Anda di halaman 1dari 10

SEBUAH CERITRA SINGKAT BIOGRAFI

AL-DZAHABI

Oleh
TENGKU MUHAMMAD

2010

Artikel 1
SEBUAH CERITRA SINGKAT BIOGRAFI
AL-DZAHABI

Islam memang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar, di antaranya ialah


Syamsuddin adz-Dzahabi yang dikenal sebagai seoarang sejarawan dan penulis biografi
para ulama. Ia lebih dikenal dengan nama adz-Dzahabi, lahir di Damaskus pada tahun
273 H / 1274 M. Hasrat intelektual adz-Dzahabi begitu tinggi sehingga menjadikan
dirinya menguasai pelbagai disiplin ilmu pengetahuan keislamanan.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, pada tahun 741 H adz-Dzahabi
mengalami kebutaan sehingga memaksanya untuk menghentikan aktifitas menulis.
Kemudian beralih mengajar sampai wafat pada tahun 748 H. Banyak karya lahir dari
tangannya, di antaranya ialah kitab Tarikh al-Islam, Siyar al-A’lam an-Nubala`, dan kitab
al-Kaba`ir. Kitab yang disebut terakhir ini merupakan kumpulan dosa besar atau
inseklopedia teologis dosa besar.
Dalam al-Kaba`ir-nya, adz-Dzahabi mendefiniskan bahwa yang disebut dosa
besar ialah segala hal yang dilarang Allah yang telah dijelaskan dalam al-Qur`an dan
sunnah serta para ulama salaf [H. 7]. Menurutnya, ada tujuh puluh dosa yang
dikategorikan sebagai dosa besar. Dosa besar yang menempat posisi pertama ialah syirik,
sedang posisi terakhir adalah mencela para sahabat Nabi. Pemaparan tujuh pulu dosa
besar menurut hemat saya sangat menarik. Sebab, selama ini yang sering kita dengar dosa
besar hanya ada tujuh (as-sab’ al-mubiqat), yaitu syirik, sihir, membunuh orang tanpa
alasan yang dapat dibenarkan menurut syara’, memakan harta anak yatim, memakan riba,
lari dari medan pertempuran, dan menuduh berzina perempuan-perempuan mu’min.
Untuk mendukung pendapatnya bahwa ada tujuh puluh dosa besar, adz-Dzahabi
menyitir pernyataan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa dosa besar itu ada tujuh puluh,
sedang ketujuh dosa besar sebagaimana yang disebutkan di atas hanyalah merupakan
ringkasan darinya. [H. 7-8]. Dengan piawinya adz-Dzahabi menyusun tujuh puluh daftar
dosa besar, dan yang menariknya lagi hal tersebut didasarkan kepada dalil al-Qur`an,
sunnah dan pendapat para ulama salaf.
Daftar tujuh puluh dosa besar dimulai dari dosa yang paling berbahaya, yaitu
syirik dan yang terakhir adalah mencela para sahabat Nabi. Dalam kesempatan ini

