Anda di halaman 1dari 9

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

DEFINISI

Penyakit autoimun kronis pada jaringan penyambung yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap
komponen –komponen inti sel (autoantibodi) yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas

EPIDEMIOLOGI

 Dalam 30 tahun terakhir telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia
 Lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro, Cina dan Filipina
 Dapat ditemukan pada semua usia tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi)
 Frekuensi wanita : pria = (5,5-9) : 1  karena wanita punya respon antibodi yang lebih cepat
 Wanita yang mengonsumsi estrogen oral / hormon pengganti estrogen punya risiko 1,2-2 kali lebih
tinggi untuk terkena SLE

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

 Masih belum diketahui dengan jelas


 Etologinya diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada MHC kelas II, yaitu HLA-DR 2
dan HLA-DR3
 Terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor mencakup faktor genetik,
lingkungan dan hormonal terhadap respons imun
 Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit  10-20%
pasien SLE mempunyai kerabat dekat yang juga menderita SLE
 Banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun
 Juga terkait dengan haplotip MHC tertentu (terutama HLA-DR 2 dan HLA-DR3) serta komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikatan komplemen (C 1q, C1R, C1S, C4 dan C2)
 Gen-gen lain yang mulai terlihat ikut berperan adalah gen yang mengkode respetor sel T,
imunoglobulin dan sitokin

Patogenesis SLE dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

Individu dengan predisposisi genetik + faktor pemicu yang tepat*  tenaga pendorong abnormal terhadap
sel T CD4+  toleransi sel T terhadap self antigen hilang  muncul sel T autoreaktif  induksi dan ekspansi
sel B baik yang memproduksi autoantibodi (ANA)** maupun yang berupa sel memori  ANA membentuk
kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi  karena penanganan kompleks imun dalam SLE juga
terganggu***  terbentuk deposit kompleks imun  mengendap di berbagai organ  terjadi fiksasi
komplemen pada organ tersebut  komplemen teraktivasi  timbul reaksi radang  manifestasi klinis
pada organ yang bersangkutan (ginjal, sendi, kulit dan sebagainya)

*faktor pemicu masih belum jelas tapi diduga hormon seks, sinar ultraviolet dan infeksi ikut berperan

**pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terutama terhadap antigen yang terletak dalam
nukleoplasma seperti DNA dan RNA (ciri khas autoantigen tersebut adalah tidak tissue-specific dan
merupakan komponen integral semua sel)  makanya disebut Anti Nuclear Antibody (ANA)

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 1
***gangguan tersebut berupa gangguan clearance kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan
kompleks imun dalam hati dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa

Genetically susceptible individual


Genes involved:
MHC class II
Complement
Additional unidentified genes

Environmental trigger(s)
(Unknown)

T-Cell driving force


CD4-dependent
(specificities unknown)

IgG autoantibody production


self-antigen driven

Autoantibody-mediated clinical
manifestasions

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 2
Pathogenesis of SLE. Genes confirmed in more than one independent cohort as increasing susceptibility to SLE or lupus
nephritis are listed. Gene-environment interactions result in abnormal immune responses that generate pathogenic
autoantibodies and immune complexes that deposit in tissue, activate complement, cause inflammation, and over time
lead to irreversible organ damage. Ag, antigen; C1q, complement system; C3, complement component; CNS, central
nervous system; DC, dendritic cell; EBV, Epstein-Barr virus; HLA, human leukocyte antigen; FcR, immunoglobulin Fc-
binding receptor; IL, interleukin; MBL, mannose-binding ligand; MCP, monocyte chemotactic protein; PTPN,
phosphotyrosine phosphatase; UV, ultraviolet.

MANIFESTASI KLINIS

 Sangat beragam dan seringkali tidak terjadi secara bersamaan sehingga pada awalnya tidak dikenali
sebagai SLE

 Dapat diawali hanya dengan keluhan nyeri sendi yang berpindah-pindah tanpa ada keluhan lain

 Gambaran klinis keterlibatan sendi / muskuloskeletal dijumpai pada 90% kasus SLE walaupun artritis
sebagai manifestasi awal hanya dijumpai pada 55% kasus

Gejala Konstitusional

 Kelelahan  umum dijumpai dan biasanya mendahului manifestasi lainnya  tetapi tidak spesifik

 Penurunan berat badan karena menurunnya napsu makan / gejala gastrointestinal

 Demam  suhu tubuh dapat lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi seperti leukositosis dan tidak
disertai menggigil

 Lain-lain  rambut rontok, hilang napsu makan, pembesaran KGB, sakit kepala, mual dan muntah

