas kutu putih dan tanaman cabai rawit dan
tidak di teliti.

BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Tanaman Sirih
Sirih adalah salah satu dari sejumlah tanaman asli Indonesia yang memiliki
banyak khasiat untuk kesehatan.Tanaman yang tumbuh merambat pada batang
pohon disekelilingnya ini dapat tumbuh dengan subur di wilayah tropis terutama
pada tanah dengan kandungan bahan organik dan air yang banyak.Dataran tempat
tumbuh tanaman sirih yaitu daerah dengan ketinggian sekitar 300-1000m dari
permukaan laut.Ada banyak jenis sirih yang ada sekarang ini, seperti sirih hijau,
sirih merah, sirih belanda dan beberapa jenis sirih yang dijadikan sebagai tanaman
hias.
1. Klasifikasi Tanaman Sirih
Klasifikasi ilmiah tanaman sirih :
Kingdom

: Plantae.

Division

: Magnoliophyta.

Class

: Magnoliopsida.

Ordo

: Piperales.

Family

: Piperaceae.

Genus

: Piper.

Species

: Piper Betle Linnaeus

2. Morfologi Tanaman Sirih


a. Batang
Umumnya berwarna coklat kehijauan, batang berbentuk bulat, memiliki
ruas, bagian ini merupakan bakal tumbuhnya akar.
b. Daun
Daun sirih berbentuk jantung, tunggal, bagian ujung daun runcing,
tumbuh berselang seling, setiap daun memiliki tangkai, bila daun diremas
akan mengeluarkan aroma khas, panjang sekitar 5-8 cm dengan lebar sekitar
2-5 cm.
c. Bunga
Bunga sirih majemuk berbentuk bulir, memiliki daun pelindung kurang
lebih 1 mm dengan bentuk bulat panjang. Bulir betina memiliki panjang
antara 1,5-6 cm. Pada bagian bulir betina ini terdapat kepala putik berjumlah

antara 3 - 5 buah dengan warna putih dan hijau kekuningan. Bulir jantan
memiliki panjang 1,5-3 cm.Pada bulir jantan terdapat dua benang sari yang
pendek.
d.Buah
Buah sirih termasuk kedalam buah buni ( memiliki dinding dengan dua
lapisan), bentuk buah bulat dengan warna hijau keabu-abuan.
e. Akar
Akar sirih termasuk akar tunggang dengan bentuk bulat serta warna
coklat kekuningan.
3. Kandungan Daun sirih
Tanaman sirih, terutama pada bagian daunnya, mengandung sejumlah
zat yang dapat memberikan beberapa manfaat bagi manusia.Daun sirih memiliki
rasa dan aroma khas, yaitu rasa pedas dan bau yang tajam.Rasa dan aroma ini
disebabkan dari kavikol dan bethelphenol dalam minyak atsiri yg terkandung di
dalam daun sirih.Selain itu juga, rasa dan aroma ini juga dipengaruhi oleh jenis
sirih itu sendiri, umur tanaman, jumlah intensitas sinar matahari yang sampai
kebagian daun, serta kondisi dari daun.
Komposisi kimia daun sirih menurut Agustin (2005) dalam Sheikha
Raditya 2012, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Sirih Segar per 100 gram
Kandungan
Air

Jumlah
85,4 mg

Protein

3,1 mg

Karbohidrat

6,1 mg

Serat

2,3 mg

Yodium

3,4 mg

Mineral

2,3 mg

Kalsium

230 mg

Fosfor

40 mg

Besi Ion

3,5 mg

Karoten (Vitamin A)

9600 iu

Kalium Nitrat

0,260,42 mg

Tiamin

70 mg

Ribovlafin

30 mg

Asam Nikotinal

0,7 mg

Vitamin C
Sumber: (Agustin, 2005).

