Anda di halaman 1dari 7

BAB 31

PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM


DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

A. KONDISI UMUM

Pembangunan yang seimbang dan terpadu antara aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan hidup adalah prinsip pembangunan yang senantiasa menjadi dasar
pertimbangan utama bagi seluruh sektor dan daerah guna menjamin keberlanjutan
proses pembangunan itu sendiri. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004–2009, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup diarahkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam
agar sumber daya alam mampu memberikan manfaat ekonomi, termasuk jasa
lingkungannya, dalam jangka panjang dengan tetap menjamin kelestariannya. Dengan
demikian, sumber daya alam diharapkan dapat tetap mendukung perekonomian nasional
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan
fungsi lingkungan hidupnya, agar tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Dalam pembangunan sumber daya kehutanan, hingga tahun 2004, kebijakan


diprioritaskan pada pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan,
restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, dan
penguatan desentralisasi kehutanan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan antara lain
meliputi pemberantasan penebangan liar bekerjasama dengan Mabes Polri, TNI AL,
Departemen Hukum dan HAM, pemerintah daerah, negara sahabat dan LSM baik lokal
maupun internasional; penerapan kebijakan soft landing yaitu penurunan jatah produksi
kayu dari hutan alam secara bertahap dan penilaian kinerja pengelolaan hutan alam
produksi oleh lembaga penilai independen; rehabilitasi dan pemulihan sumber daya
alam yang diprioritaskan pada 282 DAS (Daerah Aliran Sungai) prioritas I dan II;
meningkatkan realisasi pelaksanaan reboisasi dengan melaksanakan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang mencapai 252 ribu Ha; meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dengan
melibatkan 169 pengusaha HPH di luar Jawa, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) oleh Perum Perhutani di Jawa, dan Hutan Kemasyarakatan (HKM) di beberapa
daerah.

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pembangunan kehutanan, pada tahun


2005 dilaksanakan program pembangunan yang meliputi pembinaan produksi
kehutanan; perlindungan dan konservasi sumber daya alam; pembangunan dan
pembinaan kehutanan; rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam; dan
peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam. Untuk itu, saat ini telah
dibentuk Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional di 4 wilayah agar
sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan kehutanan
dapat ditingkatkan.
Pelaksanaan pembangunan kelautan diarahkan untuk mendukung pembangunan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang dilakukan dengan
mendayagunakan potensi sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil sesuai daya
dukung lingkungannya. Hasil pembangunan kelautan telah memberikan kontribusi
sebesar 23,11 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2003. Kontribusi tersebut
berasal dari minyak dan gas, industri maritim, perikanan, jasa angkutan laut, wisata
bahari, bangunan laut dan jasa-jasa lainnya. Diperkirakan kontribusi ini terus meningkat
pada tahun 2004 dan 2005.

Dalam rangka mengamankan sumber daya kelautan dari kegiatan pencurian (illegal
fishing) dan perusakan (destructive fishing) telah dikembangkan kegiatan pengawasan
dan pengendalian sumber daya kelautan, melalui penerapan monitoring, controlling and
surveillance/vessel monitoring system (MCS/VMS). Upaya pengendalian dan
pengawasan tersebut didukung dengan pemasangan alat transponder sebanyak hampir
1.500 unit pada kapal-kapal penangkapan ikan pada tahun 2004 dan 2005, dan
penambahan 2 unit sarana kapal pengawas perikanan. Di samping itu, juga dilakukan
upaya pembenahan sistem perijinan usaha perikanan, serta pelaksanaan gelar operasi
penertiban laut terpadu dengan instansi terkait. Selain itu, sampai dengan tahun 2004
telah dilaksanakan pula penerapan sistem pengawasan berbasis masyarakat dan
pembentukan lebih dari 280 kelompok pengawas masyarakat.