Manifestasi Muskuloskeletal

 Paling sering dijumpai pada pasien SLE (>90%)

 Dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis dimana
tampak jelas bukti inflamasi sendi

 Susah dibedakan dengan artritis reumatoid karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris

 Bedanya dengan RA  SLE tidak menyebabkan kelainan deformitas, kaku sendi yang berlangsung
beberapa menit dan sebagainya seperti yang ditunjukkan pada RA

 Ada kemungkinan koinsidensi penyakit lain seperti RA, polymyositis dan skleroderma

Manifestasi Kulit

 Ruam kulit merupakan manifestasi SLE pada kulit yang telah lama dikenal, dapat berupa:

 “Butterfly rash”  radang kulit pada wajah, bentuknya seperti kupu-kupu mulai dari kedua
belah pipi sampai ke hidung. Bisa tampak rata atau timbul. Dapat berwarna merah terang,
kemerah-merahan, atau kekulit-kulitan.

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 3
 Radang discoid  bentuknya seperti uang logam atau oval seperti disket. Terdapat pada bagian
kulit yang sering terkena sinar matahari, terutama daerah sekitar leher. Cenderung berwarna
merah, timbul dan bersisik. Bila sembuh, bekasnya tetap terlihat. Radang ini juga dapat
menyebabkan perubahan warna kulit disekitarnya menjadi lebih terang atau gelap.

 Redness  radang cutaneus yang kurang parah, bentuknya juga seperti uang logam, sangat
peka cahaya dan bisa bertambah parah bila terkena sinar ultra violet. Tidak meninggalkan
bekas dan biasanya timbul di seluruh permukaan tubuh.

 Lesi mukokutaneus dapat berupa reaksi fotosensitivitas, diskoid LE (DLE)*, subacute cutaneous lupus
erythematosus (SCLE), lupus profundus**, alopecia, telangiektasia, Raynaud’s phenomenon, bercak
eritema, bercak atrofis atau depigmentasi pada bibir

*DLE  lesi mirip dengan SLE tapi manifestasi sistemik jarang ditemukan. Lesi berupa plak diskoid yang
menunjukkan derajat eritema, edema dan atrofi dari kulit yang dikelilingi batas kemerahan yang
menonjol dan biasanya terdapat di daerah wajah dan kulit kepala, tapi bisa juga menyebar di seluruh
tubuh

**lupus profundus  pembengkakan pada bagian dermis / subkutan yang menghasilkan nodul yang
dalam dan tegas, seringkali tanpa perubahan pada permukaan kulit. Biasanya terletak pada kepala,
lengan bagian atas, dada, paha dan pantat. Biasanya lesi sedikit bercampur dengan lesi diskoid dan
disertai dengan gejala sistemik yang ringan

Manifestasi Paru

 Dapat berupa radang intersisial parenkim paru (pneumonitis), emboli paru, hipertensi pulmonal,
atau perdarahan paru yang bisa menyebabkn hemoptisis
 Pneumonitis :
 Dapat terjadi secara akut / berlanjut menjadi kronik
 Sesak, batuk kering dan dijumpai ronki di basal
 Terjadi akibat deposisi kompleks imun pada alveolus / pembuluh darah paru
 Memberikan respons yang baik dengan pemberian steroid

Manifestasi Kardiologis

 Perikardium, miokardium, endokardium dan maupun pembuluh darah koroner dapat terlibat 
paling banyak perikardium (contohnya pericarditis)
 Penyakit jantung koroner  angina pectoris, infark miokard atau CHF
 Valvulitis karena vegetasi pada katup  murmur sistolik dan diastolik

Manifestasi Renal

 Dijumpai pada 40-75% pasien  wanita : pria = 10 : 1 dan puncak pada usia 20-30 tahun
 Gejala umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal / sindroma nefrotik
 Proteinuria, piuria, hemoglobinuria dan peningkatan kadar serum kreatinin

Manifestasi Gastrointestinal

 Tidak spesifik  karena dapat karena pengaruh organ lain maupun pengaruh pengobatan
 Dapat berupa disfagia, dispepsia, nyeri abdominal, pankreatitis, inflamatory bowel disease, ataupun
hepatomegali dengan peningkatan serum SGOT/SGPT

Manifestasi Neuropsikiatrik

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 4
 Neurologik  epilepsi, hemiparesis, lesi saraf kranial, lesi batang otak, miastenia gravis, neuropati
perifer dan meningitis
 Psikiatrik  gangguan fungsi mental

Manifestasi Hemik-Limfatik

 Limfatik  limfadenopati (paling sering aksila dan servikal) dan hepatosplenomegali


