Anda di halaman 1dari 10

Un Peu Cadeau Pour Toi….

Hadiah Kecil Untukmu…..

Oleh : Lia Dia Farida


X.7 / 17

27 September,

Aku menerawang jauh ke pelupuk matanya, berusaha untuk mempertemukan


manik mataku dengan matanya, mencari-cari sesuatu yang mungkin dapat ku temukan
tentang gerangan dirinya. NIHIL. Hal itulah yang selalu ku temukan hingga detik ini.
Dia, seorang yang tak ku tahui apapun tentang jati dirinya. Dia, seorang yang
selalu datang dan pergi, menyelinap ke dalam sela-sela semburat mimpi dan anganku.
Dia, hanya dia. Seorang lelaki berambut pirang dengan kode rambut Summer-Wheat No.
4 asli seperti yang ku lihat di majalah Vogue, rambut tanpa highlight buatan, mata biru
yang menenangkan, hidung mancung, serta tubuh yang tinggi, tegap, dan atletis. Sangat
Inggris, dan aku yakin sekali akan hal itu. Itu adalah DIA.
Dalam waktu kurang dari lima detik tersebut, dia pun hilang dari pandanganku.
Mataku pun sontak terhenti untuk menerawang lebih jauh lagi ke dalam ruang yang
mungkin tersembunyi di balik mata birunya yang teduh. Yang tersisa, kini hanyalah
sayup-sayup bau parfum Bvlgari-nya yang masih dapat ku rasakan lewat indera
penciumanku dan indera perabaku yang merasakan singgungan kemejanya dengan
jaketku.
Aku membalikkan tubuhku, berharap dia akan berbalik dan melihatku yang
sering nampak invisible daripada visible.
“Dapatkah kau berbalik sebentar saja? Ini aku, di sini, tak bisakah kau melihatku?”
Aku membisikkan kalimat itu, berharap terpaan angin akan menyampaikan hal ini
padanya.
Dibalik keramaian sore hari kota Paris, aku merasakan kesepian yang
menerkam. Semakin membuat bertambahnya gejolak jiwa ini. ‘Dia’ hilang di antara
kerumunan orang yang masuk dan keluar dari Metro menuju ke rute Rue du
Montmartre. Aku mencari-cari sosok ‘dia’ itu… Dan…
“Ahh!!” Tiang lampu menabrakku… atau mungkin aku yang menabraknya.
Bodoh! “Sudahlah, ku teruskan saja besok sore” kataku dalam hati. Aku pulang setelah
selesai ‘mengintai’ my prince charming di jalur kereta bawah tanah ke Rue du
Montmartre. Aku segera mandi dan merebahkan diri di kamarku, menikmati semua
kelelahan yang melanda. Aku menyalakan Macbook milikku dan masuk ke laman
Twitter milikku dan menulis status.
Semua gadis akan menemukan Prince Charming mereka masing-masing. Dan
kurasa, aku hampir menemukan ‘dia’.
Sesaat kemudian aku menerima mention dari seorang yang teman yang ku kenal
dari Twitter (Dieu Merci!)
@PrinceCharming: @PrincesseLDay bonsoir, j’aime votre tweet. LOL. (Selamat
malam, aku suka tweet kamu. LOL.)
Dan aku pun membalas retweet dari ‘Prince Charming’ tersebut.
@PrincesseLDay: @PrinceCharming merci!  Tapi ini bukan main-main, ini
sungguhan… dari hati…
@PrinceCharming: @PrincesseLDay Haha, iya..iya… aku setuju denganmu! Keren
juga tweet kamu… bisa kujadikan tweetku juga?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming Jangan!! Kamu menjiplak tweetku dong....
@PrinceCharming: @PrincesseLDay Enggak lah! Haha, ngomong-ngomong, sudah
patroli di Metro sore ini?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming Sudah pasti tentunya... Seperti biasanya... 
@PrinceCharming: @PrincesseLDay bagaimana?? Sukses? Kamu gak invisible lagi
kan?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming begitulah, dia tetap tak melihatku yang
segede ini... malangnya nasibku...