Artikel 2
setidaknya akan saya suguhkan tiga dosa besar. yaitu syirik, menolak membayar zakat,
serta janji palsu dan kazhaliman penguasa.
Menurut adz-Dzahabi, syirik ada dua macam. Pertama, syirik akbar, yaitu
menyembah selain Allah. Syirik menduduki dosa pada level pertama dan sangat
berbahaya, pelakunya tidak akan diampuni, dan kekal di dalam neraka. Hal ini
sebagaimana ditandaskan Allah di dalam al-Qur`an: “Sesungguhnya Allah tak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik” (QS. an-Nisa`: 48),
dan di dalam ayat lain dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan
Allah dengan sesuatu, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya
ialah neraka” (QS. al-Ma`idah: 72).
Kedua, syirik ashghar. Yang termasuk dalam ketegori ini ialah riya sebagaimana
ditegaskan Allah dalam al-qur`an: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-
nya aka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan-nya”. (Q.S. al-Kahfi: 110). Begitu juga
ditegaskan dalam sunnah: “Menjauhlah kalian dari syirik ashghar. Mereka pun kemudian
berntanya kepada Rasulullah: ‘apa syirik ashghar itu?’ , Rasul–pun menjawab: ‘syirik
ashghar adalah riya’”. [H. 8-9]. Di sini adz-Dzahabi juga mengutip pandangan Fudhail
bin ‘Iyadh yang menyatakan bahwa berbuat sesuatu dengan tujuan untuk dipamerkan
kepada orang lain termasuk syirik. [H. 10].
Pertanyaannya, kenapa syirik masuk dalam daftar urut pertama dosa besar?
Kalimat persaksian pertama di dalam Islam ialah la ilaha illallah (tiada tuhan selain
Allah), dan disalam kalimat tersebut mengandung konsep negasi-afirmasi (an-nafy wa al-
itsbat). Dalam konteks ini mendiang Prof. Dr. Nurchalis Majid menyatakan:
“Konsep ‘negasi-afirmasi’ menunjukkan kemustahilan seseorang mencapai iman
yang benar kecuali jika ia telah melewati proses pembebasan dirinya dari kepercayaan
yang ada. Sebab sesungguhnya persoalan umat manusia yang dengan mudah dapat
dibuktikan secara empiric bukanlah bahwa mereka tak percaya pada satu “tuhan”. Justru
sebaliknya, nurani primordial manusia ialah percaya kepada Tuhan. Namun karena tidak
terbimbing dengan benar maka naluri itu tumbuh dan berkembang secara sesat, dan
tersalurkan ke arah kepercayaan kepada Tuhan secara berlebihan, yaitu politeisme atau
syirik. Padahal politeisme atau syitik, terbukti dari gejala mitologi, merenggut kebebasan

Artikel 3
manusia dan membuatnya terbelenggu sedemikian rupa sehingga tak mampu melihat
alam dan kehidupan sekelilingnya secara benar sesuai dengan design atau sunnah Allah.
Maka persoalan manusia yang paling pokok ialah bagaimana membebaskan mereka dari
kepercayaan kepada “tuhan-tuhan” yang hampir semuanya bersifat mitologis
itu…”(Islam Agama Peradaban, H. 129-130].
Jadi, syirik menjadi dosa besar pada level pertama karena sangat berbahaya bagi
manusia dan kemanusiaan. Ia bisa mengakibkan manusia bertindak tak sesuai dengan
sunnah Allah. Dengan kata lain, syirik bisa menghancurkan tatanan dunia ini. Dampak
syirik yang begitu besar mengakibatkan ia masuk dalam level pertama dosa besar.
Selanjutnya mari kita melompat ke level kelima dosa besar, yaitu menolak
membayar zakat [H. 23]. Keengganan membayar zakat di tempatkan pada level kelima.
Menurut hemat penulis, pengkategorian keengganan membayar zakat sebagai dosa besar
kelima lebih karena zakat mertupakan salah satu sumber penting bagi pemasukan negara
pada saat itu. Sebab, implikasi yang akan ditimbulkan jika zakat ditidak dibayarkan akan
menggoncang keuangan negara sekaligus melemahkan legitimasi pengusa. Pandangan ini
bisa kita telusuri dalam kasus khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shidiq yang memerangi
orang-orang yang enggan membayar zakat. Dengan kata lain, keengganan membayar
zakat yang terjadi pada masa kepemimpina Abu Bakar ash-Shidiq pada dasarnya
merupakan bentuk pemberontakkan kepada pemerintahan saat itu. [Jama al-Bana, al-
Islam wa Huriyyah al-Fikr, H. 153-154].
Sekarang kita akan melompat dari level kelima ke level keenam belas. Menurut
adz-Dzahabi, dosa besar yang ada pada level keenam belas ialah janji palsu dan
kezaliman penguasa. Untuk mendukung pendapatnya, azd-Dzahabi menyebutkan
beberapa ayat al-Qur`an. Di antaranya adalah: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang
yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak.
Mereka itu mendapat azab yang pedih”.(Q.S. asy-Syura: 42). Di samping itu, adz-
Dzahabi juga menyebutkan hadits Nabi: “Barang siapa yang menipuku maka bukan dari
umatku” (H.R. Muslim). [H. 51].
Penguasa adalah abdi atau pelayan masyrakat, karenanya penguasa tak boleh
membohongi rakyatnya. Dengan kata lain, rakyat adalah tuan, sedang pemerintah adalah
pelayannya. Hal ini sebagaimana ungkapan yang kita sering dengar: “sayyid al-qaum

