Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PBL I BLOK CARDIOVASCULAR

“Nyeri Kepala”

Tutor:

dr. Dayat

Disusun Oleh:

KELOMPOK IX

1. Tini Rohmantini G1A008027


2. Fuad Azizi G1A008065
3. Putu Juni Wulandari GIA008079
4. Brilliant Van F S R GIA008086
5. Ad’ha Yulina N.S G1A008087
6. Annisa Fildza H GIA008090
7. Izni Ayuni GIA008100
8. Margareta G R I S GIA008113
9. Ade Siti Rahmawati GIA008120
10. Laras Puspa Nirmala GIA008122

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FKIK JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2010
BAB I
PENDAHULUAN

Pertemuan PBL pertama pada Blok Cardiovascular ini, kelompok kami


yaitu kelompok 9 dihadapkan dengan kasus Ny. Sumi yakni tentang masalah
gangguan pada sistem sirkulasi dengan keluhan utama nyeri kepala. Kasus
penyakit kardiovaskuler ini sangatlah menarik bagi kelompok kami. Berbagai
penyakit kardiovaskuler memiliki gejala-gejala yang sama hanya beberapa hal
yang membedakannya. Maka dari itu di butuhkan ketelitian dalam menentukan
diagnosis kasus ini.
Kegiatan PBL ini sangatlah bermanfaat, di dalam kelompok kami dapat
berdiskusi dan bertukar pendapat. Mencari informasi yang benar dalam kasus ini,
dan pada akhirnya dapat menentukan diagnosis yang terjadi pada Ny. Sumi serta
diagnosis bandingnya. Menjelaskan gejala-gejalanya, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan laboratiumnya. Setelah mengetahui diagnosis penyakit Ny. Sumi,
kelompok kami pun dapat menentukan penatalaksanaan pada kasus ini.
Kegiatan diskusi PBL ini, yang mengacu pada analisis permasalahan,
sangat bermanfaat bagi mahasiwa. Mahasiswa diharapkan tidak terpaku pada
materi kuliah saja, tetapi dapat mencari informasi-informasi dan ilmu-ilmu lain
dari berbagai sumber.
Selain itu kita dapat pula melatih diri untuk berpikir secara kritis dalam
mengahadapai suatu masalah atau dalam memandang suatu masalah. Dalam
berpikir kritis juga harus disertai dengan sikap toleransi dalam hal menyampaikan
pendapat, sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar dan tertib dan sesuai
dengan harapan kita semua.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Informasi I
Ny. Sumi (50 tahun) datang ke klinik Penyakit Dalam RSMS karena nyeri
kepala. Nyeri kepala hilang- timbul dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Ny Sumi
juga mengeluhkan leher terasa tidak nyaman, kencang dan badan cepat lelah.
Keluhan berkurang jika penderita minum obat sakit kepala.
Penderita seorang pedagang makanan, baru memeriksakan diri sekarang karena
sibuk berjualan. Penderita menyangkal pernah menderita hipertensi, namun
mengatakan bahwa ayahnya adalah penderita takanan darah tinggi.

Informasi II
Pemeriksaan fisik:
KU : Kesadaran komposmentis, tampak sakit ringan
VS: : T 160/100 mmHg, N 88x/ mnt, RR 20x/ mnt, t 36,8 0C
Kepala dan leher dalam batas normal
Dada : Jantung ictus cordis tidak tampak, konfigurasi jantung bergeser ke
caudolateral
S1-S2 murni, gallop (-), bising (-)
Paru: dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

Informasi III
X-foto thorax : gambaran jantung seperti sepatu
EKG : Left axis deviation, SD V1 + RV5/V6 > 35 mm
Kesan LVH
A. Klarifikasi Istilah
1. Nyeri
a. Nyeri atau sakit sekitar kepala termasuk nyeri dibelakang mata dan
perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
b. Rasa sensorik tidak nyaman dan pengalaman emosional yang
berkaitan dengan kerusakan atau berpotensi untuk kerusakan jaringan
2. Hipertensi
a. Tekanan darah arterial yang tetap tinggi; dapat tidak memiliki
sebab yang diketahui (essential, idiopathic, atau primary h) atau berkaitan
dengan penyakit lain (secondary h)
b. Tekanan arteri darah rerata diatas normal yang menetap diatas
140/90.

B. Batasan Masalah
Identitas Pasien
Nama : Ny. Sumi
Umur : 50 tahun
Keluhan utama : Nyeri kepala
RPS
Onset : 1 bulan yang lalu
Kuantitas : Nyeri kepala hilang timbul
Kualitas : Mengganggtu aktivitas
Faktor Memperingan : Minum obat sakit kepala
Gejala penyerta : Leher tersa tidak nyaman, kencang dan badan
cepat lelah
RPD : Menyangkal menderita hipertensi
RPK : Ayahnya penderita darah tinggi
RSE : Pedagang makanan

C. Analisis Masalah
1. Anatomi sistem kardiovaskuler
2. Fisiologi sistem kardiovaskeler
3. Venous Return dan Cardiac Output
4. Histologi sistem kardiovaskuler
5. Diagnosis deferensial

