Anda di halaman 1dari 15

BERBAGAI ‘BOROK’ PENDIDIKAN DI INDONESIA

ARTIKEL
diajukan guna berpartisipasi dalam acara Biologi Cup
yang diselenggarakan HMP Lumba-lumba FKIP Biologi
Universitas Jember

Oleh
Derra Dwi Herawati (090210103025)
Harissudin Masrur (090210103072)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
ABSTRACT

Education is some thing that’s very expensive in Indonesia, actually, its natural
resource is very rich, but doesn’t be optimized for education sector, and many
badness’ that need to be repaired. Like quality of education equipment which isn’t
suitable to use, quality of teachers who isn’t suitable with the competition
standard, bad bureaucracy, till the estimate of government that’s felt still not
enough. There are many causal factors from the badness’ of education in
Indonesia, one one of it is decreasing and seriousness of government in
developing education, and the implication is the human resource is lower than
other country, this article has a purpose to open up the badness’ in education of
Indonesia, so we have known and can repair it in the future.

Key words: education, factor, badness


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dewasa ini pendidikan merupakan kebutuhan primer yang harus di penuhi


oleh setiap warga negara karena hanya dengan menempuh jalur pendidikan
SDM manusia yang berkualitas mampu terbentuk untuk bersaing dalam
derasnya arus persaingan globalisasi. Dengan kata lain pemerintah wajib
mengupayakan setiap warga negaranya agar bisa mengenyam bangku sekolah
dengan sarana dan prasarana yang layak sesuai dengan haknya sebagai warga
negara. Namun pada kenyataanya sampai saat ini hal itu belum bisa terwujud.
Permasalahan di Indonesia yang cukup kompleks di berbagai sektor membuat
pemerintah tidak fokus mengatasi permasalahan pendidikan sehinnga berujung
pada rendahya kualitas pendidikan.
Hal ini terbukti dengan rendahnya kualitas pendidik di Indonesia, sarana
dan prasarana yang tidak mendukung, banyaknya anak yang tidak mengeyam
bangku sekolah karena tak mampu membayar iuran sekolah, ketidak mampuan
membeli alat-alat tulis bagi siswa, birokrasi pendidikan yang buruk, dan lain-lain
Dalam artikel ini kami akan membahas tentang dunia pendidikan di
Indonesia dengan mengangkat judul “Berbagai ‘Borok’ Pendidikan di
Indonesia”. Mungkin judul tersebut terdengar kurang baik namun kami di sini
mencoba mengangkat fakta yang sesungguhnya tentang bagaimana pendidikan
di Indonesia sehingga dengan begitu kita mencari solusi yang tepat atas
permasalahan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran buruk pendidikan di Indonesia saat ini?
b. Apa penyebab dari keburukan pendidikan di Indonesia?
c. Bagaimana solusi untuk mengatasi keburukan pendidikan tersebut?

1.3 Tujuan dan Manfaat


a. Untuk mengetahui gambaran buruk pendidikan saat ini,
b. Untuk mengetahui penyebab keburukan sistem pendidikan Indonesia,
c. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi keburukan pendidikan tersebut.

1.4 Manfaat Penulisan

a. Bagi Pemerintah

Dapat dijadikan sebagai kritikan dan solusi dalam meningkatkan kualitas


pendidikan di Indonesia.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat
berprestasi lebih cemerlang dimasa yang akan datang.

c. Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi
diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Negara berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi


setiap warga negaranya, termasuk warga negara yang lemah mental, difabel
ataupun berkebutuhan khusus. Namun di negeri yang memiliki kekayaan dan
sumber daya alam sangat melimpah ini, pendidikan adalah barang mahal bahkan
termasuk yang termahal di dunia. Pendidikan berkualitas apalagi cuma-cuma,
masih sebatas mimpi bagi sebagian besar anak Indonesia. Lebih ironis karena
pendidikan berkualitas di Indonesia telah menjadi komoditi. Pendidikan telah
menjadi ajang bisnis yang sangat menggiurkan. Banyak sekolah menawarkan
metode pendidikan terbaik, sarana lengkap dengan tenaga pengajar berkualitas,
tentu saja dengan harga yang sangat membelalakkan mata. Hanya kalangan kelas
menengah ke atas atau the have yang bisa menikmatinya. Sementara sejumlah
besar anak Indonesia dari kalangan the have not, hanya bisa menikmati
pendidikan dengan sarana dan prasarana apa adanya, berbagi guru dengan kelas
lain bahkan dengan kondisi gedung atau ruang sekolah yang yang tak layak pakai.

Lebih ironis karena masih banyak anak Indonesia yang ternyata tidak bisa
menikmati atau melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan
berpendidikan rendah di Indonesia masih tinggi. Dari Februari 2006 hingga
Agustus 2007, tercatat penduduk yang berpendidikan SD dan tidak tamat SD
meningkat dari 17,57% menjadi 18,52%. Bahkan, pada tahun 2009 lalu
diperkirakan sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah. Tak kalah ironis, jutaan
anak juga masih mengalami gizi buruk. Bagaimana mau pintar dan memiliki daya
saing tinggi jika kebutuhan yang lebih mendasar yakni sehat, tidak terpenuhi
dengan baik.

Jika kita amati, ada beberapa persoalan besar dan mendasar yang
menghambat terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses
bahkan seharusnya bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh semua rakyat di
Indonesia. Salah satu yang utama adalah belum terwujudnya good governance
dalam tata kelola negara dan pemerintahan. Belum terwujudnya good governance
telah mengakibatkan dampak yang sangat sistemik pada hampir semua aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Termasuk dalam dunia pendidikan kita. Tak ada goodwill


(kemauan/komitmen) yang konkrit dari pemerintah, salah satunya terlihat pada
besarnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan. Pendidikan gratis tak lebih dari
sekedar retorika politik terutama pada masa kampanye pemilihan umum. Bahkan,
alokasi 20% APBN/APBD untuk sektor pendidikan seringkali mengalami tarik
ulur kepentingan yang berkepanjangan. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah
mencapai 25% dan Thailand 30%. Ironisnya, anggaran yang masih belum
memadai tersebut masih tidak luput dari korupsi. Diperkirakan, anggaran di sektor
pendidikan mengalami kebocoran hingga 30%. Berdasarkan evaluasi pengelolaan
dana alokasi khusus tahun 2009 untuk pendidikan oleh KPK, dari total anggaran
Rp 9,3 triliun yang dibagikan ke 451 daerah tingkat dua, diperkirakan Rp 2,2
triliun telah diselewengkan di 160 kabupaten atau kota. Sementara itu menurut
temuan ICW, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus
korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. (Teguh
Yudi, 2010. library-teguh.blogspot.com).

Berita lain dari dunia pendidikan menggetarkan: pertama, hampir separuh


dari kurang lebih 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar. Kualifikasi dan
kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Yang tidak layak
mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD,
167.643 guru SMP, 75. 684 guru SMA dan 63.961 guru SMK.

Hal menarik yang juga dikemukakan oleh prof. Nanang Fatah yaitu bahwa
pada uji kompetensi matematika, dari 40 pertanyaan, rata-rata hanya dua
pertanyaan yang diisi dengan benar, dan pada bahasa inggris, hanya satu yang
diisi dengan benaroleh guru yang berlatar belakang bahasa inggris.

Kedua, tercatat 15% guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian dan
bidangnya (Tim Pusat Informasi dan Humas, 2006 : 49)
Dalam pengadaan buku pelajaran, penerbit selama ini sudah terlalu banyak
mengambil untung dan kurang memedulikan kemaslahatan orang banyak. Contoh
nyata bisa disaksikan dari membanjirnya keluhan para orangtua murid setiap
tahun ajaran baru karena harus membeli buku baru. Buku lama tak bisa dipakai
lagi.