“Loveday, bisakah kau mematikan Macbookmu itu? Akan lebih baik jika kau
pakai piyamamu terlebih dahulu....” teriak Sophie dari luar. Dan, oh ya! Aku lupa belum
memakai baju... Hehe...!
Sophie, kakak perempuanku... Kakak sekaligus sahabat terbaik dalam hidupku...
Sophie adalah sosok kakak dan sahabat yang sangat berarti bagiku... Saat orang lain
membiarkanku terperosok dalam keterpurukan, Sophie adalah satu-satunya orang yang
bias mengangkatkanku ke tempat yang lebih tinggi, orang yang mengajarkanku akan
hidup dan optimisme... Dan orang yang mengajariku tentang mimpi dan cita. Aku
berusaha sebisa mungkin tuk tidak melukainya, dia sudah terlalu banyak berkorban
untukku. Namun, apa yang bisa ku perbuat? Hanya menjadi adik yang selalu bergantung
padanya. Untuk itu, aku selalu berusaha untuk jadi yang terbaik untuknya.
“Oh, iya, iya!! Kok tau kalau aku belum pakai piyama?” jawabku.
“Tentu saja aku tau! Kau kan pelupa terbaik di seluruh Perancis....”
Memang aku separah itu?? Ahh, biarlah.... Aku tidur saja....
Semoga hari esok akan lebih baik daripada hari ini....
Semoga esok akan menjadi ‘musim semi’ yang baru untukku…
Dan, semoga hari esok aku bisa melalui ulangan kimia dengan baik.

***

28 September,

Langit Paris saat musim gugur seperti pagi ini, hampir sama dengan langit pagi
saat musim semi.
Aku melingkarkan syalku rapat-rapat dan melipat tanganku di dada. Sepagi ini,
dedaunan sudah mulai berguguran dan aku merasakan daun pohon ek jatuh menerpa
wajahku, membuatku sontak bersin. Dan aku ingat perkataan PrinceCharming di
Twitter….
Musim gugur di Paris?? AWASS! Pasti daun-daun akan menerpamu dan
membuatmu bersin….
Aku tersenyum kecil mengingat hal itu kembali. “Hebat juga dia…”
Aku berjalan menyusuri Rue du New York menuju ke sekolah tentunya. Aku
merasakan dingin di sekujur tubuhku, sekarang baru tanggal 28 September namun suhu
udara di Paris sudah mulai turun untuk menyambut datangnya musim dingin yang
masih lama. Aku merasakan terpaan angin di wajahku…. Aku berhenti sebentar tepat di
bawah Pohon Maple di Boulevard du New York, mengangkat telapak tanganku tuk
merasakan hembusan angin Paris pagi hari…. Ku pejamkan mataku barang sedetik dua
detik untuk lebih merasakan angin sejuk pagi ini, sebelum orang-orang berlalu lalang
dengan polusi dari kendaraan bermotor mereka dan mengotori Parisku yang indah ini.
“Aku ingin kau datang…. Di sini, di tempat ini…” bisikku dalam hati.
Aku membuka mataku perlahan-lahan. Mataku menangkap sesuatu yang selalu
ku cari…. Entah apa…. Aku bergeming di tempatku berdiri kini, menatap lekat-lekat
sosok itu. Aku menyusun kembali memori-memoriku akan hal ini, mencoba mengingat
apapun yang dapat ku ingat tentang hal ini. Sesosok lelaki berambut pirang, mata biru
teduhnya, hidungnya yang mancung, dan tubuh tinggi tegap itu…
“Dia!” Aku mengatakan kalimat itu begitu saja. “Prince Charming….”
Kalimatku menggantung begitu saja…. Jangtungku berdebar-debar… Rasa ini
datang kembali, rasa senang bercampur aduk dengan emosi lainnya, rasa yang selalu ku
rasakan tiap aku menunggunya dengan setia di Stasiun Metro Gare du Nord.
Dengan sigap aku berusaha menggerakkan kakiku untuk mencoba berlari ke
arahnya, meski hanya untuk melihat wajahnya sepersekian detik. Dan pada saat seperti
ini, aku merasakan kakiku kaku bagai ada balok es tebal yang membekukan kakiku.
Debaran jantungku ini, membuat seluruh syarafku kelu… bahkan untuk dapat berlari ke
seberang jalan itu aku tak mampu…. Aku hanya membiarkan indera penglihatanku
mengikuti jejak langkahnya yang akhirnya menghilang di dalam sebuah gedung di
depan sekolahku…
Aku merasakan rasa itu kembali, sepi, rasa yang selalu tersisa saat aku
kehilangan bayangannya. Namun, setidaknya, aku mengetahui satu hal tentang dirinya.
Dia kuliah tepat di depan lycée (sebutan SMA di Paris) tempatku bersekolah. Dan aku
cukup bersyukur untuk hal ini.