D. Pembahasan
1. Anatomi sistem kardiovaskuler
Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jarinbgan paru. Bagian depan dibatasi
oleh sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di
sebelah kiri garis media sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring
ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks
ini dapat diraba pada ruang sela iga 4 – 5 dekat garis medio- klavikuler kiri.
Batas kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava
superior. Ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur, jenis
kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang.
Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu atrium dekstra, atrium sinistra,
ventrikel dekstra dan ventrikel sinistra. Atrium dekstra dan sinistra dipisahkan
oleh septum interatrialis, ventrikel dekstra dan sinistra dipisahkan oleh
septum interventrikalis sedangkan antara atrium dan ventrikel dipisahkan oleh
septum atrioventrikuler. Valvula trikuspidalis memisahkan antara atrium dan
ventrikel dekstra sedangkan valvula bikuspidalis atau mitralis memisahkan
antara atrium dan ventrikel sinistra.
Atrium kanan, darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava
superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama
fase sistol ventrikel. Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan
dibanding dengan ventrikel kanan atau atrium kiri. Pada bagian antero-
superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun
telinga disebut aurikel.Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama;
pada posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel
permukaannya kasar dan tersusun dari serabut – serabut otot yang berjalan
paralel yang disebut otot pektinatus.Tebal rata – rata dinding atrium kanan
adalah 2 mm.
Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada,
yaitu tepat dibawah manubrium sterni.Sebagian besar ventrikel kanan berada
di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk
kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan
berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4 –
5 mm. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan
alur keluar.Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract)
dibatasi oleh katup trikuspid, trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel
kanan.Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract)
berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian superior
ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus arteriosus.Alur masuk
dan alur keluar dipisahkan oleh krista supraventrikulernm yang terletak tepat
di atas daun katup trikuspid. Atrium kiri, menerima darah dari empat vena
pulmonal yang bermuara pada dinding postero– superior atau postero-lateral,
masing - masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di
posterior-superior ari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus
dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada
dinding atrium kanan.Endokardiumnya licin dan otot pektinati hanya ada
pada aurikelnya.
Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya
mengarah ke anteroinferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar ventrikel
tersebut adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2- 3 kali
lipat diding ventrikel kanan. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastole adalah
8 – 12 mm. Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang
memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan , katup mitral atau
bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri serta dua
katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal
adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis.
Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut – serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium
dan ventrikel termasuk pembuluh darah koroner.Saraf parasimpatis terutam
memberikan persarafan pada nodus sinoatrial,atrioventrikular dan serabut –
serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke ventrikel kiri. Persarafan
simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal atas, yaitu
torakal 3- 6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis
kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior, medial atau inferior.
Serabut post – ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam
jantung.Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla
oblongta; serabut – serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis di
dalam pleksus kardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin.
Pendarahan jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah
koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari
sinus valsalva aorta.Arteri koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi
sinoatrialis, ramus sirkumfleks dan ramus interventrikularis anterior. Arteri
koroner kanan bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus marginalis
dan ramus interventrikularis posterior. Aliran balik dari otot jantung dan
sekitarnya melalui vena koroner yang berjalan berdampingan dengan arteri
koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius.Selain
itu terdapat juga vena – vena kecil yang disebut vena Thebesii, yang
bermuara langsung ke dalam atrium kanan.
Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu
subendokardial, miokardial dan subepikardial. Penampunga cairan limfe dari
kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana
pembuluh – pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan
sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di depan arteri
pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan
arteri inominata.
2. Fisiologi sistem kardiovaskuler
a. Letak jantung
Jantung adalah suatu organ berotot berongga dengan ukuran
sekepalan tangan. Jantung terletak di rongga thorak sekitar garis tengah
sternum atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra di sebelah
posterior. Jantung memiliki pangkal yang lebar di sebelah atas dan
meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar. Jantung
membentuk sudut terhadap sternum, sehingga pangkalnya terutama berada
di kanan dan apeks di kiri sternum, sehingga pangkalnya terutama beerada
di kanan dan apeks di kiri sternum.
Saat berdenyut, terutama saat berkontraksi kuat, apeks sebenarnya
membentur bagian dalam dinding dada di sisi kiri. Karena kita menyadari
detak jantung melalui benturan apeks di sisi kiri dada.
Kenyataan bahwa jantung terletak antara dua struktur tulang,
sternum dan vertebra, memungkinkan kita secara manual mendorong
darah keluar dari jantung apabila jantung tidak memompa secara efektif
dengan menekan sternum secara berirama. Manuver ini menekan jantung
antara sternum dan vertebra, sehingga darah diperas keluar seolah – olah
jantung sedang berdenyut.

GAMBAR PROYEKSI JATUNG

b. Jantung sebagai pompa darah


Walaupun secara anatomis jantung adalah suatu organ, sisi kanan
dan kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Atrium
menerima darah yang menuju jantung dan memindahkannya ke ventrikel
yang ada dibawahnya. Kedua belahan jantung tersebut dipisahkan oleh
septum. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung
menerima dan memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri
jantung menerima dan memompa darah beroksigen tinggi.
c. Sirkulasi darah
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan
melalui vena-vena besar yang dikenal sebagai vena cava. Darah yang
mengalami deoksigenasi tersebut mengalir dari atrium kanan ke ventrikel
kanan, yang kemudian memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke
paru-paru. Dengan demikian sisi kanan jantung memompa darah ke dalam
sirkulasi paru. Di dalam paru-paru, darah tersebut akan mengikat O2 dan
melepaskan CO2 yang ada. Kemudian akan kembali lagi ke jantung
melalui vena pulmonalis. Darah yang kaya oksigen ini akan mengalir ke
atrium kiri dan kemuidan ke ventrikel kiri, yang menjadi bilik pompa yang
mendorong darah ke semua sistem tubuh. Jadi, sisi kiri jantung memompa
darah yang kaya oksigen ke dalam sirkulasi sistemik.
Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah
yang sama. Pada sisi kanan memompa ke sirkulasi paru. Sirkulasi paru
adalah sistem yang memiliki tekanan dan resistensi yang tinggi. Oleh
karena itu, walaupun kedua sisi jantung memompa darah dalam jumlah
yang sama, sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena ia memompa
darah ke dalam sistem dengan resistensi yang lebih tinggi. Dengan
demikian otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal dari pada yang sebelah
kanan.

d. Otot jantung (miokardium) dan lapisan jantung


Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda:
1) Endokardium
Endokardium adalah lapisan tipis endotelium yang berupa jaringan
epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi, di
sebelah dalam.
2) Miokardium
Laposan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian
besar dinding jantung. Miokardium terdiri atas berkas otot jantung
yang saling menjalin dan tersusun secara spiral melingkupi jantung.
Tiap sel otot jantung saling berhubungan untuk membentuk serat yang
bercabang, dengan sel yang berdekatan yang dihubungkan oleh
struktur khusus yang dikenal sebagai diskus interkalatus. Di dalam
diskus interkalatus ini terdapat dua jenis pertautan membran yang
disebut sebagai desmosom dan gap junction. Desmosom sejenis tautan
lekat yang secara mekanis menyatukan sel-sel banyak dijumpai di
jaringan. Pada interval tertentu di sepanjang diskus interkalatus, kedua
membran yang saling mendekat membentuk gap junction, yang
merupakan daerah dengan resistensi listrik yang rendah dan
memungkinkan potensial aksi ini menyebar dari satu sel ke sel yang
lain.
3) Epikardium
Suatu membran tipis yang di bagian luar yang membungkus jantung.

e. Sistem konduksi pada jantung


Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi
yang ditimbulkan atau sering dikenal sebagai otoritmisitas. Sel – sel
jantung yang mampu mengalami otoritmisitas ditemukan dalam lokasi
berikut :
1) Nodus Sinoatrial (SA node)
Daerah kecil khusus yang terdapat di atrium kanan, letaknya dekat
dengan muara vena cava superior.
2) Nodus Atrioventrikular (AV node)
Sebuah berkas kecil sel otot jantung khusus di dasar atrium kanan
dekat dengan septum, tepat diatas pertautan atium dan ventrikel.
3) Bundle of His
Suatu jaras sel khusus yang berasal dari nodus AV dan masuk ek
septum interventrikel, tempat berkas tersebut bercabang membentuk
berkas kanan dan kiri yang berjalan ke bawah melalui septum,
melingkari ujung bilik ventrikel.
4) Serabut purkinye
Serat-serat terminal halus yang berjalan dari berkas His dan menyebar
ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting-ranting pohon.
TABEL KECEPATAN NORMAL PEMBENTUKAN POTENSIAL AKSI
Jaringan Potensial aksi per menit
Nodus SA 70-80
Nodus AV 40-60
Berkas his dan serabut
20-40
purkinye

