P ada tahun 1919 Moromizato seorang guru yang sangat terkenal dari Seijo Jepang mengenalkan
sebuah mata pelajaran baru yang memutar kiblat pendidikan di SD Jepang. Mata pelajaran
“Pendidikan Alamiah” (nature education) itu dikenalkan kepada anak-anak SD negeri kelas 4 ke atas.
Alasan Moromizato memasukkan pendidikan alami sebagai mata pelajaran yang penting pada generasi
muda Jepang dikarenakan anak-anak membutuhkan langsung bagaimana mengeksplorasi alam dengan
indera yang mereka miliki.
Sementara untuk anak SD kelas 1 dan 2 ia mengenalkan model pendidikan alami yang sangat
mengasyikkan, yaitu membuat kurikulum menarik untuk mengajak anak senang mengamati bagaimana
kehidupan kupu-kupu, ulat, belalang, kunang-kunang, dan capung di sekitar mereka. Halaman dan
kebun sekolah ditanami berbagai aneka tanaman, ada sayur dan kacang-kacangan, umbi-umbian, ada
petak sawah dan padi, ada ternak dan hewan peliharaan, ada gelembung sabun, juga kaca pembesar.
Pendidikan alami yang tumbuh subur itu sempat terhenti karena terjadi perang dunia ke 2, namun
pemerintah kembali menghidupkannya setelah perang berakhir dengan program lanjutan bernama
“Pendidikan Konservasi”. Pendidikan konservasi membagi diri dengan “Pendidikan Polusi”.
PENDIDIKAN KONSERVASI
pengamatan dan penelitian sederhana.
Tahun 1957 Jepang mengadakan program Pendidikan konservasi ini berkembang terus
berkemah di alam dalam upaya mendekatkan dengan mengajak anak-anak melakukan
anak pada semesta alam sambil melakukan penyelamatan sungai dan laut dari berbagai
”What we remember
from childhood,
we remember
forever…”
Apa yang kita kenang dikala kecil, akan kita kenang selamanya
(Cynthia Ozic).