Artikel 4
khadimuhum” (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayannya). Dengan demikian, semua
kebijakan pemerintah atau negara harus mengacu kepada kepentingan rakyat, dan
penguasa tidak boleh menzhalimi rakyatnya sebagaimana ditegaskan dalam salah satu
kaidah fikih, “Semua kebijakan pemerintah harus mengacu kepada kemaslahatan rakyat”.
[Jalaluddin as-Suyuthi, Asybah wa an-Nazha`ir, juz, I, H. 83].
Jadi, secara teologis kebohongan penguasa kepada publik dan kezhalimannya
adalah termasuk dosa besar. Sebab, apa yang mereka lakukan merugikan banyak orang.
Sadarkan penguasa negeri ini akan hal tersbeut? Atau mereka sebenarnya sudah tahu,
tetapi nurani mereka telah mati?

Kitab : Tarikh al-Islam wa Wafiyat al-Musyahir wa al-A’lam


Penulis : Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi
Penerbit : Darul Kitab al-Arabi, Bairut, Lebanon
Tahun terbit : 1987 M / 1407 M

AL-IMAM ADZ-DZAHABI
Nama Dan Nasab Beliau
Beliau RAH adalah al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman
bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi. Beliau berasal dari negara
Turkumanistan, dan Maula Bani Tamim

Kelahiran Dan Sifat Beliau


Beliau dilahirkan pada tahun 673 H di Mayyafariqin Diyar Bakr. Beliau RAH
dikenal dengan kekuatan hafalan, kecerdasan, kewara’an, kezuhudan, kelurusan aqidah
dan kefasihan lisannya.

Pertumbuhan Dan Guru-Guru Beliau


Beliau menuntut ilmu sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun menekankan
perhatian pada dua bidang ilmu: Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadits Nabawi. Beliau
menempuh perjalanan yang jauh dalam mencari ilmu ke Syam, Mesir, dan Hijaz
(Mekkah dan Madinah). Beliau mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri
tersebut. Diantara para ulama yang menjadi guru-guru beliau adalah:

Artikel 5
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah RAH
Yang beliau letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang
memberikan ijazah pada beliau dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh. Beliau begitu
mengagumi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih agung jika
aku yang menyifatinya. Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka
sungguh aku akan bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya.
Tidak…-Demi Alloh- bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya
dalam hal keilmuan.” (Raddul Wafir , hal. 35)
2. Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman al-Mizzi RAH
Yang dikatakan oleh beliau, “Dia adalah sandaran kami jika kami menemui
masalah-masalah yang musykil.” (ad-Durar al-Kaminah,V:235)
3. Al-Hafizh Alamuddin Abdul Qasim bin Muhammad al-Birzali RAH
Yang menyemangati beliau dalam belajar ilmu hadits, beliau mengatakan
tentangnya: “Dialah yang menjadikanku mencintai ilmu hadits.” (ad-Durar al-
Kaminah, III:323)
Ketiga ulama diatas adalah yang banyak memberikan pengaruh terhadap
kepribadian beliau. Adapun guru-guru beliau yang lainnya adalah Umar bin Qawwas,
Ahmad bin Hibatullah bin Asakir, Yusuf bin Ahmad al-Ghasuli, Abdul Khaliq bin
Ulwan, Zainab bintu Umar bin Kindi, al-Abrahuqi, Isa bin Abdul Mun’im bin Syihab,
Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu Muhammad ad-Dimyathi, Abul abbas azh-Zhahiri, ali bin
Ahmad al-Gharrafi, Yahya bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari, masih banyak lagi
yang lainnya.
Al-Imam adz-Dzahabi memiliki Mu’jam asy-Syuyukh (Daftar Guru-Guru)
beliau yang jumlahnya mencapai 3000-an orang (adz-Dzahabi wa Manhajuhu fi
Kitabihi, Tarikhil Islam)

Murid-Murid Beliau
Di antara murid beliau adalah: Tajuddin as-Subki, Muhammad bin Ali al-Husaini,
al-Hafizh Ibnu kasir, al-Hafizh Ibnu Rajab, dan masih banyak lagi selain mereka.