Nodus SA yang dalam keadaan normal memperlihatkan kecepatan


otoritmitas tertinggi, yaitu 70-80 potensial aksi permenit, menjalankan
bagian jantung sisanya dengan kecepatan ini dan dikenal sebagai
pacemaker. Jaringan otoritmik lain tidak mampu menjalankan kecepatan
mereka karena sudah diaktifkan oleh potensial aksi yang berasal dari
nodus SA sebelum mereka mencapai ambang dengan irama mereka yang
lebih lambat.
Apabila ada suatu kerusakan pada nodus SA, peran nodus SA akan
digantikan oleh nodus AV namun dengan kecepatan kontraktilitas yang
lebih lambat. Kerusakan juga dapat terjadi pada nodus AV yang
menyebabkan hantaran impuls dari nodus SA tidak bisa mencapai budle of
his dan serabut purkinye. Bila hal ini terjadi, maka atrium akan
berkontraksi sampai 70 kali permenit sedangkan pada ventrikel hanya
akan mampu berdetak sebanyak 30 kalo permenit. Fenomena seperti itu
dikenal sebagai blok jantung total. Hal ini timbul akibat terjadi kerusakan
pada jaringan penghantar antara atrium dan ventrikel. Dengan kecepatan
ventrikel yang seperti itu akan dapat menyebabkan pasien bisa menderita
koma.
Pada kejadian lain, serabut purkinye dapat menjadi sangat
tereksitasi dan mengalami depolarisasi lebih cepat dari nodus SA. Daerah
yang mengalami eksitasi abnormal, yakni fokus ektopik, mencetuskan aksi
potensial prematur yang menyebar ke seluruh bagian jantung yang lain.
Impuls ini sering disebut dengan ekstrasistol. Potensial aksi tertinggi akan
bergeser kearah fokus ektopik tersebut menggantikan fungsi nodus SA.
f. Potensial aksi di sel otot jantung
Potensial aksi di sel otot jantung kontraktil, walaupun dimulai oleh sel-sel
pemacu di nodus, cukup bervariasi dalam mekanisme ionik. Tidak seperti
sel-sel otoritmik, membran sel kontraktil pda dasarnya tetap berapda dalam
keadaan istirahat sebesar -90 mV sampai teraktivasi oleh aktivitas listrik
yang merambat dari pemacu.

POTENSIAL AKSI DI SEL OTOT JANTUNG

Setelah membran sel kontraktil tereksitasi, timbul potensial aksi melalui


hubungan rumit antara perubahan potensial membran sebagai berikut :
1) Selama fase naik potensial aksi, potensial membran dengan cepat
berbalik ke nilai positif sebesar +30mV akibat peningkatan mendadak
permeabilitas membran terhadap Na+ yang diikuti influks masif Na+.
Sejauh ini prosesnya smaa dengan proses di neuron dan sel otot
rangka. Permeabilitas Na+ kemudian dengan cepat berkurang ke nilai
istirahatnya yang rendah, tetapi, khas untuk sel otot jantung membran
potensial dipertahankan ke tingakt positif dan menghasilkan fase
plateu.
2) Perubahan voltase mendadak yang terjadi selama fase naik
potensial aksi menimbulkan dua perubahan permeabilitas bergantung
voltase yang bertanggung jawab mempertahankan fase datar tersebut:
pengaktifan saluran Ca++ lambat dan penuruna mencolok permeabilitas
K+. Pembukaan saluran Ca++ menyebabkan difusi lambat Ca++ masuk
ke dalam sel karena konsentrasi Ca++ di CES lebih besar. Influks Ca++
yang bermuatan positif ini memperlama kepositifan di bagian dalam
sel dan merupakan penyebab utama fase datar. Efek ini deperkuat
dengan penurunan permeabilitas K+ yang terjadi secara bersamaan.
Penurunan aliran keluar K+ yang bermuatan positif mencegah
repolarisasi cepat membran dan dengan demikian ikut berperan
memperlama fase datar.
3) Fase turun potensial aksi yang berlangsung cepat akibat inaktivasi
saluran Ca++ dan pengaktifan saluran K+. Penurunan permeabilitas
Ca++ menyebabkan Ca++ tidak lagi masuk ke dalam sel, sedangkan
peningkaran mendadak permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan
menyebabkan difusi cepat K+ yang positif keluar sel. Dengan
demikian, repolarisasi cepat yang terjadi pada akhir fase datar
terutama disebabkan oleh efluks K+, yang kembali membuat bagian
dalam sel lebih negatif daripada bagian luat dan memulihkan potensial
membran ke tingkat istirahat.
PROSES KELUAR MASUKNYA Na+ dan K+

3. Venous Return dan Cardiac Output


a. Venous Return
Kembalinya darah ke jantung memiliki aspek yang penting dalam
fisiologi kardiovaskuler, karena ikut menyesuaikan cardiac performance
dalam menunjang curah jantung. Karena curah jantung harus sama dengan
cradiac input, maka semua faktor yang mempengaruhi cardiac input akan
mempengaruhi juga curah jantung seperti isi akhir sistolik dan peregangan
kontraktil unsur myocardium. Perubahan-perubahan mekanik jantung
menyebabkan ia mampu menyalurkan darah ke seluruh bagian tubuh dan
kemudian darah kembali ke jantung sebagai aliran balik vena. Aliran balik
vena terjadi karena daya isap jantung, kontraksi otot rangka, pompa
pernapasan, volume darah yang meningkat, rangsangan saraf simpatis, dan
adanya katup vena. Alirannya ditentukan oleh perbedaan tekanan antara
ventrikel kiri dengan atrium kanan.
Dalam sirkulasi darah, terdapat kecenderungan darah tersebar
didalam vena. Hal ini karena vena lebih distensible daripada arteri adanya
efek gravitasi dan pengaruh hubungan langsung arteri dengan vena.
Kekuatan fungsional yang mendorong darah kembali lagi ke jantung
adalah perbedaan tekanan antara aorta dengan atrium kanan selama
jantung berdenyut. Dan tekanan ini berasal dari ventrikel kiri, yang
kemudian di transfer ke sistem arteri dan selanjutnya ke sistem vena.
Tekanan inilah yang disebut dengan tekanan pengisian sistemik dan
besarnya kurang lebih 7 mmHg yang merupakan tekanan rata-rata
sirkulasi dan aorta sampai dengan vena cava. Perbedaan tekanan antara
tekanan pengisian sistemik (systemic filling pressure / Psf) dan Pra
(tekanan atrium kanan) merupakan tekanan efektif yang menentukkan
aliran balik vena. Dan jika tekanan atrium kanan 0 mmHg, maka tekanan
efektif sama dengan tekanan pengisian sistemik. Pada perdarahan, maka
volume darah berkurang dan jika disertai penurunan tonus simpatis, maka
ia akan menurunkan tekanan arteri dan vena selanjutnya Psf juga menurun.
Jika Psf menurun dibawah 5,2 mmHg sedangkan Pra konstan, maka berarti
tekanan efektif aliran balik vena kurang dari 7 mmHg, sehingga aliran
balik vena kurang dan akibatnya curah jantung juga menurun. Tetapi
adanya 16egati simpatis akan menjaga penurunan curah jantung masih
dalam batas-batas normal. Sebaliknya pada olah raga, yang otot-otot
rangkanya bekerja lebih aktif, maka terjadi kenaikan Psf, sehingga
melebihi tekanan efektif 7 mmHg dan menyebabkan kenaikan aliran balik.
↑ Curah jantung

