Anda di halaman 1dari 26

Skenario

Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun datang ke poliklinik UKRIDA ingin berkonsultasi
karena hasil laboratoriumnya menunjukan HBsAg+ dan aibatnya pasien ditolak bekerja di
sebuah perusahaan. Pasien tidak ada keluhan apapun.

Rumusan masalah

Hasil laboratorium pasien HBsAg + dan pasien tidak ada keluhan.

Analisa masalah

prognosis Anamnesis

penatalaksanaan
Pemeriksaan

fisik
Komplikasi
penunjang

Hasil laboratorium HBsAg


Gejala klinik + , tanpa keluhan
Differential diagnosis

Hepatits B kronik
Epidemiologi

patofisiologi Working diagnosis


Etiologi
Inactive carrier HBsAg

Transmisi

Distribusi

Faktor risiko
1
pencegahan
Hipotesis

Pasien ini merupakan HBsAg inactive carrier

Sasaran pembelajaran.

1. anamnesis penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier


2. pemeriksaan penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
3. diferential diagnosis
4. working diagnosis
5. etiologi penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
6. patofisiologi penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
7. epidemiologi penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
8. gejala klinik penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
9. komplikasi penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
10. penatalaksanaan penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier
11. prognosis penyakit hepatitis B kronik dan HBV inactive carrier

Anamnesis
Pada kasus hepatitis B soalan yang selalu dikemukakan adalah berkaitan dengan
keluhan, faktor risiko dan riwayat sakit pasien tersebut. Soalan yang berkaitan dengan
keluhan pasien adalah seperti:

Adakah pasien berasa mual? Muntah? Adakah terdapat sakit sendi? Adakah pasien kurang
nafsu makan? Adakah pasien mudah lelah? Soalan ini ditanya untuk mendeteksi adakah
pasien mengalami penyakit hepatitis B kronik. Biasanya pasien yang mengalami hepatitis B
kronik tidak mempunyai keluhan (Asimtomatik).

Kemudian juga ditanya soalan yang berkaitan dengan factor risiko seperti: apakah pekerjaan
pasien? Adakah pasien meakukan hubungan seks bebas? Pernahkan pasien melakukan
sebarang tindakan medis yang melibatkan peralatan dalam masa setahun itu, seperti jarum
suntik, alat-alat dental di klinik gigi, haemodialysis dan lain-lain.

Soalan mengenai riwayat kesihatan juga ditanya kepada pasien, sebagai contoh : adakah
pasien pernah menghidap hepatitis, adakah ahli keluarga pasien pernah mengalami hepetatis.
Adakah pernah menerima vaksinasi?

Soalan- soalan ini akan membantu dokter dalam menentukan diagnosis yang lebih tepat.

Pemeriksaan fisik
2
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Sebelum itu dilakukan anamnesis. Pada pemeriksaan untuk Hepatitis B pasien
dimina untuk menanggalkan baju dan dilakukan pemeriksaan abdomen, pada pemeriksaan
jika pasien mengalami komplikasi sirosis hati yang disebabkan oleh hepatitis B maka akan
terlihat perutnya membuncit (Ascites), pembesaran parotid, spider nervi, kulit menjadi
kuning dan dilihat juga adakah terdapat pergerakan / pulsasi di bahagian abdomen.
Diinspeksi juga adakah terdapat benjolan seperti pembesaran hati .

Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi, pada pemeriksaan palpasi


dirasakan adakah terdapat rigiditas, dan juga jangan lupa untuk meminta pasien untuk
memberitahu jika terdapat rasa sakit apabila ditekan. Pada hepatitis B juga terdapat nyeri
tekan di bahagian Hipokondrium kanan yang mungkin disebabkan oleh Kolesistitis dan sakit
hepar. Jika terdapat kelainan di hepar harus dilaporkan bagaimana permukaan, tepi,
konsistensi, nyeri dan pembesarannya.

Pada pemeriksaan perkusi, dilakukan perkusi secara acak dahulu kemudian perkusi
untuk mencari saiz pembesaran hati. Untuk mengetahui adakah terdapat pembesaran hati sila
rujuk gambar rajah dibawah.

