perkembangbiakan
menyebabkan
pengawetan
berbagai
keasaman
dan
macam
mikroorganisme
pembusukan
tumpukan
yang
yang
menimbulkan bau busuk. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke
dalam tumpukan kompos, dengan membolak-balik.
bahan
organik
yang
dikumpulkan
menjadi
satu
untuk
Lama pengomposan
Menurut Outerbridge (1991), kecepatan kemajuan pengomposan ke arah
produk akhir yang matang tergantung pada beberapa faktor proses, seperti
pasokan unsur hara (rasio C/N bahan), ukuran partikel, kelembaban, aerasi, pH,
suhu, dan aditif (penambahan aktivator biologi/inokulan). Kompos matang dapat
selesai dalam waktu 8 sampai 16 minggu.
Mikroorganisme
Menurut Outerbridge (1991), pengomposan timbul dari kegiatan
mikroorganisme, sehingga diharapkan bahwa proses pengomposan akan lebih
baik dengan penambahan inokulan dari kultur mikroorganisme. Mikroorganisme
berkembangbiak dengan sangat cepat, dan dalam beberapa hari jumlah mereka
dapat mencapai titik maksimum yang dimungkinkan oleh kondisi lingkungan
dalam tumpukan kompos. Mikroorganisme yang umum terdapat pada kompos
dapat dilihat pada Tabel 2. Mikroorganisme yang berperan dalam proses
pengomposan, seperti bakteri mendominasi semua tahap proses; jamur sering
muncul setelah satu minggu; dan aktinomisetes membantu selama masa akhir
(pemasakan).
Microorganism
(EM)
adalah
kultur
campuran
dari
Kapur
dapat
ditambahkan
untuk
meningkatkan
metabolisme
cara
kerja
mikroorganisme
dalam
mendekomposisi
substrat
(Outerbridge, 1991).
Ciri-ciri Kompos Matang
Kompos yang sudah masak memiliki warna coklat kehitaman, tekstur
remah, dan kadar air 50% (Derikx et al., 1990; Rosmarkam & Yuwono, 2002;
McKinley & Vestal, 1985). Standar rasio C/N kompos yaitu antara 10 sampai 20
(SNI, 2004). Menurut Sylvia et al. (2005), kompos matang yang berasal dari
ekskreta ayam memiliki kandungan nitrogen 4,5 %; fosfor 0,8 %; kalium 0,7 %;
kalsium 1,8 %; magnesium 0,4 %, dan rasio C/N 7.
Kualitas Kimia Kompos
Menurut SNI (2004) standar kualitas kompos yang baik untuk kadar air
maksimal sebesar 50%, bahan organik minimal 27%, C organik minimal 9,8%, N
total minimal 0,04%, K total minimal 0,2% dan rasio C/N minimal sebesar 10 dan
maksimal 20. Haga (1998) cit Triatmojo (2002) menyatakan bahwa diharapkan
kompos memiliki kandungan N lebih dari 1,2%, P 2O5 lebih dari 0,5% dan K2O
lebih dari 0,3%. Menurut Sarwono dan Arianto (2006), kompos yang baik
mengandung 0,79% N; 1,28% P2O5; 0,88% K2O; 1,74% CaO; 0,45% MgO; dan
22,53% C-organik
Organik Olahan
Bahan-bahan yang berasal dari sisa makanan seperti nasi, bekas sayuran, sisa
roti, sisa masakan, dan semacamnya.
Asal
Bahan
1. Pertanian
Limbah
dan Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung,
residu
tanaman
kelapa
Limbah & residu Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan
ternak
Tanaman air
biogas
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat
sawit,
limbah
pengalengan
makanan
dan
pemotongan hewan
Limbah cair
secara
biologis,
khususnya
mikroba-mikroba
yang
B. Metode komposter
Metode komposter dengan penambahan bakteri (aktivator) Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan.60%- 70% sampah yang
dihasilkan adalah sampah organik/sampah basah (sampah rumah tangga,
sampah dapur, sampah kebun, sampah restoran/sisa makanan, sampah pasar
dll). Pengomposan dengan teknologi komposter adalah proses penguraian
sampah organik secara aerob dengan mengunakan Sy-Dec mikroba pengurai
dan Organik Agent (bahan mineral organik).
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan
mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH
kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas (50-70)oC. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba
yang
aktif
pada
suhu
tinggi.Pada
saat
ini
terjadi
organisme
yang
dapat
mempercepat
proses
adalah
mikroba,
baik
bakteri,
actinomicetes,
maupun
kapang/cendawan. Saat ini di pasaran banyak sekali beredar aktivatoraktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
EM4, Stardec, Starbio, dll.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah activator yang
banyak dimanfaatkan untuk membuat kompos. Aktivator pengomposan ini
menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi
dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma
pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp
dan FPP (fungi pelapuk putih).
Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik).Aktivator ini
tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara
berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu
dan kelembaban agar proses
pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat
dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposkan
hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Teknologi Pengomposan
Metode atau teknologi pengomposan dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :
1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low Technology)
2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid Technology)
3. Pengomposan dengan teknologi tinggi (High Technology)
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai teknik-teknik teknologi dalam
pembuatan kompos:
1.