↑ Volume sekuncup

↑ volume diastolik akhir


Katup vena
Daya isap jantung
( secara mekanis
( ↓tekanan di jantung →
mencegah aliran
↑ gradien tekanan)
↑ Aliran Balik Vena balik darah )

Kontraksi otot rangka Rangsangan saraf


( ↑tekanan vena → ↑ simpatis
gradien tekanan) (↑tekanan vena→
↑gradien tekanan)

Pompa pernapasan Volume darah


( ↓ tekanan di vena- (↑tekanan vena→
vena dada → ↑ ↑gradien tekanan)
gradien tekanan

Pergeseran cairan Retensi garam


bulk flow pasif dari dan air
cairan intersisium ke
dalam plasma

b. Cardiac Output
Cardiac output adalah volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap
ventrikel per menit. Cardiac output dipengaruhi oleh kecepatan denyut
jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume yang
dipompakan per menit).
Kecepatan denyut jantung dipengaruhi oleh saraf simpatis dan
saraf parasimpatis. Saraf parasimpatis jantung adalah nervus vagus,
terutama mempersarafi atrium terutama nodus SA dan AV, sedangkan
untuk ventrikel tidak signifikan. Efek dari stimulasi saraf parasimpatis
pada jantung, antaralain :
1) Berpengaruh pada nodus SA yaitu untuk menurunkan kecepatan
denyut jantung . Asetilkolinyang dikeluarkan akibat peningkatan
aktivitas parasimpatis menyebabkan peningkatan permeabilitas nodus
SA terhadap K+ dengan memperlambat penutupan saluran K+.
2) Berpengaruh pada nodus AV yaitu menurunkan eksitabilitas nodus
AV, memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Efek ini terjadi
akibat peningkatan K+ yang menyebabkan hiperpolarisasi membaran,
sehingga memperlambat inisiasi eksitasi di nodus AV.
3) Pada sel-sel kontraktil atrium mempersingkat potensial aksi, suatu
efek yang dianggap disebabkan oleh penurunan kecepatan arus masuk
yang dibawa oleh Ca2+, yaitu fase datar berkurang, akibatnya kontraksi
atrium melemah.
Dengan demikian, jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu
kontrasi atrium dan ventrikel memanjang serta kontraksi atrium
melemah akibat efek dari saraf parasimpatis.
Saraf simpatis jantung mempersarafi atrium, termasuk di dalamnya
nodus SA da nodus AV serts lebih banyak mempersarafi ventrikel.
Pengaruh saraf simpatis bertolak belakang dengan saraf parasimpatis.
Saraf simpatis mengontrol kerja jantung pada situasi-situasi darurat
atau saat berolahraga, yaitu saat terjadi peningkatan kebutuhan aliran
darah dan mempercepat denyut jantung. Di sel-sel kontaktil atrium
dan ventrikel yang mempunyai ujung saraf simpatis, akan terstimulasi
oleh saraf simpatis sehingga terjadi peningkatan kekuatan kontraktil
sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan memeras lebih banyak
darah keluar. Efek ini terjadi akibat peningkatan permeabilitas Ca2+,
yang meningkatkan influks Ca2+ dan memperkuat partisipasi Ca2+
dalam proses penggabungan eksitasi-kontraksi.
Volume sekuncup dipengaruhi oleh kontrol intrinsik yaitu berkaitan
dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yanga
berkaitan dengan stimulasi saraf simpatis pada jantung.

cardiac output

Heart rate Stroke volume

↑ parasimpatis ↑ simpatis (& ↑ volume


epinefrin) diastolik akhir

↑ aliran balik vena

4. Histologi sistem kardiovaskuler


a. Arteri dan Vena
Dinding arteri terdiri dari 3 lapisan :
1) Tunica intima
Lapisan yang dekat dengan lumen, lapisan ini disusun oloeh
endotel dengan jaringan ikat sub endotel. Endothel merupakan epite
squamous simpleks, sedangkan jaringan ikat subendotel tersusun dari
jaringan ikat subendotel .
Dibawah jaringan ikat subendotel dapat ditemukan membrana
elastica interna .
2) Tunica media
Merupakan lapisan yang paling tebal pada dinding arteri .
Lapisan ini disusun oleh lapisan otot polos yang tersusun secara
konsentrik . Karena memiliki tunica media yang tebal maka bentuk
arteri relativ lebih bulat dibandingkan dengan vena .
Dibawah tunica media dapat ditemukan membrana elastica
eksterna .
3) Tunica adventisia
Merupakan lapisan paling luar dan relativ tipis yang terdiri dari
jaringan ikat .

Dinding vena terdiri dari 3 lapisan :


1) Tunica intima
Lapisan yang dekat dengan lumen, lapisan ini disusun oloeh
endotel dengan jaringan ikat sub endotel. Endothel merupakan epite
squamous simpleks, sedangkan jaringan ikat subendotel tersusun dari
jaringan ikat subendotel .
Dibawah jaringan ikat subendotel dapat ditemukan membrana
elastica interna .
2) Tunica media
Pada vena tunica media cenderung tipis, karena hanya terdiri
dari beberapa atau tidak mempunyai lapisan otot polos .
3) Tunica adventisia
Merupakan lapisan paling luar dan paling tebal yang terdiri dari
jaringan ikat kolagen, elastis, dan lain-lain .

Perbedaan Arteri dan Vena

ARTERI VENA
LUMEN Sempit Lebar
BENTUK Lebih bulat Tidak bulat/Irreguler
LAPISAN Membrana elastica interna Membrana elastica
ada di semua ukuran arteri interna hanya ada pada
vena besar
Tunica media tebal Tunica media tipis
Ada membrane elastica Tidak mempunyai
eksterna membrane elastica
eksterna
Tunika adventisia tipis Tunika adventivisia tebal

b. Aorta
Dinding arteri terdiri dari 3 lapisan :
1) Tunica intima
Lapisan yang dekat dengan lumen, lapisan ini disusun oloeh
endotel dengan jaringan ikat sub endotel. Endothel merupakan epite
squamous simpleks, sedangkan jaringan ikat subendotel tersusun dari
jaringan ikat subendotel .
Dibawah jaringan ikat subendotel dapat ditemukan membrana
elastica interna .
2) Tunica media
Merupakan lapisan yang paling tebal pada dinding arteri . Lapisan
ini disusun oleh lapisan otot polos yang tersusun secara konsentrik .
Pada lapisan ini juga dapat ditemui serat-serat elastic yang ada diantara
parenkim otot polos .
Dibawah tunica media dapat ditemukan membrana elastica
eksterna .
3) Tunica adventisia
Merupakan lapisan paling luar dan relativ tipis yang terdiri dari
jaringan ikat .