Pada pemeriksaan Auskultasi tidak banyak membantu dalam mendiagnosis penyakit


hepatitis B.

Setelah dilakukan pemerksaan diatas, dilakukan pemeriksaan abdomen patologis.

Ascites

1. Bentuk

Protuberant abdomen, dapat disebabkan karena cairan asites, karena cairan mempunyai
tendensi untuk menuju ke bawah karena pengaruh gravitasi, sementara usus yang berisi udara
akan mengembang diatas, sehingga akan terpola pada perkusi.

2. Tes shifting dullness/perkusi pekak berpindah

Pada keadaan asites, dullness berpindah kearah sisi berbaring pasien, sedang timpani akan
terdengar di atasnya. Lakukan perkusi dan beri tanda antara daerah timpani dan dullness,

3
kemudian mintalah pasien berbaring kearah satu sisi dan buatlah tanda perubahan timpani
dan dullness yang berubah.

3. Tes gelombang cairan (Fluid wave ) Undulasi

Mintalah pasien atau asisten untuk menekan dengan


tepi telapak tangan pada garis tengah abdomen, hal ini
akan menghalangi transmisi gelombang melalui lemak.
Kemudian ketuklah dengan ujung jari anda pada sisi
abdomen dan rasakan adanya gelombang yang
menyentuh telapak tangan yang anda letakan di sisi lain
abdomen.

4. Identifikasi Organ dalam cairan


ascites( Ballotement)

Letakkan ujung jari-jari anda pada dinding abdomen


dan lakukanlah tekanan tiba-tiba di daerah organ
terletak. Gerakan cepat ini akan menyebabkan
berpindanya cairan sehingga organ yang dituju mudah
teraba.

Kolesistitis

1. Murphy sign

Letakan jari tangan kanan anda tepat di bawah Arkus


kosta kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam,
timbulnya nyeri tajam saat itu menunjukkan
kemungkinan adanya kolesistitis akut.

2. Ventral hernia

4
Dalam posisi pasien berbaring telentang, mintalah untu mengangkat kepala dan bahu
sekaligus, maka akan tampak benjolan pada garis tengah abdomen.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serologi

Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:

    * HBsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) merupakan material permukaan/kulit


VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika
hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita
hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah
berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.

    * Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg.


Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai
positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga
dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada
individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa individu
tersebut pernah terinfeksi VHB.

    * HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah. HbeAg
bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/
memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami
hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B kronis. Individu yang memiliki
HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada
orang lain maupun janinnya.

    * Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang

5
diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase
non-replikatif.

    * HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang
dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan
protein dari inti VHB.

    * Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap
HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti
HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif
menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.

Pemeriksaan biokimia hati

1. Aminotransferase (transminase)

Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap adanya
kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit
pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut
mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT  lebih
dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST.

ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati
(liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel
darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang
mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST. Pada penyakit hati
akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST.

2. Alkalin fosfate (ALP)

6
Enzim ALP ditemukan pada sel-sel hati (liver) yang berada di dekat saluran empedu.
Peningkatan kadar ALP menunjukkan adanya penyumbatan atau pada saluran empedu.
Peningkatan kadar ALP biasanya disertai dengan gejala fisik yaitu warna kuning pada kulit,
kuku ataupun bagian putih bola mata.

3. Serum protein

Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati (liver). Serum-serum tersebut
antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein
tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati (liver).

Adanya gangguan fungsi sintesis hati (liver) ditunjukkan dengan menurunnya kadar
albumin. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang
sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati (liver).

Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin


meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai
beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu pendeteksian
penyakit hati kronis tertentu.

Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati (liver). Umur faktor-
faktor pembekuan darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari. Pengukuran
faktor-faktor pembekuan darah lebih efektif untuk menilai fungsi sintesis hati (liver). Ada
lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah
protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi dengan
menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan
protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada fungsi sintesis
hati (liver) serta asupan vitamin K. Adanya kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang
waktu protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada sintesis protein-protein
pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus hepatitis kronis dan sirosis waktu
protrombin menjadi lebih panjang.