***

Setelah sekolah hari ini berakhir, aku tidak langsung pulang pun pergi ke stasiun
Metro. Hari ini aku pergi menuju ke sebuah taman bunga Irish dekat Menara Eiffel, aku
duduk di bangku kayu dekat lampu taman. Bangku taman ini menurutku adalah tempat
yang cukup strategis, bayangkan saja, tepat di depanku, aku dapat melihat dengan jelas
aliran Sungai Seine dan Menara Eiffel yang berdiri menjulang tepat di atasnya…. Sekitar
satu meter di depanku, saat musim semi, kau dapat meihat bunga Irish yang
bermekaran di petak itu…. Dan saat musim gugur seperti ini, kau bisa merasakan daun-
daun berjatuhan dan menerpa bagian-bagian tubuhmu yang berasal dari pohon di
samping kananku ini….
Ini mungkin tempat paling romantis di dunia setelah Venice di Italy…. Namun,
terlalu berlebihan mungkin.
Aku mulai menyalakan iPad milikku, hadiah dari Sophie untuk ulang tahunku
yang ke-17 kemarin. Aku sayang kamu, Sophie!
Aku meletakkan dan menggeser-geser jariku di monitor layar sentuh di ipad-ku
ini. Aku membuka jendela Opera dan sign in ke dalam akun Twitter-ku. Dalam layar full
touch screen sebesar 10 inch ini, aku dapat melihat berbagai macam status dan tweet
dari seluruh followers-ku… Aneh-aneh, ada yang mengamuk tidak jelas, ada yang
bersedih ria lewat emoticons yang ada di Twitter, dan lain sebagainya…. Dan, itulah
dunia maya! Dunia yang menyajikan hal-hal yang berbeda dan kadang bisa ku sebut
lebih demokratis dibanding dengan dunia nyata…. Namun, dunia maya tetaplah dunia
maya, takkan pernah jadi nyata! Meksipun aku masih percaya dengan Dreams Come
True!
Aku mengecilkan jendela browser Opera dan beralih ke Mozilla Firefor…. Aku
langsung mengetikkan jariku pada keyboard layar sentuh dan langsung menuju ke
halaman Le Monde, majalah terkenal di penjuru Prancis… Jujur, aku tak suka membaca
koran, tapi aku selalu mendapat berita terbaru dari newsfeed di ‘majalah elektronik’
yang sering aku sebut dengan iPad. 
“Bonsoir, Mademoiselle…. Est-ce que veuilles assoir?2” berkata seseorang di
sampingku. Aku penasaran dibuatnya, dia berkata dalam logat Bahasa Prancis yang
formal dan sopan. Sebenarnya aku masih keasyikan bermain-main dengan peralatan
elektronik tercanggih tahun ini, namun sebagai gadis Prancis yang berbudi…. Aku harus
menoleh dan menjawab pertanyaannya, kan?
“Bien sûr!2” Aku berkata dan tersenyum. Dedaunan kering berguguran saat aku
memandangnya, mereka berguguran di saat yang tepat. Tiba-tiba saja berkelebat
setumpuk memori dalam benakku…. Gare du Nord, Metro, Rue du Montmartre,
Boulevard du New York, rambut itu, wajah itu, mata biru itu…. Semuanya merebak begitu
saja dan aku pun sadar… Dia adalah dia. Seorang yang selalu aku tunggu kedatangannya.