5 mg

Secara umum, daun sirih mengandung minyak atsiri yang berisikan


senyawa kimia seperti fenol serta senyawa turunannya antara lain kavikol,
kavibetol, eugenol, karvacol, dan allipyrocatechol.Kandungan daun sirih
lainnya yaitu karoren, asam nikotinat, riboflavin, tiamin, vitamin C, gula,
tannin, patin dan asam amino.
Tabel 2. Komponen Aktif Daun Sirih Per 100 gram Daun Segar
Kandungan
Alilkatekol

Presentase
2,74,6%

Kadinen

6,79,1%

Karvakol

2,24,8%

Kariofilen

6,211,9%

Kavibetol

0,01,2%

Kavikol

5,18,2%

Sineol

3,66,2%

Eugenol

26,8 42,5%

Eugenol Metil eter


26,815,58%
Sumber: Agustin (2005) dalam Raditya 2012
B. Kutu Putih
Kutu putih merupakan hama polifag yang ditemukan pada banyak tanaman
seperti : nenas, kopi, pisang, talas, tebu, bunga tasbih, jeruk, tomat, tebu, padi,
palem, kopi, kakao, kedelai, kacang tanah, kapas , cabai rawit dan pandan. Hama ini
memiliki tanaman inang lebih dari 100 genus dari 62 famili tanaman (CABI, 2008;
Kalshoven, 1981). Tempat hidup hama ini terutama ditemukan pada bagian akar,
daun, tunas, mahkota dan buah.
1. Klasifikasi Kutu Putih
Filum
: Arthropoda

Klas

: Insecta

Ordo

: Hemiptera

Super Famili : Coccoidea


Famili

: Pseudococcidae

Genus

: Pseudococcus

Species

: Pseudococcus viburni

Hama ini pernah menimbulkan masalah serius di beberapa negara di


Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina dan Thailand (Williams & Watson
1998).Hama ini juga terdapat Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah
(Kalshoven 1981).Penyebaran kutu putih sangat mudah melalui bibit hasil
perbanyakan tanaman secara vegetatif.
2. Bioekologi Kutu Putih
Kutu ini memiliki tipe alat mulut stilet dan disebut kutu putih karena
hampir seluruh tubuhnya dilapisi oleh lilin yang berwarna putih yang
dikeluarkan oleh porus pada kutikula melalui proses sekresi. Lilin ini
merupakan ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago
betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit.

3. Morfologi Kutu Putih


Menurut Williams (2004) imago betina kutu putih memiliki morfologi
tubuh yang khas. Bagian-bagian tubuh yang dapat dijadikan pembeda untuk
setiap spesies, seperti :
a. Tubuh
Kutu putih memilki bentuk tubuh memanjang, oval atau bulat. Ukuran
panjang kutu putih ini sekitar 0,5-8,0 mm.
b. Antena

Sebagian besar antena terdiri dari 6-9 segmen, tetapi terkadang tereduksi
menjadi 2, 4, atau 5 segmen.
c. Tungkai
Tungkai berkembang normal.Genus planococcus tidak memiliki dentikel
pada kuku tarsus, dan memilki porus translulen di permukaan koksa, femur atau
tibia pada tungkai belakang dan jarang pada trokanter.
d. Ostiol
Famili ini memiliki jumlah ostiol 2 pasang, sepasang pada protoraks dan
sepasang lagi pada segmen VI.Terkadang tidak ada, atau ada tetapi hanya
sepasang pada bagian posterior.Organ ini berfungsi sebagai alat pertahanan.
e. Cincin Anal
Terletak pada ujung abdomen bagian ventral, berfungsi mengeluarkan
embun madu.
f. Porus
Umumnya famili ini memiliki 4 jenis porus yaitu :
1) Porus Trilokular. Terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal, bentuk
segitiga, dan bentuknya sama pada setiap spesies yang sama, berfungsi
menghasilkan lilin.
2) Lempeng Porus Multilokular. Ditemukan disekitar vulva atau kadang
terdapat pada tubuh bagian dorsal, berfungsi membuat kantung telur atau
melindungi telur. Spesies yang memiliki porus ini biasanya bersifat
vivipar.
3) Porus Quinquelokular. Berbentuk segi lima hanya dimiliki oleh genus
Planococcus dan Rastrococcus.
4) Porus Diskoidal. Berupa lingkaran sederhana dan menyebar diseluruh
permukaan tubuh, sebesar porus trilokular dan berbentuk cembung pada
segmen posterior, dorsal, dan mata.
C. Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L) tergolong dalam family
terung-terungan (Solanaceae). Tanaman ini termasuk golongan tanaman semusim
atau tanaman berumur pendek yang tumbuh sebagai perdu atau semak, dengan
tinggi tanaman dapat mencapai 1,5m.
1. Klasifikasi Tanaman Cabai Rawit
Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan,
diklasifikasikan sebagai berikut :

tanaman

cabai

rawit

10

Divisi
Subdivisi
Kelas
Ordo (bangsa )
Famili (suku)
Genus (marga)
Spesies (jenis)