4. Bilirubin

7
Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di
dalam hati (liver). Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.

Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlan bilirubin direk dan indirek.

Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati
(liver) atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada
penyakit hati (liver).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi terhadap hepatitis b kronik ialah untuk melihat kelainan hati yang
disebabkan oleh penyakit ini.

Sirosis hati

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang
bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, hati mengecil, dan
nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta,
serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan


karena biayanya relative mahal.

Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis


selain mahal biayanya.

Kolesistitis

8
Pemeriksaan Ultrasonografi sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat
untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran
empedu ekstrs hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6


Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak
mudah. Terlihatnya gambaran ductus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu
pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis angkut

Pemeriksaan ct-scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu


memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
pada pemeriksaan USG.

Differential diagnosis

Hepatitis B kronik

Dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi perubahan besar dalam pengertian, diagnosis
serta klasifikasi hepatitis B kronik. Perubahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap
penatalaksanaan pasien. Salah satu yang mendasar adalah tentang perubahan definisi hepatitis
B kronik. Pada saat ini definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B
(VHB) lebih dari 6 bulan, sehingga pemakaian istilah carrier sehat (healty carrier) tidak
dianjurkan lagi.

Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan terbesar terutama di asia, di mana


terdapat sedikitnya 75% dari seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif menetap di seluruh
dunia. Di Asia sebahagian besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa perinatal.
Kebanyakan pasien ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala samapai akhirnya terjadi
penyakit hati kronik.

Working diagnosis

Inactive Carrier HBV

9
Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif)


2. Carrier VHB inaktif (inactive HBV carrier state).

Inactive carrier HBV merupakan keadaan dimana HBV tidak aktif didalam badan pasien. Ini
menyebabkan tidak adanya sebarang gejala klinik yang berlaku. Perbedaan diantara hepatitis
B kronik yang masih aktif dan Inactive HBV carrier adalah pada kelainan serologi dan
kelainan gambaran histopatologik sel hati.

Etiologi

Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B(HBV). HBV
merupakan virus DNA hapatotropik, hepadnaviridae, yang terdiri atas 6 genotipe (A sampai
H), terkait dengan beratnya dan respons terhadapt terapi.

42nm partikel sferis dengan inti nukleokapsid, densitas electron. Diameter 27nm,
selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7nm. Inti HBV mengandung,ds DNA
partikel(3,2kb), protein polymerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase, antigen
hepatitis B core (HbeAg) merupakan protein structural, antigen hepatitis B e (HbeAg), dan
protein non-struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV.

Selubung lipoprotein HBV mengandung antigen permukaan hepatitis B(HBsAg), dan


tiga selubung protein: Utama, besar dan menengah. Lipid minor dan komponen karbohidrat.
HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22nm atau tubular.

Satu serotype utama dengan banyak subtype berdasarkan keanekaragaman protein


HbsAg. Virus HBV mutan merupakan konsekuensi kemampuan proof reading yang terbatas
dari reverse transcriptase atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi, Hbe negative
mutasi precore/core, Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV, dan mutasi YMDD oleh karena
lamivudin. Hati merupakan tempat utama replikasi di samping tempat lainnya.

Patogenesis

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-

10
sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB meransang respon
imun tubuh, yang pertama kali diransang adalah respon imun non spesifik (innate immune
response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa minit sampai
beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.

Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu
dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktifasi sel T CD8+ terjadi setelah
kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptide VHB-MHC kelas 1 yang ada pada
permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell( APC) dan
dibantu ransangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan komleks
peptide VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada
permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptide kapsid
yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8 + selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di
dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel
hati yang akan menyebabkan peningkatan ALT atau mekanisme sitolik. Disamping itu dapat
juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor(TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+
(mekanisme nonsitolitik).

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs
akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien hepatitis B kronik ternyata dapat
ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa
karena anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh factor virus
ataupun factor pejamu.

11
Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan
terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang
tidak memproduksi HBeAg, Integrasi genom VHB dalam genom sel hati.