Untuk meningkatkan kualitas ekosistem pesisir dan laut, telah dilakukan upaya
konservasi dan rehabilitasi pesisir dan laut melalui pengelolaan sumber daya pesisir dan
laut secara terpadu; pelaksanaan program pengembangan daerah perlindungan laut
(marine protected areas); rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan
mangrove; serta pengembangan 7 taman nasional laut, 6 suaka margasatwa laut, dan 10
cagar alam laut. Pada tahun 2005 juga mulai dilaksanakan kegiatan kerja sama regional
di bidang pengelolaan kawasan konservasi laut Sulu Sulawesi (Sulu Sulawesi Marine
Eco-Region) dengan Malaysia dan Filipina. Di samping itu, telah dilaksanakan pula
Gerakan Nasional Bersih Laut dan Pantai dalam rangka pengendalian pencemaran
pesisir dan laut di berbagai daerah. Selanjutnya, dalam pengembangan riset sumber
daya kelautan dan perikanan telah dilaksanakan kegiatan riset di wilayah-wilayah
strategis, seperti Laut Arafura, khususnya untuk mengetahui stok sumber daya ikan dan
potensi kelautan lainnya. Untuk menjamin kedaulatan NKRI, di samping melakukan
kegiatan pertahanan dan keamanan juga direncanakan pengembangan pulau-pulau kecil
di wilayah terluar yang berbatasan dengan negara tetangga. Dalam pelaksanaannya telah
dilakukan kerja sama yang melibatkan sektor-sektor terkait dan pemerintah daerah.

Pembangunan pertambangan dan sumber daya mineral sejak tahun 2004 secara
umum diarahkan untuk mengatasi penurunan produksi hasil-hasil pertambangan dan
sumber daya mineral, serta meningkatkan jumlah cadangan dan sekaligus menjaga
kelestarian lingkungan. Untuk mengatasi penurunan jumlah produksi dilakukan
kegiatan eksplorasi secara intensif untuk pencarian lokasi deposit dan cadangan. Khusus
untuk minyak dan gas bumi kegiatan eksploitasi pada suatu lapangan dipercepat dengan
secara intensif menawarkan lapangan-lapangan yang sudah siap untuk dieksploitasi
kepada pihak yang berminat.

II.31 – 2
Kualitas lingkungan hidup sangat bergantung pada perilaku dan kapasitas manusia
yang hidup di dalamnya. Hal ini juga membutuhkan prasarana pendukung dalam bentuk
peraturan yang konsisten, dan standar penilaian yang jelas. Dalam tahun 2004, aturan
mengenai baku mutu lingkungan, baik air limbah maupun emisi gas telah dihasilkan,
disertai pula dengan pengesahan dan pembahasan berbagai peraturan perundang-
undangan, antara lain UU Ratifikasi Protokol Kyoto dan Protokol Cartagena, Keppres
Pengelolaan Kawasan Karst, dan pembahasan RUU Pemanfaatan Sumber Daya
Genetika. Kegiatan penyebarluasan informasi dan isu lingkungan hidup yang dilakukan
di pusat dan daerah juga telah meningkatkan kepedulian banyak pihak terhadap kondisi
lingkungan hidup. Hal ini juga didukung dengan pelaksanaan Program Bangun Praja,
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PROPER), dan Program Super Kasih, pembinaan tim penilai AMDAL, serta
terbentuknya Environmental Parliament Watch di 64 kota (14 kluster).

Berbagai upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang telah dilakukan masih memerlukan tindak lanjut mengingat masih banyaknya
masalah serta tantangan yang dihadapi dalam tahun 2006.