Artikel 6
Pujian Para Ulama Kepada Beliau
Al-Imam Ibnu Nashruddin ad-Dimasyqi RAH berkata, “Beliau adalah Ayat (tanda
kebesaran Allah-red) dalam ilmu rijal, sandaran dalam jarh wa ta’dil (ilmu kritik hadits-
red) lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qiraat, faqih dalam
pemikiran, sangat paham dengan madzhab-madzhab para imam dan para pemilik
pemikiran, penyebar sunnah dan madzhab salaf di kalangan generasi yang datang
belakangan.” (Raddul Wafir, hal. 13) Ibnu Katsir RAH berkata, “Beliau adalah Syaikh al-
Hafizh al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin beliau adalah penutup
syuyukh hadits dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225)
Tajuddin as-Subki RAH berkata, “Beliau adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar
Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliau melihat dan
mengungkapkan sejarah mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101).
An-Nabilisi RAH berkata, “Beliau pakar zamannya dalam hal perawi dan
keadaaan-keadaan mereka, tajam pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah
mencukupi dari pada menyebutkan sifat-sifat nya.” (ad-Durar al-Kaminah, III:427)
Ash-Shafadi RAH berkata, “Beliau seorang hafizh yang tidak tertandingi,
penceramah yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadits dan rijalnya, memiliki
pengetahuan yang sempurna tentang ‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki
pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia. Menghilangkan ketidakjelasan
dan kekaburan dalam sejarah manusia. Beliau memiliki akal yang cerdas, benarlah
nisbahnya kepada dzahab (emas). Beliau mengumpulkan banyak bidang ilmu, memberi
manfaat yang banyak kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih
mengutamakan hal yang ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku telah
bertemu dan berguru kepadanya, dan membaca banyak dari tulisan-tulisannya di bawah
bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah faqih dalam
pandangannya, memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan ulama,
madzhab-madzahab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.” (al-Wafi bil Wafayat,
II:163)

Artikel 7
Di Antara Perkataan-Perkataan Beliau
Al-Imam adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan
perhatiannya pada ilmu kalam melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan
yang menyelisihi Sunnah. Karena itulah ulama salaf mencela setiap yang belajar ilmu-
ilmu para umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filosof atheis.
Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para ahli
filsafat dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi
dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang berjalan di belakang apa yang dibawa oleh
para rasul maka sungguh dia telah menempuh jalan salaf dan menyelamatkan agma dan
keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)
Beliau RAH menukil perkataan ma’mar, “Dahulu dikatakan bahwa seseorang
menuntut ilmu untuk selain Alloh maka ilmu itu enggan hingga semata-mata untuk
Alloh.” Kemudian beliau mengomentari perkataan ma’mar tersebut dengan mengatakan,
“Ya, dia awalnya menuntut ilmu atas dorongan kecintaan kepada ilmu, agar
menghilangkan kejahilannya, agar mendapat pekerjaan, dan yang semacamnya. Dia
belum tahu tentang wajibnya ikhlas dalam menuntutnya dan kebenaran niat di dalamnya.
Maka jika sudah mengetahuinya, dia hisab dirinya dan takut terhadap akibat buruk dari
niatnya yang keliru, maka datanglah kepada niat yang shahih semuanya atau
sebagiannya. Kadang dia bertaubat dari niatnya yang keliru dan menyesal. Tanda atas hal
itu ialah bahwasanya dia mengurangi dari klaim-klaim, perdebatan, dan perasaan
memiliki ilmu yang banyak, dan dia hinakan dirinya. Adapun jika dia merasa banyak
ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu dari pada Fulan; maka sungguh celakalah
dia.” (Siyar A’lamin Nubala’ , VII:17)
Beliau RAH berkata, “Yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah hendaknya
bertakwa, cerdas, mahir Nahwu, mahir ilmu bahasa, memiliki rasa malu dan salafi.”
(Siyar, XIII:380).
Beliau berkata, “Ahli hadits sekarang hendaknya memperhatikan kutubs sittah,
musnad Ahamd dan Sunan Baihaqi. Dan hendaknya teliti terhadap matan-matan dan
sanad-sanadnya, kemudian tidak mengambil manfa’at dari hal itu hingga dia bertakwa
kepada Rabbnya dan menjadikan hadits sebagai dasar agama. Kemudian ilmu bukanlah
dengan banyak riwayat, tetapi dia adalah cahaya yang Allah pancarkan ke dalam hati dan