Faktor pejamu antara lain : Faktor genetic, kurangnya produksi INF, adanya antibody
terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, factor kelamin
atau hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk VHB dalam persistensi VHB
adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonates yang dilahirkan oleh ibu HBs Ag
dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan adanya imunotoleransi terhadap
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului VHB, sedangkan persisensi pada usia
dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.
Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari DNA yang
menyebabkan tidak dapat diproduksinya HBeAg. Tidak adanya HBeAg pada mutan tersebut
akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.

Perjalanan penyakit hati

Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan tetap HBsAg
positif sepanjang hidupnya dan menderita hepatitis B kronik, sedangkan hanya 5% individu
dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami persistensi infeksi. Persistensi VHB
menimbulkan kelainan yang berbeda pada individu yang berbeda, tergantung dari konsentrasi
partikel VHB dan respon imun tubuh. Interaksi antara VHB dengan respon imun tubuh
terhadap VHB, sangat besar perannya dalam menentukan derajat kaparahan hepatitis. Makin
besar respons imun tubuh terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati,
sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus tersebut maka tidak terjadi kerusakan hati.

Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit Hepatitis B kronik yaitu fase
imunotoleransi, fase imunoaktif atau fase immune clearance, dan fase nonreplikatif atau fase
residual. Pada masa anak-anak atau pada masa dewasa muda, sistem imun tubuh toleran
terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian tingginya, tetapi
tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam keadaan itu VHB ada dalam fase replikatif
dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif, anti-HBe negative, titer DNA VHB
tinggi dan konsentrasi ALT yang relative normal. Fase ini disebut fase imunotoleransi. Pada
12
fase imunotoleransi sangat jarang terjadi serokonversi HBeAg secara spontan, dan terapi
untuk menginduksi serokonversi HBeAg secara spontan , dan terapi untuk menginduksi
serokonversi HBeAg tersebut biasanya tidak efektif. Pada sekitar 30% individu dengan
persistensi VHB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses
nekroinflamasi yang tempak dari kenaikan konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Fase ini disebut fase imunoaktif atau immune
clearance. Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase imunoaktif serokonversi HBeAg baik secara
spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi. Sisanya sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebahagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati
yang berarti. Pada keadaan ini, titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negative
dan anti-HBe yang menjadi positif secara spontan, serta konsentrasi ALT yang normal, yang
menandai terjadinya fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 20-30% pasien hepatitis B
kronik dalam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan kekambuhan.

Pada sebahagian pasien dalam fase residual, pada waktu terjadi serokonversi HBeAg
positif menjadi anti-HBe justru sudah terjadi sirosis. Hal ini disebakan karena terjadinya
fibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada kekambuhan yang berulang-ulang sebelum
terjadinya serokonversi tersebut. Dalam fase residual, replikasi VHB sudah mencapai titik
minimal dan penelitian menunjukkan bahwa angka harapan hidup pada pasien yang anti-HBe
positif lebih tinggi dibandingkan pasien HBeAg positif . penelitian menunjukkan bahwa
setelah infeksi hepatitis B menjadi tenang justru risiko untuk terjadi karsinoma hepatoselular
(KHS) mungkin meningkat. Sebagai contoh, onata melaporkan dari 500 pasien KHS, 53
orang (11%)menunjukkan HBsAg yang positif. Dari jumlah ini,46(87%) anti-HBe positif dan
30% HBeAg positif. Diduga integrasi genom VHB ke dalam genom sel hati merupakan
proses yang penting dalam karsinogenesis. Karena itu, terapi anti virus harus diberikan
selama mungkin untuk mencegah sirosis tapi di samping itu juga sedini mungkin untuk
mencegah integrasi genom VHB dalam genom sel hati yang dapat berkembang menjadi
KHS.

Epidemiologi

Transmisi

13
1. Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan, pekerja yang terpapar darah.
2. Transmisi seksual
3. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan ulang
peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato,
akupunktur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.
4. Transmisi maternal-neonatal, maternal infant
5. Tak ada bukti penyebaran fekal-oral

Distribusi

Di seluruh dunia, prevalensi karier di USA<1% di asia 5-15%

Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis
kronik, dan viremia yang persisten.