Perbedaan Arteri dan Aorta


ARTERI AORTA
TUNICA Tunica media hanya Tunica media
MEDIA ada otot polos terdapat otot polos
dan serat-serta elastin

c. COR
Dinding cor tersusun atas 3 lapisan yaitu :
1) Epicardium
Lapisan paling luar, sebenarnya epicardium adalah pericardium
pars visceralis . Lapisan ini berupa jaringan ikat tipis, dilapisi mesotel
( epitel squamous simpleks ). Diantara epicardium dan myocardium
terdapat jaringan ikat subepicardium yang mengandung sel-sel lemak .
2) Myocardium
Merupakan lapisan yang paling tebal. Lapisan ini dilengkapi
dengan otot jantung/myofibra cardiaca . Karakteristik dari otot jantung
adalah :
a) Inti di tengah berjumlah 1-2
b) Serabut otot jantung ;ebih pendek daripada otot rangka
c) Bercabang ( anastomose )
d) Discuss Intercalatus

3) Endocardium
Endocardium ini merupakan homolog dari tunica intima pada
pembuluh darah . Endocardium tersusun oleh endothel yang
merupakan epitel squamous simpleks, dan jaringan subendotel yang
terdiri dari jaringan ikat padat .
Dibawah endocardium terdapat lapisan subendocardial yang
terdiri dari jaringan ikat longgar. Pada lapisan subendocardial juga
dapat ditemukan myofibra conducens ( serabut purkinje ) .

d. Atrio-ventricular junction
Pada bagian ini dapat ditemukan atrium dan ventrikel . dan dapat diamati
perbedaan antara atrium dan ventrikel :

ATRIUM VENTRIKEL
ENDOCARDIUM Tebal Tipis
MYOCARDIUM Tipis Tebal

Pada atrio-ventrikular junction dapat ditemukan 2 perluasan :


1) Perluasan subepicardium atrium dan subepicardium ventrikel yang
membentuk arteri coronaria .
2) Perluasan endocardium atrium dan endocardium ventrikel yang
membentuk katup atrioventrikularis .

e. Musculus Papillaris dan Chorda Tendinae


Musculus papillaris merupakan lanjutan dari myocardium ventrikel
otot ini berbentuk kerucut dengan basis di ventrikel sedangkan apex
berhubungan dengan valvula atrioventrikularis. Musculus ini berfungsi
untuk membuka dan menutup katup hanya ke satu arah sehingga
mencegah darah dari ventrikel balik ke atrium .
Pars distalis dilapisi lanjutan chorda tendinae yang berwarna pucat
dan endocardium yang tipis, semakin ke distal komposisi muscular lebih
sedikit dan akhirnya jaringan di dominasi oleh chorda tendinae . Chorda
tendinae merupakan jaringan ikat fibrosus . Pars proksimalis hanya dilapisi
endocardium tipis .

5. Diagnosis Deferensial
a. Hipertensi
1) Definisi : Tekanan arteri darah rerata diatas normal yang menetap
diatas 140/90.
2) Gejala :
a) Sakit kepala
b) Kelelahan
c) Mual dan muntah
d) Sesak napas
e) Gelisah
3) Diagnosis :
a) Ukur tekanan darah : pasien diistirahatkan selama 5 menit
kemudian diukur tekanan darahnya jika pada tekanan darah
pertama terjadi kenaikan makan diulangi kembali pengukurannya.
Kemudian untuk lebih menegakkan diagnosis pasien dapat
diminta kembali 2 hari setelah pengukuran untuk diukur kembali.
b) EKG : dibagi 3 stadium yaitu stadium 1 tidak ada kelainan
organ, stadium 2 terdapat hipertrofi ventrikel sinistra, stadium 3
gagal jantung.

b. Tension Type Headache


1) Definisi : merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat
kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk.
2) Etiologi dan Faktor Risiko : stress, depresi, bekerja dalam posisi
yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, kurangnya aliran darah.
3) Gejala Klinis : nyeri ringan-berat, tumpul seperti diikat, tidak
berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,
oksipital, terjadi spontan.
4) Gejala yang paling menonjol : adanya nyeri tekan pada palpasi
jaringan miofascial (nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur
fascia dan tendonnya)
5) Diagnosis :
Harus ada 2 dari gejala berikut :
a) ada sensasi tertekan atau terjepit.
b) intensitas ringan sampai berat.
c) lokasi bilateral.
d) tidak diperburuk aktivitas.
6) Pemeriksaan fisik : ada nyeri tekan pada daerah mikrofacial.

c. Migrain
1) Definisi : Sakit kepala hebat yang biasanya menimpa sebelah sisi
kepala atau bias keduanya.
2) Gejala dan tanda :
a) nyeri kepala dengan serangan yang berlangsung 4-72 jam.
b) nyeri biasanya unilateral.
c) sifat berdenyut.
d) intensitas sedang sampai berat.
e) bertambah parah ketika aktivitas meningkat.
f) mual dan muntah.
3) Bertambah hebat oleh :
a) gerakan
b) suara
c) cahaya
d) bau-bauan
4) Faktor resiko :
a) faktor genetik 75-80%
b) wanita usia kurang dari 40 tahun
5) Kriteria :
a) Durasi 4-72 jam tanpa pengobatan
b) Minimal 2 dari 4 gambaran :
i. lokasi unilateral
ii. kualitas berdenyut
iii. ntensitas nyeri dari sedang sampai berat.
iv. semakin bertambah parah akibat aktifitas
c) Minimal 1 dari 2 gambaran :
i. mual dan muntah atau kedua-duanya
ii. fotofobia (intoleransi visual yang abnormal terhadap
cahaya), fonofobia (ketakutan abnormal terhadap bunyi atau
suara yang diucapkan keras)

d. Cluster Headache
1) Definisi : sakit kepala vascular (pembesaran pembuluh darah
didalam kepala).
2) Epidemiologi : kaum pria: wanita, rasio 6 : 1.
3) Gejala dan tanda :
a) sakit yang menyiksa 15 – 120 menit.
b) biasa terjadi pada satu sisi kepala, dibelakang mata / pada
daerah pelipis.
c) Sifat berdenyut : menjemukan, tajam
d) Lokasi : unilateral, orbita
e) Lama : 15-120 kali permenit
f) Frekuensi : serangan berkelompok dengan remisi lama
g) Lakrimasi ipsilateral
h) Muka merah
i) Hidung tersumbat

E. Sasaran Pembelajaran
1. Definisi hipertensi
2. Klasifikasi hipertensi
3. Etiologi hipertensi
4. Patofisiologi hipertensi
5. Diagnostik hipertensi
6. Penatalaksanaan hipertensi
7. Faktor resiko kardiovaskuler

F. Belajar Mandiri
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik,
misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tetap tidak diketahui
dan tidak dirawat, mengakibatkan, kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke, atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan perawatan
hipertensi yang efektif dapat menurunkan jumlah morbiditas dan
mortalitas. Dengan demikian, pemeriksaan tekanan darah secara teratur
mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi.

Keluhan dan Gejala


Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien
tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh :
a. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar debar,rasa
melayang (dizzy) dan impoten
b. Penyakit jantung/vascular hipertensi seperti cepat capek, sesak
napas,sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua
kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hema-
turia, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient serebral
ischemic.
c. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsi, poliuria,
dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB
dengan emosi yang labil pada Sindrom Cushing. Feokromasitoma
dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak
keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95% kasus.tampaknya


sangat kompleks dengan interaksi dati berbagai variabel. Mungkin pula
ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup
perubahan-perubahan berikut: (1) Ekskresi natrium dan air oleh ginjal, (2)
Kepekaan baroreseptor, (3) Respons vaskular, dan (4) Sekresi renin. Lima
persen penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain
seperti penyakit parenkim ginjal atau aldosteronisme primer.