Pemanfaatan hutan sebagai modal pembangunan ekonomi nasional telah melebihi


kemampuannya sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Peran hutan selama
ini baru terfokus pada sisi produksi kayu, sementara hasil hutan nonkayu yang telah
diusahakan oleh masyarakat secara tradisional dan jasa lingkungan dari ekosistem hutan
belum dimanfaatkan secara optimal. Berbagai kebijakan yang telah dilaksanakan masih
belum mampu menyelesaikan permasalahan di bidang kehutanan. Penerapan kebijakan
soft landing hingga kini berdampak pada kesenjangan bahan baku yang diperkirakan
mencapai sekitar 26 juta m3 per tahun ditambah dengan masih adanya penebangan ilegal
untuk “memenuhi” permintaan industri. Sementara itu, nilai tambah dari produk hutan
nonkayu seperti air, udara bersih, keanekaragaman hayati, dan keindahan alam belum
berkembang seperti yang diharapkan untuk mendukung sektor ekonomi. Praktik
penebangan liar dan konversi lahan juga telah menimbulkan dampak yang luas, yaitu
kerusakan ekosistem dalam tatanan daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan yang juga
dipacu oleh lemahnya kapasitas kelembagaan pengelolaan DAS dan kurangnya
koordinasi antara kegiatan di hulu dan hilir telah menyebabkan banjir pada musim hujan
dan kekeringan pada musim kemarau di beberapa daerah.

Pembangunan sumber daya kelautan juga masih menghadapi banyak permasalahan


dan tantangan dalam pengembangannya. Masih banyaknya kegiatan yang merugikan
negara yaitu praktek illegal fishing terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan
penambangan pasir laut secara ilegal, memerlukan pengawasan dan penegakan hukum
yang ketat di laut. Di samping itu, permasalahan lainnya adalah terjadinya kerusakan
lingkungan pada ekosistem pesisir dan laut berupa kerusakan fisik dan pencemaran di
beberapa kawasan pesisir dan laut. Terjadinya deforestrasi hutan mangrove, degradasi
terumbu karang, dan padang lamun di kawasan pesisir dan laut mengakibatkan erosi
pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati laut. Selain itu, sistem mitigasi
bencana alam laut dan sistem kewaspadaan dini masih belum dikembangkan dengan
baik, mengingat lokasi Indonesia yang terletak di daerah rawan bencana. Sementara itu,
perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah pesisir dan laut juga belum
dikembangkan secara tepat.

II.31 – 3
Kendala lain yang juga dihadapi adalah belum terselesaikannya batas wilayah laut
dengan negara tetangga, terutama dengan Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua
New Guinea, dan Filipina. Dalam kaitannya dengan perbatasan RI dengan negara
tetangga, terdapat 92 pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan yang menjadi titik
pangkal. Sementara itu, pengelolaan terhadap pulau-pulau kecil tersebut masih belum
dilakukan secara optimal, yang tentunya menjadi tantangan penting bagi Indonesia.
Selanjutnya, untuk mengembangkan sumber daya di wilayah laut dalam masih dijumpai
kendala seperti masalah permodalan dan teknologi, yang jika diatasi dapat menjadi
salah satu keunggulan komparatif sumber daya kelautan. Di samping itu, masih banyak
barang muatan kapal tenggelam yang belum diupayakan pemanfaatannya secara optimal
yang dapat digunakan sebagai tambahan modal kapital dalam pengembangan sumber
daya kelautan.