Faktor risiko

HBV ditemukan dalam darah, semen, secret servikovaginal, saliva, dan cairan tubuh lain,
maka sesiapa yang terdedah dengan HBV mempunyai risiko mengalami Hepatitis B.

Contoh golongan yang berisiko ialah:

 Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi


 Anak-anak yang berada di day-care center yang bergaul dengan Anak-anak yang
terinfeksi
 Pekerja kesihatan: dokter, suster
 Melakukan hubungan seks dengan orang yang mengalami infeksi
 Penggunaan jarum yang tak steril
 Pasien dan pekerja di unit haemodialysis
 Penggunaan alat-alat dental yang tak steril
 Melakukan acupuncture atau tato dengan alat yang tak steril
 Orang yang sexually active heteroseksual

Pencegahan

1. Mengelakkan faktor risiko


2. Vaksinasi
14
Pencegahan

Dasar utama imunoprolifilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.

1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan


a. Vaksin rekombinan ragi
i. Mengandungi HbsAg sebagai imunogen
ii. Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HBsAg
pada >95%pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3
dosis.
iii. Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV
iv. Efek samping utama
1. Nyeri sementara pada tempat suntikan 10-25%
2. Demam ringan dan singkat pada <3%
v. Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisai
awal.
vi. Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer
dibawah 10mU/mL
vii. Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam
penelitian
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak(1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
i. Imunisasi universal untuk bayu baru lahir.
ii. Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun ( bila belum
divaksinasi)
iii. Grup risiko tinggi:
1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier
hepatitis B
2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah,
3. Homoseksual dan biseksual pria
4. Individu dengan banyak pasangan seksual
5. Resipien transfuse darah

15
6. Pasien hemodialisis
7. Individu dengan penyakit hati yang sudah ada (missal hepatitis C
kronik.
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin
hepatitis B (HBIG). Indikasi:
a. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut
i. Dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mugkin setelah paparan
ii. Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada
deltoid sisi lain
iii. Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
b. Neonatus dari ibu yang diketahui menghidap HBsAg positif:
i. Setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
di bagian anterolateral otot paha atas
ii. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
iii. Efektivitas perlindungan melampaui 95%.

Gejala klinik

Gambaran klinik hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus tidak
didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada
sebahagian lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali atau tanda-tanda
penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema Palmaris dan spider nevi, serta pada
pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT walaupun hal itu
tidak selalu didapatkan. Pada umumnya didapatkan konsentrasi bilirubin normal. Konsentrasi
albumin serum umumnya masih normal kecuali pada kasus-kasus yang parah.

Senarai tanda dan gejala yang disebutkan dalam pelbagai sumber untuk Hepatitis B kronik
meliputi 13 gejala disenaraikan di bawah ini:

1. Asimtomatik dalam kebanyakan kes pada peringkat awal


2. Peradangan hati kronik

16
3. Kelelahan
4. Kemurungan
5. Mudah tersinggung
6. Mual
7. Muntah
8. nyeri sendi
9. Kehilangan nafsu makan
10. Peningkatan risiko terkena kanser hati
11. Kehilangan berat badan tanpa sengaja - gejala disfungsi hati secara berperingkat
12. Merasa lemah - gejala disfungsi hati secara berperingkat
13. Masalah pembekuan darah - gejala disfungsi hati secara berperingkat

Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B ronik dapat dikelompokkan menjadi 2


yaitu:

1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif), HBsAg positif dengan
DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau
intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Pada
biopsy hati didapatkan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg
pasien dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik. HBeAg positif dan hepatitis B
kronik HBeAg negative.
2. Carrier VHB inaktif (inactive HBV carrier state). Pada kelompok ini HBsAg positif
dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari 105 kopi/ml. Pasien
menunjukkan konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. Pada
pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan yang minimal. Sering sulit
membedakan hepatitis B kronik HBe negative dengan pasien carrier VHB inaktif
karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang dilakukan secara rutin. Dengan
demikian perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang cukup
lama.