2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Joint National Comitte on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure :

Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih


Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109
Tingkat III ≥ 180 ≥ 110

3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi ada 2 macam, yaitu :
a. Hipertensi Primer (Essensial / Idiopatik)
Hipertensi yang tidak diketahui penyebab yang mendasarinya.
Hipertensi primer memiliki kecenderungan genetik kuat, yang
dapat diperparah oleh faktor- faktor kontri busi, misalnya
kegemukan, stres, merokok, dan ingesti garam berlebihan. Hal
berikut ini menggambarkan kemungkinan-kemungkinan
penyebab hipertensi primer :
1) Defek pada penanganan garam.
Gangguan fungsi ginjal yang terlalu ringan untuk
menimbulkan gejala-gejala penyakit ginjal, namun seeara
bertahap dapat menyebabkan akumulasi garam dan air di
dalam tubuh, sehingga terjadi peningkatan progresif tekanan
arteri.
2) Kelainan membran plasma, misalnya gangguan pompa Na
- K.
Defek semaeam ini, dengan mengubah gradien elektrokimia
di kedua sisi membran plasma, dapat mengubah eksitabilitas
dan kontraktilitas jantung dan otot polos dinding pembuluh
darah sedemikian rupa, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah. Selain itu, pompa Na+-K+ penting dalam penanganan
garam oleh ginjal. Defek genetik pompa Na+-K+ pada tikus
laboratorium yang rentan hipertensi adalah hubungan gen-
hipertensi pertama yang dapat dibuktikan.
3) Tekanan fisik pada pusat kontrol kardiovaskuler oleh suatu
arteri di atasnya.
Seorang ahli bedah saraf, pada sejumlah kecil operasi,
berhasil menurunkan tekanan darah tinggi dengan
memindahkan sebuah lengkung besar arteri yang berdenyut
menekan medula jaringan otak.
4) Zat mirip-digitalis endogen.
Zat semacam ini serupa dengan obat digitalis untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung serta me kan konstriksi
pembuluh darah dan men pengeluaran garam melalui urin,
yang semuanya dapat menyebabkan hipertensi kronik
5) Perubahan pengaturan EDRF/NO atau zat kimia vasoaktif
kerja-lokal dapat berperan menimbulkan hipertensi.

Apapun defek yang mendasarinya, jika sudah terjadi


hipertensi tampaknya akan terus berlanjut. Pajanan terhadap
tekanan darah yang meninggi menyeba dinding pembuluh yang
rentan mengalami atero sklerosis, yang semakin meningkatkan
tekanan darah.
Pada hipertensi, baroreseptor tidak berespons untuk
mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal karena mereka
telah beradaptasi atau mengalami "reset" ( aturan ulang) untuk
bekerja pada tingkat yang lebih tinggi. Pada tekanan darah yang
meninggi secara kronik baroreseptor masih berfungsi mengatur
tekanan darah tetapi mereka mempertahankannya pada tekanan
rata - rata yang lebih tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fisiogenesis hipertensi
esensial :
1) Keturunan ⇒ intrinsik
2) Ekstrinsik ⇒ makanan yang banyak mengandung garam
NaCl, tinggi protein, minuman beralkohol, soft coater yang
mengandung Na.
3) Emosi dan Psikososial.

b. Hipertensi Sekunder
Penyebab hipertensi sekunder digolongkan menjadi 4 jenis,
yaitu :
1) Hipertensi kardiovaskular biasanya berkaitan dengan
peningkatan kronik resistensi perifer total yang disebabkan
oleh aterosklerosis.
2) Hipertensi Renal (ginjal) dapat terjadi akibat dua
defek ginjal, yaitu oklusi parsial arteri renalis dan penyakit
jaringan ginjal itu sendiri.
a) Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen
areteri renalis atau kompresi eksternal pembuluh oleh
suatu tumor dapat mengurangi aliran darah ke ginjal.
Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur hormonal
yang melibatkan angiotensin II. Jalur ini meningkatkan
retensi garam dan air selama pem bentukan urin,
sehingga volume darah meningkat untuk
mengkompensasi penurunan aliran darah ginjal. lngatlah
bahwa angiotensin II juga merupa kan vasokonstriktor
kuat. Walaupun kedua efek tersebut (peningkatan
volume darah dan vasokon striksi akibat angiotensin)
merupakan mekanisme kompensasi untuk memperbaiki
aliran darah ke arteri renalis yang menyempit, keduanya
juga me nyebabkan peningkatan tekanan arteri
keseluruhan.
b) Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan
tidak mampu mengeliminasi beban garam normal.
Terjadi retensi garam yang menginduksi retensi air,
sehingga volume plasma bertambah dan timbul
hipertensi.
c) Hipertensi endokrin terjadi akibat sedikitnva dua
gangguan endokrin: feokromositoma dan sindrom Conn.
i. Feokromositoma adalah suatu tumor medula
adre nal yang mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dalam jumlah berlebihan. Peningkatan
abnormal kadar kedua hormon ini meneetuskan
peningkatan eurah jantung dan vasokonstriksi
umum, keduanya menimbulkan hipertensi yang
khas untuk penyakit ini.
ii. Sindrom Conn berkaitan dengan peningkatan
pembentukan aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang
menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal
(jalur renin-angiotensin-aldosteron). Beban garam
dan air yang berlebihan di dalam tubuh akibat
peningkatan kadar aldosteron menyebabkan
tekanan darah meningkat.
d) Hipertensi neurogenik terjadi akibat lesi saraf.
i. Masalahnya mungkin adalah kesalahan kontrol
tekanan darah akibat defek di pusat kontrol kardio -
vaskuler atau di baroreseptor.
ii. Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi
sebagai respons kompensasi terhadap penurunan
aliran darah otak sebagai contoh, karena sebuah
pembuluh besar otak tertekan oleh tumor. Sebagai
respons terhadap penurunan aliran darah otak,
dimulai suatu refleks yang meningkatkan tekanan
darah sebagai usaha untuk mengalirkan darah kaya
O2 ke jaringan otak secara adekuat.
4. Patofisiologi Hipertensi

Tidak berfungsinya reflek baroreseptor/ reflek kemoreseptor



pusat vasomotor di batang otak menjadi hiperaktif

aktivasi saraf simpatis

Denyut
Perubahan Diameter
jantung dan
sehingga tekanan Isi Sekuncup
Frekuensi
perifer meningkat
meningkat

Dapat menyebabkan Tekanan darah


iskemia ginjal meningkat

Kenaikan sistolik dan/ atau


Turunnya laju filtrasi
kenaikan tekanan diastolik
glomerulus

Kenaikan Sekresi renin


angiostensin

Berefek pada otak, jantung, pembuluh


darah, merangsang cortex adrenalis
untuk meningkatkan sekresi
aldosteronn

Faktor lain yang berpengaruh


Semakin meningkat usia (biasanya > 60 tahun)

adanya tanda-tanda ateriosklerosis yang menunjang peningkatan
tahanan perifer total

meningkatkan afterload bagi fungsi jantung

hipertensi

Diastolik sistolik
(apabila kronis)

peningkatan tahanan perifer total

kelainan pada sistem sirkulasi ginjal, otak, jantung sendiri.