: Spermatophyta ( tumbuhan berbiji)


: Angiospermae ( biji berada di dalam buah)
: Dicotyledoneae( biji berkeping dua atau biji belah)
: Corolliforea
: Solanaceae
: Capsicum
: Capsicum frutescens L

2. Morfologi Tanaman Cabai Rawit


Secara morfologi, bagian-bagian atau organ-organ dari tanaman cabai
rawit dapat dediskripsikan sebagai berikut :
a. Batang
Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur yang keras dan berkayu,
berwarna hijau gelap, berbentuk bulat, halus dan bercabang banyak.Batang
utama tumbuh tegak dan kuat.Percabangan terbentuk setelah batang tanaman
mencapai ketinggian berkisar antara 30-45 cm. Cabang tanaman beruas, setiap
ruas ditumbuhi daun dan tunas (cabang).
b. Daun
Daun cabai rawit terbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi
daun rata (tidak bergigi/berlekuk).Ukuran daun lebih kecil dibandingkan dengan
daun tanaman cabai besar.Daun merupakan daun tunggal dengan kedudukan
agak mendatar, memiliki tulang daun menyirip, dan tangkai tunggal yang
melekat.
c. Bunga
Bunga tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal yang terbentuk
bintang.Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun, dengan mahkota bunga
berwarna putih.Penyerbukan bunga termasuk penyerbukan sendiri, namun dapat
juga terjadi secara silang dengan keberhasilan sekitar 56%.
d. Buah
Buah cabai rawit akan terbentuk setelah terjadi penyerbukan. Buah
memiliki keanekaragaman dalam hal ukuran, bentuk, warna, dan rasa
buah.Buah cabai rawit dapat berbentuk bulat pendek dengan ujung runcing atau
berbentuk kerucut.Ukuran buah bervariasi menurut jenisnya. Cabai rawit yang
kecil-kecil memiliki ukuran panjang antara 2-2,5cm dan lebar 5 mm, sedangkan
cabai rawit yang agak besar memiliki ukuran panjang mencapai 3,5 cm dan
lebar mencapai 12 mm.

11

Warna buah cabai rawit bervariasi buah muda berwarna hijau atau putih,
sedangkan buah yang telah masak berwarna merah menyala atau merah jingga
(merah agak kuning).Pada waktu masih muda, rasa buah cabai rawit kurang
pedas, tetapi setelah masak menjadi pedas.
e. Biji
Biji cabai rawit berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat
pipih, tersusun berkelompok (bergerombol), dan saling melekat pada
empulur.Ukuran biji cabai rawit lebih kecil (berukuran sangat kecil)
dibandingkan dengan biji cabai besar.Biji-biji ini dapat digunakan dalam
perbanyakan tanaman (perkembangbiakan).
f. Akar
Perakaran tanaman cabai rawit terdiri atas akar tunggang yang tumbuh
lurus ke pusat bumi dan akar serabut yang tumbuh menyebar ke
samping.Perakaran tanaman tidak dalam, sehingga tanaman hanya dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, porus (mudah
menyerap air) dan subur.
3. Jenis Cabai Rawit
Cabai rawit sering juga disebut Hot Chili, cabe kecil atau lombok
jempling. Seperti halnya cabai besar, cabai rawit juga ada beberapa macam
tetapi umumnya dikelompokkan menjadi tiga jenis :
a. Cabai Kecil/Mini/Jemprit
Sesuai dengan namanya bentuk buah cabai rawit ini kecil dan pendek,
panjangnya hanya 1-2 cm saja. Buah muda biasanya berwarna hijau dan
berubah menjadi merah tua kecoklatan bila masak. Walaupun kecil tapi cabai
rawit ini mempunyai rasa paling pedas di antara semua cabairawit.
b. Cabai Rawit Putih
Cabai rawit yang bentuk buahnya langsing dan mempunyai ukuran ratarata 4-6 cm. Buahnya berwarna kuning keputih-putihan bila masih muda dan
berubah menjadi merah kekuningan setelah masak. Menurut beberapa
pedagang, cabai rawit jenis ini paling enak bila digunakan sebagai sambal