Sistem korup mirip mafia yang melibatkan oknum penerbit, percetakan,


birokrat di Depdiknas, makelar, sampai para kepala sekolah dan guru ini terjalin
sangat rapi dan sistematis. Pendeknya, dari hulu ke hilir digarap.

Bisa dibayangkan sistem pengadaan buku yang sedemikian bobrok ini


mengakibatkan pemborosan senilai ratusan miliar per tahun sesuai dengan omzet
penerbit buku pelajaran. Mengutip angka yang dipaparkan dalam tulisan Junaidi
Gafar (Kompas, 24/3), di Indonesia ada sekitar 150 penerbit buku pelajaran.
Omzet rata-rata penerbit tersebut mencapai Rp 10 miliar per tahun. (Djunaedi,
2008).

Pemerintah belum memiliki kehendak politik sangat tinggi untuk


meningkatkan kualitas pendidikan tingginya. Para elite di pemerintahan negeri ini
lebih memiliki libido politik mencari kekuasaan dan jabatan ketimbang mengurusi
dunia pendidikan. Walaupun angggaran pendidikan sudah mencapai lebih dari
20% atau 207,413 triliun rupiah di Angggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) 2009 ini, hal tersebut bukan jaminan bahwa kualitas pendidikan akan
segera bisa membaik dan mampu melahirkan kualitas pendidikan yang benar-
benar baik. Sebab hal tersebut terkadang masih berbenturan dengan birokrasi yang
sangat buruk. Berdasarkan laporan Times Higher Education Suplement-
Quacquarelli Symonds (THES-QS) Mei 2009 lalu, ada sejumlah perguruan tinggi
di Indonesia yang masuk dalam daftar 200 universitas terbaik di Asia. Universitas
Indonesia (UI) berada di peringkat 50, Universitas Gadjah Mada (UGM) di angka
63, Institut Teknologi Bandung (ITB) di urutan 80, Institut Pertanian Bogor (IPB)
di tangga 119, Universitas Airlangga (Unair) di nomor 130, Universitas Sebelas
Maret (UNS) dan Universitas Diponegoro (Undip) di ranking 171 dan Universitas
Brawijaya (Unibraw) di urutan ke-191.

Sementara Jepang memiliki jumlah universitas terbanyak yang masuk


dalam daftar tersebut dengan 58 universitas, termasuk 10 universitas dalam daftar
20 universitas terbaik di Asia. Korea Selatan (Korsel) memiliki 46 universitas
yang masuk, termasuk 3 perguruan tinggi di daftar 20 universitas terbaik. China
berada di posisi ketiga universitas terbanyak yang berjumlah 39 perguruan tinggi,
termasuk 2 universitas dalam 20 universitas terbaik. Taiwan memiliki 15
universitas dalam daftar tersebut, diikuti India yang memiliki 11 universitas.

Mencermati sejumlah perguruan tinggi pada beberapa negara di Asia yang


masuk dalam daftar tersebut, maka jumlah perguruan tinggi Indonesia ternyata,
bila dihitung total, hanya berjumlah 8. Ini sangat ironis. (Anonim, 2009.
www.kesekolah.com/index.php).
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Buruknya Pendidikan di Indonesia