(hemostasis curah jantung dan volume cairan tubuh)

Excess Reduced Stress Obesity


sodium nephron
intake number

Renal Decreas Sympathet Ginjal: Kegagalan Hiper


sodium ed ic nervous sel JG fungsi Insulinem
retentio filtration over leptin * ia
n surface activity

Renin

↑ fluid Reabsor
Venous ↑ Reabsor angiotensinog

volume bsi constricti
air↑ cairan
Cortex contractibilit
Masuka Ususbsi air Tahanan
Pengeluar
Angiotensi enSistem
Cardiac Pengeluara
Na+on
danadren Haus dan
air AutoregulasiNa+ perifer
an saraf
II Hipertenvasokonstri
↑ ↑ekstraselul n
output
Otak
(intestin Angiotensi
n n ACE
Ginjal Jantung
Contarctilii
total
*Obesitas → kegagalan fungsi leptin

Obesita
s

Kegagalan
fungsi leptin

Gangguan Leptin lebih


Retensi Perangsanga
Pembuluh
ginjaldan
diuresis Volume
banyak
Tekanan
CO dan
Na+ ↑ darah
n saraf
ginjal
** Obesitas → hiperinsulinemia
Dislipidemi
a

Lypolisis
Obesity + Increased Release of
Androgen abdominal free fatty
fat acid

Ekstraksi insulin
Peripher Sekresi hepatik ↓
Type 2 DM al insulin insulin
resisten pankreas

Hiperinsuline
mia
Penghambat
an
Aktivitas Retensi Vascular
vasodilatasi
saraf sodium hypertroph
simpatis y

Vasokonstri
ksi
pembuluh
darah

Hipertens
i

5. Diagnostik Hipertensi
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum,
kemudian memperhatikan keadaan khusus seperti : Cushing,
Feokromasitoma, perkembangan tidak proportionalnya tubuh atas
dibanding bawah yang sering ditemukan pada pada koarktasio aorta.
Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan saat tidur dan
berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener Barker sangat
berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis
untuk menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan
untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang
prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya
penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat
regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat
ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan
bunyi S3 (gallop vetrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel
kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop.
Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas tambahan seperti
ronki basah atau ronki kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan
untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan asites.
Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery stenosis).
Arteri radialis, Arteri femoralis dan arteri dorsalis pedia harus diraba.
Tekanan darah di betis harus diukur minimal sekali pada hipertensi
umur muda ( kurang dari 30 tahun).

b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:
1) Urinalisis : protein,leukosit,eritrosit, dan silinder
2) Hemoglobin/hematokrit
3) Elektrolit darah : Kalium
4) Ureum/kreatinin
5) Gu1a darah puasa
6) Total kolesterol
7) Elektrokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-50%
(kurang sensitif) tetapi masih menjadi metode standard.
Apabila keuangan tidak menjadi kendala,maka diperlukan pula
pemeriksaan:
1) TSH
2) Leukosit darah
3) Trigliserida,HDL dan LDL Kolesterol Kalsium dan fosfor
4) Foto Toraks
5) Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK
lebih dini dan lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%).
6) Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi
diastolik (gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal
atau tipe restriktif)
Indikasi Ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:
1) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur Hipertensi dengan
kelainan katup Hipertensi pada anak atau remaja
2) Hipertensi saat aktivitas,tetapi normal saat istirahat
Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya
(gangguan fungsi diastolik atau sistolik)

6. Komplikasi Hipertensi
a. Retinopati hipertensif
b. PJK
c. PJH
d. Stroke
e. Enselopati hipertensif
f. Nefrosklerosis
g. Hipertensi sekunder
h. Angina

7. Faktor Resiko Kardiovaskular


a. Faktor Yang Tidak Dapat Diubah
1) Usia
Laki-laki >45 tahun, perempuan >55 tahun atau menopause
prematur tanpa penggantian esterogen
2) Riwayat CAD pada keluarga
Biasanya pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55
tahun atau pada ibu dan saudara perempuan sebelum berusia 65
tahun.
b. Faktor Yang Dapat Diubah
1) Hiperlipidemia
LDL-C batas atas 130-159 mg/dl, tinggi >160 mg/dl
HDL-C rendah <40 mg/dl
2) Hipertensi
3) Rokok
Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap
per hari, bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih
dari satu pak rokok sehari, menjadi dua kali lebih rentan terhadap
penyakit aterosklerotik koroner daripada mereka yang tidak
merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin
terhadap pelepasan katekolamin.oleh sistem saraf otonom. Namun
efek nikotin tidak bersifat kumulatif, mantan perokok tampaknya
berisiko rendah seperti pada bukan perokok.
4) Diabetes
Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi,
prematuritas, dan keparahan aterosklerosis koroner yang lebih
tinggi. Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan
secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis. Diabetes melitus juga berkaitan dengan proliferasi
sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner; sintesis
kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid; peningkatan kadar LDL-C;
dan kadar HDL-C yang rendah. Penyakit ateromatosa difus luas
yang dijumpai pada pasien ini diyakini berkaitan dengan proliferasi
otot polos.
Apabila terdapat hiperlipidemia, terapi harus dilakukan secara
agresif. Misalnya, panduan NCEP yang baru (2001)
merekomendasikan bahwa semua penderita diabetes diobati secara
agresif untuk mendapatkan Kadar LDLC yang lebih rendah dari
100 mg/ dl, bahkan pada pasien yang tidak diketahui menderita
CHD. Pada pasien-pasien ini, tidak adanya integritas saraf otonom
disertai dengan perubahan persepsi nyeri yang berkaitan dengan
diabetes diyakini bertanggung jawab akan terjadinya "infark
miokardium tersembunyi" atau "iskemia tersembunyi". Estrogen
tampaknya melindungi wanita pramenopause dari prevalensi
penyakit jantung yang sarna pada pria berusia sarna, karena pria
kulit putih yang tidak menderita diabetes, hiperlipidemia berat, atau
hipertensi berat memiliki risiko mortalitas akibat penyakit jantung
iskernia lima kali lipat lebih besar daripada wanita kulit putih.
Perbedaan jumlah CHD ini berbeda setelah menopause.
5) Homosistein
Homosistein rnerupakan suatu asam amino yang dihasilkan
tubuh secara alamiah dalam jumlah kecil; kadar normalnya adalah
5-15 mol/L. Bila kadarnya tinggi (> 15 mol/L),
hiperhomosisteinuria berkaitan dengan penyakit pembuluh darah
prematur dan menyebabkan disfungsi endotel dan mencegah fungsi
antitrombosit dan vasodilator dinding pembuluh darah. Defisiensi
asam folat dan vitamin B6 dan B12 adalah faktor-faktor yang
berperan dalam berkembangnya hiperhomosisteinemia ringan
hingga sedang.
6) Makanan
Makanan lazim orang Amerika-tinggi kalori, lemak total lemak
jenuh, gula, dan garam-turut berperan dalam berkembangnya
hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas meningkatkan kerja jantung
dan kebutuhan oksigen dan berperan dalam gaya hidup pasif.
Lemak tubuh yang berlebihan (terutama obesitas abdominal) dan
ketidakaktifan fisik berperan dalam terbentuknya resistensi insulin.
7) Aktivitas fisik
Ketidakaktifan fisik meningkatkan risiko CHD yang setara
dengan hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak
aktif secara fisik memiliki risiko 30-50% lebih besar untuk
mengalami hipertensi.
8) Stres Psikososial
Rosenman dan Friedman telah memopulerkan hubungan
menarik antara pola tingkah laku tipe A dengan aterogenesis yang
dipercepat. Kepribadian tipe A rnemperlihatkan persaingan yang
kuat, ambisius, agresif dan merasa diburu waktu. Sudah diketahui
bahwa stres menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih
dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik atau hanya
mempercepat serangan. Teori bahwa aterogenesis disebabkan oleh
stres dapat merumuskan pengaruh neuroendokrin terhadap
dinamika sirkulasi, lemak serum, dan pembekuan darah.