10
Pengecekan Kompos
Pengecekan kondisi kompos perlu dilakukan untuk mengetahui
keefisienan dan keberhasilan pembuatan kompos ini. Pengecekan
kompos ini dilakukan setiap seminggu sekali.
a pH
Pengecekan pH dilakukan untuk mengetahui kondisi kompos karena
mikroba pada pengomposan bekerja pada pH 5,5 8. pH kompos
diukur dengan cara:
1 Terpal dibuka sedikit lalu diambil sejumlah contoh dari 3 titik
2
3
4
5
100 mL aquadest
Erlenmeyer tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil
Contoh di-shaker selama 5 menit pada kecepatan 120 rpm
11
7
8
9
Temperatur
Pengomposan terjadi pada temperatur mesophilic (10 C
40 C) dan thermophilic (diatas 42 C) biasanya dilakukan pada
temperature 43 C 65 C sebagai temperatur yang optimal
dalam proses pengomposan. Temperatur thermophilic lebih
disukai dalam pengomposan karena membunuh lebih banyak
patogen, kecambah dan larva lalat. Dalam beberapa proses
pengomposan, temperatur dapat saja melebihi 70 C, karena
dampak dari dinding yang tidak dapat menghantar panas
(insulation) ketika sedang berjalannya kegiatan mikrobiologi.
Pada
temperatur ini
dan proses
kompos
Didiamkan
3
4
beberapa
saat
sampai
stabil(tidak
ada
Ketinggian
Kompos dinyatakan berhasil/efisien jika terjadi penurunan
ketinggian. untuk mengetahui penurunan ketinggian kompos
dilakukan dengan mengukur dengan meteran dari bagian dalam
peralon besar.
12
Pembahasan
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan
organik seperti tanaman , hewan ,atau limbah organik lainnya. Pembuatan
kompos dilakukan pada suatu tempat yang terlindung dari panas dan hujan.
Untuk mempercepat perombakan dan pematangan serta menambah unsur
hara, maka ditambahkan campuran kapur dan kotoran ternak. Bahan yang
digunakan sebagai sumber kompos berupa limbah seperti sampah coklat sisa-
13
sisa tanaman yang telah berguguran dan mengering dan sampah hijau sisa
tanaman dan sampah pasar. Pupuk kompos berfungsi untuk memperbaiki
kesuburan tanah dan sekaligus meningkatkan produktivitas lahan dan
tanaman.
Pada saat praktikum, digunakan bahan baku pembuatan kompos berupa
sampah hijau dan sampah coklat dengan komposisi sampah hijau 1 kg dan
sampah
sampah coklat diatas terpal untuk dihomogenkan dengan bantuan alat seperti
sapu lidi atau tongkat. Setelah itu, dilakukan penambahan serbuk gergaji
dengan cara ditaburkan secara merata pada tumpukan sampah yang telah
dihomogenkan diatas terpal tersebut dan ditambahkan bakteri ecogate untuk
membantu
sampai sampai lembab. Kemudian terpal ditutup rapi dengan diberi lubang
pada bagian tiga sudut terpal ,dan pralon ditempatkan di tiga lubang tersebut
agar air hasil dekomposisi senyawa organik dapat mengalir keluar dari terpal.
Sampah dipotong kecil-kecil bertujuan untuk memperkecil ukuran sampah
tersebut yang dapat mempercepat proses pembusukan baik secara alami
maupun dengan mikroba. Kemudian dilakukan homogenisasi antara sampah
hijau dengan coklat bertujuan agar proses pembusukannya merata, tidak hanya
sampah hijau atau coklat saja. Dalam homogenisasi dapat digunakan bantuan
alat apapun asalkan dapat membantu dalam homogenisasi sampah.
Penambahan serbuk gergaji dan mikroba memiliki peranan yang penting yaitu
untuk menurunkan pH dan mempercepat proses penguraian atau dekomposisi
dedaunan agar menjadi busuk, tentunya untuk menjaga kehidupan mikroba
maka perlu disesuaikan kondisinya yaitu suasana lembab dengan cara
menambahkan air pada bahan sampah.
Berdasarkan data hasil pengamatan pada minggu pertama tanggal 1
April 2013, kompos mengalami proses dekomposisi awal(proses permulaan)
ditandai dengan penurunan tinggi kompos dari tinggi awal kompos 36 cm
menjadi 28 cm. Namun pH dan temperatur masih sesuai dengan bahan dan
14
lingkungan yang ada yaitu pH 8,02 dan suhu kompos 31 oC sehingga untuk
menurunkan pH ditambahkan serbuk gergaji.
Pada minggu kedua, tanggal 8 April 2013 terjadi penurunan pH dari
8,02 menjadi 7,83, mengindikasikan bahwa suasana kompos dalam terpal
tersebu menjadi sedikit asam dan temperatur turun dari 31oC menjadi 28,5oC
hal ini menunjukkan sejalan dengan adanya aktivitas mikroba (khususnya
bakteri yang indigenous/ asli) didalam bahan , seharusnya temperatur
mengalami kenaikan untuk menghasilkan asam organik, tetapi kenyataannya
temperatur menjadi turun.
Pada minggu ketiga, terjadi sedikit kenaikan temperatur dari 28,5oC
menjadi 28,7oC , aktifitas bakteri mesofilik akan terhenti , kemudian diganti
oleh kelompok termofilik. Bersamaan dengan pergantian ini maka amoniak
dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai pH akan berubah menjadi
basa. Jika temperatur turun kembali hingga akhirnya berkisar seperti
temperatur asal . Maka fasa ini disebut fasa pendinginan dan akhirnya hasil
kompos siap untuk digunakan.
Pada saat dilakukan
yang
tidak
dapat
dikendalikan.
Beberapa
faktor
yang
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Djadjaningrat,
Surna
dan
Harry
Harsono
17