12

bakso. Bahkan pabrik saus lebih suka menggunakan cabai rawit putih ini,
karena warna sausnya tidak kotor.
c. Cabai Rawit Hijau
Buah cabai rawit hijau ini besar dan gemuk, dengan panjang sekitar 3 4
cm. Sesuai dengan namanya, waktu muda buahnya berwarna hijau tua dan
berubah menjadi merah tua setelah masak Rasa dari cabai rawit hijau ini lebih
pedas dari cabai rawit putih , tetapi masih kalah dengan cabai rawit kecil.

D. Kerangka Berpikir
Tanaman cabai rawit

Diserang hama kutu putih

Berpenyakit (daun keriting,


Penyemprotan
pertumbuhan
ekstrak
terhambat
daun sirih dengan berbagai konsentrasi

Rumusan
HamaE.kutu
putih Hipotesis
dapat diatasi
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan
kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagi berikut, yaitu ada
pengaruh yang signifikandari pemanfaatan ekstrak daun sirih untuk membasmi kutu
putih pada tanaman cabai rawit.

13

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Mengacu pada sifat masalah, tujuan penelitian dan variabel penelitian, maka
penelitian ini dapat dikelompokkan dalam penelitian eksperimen, yakni penelitian
yang bertujuan menyelidiki kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan
memberikan suatu perlakuan terhadap kelompok eksperimen.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Pada
penelitian ini yang akan digunakan sebagai populasi adalah semua daun dari
tanaman sirih hijau.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2012), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian ini, terdapat 4
kelompok eksperimen dan 1 kelompok kontrol, Masing-masing polybag
(kontainer eksperimen) berisi satu buah tanaman cabai rawit. Jumlah seluruh
sampel yang dibutuhkan sebanyak 200 tanaman cabai rawit. Dengan masingmasing kelompok diberi perlakuan yang berbeda.
Proses pengambilan sampel dilakukan (random) dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi untuk
menjadi anggota sampel. Dalam penelitian ini untuk memperoleh pengulangan
digunakan rumus:

T(n 1) 15

14

Sumber : (Soedyanto dalam Yunita Kusumadewi, 2011)

Keterangan:
T = Banyaknya perlakuan
n = Banyaknya ulangan
15 = Angka Setandar dari Balai Besar Pertanian Bogor
T(n 1) 15
5(n 1) 15
5n 5 15
5n 15 + 5
5n 20
n 20/5
n4
Jadi ulangan pada penelitian ini adalah sebanyak 4 kali.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini terdapat 2
variabel yaitu :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas atau variabel independen adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable
dependen (Sugiyono, 2012).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak
daun sirih hijau.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat atau variable independen adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012),
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hama kutu putih pada tanaman cabai
rawit.

15

D. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data mortalitas kutu
putih setelah mendapatkan perlakuan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi yang
berbeda. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengamati langsung, dan
mencatat waktu kematian kutu putih.Ditinjau dari sumbernya jenis data berupa data
primer karena data diambil secara langsung pada saat penelitian. Ditinjau dari
sifatnya data yang diambil berupa data kuantitatif karena data diperoleh dalam
bentuk angka-angka yang akan diuji melalui rumus statistik.
E. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data seperti tersebut diatas dalam penelitian ini
dilakukan eksperimen atau percobaan dengan langkah kerja sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan
Sebelum eksperimen dilakukan terlebih dahulu perlu dipersiapkan alat-alat
dan bahan sebagai berikut:
-