Artikel 8
syaratnya adalah ittiba’ (mengikuti nabi SAW-red) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu
dan kebid’ahan.” (Siyar, XIII:323).
Beliau RAH berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid
dalam hal furu’, tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat
terdahulu dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu
menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah
merahmati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya,
selalu membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab ash-
Shahihain dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzkirah
al-Huffazh, II:530).

Karya-Karya Beliaup
Beliau memiliki sekitar 100 karya tulis, di antara karya-karya tulis itu adalah:
1. al-‘Uluww lil ‘Aliyyil Ghaffar
2. Taariikhul Islam
3. Siyar A’laamin Nubalaa’
4. Mukhtashar Tahdziibil Kamaal
5. Miizaanul I’tidaal Fii Naqdir Rijaal
6. Thabaqatul Huffazh
7. Al-Kaasyif Fii Man Lahu Riwaayah Fil Kutubis Sittah
8. Mukhtashar Sunan al-Baihaqi
9. Halaqatul Badr Fii ‘Adadi Ahli Badr
10. Thabaqatul Qurra’
11. Naba’u Dajjal
12. Tahdziibut Tahdziib
13. Tanqiih Ahaadiitsit Ta’liiq
14. Muqtana Fii al-Kuna
15. Al-Mughni Fii adh-Dhu’afaa’
16. Al-‘Ibar Fii Khabari Man Ghabar
17. Talkhiishul Mustadrak
18. Ikhtishar Taarikhil Kathib

Artikel 9
19. Al-Kabaair
20. Tahriimul Adbar
21. Tauqif Ahli Taufiq Fi Manaaqibi ash-Shiddiq
22. Ni’mas Smar Fi Manaaqib ‘Umar
23. At-Tibyaan Fi Manaaqib ‘Utsman
24. Fathul Mathalib Fii Akhbaar Ali bin Abi Thalib
25. Ma Ba’dal Maut
26. Ikhtishar Kitaabil Qadar Lil Baihaqi
27. Nafdhul Ja’bah Fi Akhbaari Syu’bah
28. Ikhtishar Kitab al-Jihad, ‘Asakir
29. Mukhtashar athraafil Mizzi
30. At-Tajriid Fii Asmaa’ ish Shahaabah
31. Mukhtashar Tariikh Naisabuur, al-Hakim
32. Mukthashar al-Muhalla dan Tartiil Maudhuu’at, Ibn al-Jauzi

Wafat Beliau
Al-Imam adz-Dzahabi wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H, di
Damaskus, Syiria dan dimakamkan di pekuburan Bab ash-Shaghir.
Semoga Allah meridhai beliau dan menempatkannya dalam keluasan surganya-Nya.

Rujukan

Thabaqah asy-Syafi’iyyah al-Kubra, Tajuddin as-Subki (IX:100-116)


Raddul Wafiir, Ibn Nashiruddin ad-Dimasqi, hal.31-32
Abjadul ‘Ulum, Shiddiq Hasan Khan (III:99-100)
Dzail Tadzkiratil Huffazh (I:34-37)

Artikel 10

Anda mungkin juga menyukai