 Hematologi  anemia (bisa karena proses imun seperti anemia aplastik ataupun bukan karena
proses imun seperti anemia defisiensi besi)

DIAGNOSIS

Diagnosis SLE dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium. American
College of Rheumatology mengajukan 11 kriteria untuk mendiagnosis SLE, dimana bila didapatkan 4 kriteria,
maka diagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah:

1. Ruam/rash yang kontinyu (malar rash)


2. Ruam/rash yang berbentuk bulat (discoid rash)
3. Peka terhadap rangsangan cahaya (photosensitivity)
4. Ulkus atau luka pada mulut dan bagian belakang hidung (nasofaring)
5. Radang sendi yang non-erosif (non-erosive arthritis)
6. Pleuritis atau perikarditis (serositis)
7. Gangguan pada ginjal dengan ditemukanya protein pada urin (proteinuria) >0,5g/hari atau adanya
silinder sel
8. Kelainan neurologis, yaitu kejang atau psikosis
9. Kelainan darah, yaitu anemia hemolitik dimana terjadi penurunan jumlah sel darah putih (lekopenia)
<4.000/mm3  atau penurunan jumlah keping darah (trombositopenia) <100.000/mm3 
10. Kelainan imunologis dimana ditemukan sel LE, anti DNA atau anti Sm pada pemeriksaan serologis
11. Nilai abnormal dari Antinuclear Antibody (ANA) yang didapatkan dari pemeriksaan imunofluoresen

Diagnostic Criteria for Systemic Lupus Erythematosus

Malar rash Fixed erythema, flat or raised, over the malar eminences
Discoid rash Erythematous circular raised patches with adherent keratotic scaling and follicular
plugging; atrophic scarring may occur
Photosensitivity Exposure to ultraviolet light causes rash
Oral ulcers Includes oral and nasopharyngeal ulcers, observed by physician
Arthritis Nonerosive arthritis of two or more peripheral joints, with tenderness, swelling, or
effusion
Serositis Pleuritis or pericarditis documented by ECG or rub or evidence of effusion
Renal disorder Proteinuria >0.5 g/d or 3+, or cellular casts
Neurologic disorder Seizures or psychosis without other causes
Hematologic Hemolytic anemia or leukopenia (<4000/L) or lymphopenia (<1500/L) or
disorder thrombocytopenia (<100,000/L) in the absence of offending drugs

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 5
Immunologic Anti-dsDNA, anti-Sm, and/or anti-phospholipid
disorder
Antinuclear An abnormal titer of ANA by immunofluorescence or an equivalent assay at any point
antibodies in time in the absence of drugs known to induce ANAs

Pemeriksaan Lab

 Indikator inflamasi
 LED meningkat
 Hipergamaglobulinemia poliklonal
 α2-globulin serum meningkat
 CRP masih negatif namun akan meningkat seiring dengan infeksi sistemik yang terjadi / bila
terjadi serositis maupun artritis
 Hematologi
 Anemia ringan sampai sedang  normositik, hipokrom, serum besi dan TIBC turun
 Bisa juga terjadi anemia hemolitik autoimun karena IgG dan komplemen terikat pada
eritrosit  Coomb’s test
 Limfositopenia, neutropenia dan kadang leukositosis
 Trombositopenia  splenomegali
 Marrow smear  megakariosit meningkat
 Antibodi Antinuklear
 Urinalisis dan evaluasi keterlibatan ginjal
 Analisis cairan inflamasi

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 6
TERAPI

Terapi Suportif

 Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting untuk diperhatikan terutama pada pasien yang
baru terdiagnosis
 Fotosensitivitas (70%)  hindari paparan sinar matahari berlebihan dan gunakan sunscreen, baju
lengan panjang, topi atau payung pada siang hari
 Profilaksis antibiotika  bila akan menjalani prosedur invasif
 Pengaturan kehamilan  kehamilan dapat mencetuskan eksaserbasi akut dan berisiko untuk fetus