Alat -alat yang digunakan adalahulekan (mortal), baskom, gelas ukur, tabung
elemeyer, alat aduk ,kain kasa, pisau.
Bahan-bahan yang digunakan adalahdaun sirih dan aquades.
2) Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Kaca Biologi FPMIPA IKIP PGRI
Bali dari tanggal 1sampai 31 Desember 2013, dengan prosedur kerja sebagai

berikut :
a. Pembuatan Ekstrak Daun Sirih
Ekstrak yang dibuat dalam penelitian ini adalah ekstrak kasar. Untuk
membuat ekstrak kasar tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Daun sirih didapat dari pasar tradisional Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali.
2. Daun sirih dicuci terlebih dahulu dengan air yang mengalir (air keran).
3. Daun sirih tersebut dipotong-potong menjadi bentuk yang lebih kecil.
4. Potongan daun sirih tadi diulek hingga mendapatkan bentuk yang lebih halus.
5. Hasil ulekan daun sirih yang tadi diperas menggunakan kain kasa lalu disaring
kembali dengan kertas saring. Cairan hasil saringan tersebut merupakan ekstrak
kasar daun sirih yang dianggap konsentrasinya 100%.

16

b. Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih


Untuk membuat ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%,
dan 20% sebagai berikut:
1. Konsentrasi 5% dengan memasukkan 5 ml ekstrak daun sirih dalam 95 ml
air dikalikan 100 %, Untuk mendapatkan volume 100 ml.
2. Konsentrasi 10% dengan memasukkan 10 ml ekstrak daun sirih dalam 90
ml air dikalikan 100 %, Untuk mendapatkan volume 100 ml.
3. Konsentrasi 15% dengan memasukkan 15 ml ekstrak daun sirih dalam 85
ml air dikalikan 100 %, Untuk mendapatkan volume 100 ml.
4. Konsentrasi 20%dengan memasukkan 20 ml ekstrak daun sirih dalam 80
ml air dikalikan 100 %, Untuk mendapatkan volume 100 ml.
5. Untuk perlakuan kontrol, cabai rawit yang terjangkit hama kutu putih tetapi
tidak mendapat semprotan ekstrak daun sirih
c. Pembuatan Kelompok Perlakuan
Setelah pembuatan ekstrak dilanjutkan dengan menyiapkan polybag
yang sudah berisi tanaman cabai rawit dan dijangkiti hama kutu putih sebagai
objek kelompok perlakuan, yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan ekstrak
dan 1 kelompok kontrol, dimana kelompok kontrol berisi tanaman cabai rawit
yang telah terjangkit hama kutu putih, yang masing-masing diulang sebanyak 4
kali sehingga jumlah perlakuan sebanyak 16.
d. Pengamatan
Pengamatan dilakukansetiap jam 5 sore selama seminggu untuk 1 kali
pengulangan, pengamatan dimulai sejak pemberian ekstrak daun sirih terhadap
mortalitas kutu putih pada tanaman cabai rawit.Hasil pengamatan ditulis pada
tabel yang telah disediakan.
Data Hasil Pengamatan Pengulangan ke-n
No

konsentras
i

Pengulanagn ke-n
2
3

17

Ekstrak
Kontrol
5%
10 %
15 %
20 %

1
2
3
4
5

F. Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, diperoleh data dari hasil pengamatan. Data berupa skor
hasil pengamatan jumlah dan lama waktu mortalitas hama kutu putih, selanjutnya
akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis uji Kruskal-Wallis.
Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk menguji hipotesis yaitu :
Ho : pengaruh perlakuan semuanya sama.
H1 : minimal ada satu pengaruh perlakuan yang tidak sama atau berbeda.
Adapun rumus uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut:

12 K R 2 k
H
3(n 1)
n n 1 k 1 nk
Sumber : Djarwanto dalam Suweda (2011)
Keterangan :
Rk

: jumlah jenjang dari perlakuan

k : banyaknya sampel saling bebas


nk : ukuran sampel ke k (dengan k = 4)
n

: jumlah pengamatan seluruh sampel

: uji Kruskal-Wallis

Untuk menguji hipotesis yang diajukan dipergunakan Uji Kruskal-Wallis, dalam taraf
signifikansi 5%. Ho diterima apabila : H X 2 ; K-1, Ho ditolak apabila : H > X 2 ;
K-1. Jika H yang diperoleh lebih besar dari tabel X 2 ; K-1 maka hipotesis nol (Ho)

18

ditolak. Jika H yang diperoleh lebih kecil atau sama dengan tabel X 2 ; K-1 maka
hipotesis nol (Ho) diterima.

Anda mungkin juga menyukai