Semakin rendahnya minat penanaman modal dalam usaha pertambangan dalam


negeri memerlukan upaya penggalakkan investasi di bidang pertambangan. Upaya
tersebut dilakukan dengan membuka peluang investasi yang sangat menguntungkan
dengan kemudahan perijinan, informasi yang terbuka, jaminan keamanan, dan kepastian
berusaha. Sebaliknya, untuk suatu kegiatan pertambangan yang sudah sangat
menguntungkan dan diusahakan secara luas, seperti pertambangan batubara misalnya,
perlu dilakukan pengendalian secara seksama agar tidak merusak lingkungan. Beberapa
tahun terakhir ini batubara menjadi komoditas tambang yang banyak diminati dengan
besarnya permintaan dari RRC, Korea dan Taiwan. Apabila eksploitasi yang dilakukan
tidak disertai upaya pengendalian secara seksama, maka hal ini akan merusak cadangan
dan lingkungan yang ada. Persoalan yang masih belum dapat dituntaskan dan menjadi
tantangan adalah kasus-kasus pertambangan tanpa ijin (PETI). Luasnya dimensi
ekonomi, hukum dan sosial dari kasus PETI ini membuat penanganannya harus hati-
hati. Selain itu, bencana gempa bumi yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia
menjadi alasan utama diperlukannya pengembangan sistem mitigasi bencana antara lain
melalui penyelidikan geologi untuk memperoleh informasi yang akurat. Pro dan kontra
kenaikan harga BBM masih menjadi tantangan yang harus dikaji lebih mendalam
mengingat gejolak harga minyak mentah dunia yang masih akan terus terjadi, sementara
kemampuan keuangan pemerintah yang semakin juga terbatas.

Dari sisi lingkungan hidup, permasalahan pencemaran air, udara, dan tanah
diperkirakan masih belum tertangani secara signifikan akibat semakin pesatnya aktivitas
pembangunan yang terkadang masih mengabaikan aspek kelestarian fungsi lingkungan.
Kerusakan dan kehilangan spesies-spesies keanekaragaman hayati masih harus
ditanggulangi karena semakin banyak spesies yang terancam punah dan kerusakan
ekosistem lainnya. Hal tersebut masih disertai dengan rendahnya kesadaran masyarakat
untuk dapat menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Di samping itu, perlu
dikembangkan sistem perencanaan yang adaptif terhadap perubahan iklim global dan
harus memperhitungkan aspek kerawanan bencana serta pengembangan sistem
peringatan dini bagi daerah rawan bencana yang harus dilengkapi dengan pembangunan
daerah sabuk alami (green belt area) sebagai upaya mitigasi bencana alam khususnya
gempa dan tsunami.

II.31 – 4
B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006

Secara umum, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah mulai membaiknya
sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Sementara itu, secara khusus, sasaran pembangunan dalam bidang kehutanan


adalah:
1. Meningkatnya upaya penanggulangan pembalakan liar dan
penyelundupan kayu;
2. Meningkatnya pemantapan kawasan hutan antara lain melalui
penunjukan kawasan hutan di 3 propinsi baru serta terwujudnya status hukum
kawasan hutan yang sudah ditata batas temu gelang pada 125 kelompok hutan dan
penataan hutan produksi 2 juta Ha di 5 propinsi;
3. Terlindunginya sumber daya hutan dari kerusakan antara lain melalui
penyusunan beberapa peraturan perundangan di bidang konservasi dan
pengembangan konsep dan sistem mekanisme pendanaan berkelanjutan;
4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumber daya hutan melalui tata
kelola yang baik (good governance) antara lain melalui pendampingan kelompok
usaha produktif dan pengembangan sistem pengawasan hutan oleh masyarakat;
5. Terehabilitasinya beberapa DAS yang rusak antara lain melalui
implementasi model DAS mikro di 31 wilayah BP DAS; dan
6. Tersedianya data dan informasi sumber daya hutan antara lain melalui
penyusunan data tematik kehutanan dalam satu sistem dasar dan data potensi neraca
sumber daya hutan di 10 kabupaten.

Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan kelautan adalah:


1. Menurunnya kegiatan ilegal dan merusak di wilayah laut dan pesisir;
2. Meningkatnya kualitas pengelolaan eksosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau
kecil secara terpadu, lestari, dan berbasis masyarakat;
3. Meningkat dan berkembangnya kawasan konservasi laut, antara lain melalui
pengembangan daerah perlindungan laut;
4. Terwujudnya ekosistem laut dan pesisir yang bersih, sehat, dan produktif;
5. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah;
6. Berkembangnya riset dan teknologi di bidang kelautan;
7. Percepatan penyelesaian batas laut dengan negara tetangga, terutama Singapura,
Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea, dan Filipina; dan
8. Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam laut dalam rangka melindungi
keselamatan masyarakat yang bekerja di laut dan penduduk yang tinggal di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sedangkan sasaran dalam pembangunan bidang pertambangan dan sumber daya


mineral adalah:
1. Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas;
2. Terjaminnya pasokan migas dan produk-produknya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri;

