ARTIKEL
diajukan guna berpartisipasi dalam acara Biologi Cup
yang diselenggarakan HMP Lumba-lumba FKIP Biologi
Universitas Jember
Oleh
Derra Dwi Herawati (090210103025)
Harissudin Masrur (090210103072)
Education is some thing that’s very expensive in Indonesia, actually, its natural
resource is very rich, but doesn’t be optimized for education sector, and many
badness’ that need to be repaired. Like quality of education equipment which isn’t
suitable to use, quality of teachers who isn’t suitable with the competition
standard, bad bureaucracy, till the estimate of government that’s felt still not
enough. There are many causal factors from the badness’ of education in
Indonesia, one one of it is decreasing and seriousness of government in
developing education, and the implication is the human resource is lower than
other country, this article has a purpose to open up the badness’ in education of
Indonesia, so we have known and can repair it in the future.
a. Bagi Pemerintah
b. Bagi Guru
Dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat
berprestasi lebih cemerlang dimasa yang akan datang.
c. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi
diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lebih ironis karena masih banyak anak Indonesia yang ternyata tidak bisa
menikmati atau melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan
berpendidikan rendah di Indonesia masih tinggi. Dari Februari 2006 hingga
Agustus 2007, tercatat penduduk yang berpendidikan SD dan tidak tamat SD
meningkat dari 17,57% menjadi 18,52%. Bahkan, pada tahun 2009 lalu
diperkirakan sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah. Tak kalah ironis, jutaan
anak juga masih mengalami gizi buruk. Bagaimana mau pintar dan memiliki daya
saing tinggi jika kebutuhan yang lebih mendasar yakni sehat, tidak terpenuhi
dengan baik.
Jika kita amati, ada beberapa persoalan besar dan mendasar yang
menghambat terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses
bahkan seharusnya bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh semua rakyat di
Indonesia. Salah satu yang utama adalah belum terwujudnya good governance
dalam tata kelola negara dan pemerintahan. Belum terwujudnya good governance
telah mengakibatkan dampak yang sangat sistemik pada hampir semua aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Hal menarik yang juga dikemukakan oleh prof. Nanang Fatah yaitu bahwa
pada uji kompetensi matematika, dari 40 pertanyaan, rata-rata hanya dua
pertanyaan yang diisi dengan benar, dan pada bahasa inggris, hanya satu yang
diisi dengan benaroleh guru yang berlatar belakang bahasa inggris.
Kedua, tercatat 15% guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian dan
bidangnya (Tim Pusat Informasi dan Humas, 2006 : 49)
Dalam pengadaan buku pelajaran, penerbit selama ini sudah terlalu banyak
mengambil untung dan kurang memedulikan kemaslahatan orang banyak. Contoh
nyata bisa disaksikan dari membanjirnya keluhan para orangtua murid setiap
tahun ajaran baru karena harus membeli buku baru. Buku lama tak bisa dipakai
lagi.
Indonesia adalah suatu Negara yang mempunyai sumber daya alam yang
amat melimpah, namun kondisi tersebut tidak menjamin kulaitas pendidikan yang
baik di Indonesia. Bahkan pendidikan merupakan barang mahal yang tidak semua
kalangan bisa mencicipinya. Ironisnya, pendidikan di Indonesia dewasa ini telah
dijadikan ajang bisnis oleh orang-orang yang tak punya hati. Oleh sebab itu,
pendidikan sebagian besar diperuntukkan bagi kalangan yang mempunyai banyak
uang, sedangkan kalangan yang hidupnya termarginalkan, seakan-akan tidak
mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan, jikalau mereka
mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan, maka pendidikan yang mereka
dapatkan kualitasnya sungguh memperihatinkan.
Hal tersebut bisa di buktikan dengan banyaknya anak dari kalangan
ekonomi ke bawah yang tidak mengeyam pendidikan, tingginya angka putus
sekolah yang setiap tahun menunjukkan peningkatan, serta permasalahn gizi
buruk yang juga terkait dengan kualiats SDM yang rendah. Dari Februari 2006
hingga Agustus 2007, tercatat penduduk yang berpendidikan SD dan tidak tamat
SD meningkat dari 17,57% menjadi 18,52%. Bahkan, pada tahun 2009 lalu
diperkirakan sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah.
APBN yang di diperuntukkan sebagai biaya pendidikan nasional yaitu
sebesar 20%, kita masih kalah bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah
mencapai 25% dan Thailand 30%. Ironisnya, anggaran yang masih belum
memadai tersebut masih tidak luput dari korupsi. Diperkirakan, anggaran di sektor
pendidikan mengalami kebocoran hingga 30%. Berdasarkan evaluasi pengelolaan
dana alokasi khusus tahun 2009 untuk pendidikan oleh KPK, dari total anggaran
Rp 9,3 triliun yang dibagikan ke 451 daerah tingkat dua, diperkirakan Rp 2,2
triliun telah diselewengkan di 160 kabupaten atau kota. Sementara itu menurut
temuan ICW, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus
korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar.
Kebobrokan pendidikan di Indonesia juga terjadi kepada tenaga
pendidiknya di mana hampir separuh dari kurang lebih 2,6 juta guru di Indonesia
tidak layak mengajar. Kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk
mengajar di sekolah. Yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah
912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75. 684 guru SMA dan
63.961 guru SMK.
Banyak faktor penyebab keburukan dari pendidikan yang ada di negeri ini
salah satunya yaitu lemahnya birokrasi dalam pemerintahan. Pemerintah belum
memiliki kehendak politik sangat tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tingginya. Para elite di pemerintahan negeri ini lebih memiliki libido politik
mencari kekuasaan dan jabatan ketimbang mengurusi dunia pendidikan.
Walaupun angggaran pendidikan sudah mencapai lebih dari 20% atau 207,413
triliun rupiah di Angggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2009 ini, hal
tersebut bukan jaminan bahwa kualitas pendidikan akan segera bisa membaik dan
mampu melahirkan kualitas pendidikan yang benar-benar baik. Sebab hal tersebut
terkadang masih berbenturan dengan birokrasi yang sangat buruk dan adanya
mafia pendidikan yang ‘ambil untung’ dalam dunia pendidikan tanpa
menghiraukan etika yang ada.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
4.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Kondisi Pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan
sangat jauh dari harapan. Masih banyak kekurangan yang menjadi
pekerjaan rumah (PR) bagi pemimpin negeri ini misalnya minimnya
anggaran pendidikan, angka putus sekolah yang tinggi, mahalnya biaya
pendidikan, kualitas guru yang rendah, dan lemahnya birokrasi,
c. Presiden bersama DPR sebagai mitra kerja harus lebih tegas sekaligus berani
menegur para birokrat pendidikan tinggi bila tidak bekerja secara serius,
d.2 Saran
Setelah mengetahui berbagai kekurangan yang menjangkiti dunia pendidikan,
pemerintah, aparat yang terjun langsung dalam pendidikan, dan masyarakat
diharapkan untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
mengedepankan pendidikan untuk mencapai daya saing yang tinggi dengan dunia
luar,
DAFTAR PUSTAKA