8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan penderita hipertensi idiopatik atau esensial
adalah untuk mencegah mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan
menggunakan cara yang paling nyaman. Tujuan utamanya adalah untuk
mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan
setiap faktor risiko kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila
perubahan gaya hidup tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan
darah yang diharapkan, maka harus dimulai terapi obat. Pada awalnya
sebaiknya diberikan satu jenis obat.
Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat reseptor
beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme) atau penyekat reseptor alfa-adrenergik, bergantung
pada berbagai pertimbangan pasien, termasuk mengenai (1) Biaya
(diuretika biasanya merupakan obat yang paling murah), (2) Karakteristik
demografi (umumnya Afro-Amerika lebih berespons terhadap diuretika
dan penyekat saluran kalsium dibandingkan terhadap penyekat beta atau
inhibitor ACE), (3) Penyakit yang terjadi bersamaan (penyekat beta dapat
memperburuk asma, diabetes melitus, dan iskemia tetapi dapat
memperbaiki angina, disritmia jantung tertentu, dan sakit kepala migren),
dan (4) Kualitas hidup (beberapa obat antihipertensi dapat menyebabkan
efek samping yang tidak diinginkan, seperti gangguan fungai seksual).
Hipertensisekunder (yaitu hipertensi akibat defek organ spesifik, seperti
penyakit ginjal, sindrom Cushing, feokromositoma, atau
hiperaldosteronisme primer) diobati dengan membalikkan proses penyakit
yang mendasari.
Pasien hipertensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat
pengobatan dengan penyekat beta, penghambat ACE utau antialdosteron
Pasien hipertensi dengan risiko PJK yang tinggi mendapat manfaat dengan
pengobatan diuretik. penyekat beta dan penghambat kalsium.
Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat
manfaat tinggi dengan pengobatan diuretik. penghambat, ACE/ARB,
penyekat beta dan antagonis aldosteron.
Bila sudah dalam tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip
pengobatannya sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain yaitu
diuretik, penghambat ACE/ARB. penghambat beta, dan penghambat
aldosteron.

a. Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :


1) Target tekanan darah yaitu < 140/90 mmHg dan untuk
individu beresiko tinggi, seperti diabetes melitus, gagal ginjal
target tekana darah adalah< 130/80 mmHg.
2) Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3) Menghambat laju penyakit ginjal.
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik seperti bersepeda, jogging, dan aerobik
yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh. Tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam
lewat kulit.
b. Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2
jenis yaitu:
1) Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat
mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis
menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,
pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :


a) Diet rendah garam, kolesterol, dan lemak jenuh.
b) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai
sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c) Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
d) Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.

2) Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)


Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi
yang beredar saat ini. Obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC
VII yaitu diuretik, terutama jenis thiazid atau aldosteron antagonis,
beta bloker, vasodilator, penghambat ensim konversi Angiotensin,
Antagonis kalsium, Penghambat Reseptor Angiotensin II.
a) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan di dalam
tubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah : Thiazid dan Hidroklorotiazid.
b) Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c) Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak
dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam
darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya
bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
d) Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah).
Contoh obatnya adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping
yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah
sakit kepala dan pusing.
e) Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah).
Contoh obat : Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering,
pusing, sakit kepala dan lemas.
f) Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).
Contoh obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing,
sakit kepala dan muntah.
g) Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

DR. X... Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya


daya pompa jantung.
Jn.Jambu No.20 Purwokerto SURAT RUJUKAN
Contoh obat : Valsartan (Diovan).
(0281) 765654 8/05/2010
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala,
Yth.... pusing, lemas dan mual.
RS.Margono Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari
faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat
Dengan hormat
penyakit
Mohon konsultasi danini bisa ditekan.
perawatan selanjutnya,
Nama : Ny.Sumi
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Penjual makanan
Alamat :.........
Diagnosa : Hipertensi TD 160/100 mmHg
Pengobatan sebelumnya: ............

TTD
...............................
KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang didapatkan kesimpulan diagnosis klinis pasien adalah
Hipertensi
2. Menurut JNC 7, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi primer dan sekunder
3. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial. Faktor resiko
hipertensi adalah:
a. Faktor yang dapat diubah
1) Usia
2) Riwayat CAD pada keluarga
b. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Hiperlipidemia
2) Hipertensi
3) Rokok
4) Diabetes
5) Homosistein
6) Makanan
7) Stres Psikososial
4. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai komplikasi diantaranya:
a. Retinopati hipertensif
b. PJK
c. PJH
d. Stroke
e. Enselopati hipertensif
f. Nefrosklerosis
g. Hipertensi sekunder
h. Angina
5. Obat hipertensi yang umum digunakan biasanya berasal dari
golongan:
a. Diuretik
b. Penghambat Simpatetik
c. Betabloker
d. Vasodilator
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
f. Antagonis kalsium
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
6. Untuk terapi pengobatan non medika mentosa, penderita hipertensi
seharusnya melakukan pengaturan pola makan diet rendah garam,
olahraga yang cukup, mengurangi stress, dan lain-lain, secara
signifikan akan mengontrol hipertensi pada penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Charlie Hatardi. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk


dokter umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia.1 996; 1 – 20.
Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors in
Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo dan Poppy Surwianti
Roebiono. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia.1996;7- 13.
Murray, Robert K, Daryl K.Granner,dkk. Otot dan Sitoskeleton. Anna P.Bani dan
Tiara M.N.Sikumbang. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.2003; 683-690.
Patrick G Wall, Clara E’o Reilly, Christopher R.Pennington and Nigel Reynolds.
ABC of Nutrition. Australia : BMJ Publishing Group.2003;1-8.
Price, Sylvia A. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jkarta:EGC; 582-5
Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.453-
470.
Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. Jakarta. 2006: 610-14 39

Anda mungkin juga menyukai