Pemeriksaan biopsi untuk pasien hepatitis B kronik sangat penting terutama untuk pasien
dengan HBeAg positif dengan konsentrasi ALT 2x nilai normal tertinggi atau lebih. Biopsi
hati diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dan untuk meramal prognosis serta
kemungkinan keberhasilan terapi( respon histologik). Sejak lama diketahui bahwa pasien
hepatitis B kronik dengan peradangan hati yang aktif mempunyai risiko tinggi untuk
17
mengalami progresi, tetapi gambaran histologik yang aktif juga dapat meramalkan respons
yang baik terhadap terapi imunomodulator atau antivirus.

Gambaran histopatologik hepatitis B kronik

Pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma,
dapat tejadi fibrosis yang makin meninkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel
radang dapat masuk ke dalam lobules sehingga terjadi erosi limiting plate, sel-sel hati dapat
mengalami degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil( acidophilic bodies). Pada
pasien hepatitis B kronik jarang didapatkan gambaran kolestasis. Untuk menilai derajat
keparahan hepatitis serta untuk menentukan prognosis, dahulu gambaran histopatologik
hepatitis B kronik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

1. Hepatitis kronik persisten (HKP) adalah infiltrasi sel-sel mononuklir pada daerah
portal dengan sedikit fibrosis, limiting plate masih utuh, tidak ada piecemeal necrosis.
Gambaran ini sering didapatkan pada carrier asimtomatik.
2. Hepatitis kronik aktif( HKA) adalah adanya infiltrate radang yang menonjol, yang
terutama terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat di daerah portal. Infiltrat
peradangan ini masuk sampai ke dalam lobules hati dan menimbulkan erosi limiting
plate dan disertai piecemeal necrosis. Gambaran ini sering tampak pada carrier yang
sakit (simtomatik.)
3. Hepatitis kronik lobular (HKL), sering dinamakan hepatitis akut yang
berkepanjangan. Gambaran histologik mirip hepatitis akut tetapi timbul lebih dari 3
bulan. Didapatkan gambaran peradangan dan nekrosis intra-lobular, tidak terdapat
piecemeal necrosis dan bringing necrosis.

Klasifikasi di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun oleh para ahli di seluruh dunia tetapi
ternyata kemudian tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya sering
overlapping. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang
terkenal adalah histological activity indeks (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada tahun
1981, yang dapat dilihat pada table 1.

Dengan demikian skor (HAI) yang mungkin adalah 0-18. Pada table 2 dapat dilihat
hubungan antara skor indeks aktivitas histologik dengan derajat hepatitis kronik.

table 1 Indeks aktivitas histologik(HAI), (kecuali fibrosis)


komponen skor
18
Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0-10
Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0-4
inflamasi portal 0-4

Table 2 hubungan antara skor HAI dengan derajat hepatitis kronik dengan menyingkirkan
fibrosis
HAI Diagnosis
1-3 Minimal
4-8 Ringan
9-12 Sedang
13-18 Berat

Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan skor yang menunjukkan intensitas
nekrosis (grade) dan progresi structural penyakit hati (stage) yang dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif yang lebih sederhana dan lebih sering dipakai.

Berikut ini rincian dari sistem skor tersebut :

I. Aktivitas peradangan portal dan lobular

grade patologi
0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis
2 Limiting plate necrosis ringan(Interface hepatitis ringan) dengan atau nekrosis
lobular yang bersifat fokal
3 Limiting plate necrosis sedang atau interface hepatitis sedang dan atau nekrosis fokal
berat ( confluent necrosis )
4 Limiting plate necrosis berat ( interface hepatitis berat) dan atau bridging necrosis

II. Fibrosis

Stage patologi
0 Tidak ada fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
2 Pembetukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektur yang masih
utuh

19
3 Distorsi arsitektur (Fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Komplikasi

Gagal hati akut (Acute liver failure)

1. Perubahan status mental (Ensefalopati) : letargi, mengantuk, koma, perubahan pola


tidoe, perubahan kepribadian
2. Edema serebral ( biasanya tanpa edema papil)
3. Koagulopati
4. Gagal organ multiple. ARDS, aritmia jantung, sindrom hepatorenal, asidosis
metabolic, sepsis, perdarahan gastrointestinal, hipotensi
5. Asites, dapat anasarka
6. Case fatality rate : 60%
7. Pemeriksaan fisis serial memperlihatkan hati yang mengecil
8. Frekuensi tinggi mencapai 10-20% pada perempuan hamil semester ketiga dengan
hepatitis E.