Terapi Konservatif

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 7
 Dilakukan pada SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ
 Artritis, artralgia dan mialgia  analgetik sederhana / NSAID  hati-hati efek samping (periksa
serum kreatinin secara berkala)  jika tidak memberikan respons yang baik  obat antimalaria
(misalnya hidroksiklorokuin 400 mg/hari)  jika >6 bulan tidak memberikan respons yang baik 
STOP (karena efek toksik terhadap retina)  pertimbangkan kortikosteroid dosis rendah (≤ 15
mg/hari) atau metotreksat dosis rendah (7,5-15 mg/minggu)
 Fotosensitivitas:
 Glukokortikoid lokal (krem, salep atau injeksi)  dermatitis lupus
 Steroid lokal berkekuatan rendah (misalnya hidrokortison)  kulit muka
 Steroid topikal berkekuatan sedang (misalnya betametason valerat dan triamsinolon
asetonid)  kulit badan dan lengan
 Glukokortikoid topikal berkekuatan tinggi (misalnya betametason dipropionat)  lesi
hipertrofik  harus dibatasi selama 2 minggu
 Antimalaria  sangat baik untuk lupus kutaneus  punya efek sunblocking, antiinflamasi
dan imunosupresan
 Fatigue dan keluhan sistemik  pada keadaan berat dapat dipertimbangkan pemakaian
glukokortikoid sistemik
 Serositis yang ditandai nyeri dada dan abdomen  salisilat, NSAID, antimalaria atau glukokortikoid
dosis rendah (15 mg/hari)

Terapi Agresif (Imunosupresif)

 Dilakukan pada SLE yang mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor
 Dimulai dengan pemberian glukokortikoid dosis tinggi
 Dosis glukokortikoid sangat penting diperhatikan dibandingkan dengan jenis glukokortikoid
 Glukokortikoid berefek panjang seperti deksametason sebaiknya dihindari
 Prednison lebih disukai karena lebih mudah mengatur dosisnya  0,5 mg/kgBB/hari pada
manifestasi minor dan 1-1,5 mg/kgBB/hari pada manifestasi mayor
 Pemberian bolus metilprednisolon IV dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral
dosis tinggi
 Setelah pemberian glukokortikoid dosis tinggi selama 6 minggu  penurunan dosis secara bertahap
 Bila dalam 4 minggu setelah pemberian glukortikoid dosis tinggi tidak menunjukkan perbaikan 
obat imunosupresan / terapi agresif lainnya seperti terapi hormonal dan imunoglobulin (tapi masih
dalam tahap penelitian)

Jenis dan Dosis Obat Imunosupresan dan Sitotoksik yang Dapat Dipakai pada SLE :

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Azatioprin 50-150 mg/hari, dosis terbagi 3 Mielosupresif, hepatotoksik,


gangguan limfoproliferatif

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 8
Siklofosfamid p.o. : 50-150 mg/hari Mielosupresif, gangguan
limfoproliferatif, keganasan,
IV : 500 mg/m2 dalam Dextrose imunosupresi, sistitis hemoragik,
250 ml, infus selama 1 jam infertilitas sekunder

Metotreksat 7.5-20 mg/minggu, dosis tunggal Mielosupresif, hepatik fibrosis,


atau terbagi 3. Dapat juga sirosis, infiltrat pulmonal dan
diberikan melalui injeksi fibrosis

Siklosporin A 2.5-5 mg/kgBB atau 100-400 Pembengkakan, nyeri gusi, TD


mg/hari dalam 2 dosis naik, gangguan fungsi ginjal, napsu
makan turun, tremor

Mofetil mikofenolat 2000 mg/hari dalam 2 dosis Mual, diare, leukopenia

PENCEGAHAN

Pencegahan yang dilakukan lebih ditujukan untuk mencegah komplikasi seperti vaksin influenza dan
pneumonia, mencegah osteoporosis karena penggunaan glukokortikoid jangka panjang, mengontrol
hipertensi dan faktor-faktor lain yang menyebabkan atheroklerosis seperti dislipidemia dan obesitas

PROGNOSIS

 Survival rate  95% pada 5 tahun, 90% pada 10 tahun, dan 78% pada 20 tahun
 Prognosis lebih buruk pada negara berkembang
 Kadar serum kreatinin tinggi, hipertensi, sindrom nefrotik, anemia, hipoalbuminemia,
hipokomplementemia, jenis kelamin laki-laki, dan etnis tertentu (Afrika Amerika dan Hispanik) 
prognosis buruk (50% mortalitas dalam 10 tahun)
 Sebanyak 25% dari pasien mungkin mengalami remisi, kadang-kadang selama beberapa tahun,
tetapi ini jarang permanen
 Penyebab utama kematian  penyakit sistemik, gagal ginjal, infeksi dan tromboemboli

REFERENSI

Sudoyo, Aru W, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Panyakit Dalam FKUI, 2007.

Fauci, Braunwald, et al. Harisson’s Principle of Internal Medicine 17 th ed. New York: McGraw-Hill, 2008.

http://alkind.wordpress.com/category/lupus-sle/ diakses tanggal 17 Juni 2010

Bahan SOCA 2008 ©audrey2010


Page 9

Anda mungkin juga menyukai