Indonesia adalah suatu Negara yang mempunyai sumber daya alam yang
amat melimpah, namun kondisi tersebut tidak menjamin kulaitas pendidikan yang
baik di Indonesia. Bahkan pendidikan merupakan barang mahal yang tidak semua
kalangan bisa mencicipinya. Ironisnya, pendidikan di Indonesia dewasa ini telah
dijadikan ajang bisnis oleh orang-orang yang tak punya hati. Oleh sebab itu,
pendidikan sebagian besar diperuntukkan bagi kalangan yang mempunyai banyak
uang, sedangkan kalangan yang hidupnya termarginalkan, seakan-akan tidak
mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan, jikalau mereka
mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan, maka pendidikan yang mereka
dapatkan kualitasnya sungguh memperihatinkan.
Hal tersebut bisa di buktikan dengan banyaknya anak dari kalangan
ekonomi ke bawah yang tidak mengeyam pendidikan, tingginya angka putus
sekolah yang setiap tahun menunjukkan peningkatan, serta permasalahn gizi
buruk yang juga terkait dengan kualiats SDM yang rendah. Dari Februari 2006
hingga Agustus 2007, tercatat penduduk yang berpendidikan SD dan tidak tamat
SD meningkat dari 17,57% menjadi 18,52%. Bahkan, pada tahun 2009 lalu
diperkirakan sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah.
APBN yang di diperuntukkan sebagai biaya pendidikan nasional yaitu
sebesar 20%, kita masih kalah bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah
mencapai 25% dan Thailand 30%. Ironisnya, anggaran yang masih belum
memadai tersebut masih tidak luput dari korupsi. Diperkirakan, anggaran di sektor
pendidikan mengalami kebocoran hingga 30%. Berdasarkan evaluasi pengelolaan
dana alokasi khusus tahun 2009 untuk pendidikan oleh KPK, dari total anggaran
Rp 9,3 triliun yang dibagikan ke 451 daerah tingkat dua, diperkirakan Rp 2,2
triliun telah diselewengkan di 160 kabupaten atau kota. Sementara itu menurut
temuan ICW, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus
korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar.
Kebobrokan pendidikan di Indonesia juga terjadi kepada tenaga
pendidiknya di mana hampir separuh dari kurang lebih 2,6 juta guru di Indonesia
tidak layak mengajar. Kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk
mengajar di sekolah. Yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah
912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75. 684 guru SMA dan
63.961 guru SMK.

3.2. Penyebab dari Keburukan Pendidikan di Indonesia

Banyak faktor penyebab keburukan dari pendidikan yang ada di negeri ini
salah satunya yaitu lemahnya birokrasi dalam pemerintahan. Pemerintah belum
memiliki kehendak politik sangat tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tingginya. Para elite di pemerintahan negeri ini lebih memiliki libido politik
mencari kekuasaan dan jabatan ketimbang mengurusi dunia pendidikan.
Walaupun angggaran pendidikan sudah mencapai lebih dari 20% atau 207,413
triliun rupiah di Angggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2009 ini, hal
tersebut bukan jaminan bahwa kualitas pendidikan akan segera bisa membaik dan
mampu melahirkan kualitas pendidikan yang benar-benar baik. Sebab hal tersebut
terkadang masih berbenturan dengan birokrasi yang sangat buruk dan adanya
mafia pendidikan yang ‘ambil untung’ dalam dunia pendidikan tanpa
menghiraukan etika yang ada.

Penyebab lain yang bisa memberi sumbangsih dalam memperburuk wajah


pendidikan di Indonesia adalah memang rendahnya mutu pendidikannya.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah
efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran yang buruk, kualitas guru yang
tidak memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan, rendahnya
kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa yang dapat bersaing dengan dunia
luar, mahalnya pendidikan, tidak meratanya pendidikan yang dibangun oleh
pemerintah atau timpangnya kualitas antara sekolah di kota dengan di desa.
3.3 Solusi untuk Mengatasi Keburukan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan di


Indonesia, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem


sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem
pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-


upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas
guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi
solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, dan membe rikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas
dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.