Laboratorium

 Koagulopati yang berat


 Lekositosis, hiponatremia dan hipokalemia umum dijumpai
 Hipoglikemia
 Elevasi yang nyata dari serum bilirubin dan transaminase, tetapi aminotransferase
akan kembali normal meskipun penyakit progresif.

Sirosis hati

Idiopatik sirosis hati: Sirosis ditakrifkan secara histologically sebagai proses difus sebuah hati
yang ditandai oleh fibrosis dan penukaran arsitektur hati normal menjadi struktur nodul yang
abnormal. Perkembangan dari kecederaan hati menjadi sirosis boleh berlaku dalam jangka
masa minggu ke tahun.

20
Senarai tanda dan gejala yang disebutkan dalam pelbagai sumber untuk hati idiopatik
sirosis termasuk 8 gejala yang disenaraikan di bawah ini:

    * Ascites
    * Pembesaran parotid
    * Spider naevi
    * Hepatik ensefalopati
    * Hipertensi portal
    * Varises esofagus
    * Penyakit kuning
    * Kebaubusukan hepaticus

Hepatitis dengan kolestasis

 Kuning sangat menonjol dan menetap selama beberapa bulan sebelum terjadinya
perbaikan yang komplit
 Pruritus menonjol
 Pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang persisten
 Prognosis baik pada pasien dengan resolusi yang komplit
 Paling sering terjadi pada infeksi HAV

Laboratorium

 Konsentrasi bilirubin serum dapat melebihi 20mg/dl


 Konsentrasi serum aminotransaminase dapat kembali normal walaupun kolestasis
masih menetap
 Konsentrasi fosfatase alkali serum meningkat secara bervariasi.

Penatalaksanaan

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu:

1. Kelompok Imunomodulasi
o Interferon
21
o Timosin alfa 1
o Vaksinasi terapi

2. Kelompok terapi antivirus


o Lamivudin
o Adafovir dipivoksil

Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas hati
(liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi.

Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya
(HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti anti-HBe
disertai dengan hilang DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok
pasien hepatitis B kronik HBeAg negative, serokonversi HBeAg tidak dapat dipakai sebagai
titik akhir terapi respon terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.

Terapi dengan imunomodulator

Interferon (IFN) alfa.

INF adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh
berbagai macam sel. INF alfa diproduksi oleh limfosit B, INF beta diproduksi oleh monosit
fibroepitelial, dan IFN gamma diproduksi oleh sel limfosit T. Produksi INF diransang oleh
pelbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.

Beberapa khasiat INF adalah khasiat antivirus, imunomodulator, anti proliferative, dan anti
fibrotic. IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi merangsang terbentuknya
berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus.

INF adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg
positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang, yang belum mengalami sirosis.

22
Pengaruh pengobatan INF dalam menurunkan replikasi virus telah banyak dilaporkan dari
pelbagai laporan penelitian yang menggunakan follow-up jangka panjang.

Sebagai kesimpulan, IFN merupakan suatu pilihan untuk pasien hepatitis B kronik nonsirotik
dengan HBeAg positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang.

Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-
10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi INF untuk
hepatitis B kronik HBeAg negative sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12 bulan.

Kontra indikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi atau riwayat depresi
di waktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung berat.

Timosin Alfa 1

Timosin adala suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrak pinus. Obat
ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai sediaan parenteral maupun oral. Timosin
alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Pemberian timosin alfa 1 pada pasien hepatitis B
kronik dapat menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan
DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya efek samping seperti IFN. Dengan
kombinasi dengan INF, obat ini meningkatkan efektivitas IFN.

