1. Pengobatan Medis
Pengobatan tuberkulosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit
dengan penderita yang tidak hamil. Obat primer antituberkulosis berupa
isoniazid, rifampisin, etambutol dan streptomisin. Sedangkan obat
sekunder yang sering digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi
terhadap obat, yaitu p-aminosalisylic acid, pirazinamid, sikloserin,
ethionamid, kanamisin, viomisisn, dan capreomisin. Pengobatan selama
setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin
positif dengan gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala
aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan mulai diberikan pada post
partum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik
dari isoniazid pada wanita post partum, beberapa merekomendasikan
menunda pengobatan ini 3 - 6 bulan post partum.6,11,12
Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan
keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda
pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimptomatis. Karena
banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal maka the Center of
Disease Control sekarang merekomendasikan cara pengobatan dengan
menggunakan kombinasi 4 obat untuk penderita yang hamil dengan gejala
tuberkuosis. Beberapa antituberkulosis utama tidak tampak pengaruh
buruk terhadap janin. Kecuali streptomisin, yang dapat menyebabkan
ketulian kongenital maka sama sekali tidak boleh dipakai selama
kehamilan. Menurut Sniders dkk melaporkan bahwa INH, etambutol,
rifampisin aman untuk kehamilan jika diberikan dalam dosis yang tepat
dan efek teratogenik terhadap janin manusia tidak dapat dibuktikan.6,12
The Center for Disease Control (1993) merekomendasikan pengobatan
oral untuk wanita hamil sebagai berikut:3
-
Isoniazid 5 mg/kgBB dan tidak lebih 300 mg per hari bersama dengan
piridoksin 50 mg per hari.
Etambutol 5-25 mg/kgBB, dan tidak lebih dari 2,5 gram per hari
(biasanyya 25 mg/kgBB selama 6 minggu kemudian diturunkan 15
mg/kgBB)
Lama pemberian obat saat ini 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk
pengobatan tuberkulosis paru maupun tuberkulosis luar paru pada orang dewasa atau
pada anak-anak. Keadaan ini disebabkan karena:3
-
2. Evaluasi Pengobatan
a. KLINIS. Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2
minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama satu bulan sampai
akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari
keluhan-keluhan penderita seperti batuk berkurang, batuk darah
hilang, nafsu makan bertambah.
b. BAKTERIOLOGIS. Biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan,
sputum BTA mulai menjadi negatif.pemeriksaan kontrol sputum
BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA
tetap diperiksa sampai 3 kali berturut-turut bebas kuman. Sewaktuwaktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum
BTA positif dan tanpa keluhan yang relevant pada kasus-kasus
yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA 3 kali
yang baru lahir harus divaksinasi pada hari pertama kelahiran dengan dosis 0,1 ml
intrakutan pada regio deltoid. Setelah 6 bulan, papul merah tadi dapat mengecil,
berlekuk dengan jaringan parut seumur hidup.