“Sebuah pengalaman tiada merupakan nilai yang berkembang pada
habisnya” sebuah masyarakat tertentu dan hanya mampu berkembang pada sebuah Desa Garongan, Panjatan, masyarakat tersebut. Kearifan lokal yang Kulonprogo suatu hari di awal tahun secara oral ( sebagian besar ) diwariskan 2010. Pantas untuk melemparkan kepada generasi penerus pemilik senyum saat menikmati beberapa orang kearifan lokal tersebut. Yang jelas petani yang sedang memanen sawi, kearifan-kearifan lokal lebih semangka, cabe di sebuah kawasan berpengalaman dibanding hukum atau berpasir. Semakin menuju ke pantai, nilai ‘dadakan’. Seperti bisa kita lihat, menemukan beberapa orang sedang masyarakat Papua yang masih memancing. Hanya untuk refresing kata memandang tanah adalah hal yang mereka. Sebagian besar penduduk desa keramat dan mistis. Karena ini berprofesi sebagai petani. Sungguh sesungguhnya itu merupakan ekologi kuasa Yang Maha Adil, bila kawasan yang berkembang di masyarakat Papua. berpasir mampu dimanfaatkan sebagai Begitu juga dengan masyarakat lahan pertanian. Selain karena usaha Kulonprogo, dari cerita-cerita yang manusia dengan keinginan yang berbeda dengan tujuan yang sama. sederhana. Dengan bertani saja sudah Merujuk dari cerita-cerita local cukup, mengapa harus berkeinginan daerah Garongan, disana adalah daerah yang lain. Kearifan yang patut untuk kaki Gunung Jeruk yang merupakan dipertahankan seiring dengan daerah tameng dari Pulau Jawa. berjalannya periode. Kemudian, bisakah Mungkin dari cerita tersebut yang seiring berlalunya periode dengan tidak mengukuhkan pertahanan masyarakat mengubah proses aksi-reaksi masyarakat setempat untuk senantiasa dan tempat hidupnya. Tentu saja bisa. mempertahankan tanah, tempat hidunya, Dengan berpegang pada kearifan- sebagaimana mestinya. Karena daerah kearifan yang telah dan akan tersebut dipercaya sebagai daerah berkembang. “penjaga”nya Pulau Jawa. Kepercayaan tersebut menumbuhkan ikatan-ikatan antara diri dan alam. Biasanya pada musim panen dan musim tanam, masyarakat lahan pantai mengadakan pesta besar untuk menyambut kedatangan sebuah keberuntungan dan sebuah ungkapan rasa syukur. Bagaimana tidak, dengan tanah yang berpasir mereka bisa menikmatinya dengan hasil panenan mereka, dan menghasilkan lebih dari cukup. Kemudian bagaimana pihak- pihak lain mampu mengajukan proyek penambangan pasir besi di lahan yang sangat produktif untuk pertanian. Pihak- pihak lain ‘mengiming-imingkan’ hasil yang lebih banyak dengan jalan penambangan pasir, sedangkan masyarakat setempat –lahan pasir Kulonprogo- akan bisa lebih menghasilkan keramahan terhadap diri dan lingkungannya dari bertani. Yang lebih nyata adalah pemikiran jangka panjang dari masyarakat Kulonprogo, penolakan pertambangan pasir besi mereka siapkan untuk kehidupan mendatang yang lebih baik. Lalu masih adakah pihak-pihak yang sepemikiran dengan mareka? Mari!!