Vaksinasi terapi

Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B adalah kemungkinan penggunaan
vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB. Prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta
bahwa pengidap VHB tidak memberikan respons terhadap vaksin hepatitis B konvensional
yang mengandung HBsAg karena individu-individu tersebut mengalami imunotoleransi
terhadap HBsAg. Suatu vaksin terapi yang efektif adalah suatu vaksin yang kuat yang dapat
mengatasi imunotoleransi tersebut. Salah satu dasar vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah
penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu meransang sel T sitotoksik yang
bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA)- restricted, diharapkan sel-T sitotoksik tersebut
mampu menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Salah satu strategi adalah
penggunaan vaksin yang mengandungi protein pre-S. Strategi kedua adalah menyertakan
antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik (CLT). Strategi ketiga adalah
vaksin DNA.
23
Terapi Antivirus

Lamivudin

Lamivudin adalah suatu anantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang merupakan suatu analog
nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan pembentukan pregenom, sehingga analog
nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse
transcriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi
dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya
infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah
terinfeksi karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent
closed circular (cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali
lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus baru lagi.
Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus yang kuat. Kalau
diberikan dalam dosis 100mg tiap hari, lamivudin akan menurun konsentrasi DNA VHB
sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu. Dengan metode hibridisasi, DNA VHB tidak
bisa dideteksi lagi dengan metode non PCR dalam waktu 8 minggu tetapi masih dapat
dideteksi dengan metode PCR. Setelah dihentikan selama 2 minggu, konsentrasi DNA akan
kembali positif dan mencapai konsentrasi sebelum terapi.

Adefovir dipivoksil

Adefovir dipivoksil adalah suatu nukleosid oral yang menghambat enzim reverse
transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama dengan lamivudin. Penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian adefovir dengan dosis 10-30 mg tiap hari selama 48 minggu
menunjukkan perbaikan Knodell necroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi
penurunan konsentrasi DNA VHB, penurunan konsentrasi ALT serta serokonversi HBeAg.

Walaupun adefovir dapat juga dipakai untuk terapi tunggal primer, namun karena
alasan ekonomik dan efek samping adefovir, maka pada saat ini adefovir baru dipakai pada
kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg tiap hari.
Sampai sekarang kekebalan terhadap adefovir belum pernah dilaporkan. Salah satu hambatan
utama dalam pemakaian adefovir adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada
dosis 30mg atau lebih.

24
Prognosis

Prognosis untuk Hepatitis B kronik biasanya merujuk pada hasil dari penyakit Hepatitis B
kronik. prognosis Hepatitis B kronik boleh merangkumi tempoh hasil Hepatitis B kronik,
kemungkinan komplikasi yang dihadapi Hepatitis B kronik, keputusan kemungkinan, prospek
untuk pemulihan, pemulihan masalah jangka waktu untuk Hepatitis B kronik, kadar
kelangsungan hidup, kadar kematian, dan kemungkinan keputusan lain dalam prognosis
keseluruhan kronik Hepatitis B. Anggaran tersebut mengikut sifatnya Hepatitis B adalah
tidak dapat terduga.

Kesimpulan

Pasien tersebut merupakan carrier HBV inactive.

Daftar pustaka

1. Jules L. Dienstag, Chronic hepatitis, Harrissons Principle of Internal Medicine, 17th

edition, Mc Graw Hill, year 2008, volume 2; 300: 1955-1968.

2. Soewignjo S, Stephanus G, Hepatitis B kronik, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi

V, Interna Publishing, tahun 2009, Jilid 1; 102: 653-660.

3. D, dr. Mardi Santoso,DTM&H, SpPD-KEMD, dr Henk Kartadinata, SpB, KbK,Fics,

CICD, dr Ika Wulan Yuliani,etc, keterampilan pemeriksaan Fisik Abdomen, Buku

Panduan keterampilan medic (skill lab) semester 4. bahagian 5; 43-52.

4. Sadikin Darmawan, Hati dan saluran empedu, Patologi UI, bagian patalogi anatomi

fakultas kedokteran UI,226-250

5. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi penyakit hepatitis diunduh dari

25
http://www.analislabiomed.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=56:pemeriksaan-laboratorium-untuk-

mendeteksi-penyakit-hepatitis&catid=36:artikel-terkini&Itemid=50 pada 28 julai

2010

6. Chronic Hepatitis B, diunduh dari

http://www.wrongdiagnosis.com/c/chronic_hepatitis_b/intro.htm pada 28 julai 2010.

26

Anda mungkin juga menyukai