2. Sinkretisme.
Adalah suatu paham yang berusaha memadukan unsur-unsur kepercayaan lama
dengan unsur-unsur kepercayaan yang baru, tetapi unsur kepercayaan yang lama masih
tetap dipertahankan. Contohnya, walaupun masyarakat Indonesia mengenyam dan
minimal berorientasi (walau sedikit) pendidikan Barat yang diasumsikan orang sebagai
pendidikan yang cukup rasional, kepercayaan terhadap hal gaib masih tetap ada.
Indonesia pun menganut sistem pemerintahan dan bernegara yang demokratis, tapi pada
pelaksanaannya praktek-praktek yang penuh nepotisme dan sikap-sikap feodal yang
mementingkan pemimpin tetap ada. Berbagai alat transportasi modern masuk ke
Indonesia tetapi budaya tertib di jalan belum dilaksanakan.
3. Hipokritis
Adalah sikap munafik atau suka berpura-pura, lain di muka lain di belakang. Orang
Indonesia sering menutup-nutupi kenyataan/keadaan yang sebenarnya karena merasa
malu atau takut dianggap buruk. Hal ini juga digunakan agar tidak menyinggung
perasaan orang lain.
4. Feodalisme
Adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada atau
mengagung-agungkan golongan yang memiliki modal. Segalanya ditentukan atasan.
Kemerdekaan Indonesia belum dapat mengikis sifat feodalisme dari bangsa Indonesia,
karena bentuk-bentuk feodalisme baru bermunculan di tanah air kita. Hal inilah yang
mempersulit perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya pada masyarakat Indonesia
sekarang ini. Segala-galanya masih ditutup-tutupi. Keterbukaan belum terjadi. Bila
demikian adanya, reformasi total tidak dapat terlaksana dengan sempurna, sifat
feodalisme masih kuat dan sangat menghambat kemajuan manusia Indonesia.
7. Suka Menggerutu.
Banyak orang cenderung menggerutu sebagai wujud rasa tidak puas terhadap
keinginannya. Sikap menggerutu dapat diartikan sebagai sikap yang tidak berani
mengemukakan hal yang mengganjal di hatinya secara terbuka. Keluh kesahnya hanya
dikemukakan di belakang orang yang membuatnya menggerutu. Karena keinginannya
tidak tercapai, orang yang suka menggerutu menjadi iri dan dengki terhadap orang yang
lebih maju atau lebih sukses daripada dia. Sehingga dia diam-diam berusaha menjatuhkan
orang yang dicemburui atau yang tidak disukai tadi.
8. Falsafah Kebenaran.
Pada zaman sekarang kebenaran menjadi hal yang rancu. Kita sulit membedakan mana
yang benar dan mana yang salah sebab kebenaran seringkali dimanipulasi. Kebenaran
menjadi hal yang relatif, tergantung situasi dan kondisi. Unsur kekuasaan dan kedekatan
dengan pusat kekuasaan seringkali menjadi unsur penentu sebuah kebenaran. Semakin
sesuai pemikiran atau tindakan seseorang dengan kehendak dan kemauan penguasa,
semakin benar pemikiran dan tindakan itu.
9. Suka Meniru.
Pada era globalisasi ini semua bangsa dengan berbagai upaya ingin menjadi bangsa
modern, dengan mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Modern diartikan
mengacu pada perkembangan masyarakat Barat. Negara-negara berkembang seperti
Indonesia, mengambil alih atau meniru teknologi, pendidikan, ekonomi, industri dari
Negara Barat. Tetapi, pada perkembangannya yang diserap tidak hanya unsur-unsur
tersebut, tetapi juga gaya hidup orang Barat, seperti cara berpakaian, berbicara, perilaku,
norma, dan nilai sehingga seringkali yang terjadi bukan modernisasi melainkan
westernisasi ( kebarat-baratan ). Orang yang kebarat-baratan belum tentu modern, karena
sikap mentalnya tidak modern, dia hanya mengadaptasi gaya hidup orang barat.
Semua hal yang diatas adalah sebuah bahan koreksi diri yang berguna bagi kita
dan kelangsungan pancasila. Apakah kita membiarkan semangat pancasila itu semakin
lama semakin luntur oleh hal yang tadi Bpk.Mochtar Lubis sebutkan? Ketika seseorang
yang mengaku sebagai nasionalis yang paten merendahkan negara Barat (sebut saja AS )
, maka sebenarnya dia telah menyangkal dirinya. Sekarang, Bagaimana cara
Mengkondisikan Pancasila dalam globalisasi ? Pertama dan menurut saya yang paling
penting yang harus kita lakukan adalah membenahi mentalitas pembangunan. Jika kita
perhatikan kehidupan masyarakat Barat dan masyarakat Timur, akan tampak adanya
perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar dalam hal mentalitas. Pada mentalitas
masyarakat Barat cenderung lebih menekankan pada hal-hal :
Kebendaan
Pikiran logis
Hubungan asas guna
Individualisme.
Sedangkan pada mentalitas masyarakat Timur cenderung lebih menekankan pada hal-hal:
Kerohanian
Mistik
Pikiran prelogis
Gotong-royong (kekeluargaan).
Kedua mentalitas tersebut bila dicermati ada yang bersifat negatif dan ada yang
bersifat positif. Namun, di antara keduanya tidak dapat dikatakan mentalitas yang satu
lebih tinggi atau lebih baik dari mentalitas yang lain. Keduanya merupakan kondisi yang
ada dan hidup di kedua kebudayaan masyarakat tersebut.
Manusia Indonesia tidak pernah maju seandainya tetap berorientasi pada masa
lalu. Manusia Indonesia perlu mengarahkan orientasi kehidupannya pada masa depan.
Perlu dicatat bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
Perkembangan dan perubahan pada masa depan inilah yang perlu diantisipasi oleh
manusia Indonesia.
ada hasrat eksplorasi, keinginan untuk memahami dan mengetahui hal-hal yang baru.
Dan ingat Apa yang terjadi bila Thomas Alfa Edison berhenti pada percobaan kurang
dari seribu kali, karena beliau menemukan lampu setelah percobaan bola lampu yang
ke seribu kalinya.
yang patut dijunjung tinggi, tentu tanpa mengesampingkan afiliatif / hubungan kita
Suatu pencapaian atau achievement akan lebih tinggi maknanya bila pencapaian
tersebut merupakan hasil dari kemampuan sendiri bukan hasil dari manipulasi atau