II.31 – 5
3. Meningkatnya investasi pertambangan dan sumber daya mineral dengan
perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
4. Teridentifikasinya “kawasan rawan bencana geologi” sebagai upaya
pengembangan sistem mitigasi bencana; dan
5. Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) dan usaha-usaha
pertambangan yang merusak dan yang menimbulkan pencemaran.

Selanjutnya, sasaran yang akan dicapai melalui pembangunan lingkungan hidup


adalah:
1. Berkurangnya pencemaran air, udara dan tanah di kota-
kota besar disertai pengendalian dan pemantauan terpadu antar sektor;
2. Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan
iklim global;
3. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan
sesuai pedoman IBSAP 2003-2020;
4. Tersusunnya aturan pendanaan lingkungan yang inovatif
sebagai terobosan untuk mengatasi kecilnya pembiayaan sektor lingkungan hidup;
dan
5. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup.

C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006

Untuk mencapai sasaran sebagaimana disebutkan di atas, arah kebijakan


pembangunan diutamakan untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. Secara rinci, arah kebijakan yang
ditempuh dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
adalah sebagai berikut.

Pembangunan kehutanan diarahkan untuk:


1. Memperbaiki sistem pengelolaan hutan dengan meningkatkan keterlibatan
masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan, meningkatkan koordinasi dan
penguatan kelembagaan dalam wilayah DAS, serta meningkatkan pengawasan dan
penegakan hukumnya;
2. Mencapai kesepakatan antar tingkat pemerintahan dan mengimplementasikan
pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan;
3. Mengefektifkan sumber daya yang tersedia dalam pengelolaan hutan;
4. Memberlakukan moratorium di kawasan tertentu; dan
5. Memanfaatkan hasil hutan nonkayu dan jasa lingkungannya secara optimal.

Pembangunan kelautan diarahkan untuk :


1. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir, dan pulau-
pulau kecil secara lestari berbasis masyarakat;
2. Memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan;

II.31 – 6
3. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta
merehabilitasi ekosistem yang rusak, seperti terumbu karang, mangrove, padang
lamun, dan estuaria;
4. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir,
laut, perairan tawar (danau, situ, perairan umum), dan pulau-pulau kecil;
5. Menjalin kerjasama regional dan internasional dalam rangka penyelesaian batas
laut dengan negara tetangga;
6. Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir dalam rangka
peningkatkan perlindungan keselamatan bekerja dan meminimalkan resiko terhadap
bencana alam laut bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil;
7. Mendorong kemitraan dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; dan
8. Memperkuat kapasitas instrumen pendukung pembangunan kelautan yang
meliputi iptek, sumber daya manusia, kelembagaan, dan peraturan perundangan.

Pembangunan pertambangan dan sumber daya mineral diarahkan untuk:


1. Meningkatkan eksplorasi dalam upaya menambah cadangan migas dan sumber
daya mineral lainnya;
2. Meningkatkan eksploitasi dengan selalu memperhatikan aspek pembangunan
berkelanjutan, khususnya mempertimbangkan kerusakan hutan, keanekaragaman
hayati dan pencemaran lingkungan;
3. Menjamin kepastian hukum melalui penyerasian aturan dan penegakan hukum
secara konsekuen; dan
4. Meningkatkan pelayanan dan informasi pertambangan, termasuk informasi
kawasan yang rentan terhadap bencana geologi.

Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk:


1. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat nasional
dan daerah;
2. Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar
lingkungan;
3. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat
nasional maupun daerah; dan
4. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan
berperan aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.

II.31 – 7

Anda mungkin juga menyukai