Selain hal diatas ada 2 hal mendasar agar penyelenggaraan pendidikan


tinggi benar-benar mencapai kualitas yang akuntabel. Pertama, di tingkat negara,
Presiden bersama DPR sebagai mitra kerja harus lebih tegas sekaligus berani
menegur para birokrat pendidikan bila tidak bekerja secara serius. Menjatuhkan
sanksi tegas sesuai ketentuan yang berlaku pun penting dilaksanakan ketika sangat
dibutuhkan dan mendesak.
Kedua, di tingkat kampus, seorang pimpinan perguruan tinggi harus
berusaha melakukan terobosan kebijakan pendidikan pro-pencerahan agar para
pengajar memiliki keinginan sangat tinggi untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional.

Terakhir Memberikan reward (penghargaan) tertentu terhadap para


pengajar berprestasi agar menjadi pemicu dan pemacu semangat sehingga para
pengajar lain semakin meningkatkan kemampuan akademiknya pun harus
dilaksanakan. Bila perlu, memberikan peringatan dan sanksi tegas kepada para
pengajar yang tidak mau memperbaiki kualitas kemampuannya wajib dilakukan
supaya ini menjadi cambuk bagi yang lain untuk terdorong lebih bisa berbenah
diri dan melakukan yang terbaik. (Moh. Yamin)
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
 Kondisi Pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan
sangat jauh dari harapan. Masih banyak kekurangan yang menjadi
pekerjaan rumah (PR) bagi pemimpin negeri ini misalnya minimnya
anggaran pendidikan, angka putus sekolah yang tinggi, mahalnya biaya
pendidikan, kualitas guru yang rendah, dan lemahnya birokrasi,

 Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab ketimpangan


pendidikan di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Lemahnya birokrasi dalam pemerintahan. Pemerintah belum memiliki
kehendak politik sangat tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tingginya. Para elite di pemerintahan negeri ini lebih memiliki libido
politik mencari kekuasaan dan jabatan ketimbang mengurusi dunia
pendidikan,

b. Masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran yang buruk,


kualitas guru yang tidak memenuhi standar kompetensi yang telah
ditetapkan, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa yang
dapat bersaing dengan dunia luar, mahalnya pendidikan, tidak meratanya
pendidikan yang dibangun oleh pemerintah atau timpangnya kualitas
antara sekolah di kota dengan di desa,

 Terdapat beberapa Solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi


permasalahan tersebut antara lain:

a. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang


berkaitan dengan sistem pendidikan,
b. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa,

c. Presiden bersama DPR sebagai mitra kerja harus lebih tegas sekaligus berani
menegur para birokrat pendidikan tinggi bila tidak bekerja secara serius,

d. Memberikan reward (penghargaan) tertentu terhadap para pengajar


berprestasi agar menjadi pemicu dan pemacu semangat dalam peningkatan
kualitas dirinya dan sebaliknya memberikan sanksi jika mereka tidak
berusaha untuk mengembangkan diri,

d.2 Saran
Setelah mengetahui berbagai kekurangan yang menjangkiti dunia pendidikan,
pemerintah, aparat yang terjun langsung dalam pendidikan, dan masyarakat
diharapkan untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
mengedepankan pendidikan untuk mencapai daya saing yang tinggi dengan dunia
luar,
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Ironi Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia.


http://www.kesekolah.com/index.php?option=com_k2&id=954:ironi-
kualitas-pendidikan-tinggi-indonesia&view=item&Itemid=50 [4 Mei 2010].
Fadli, Ade. 2004. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Benarkah untuk
Mencerdaskan Bangsa?. http://timpakul.web.id/pendidikan.html [4 Mei
2010].
Tim Pusat Informasi dan Humas. 2006 . Teropong Pendidikan Kita . Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.

Yudi , Teguh. 2010. Pendidikan Indonesia (ter)Mahal di Dunia. http://library-


teguh.blogspot.com/2010/04/pendidikan-indonesia-termahal-di-dunia.html
[4 Mei 2010].

Zaif. 2010. Ciri-ciri dan Masalah Pendidikan di  Indonesia.


http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/ciri-ciri-dan-masalah-pendidikan-
di-indonesia/feed/ [6 Mei 2010].

Anda mungkin juga menyukai