Seorang yang selalu menyelinap dalam sela-sela semburat mimpi dan anganku….
Dreams come true!! Dia ada di sini, di depanku, menyapaku.... Jantungku berdetak
semakin kencang dan kencang.... Aku mulai merasakan lututku bergemeletuk dengan
gelora jiwa ini.... Intinya, aku gugup.... Berkata pun sulit, apalagi bergerak. Aku bisu.
“Hello, parle-vous Anglais?” (Halo, dapatkah Anda berbahasa Inggris?)
“Mademoiselle, can you hear me?” (Nona, dapatkah Anda mendengarku?) ‘Dia’
berkata lagi.
“Hahh?? Oh, yeah! I can speak English.” (Ya, saya dapat berbahasa Inggris) aku
berkata dengan gelagapan, satu tanganku menggenggam erat bagian tepi kursi taman
itu.
“Syukurlah....” Dia berkata dengan leganya....
Pintar, aku menanyakan pertanyaan bodoh ini, “Syukur? Kenapa?”
“Setidaknya untuk beberapa bulan ini, aku bisa menemukan orang Prancis yang
bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar.”
“Haha, kasihan sekali....” aku berkata dengan kaku sekali. Debaran ini bagai
deburan buih di lautan yang terus menerjangku.
“Hehe, hmm.... Ngomong-ngomong, akan lebih baik apabila kita saling mengenal
terlebih dahulu. Boleh kenalan?” Dia berkata itu dengan amat sangat manis sekali
(setidaknya di dalam mataku).
“Boleh, tentu saja.”
“Namaku Ares Murray. Kamu?”
“Loveday, Loveday Smith. Kau orang Inggris ya?” Aku heran, kenapa aku jadi keki
begini, hanya pertanyaan bodoh yang bertubi-tubi kutanyakan padanya. Ayolah, biasa
saja....
“Iya, memang kenapa....?”
“Hehe, cuma tanya.... Oh, iya, maaf…. Siapa namamu tadi?”
“Ares” dia mengernyitkan dahinya…. Mungkin heran kenapa ada orang yang
secepat itu melupakan nama orang yang beru satu menit lalu disebutkan.
“Oh iya, Ares…. Sepertinya alarm-ku untuk segera pulang telah berdering…. Aku
harus pulang atau kakakku akan memberikan pidato kemerdekaan karena aku telat
pulang. Sampai jumpa lagi” Aku melambaikan tangan dan segera berbalik
meninggalkannya berdiri di samping kursi taman itu. Dia pun membalas lambaian
tanganku, yah, meskipun dengan tatapan penuh keheranan. Aku berlari sambil
tersenyum amat sangat gembira, aku tak percaya segala penantianku selama ini akan
membuahkan hasil…. Aku gembira!! Lega!
DUKK!!!
“AWWW!”
Gubrak! Aku menabrak tiang lampu di taman itu, lagi! Memalukan banget sih
aku…. Hfft, untung Ares tak melihatku…. Hehe… Aku memasukkan iPad-ku ke dalam tas
dan mengambil perangkat headset Bluetooth milikku yang ku hubungkan dengan
iPhone…. Dan tentu saja, aku memainkan lagu nomor satu dalam daftar main di iphone-
ku…. Boys Like Girls – Love Drunk alias Mabuk Cinta…. Hehehe….

Aku mendengarkan lagu itu berkali-kali dan untuk pertama kalinya aku
mendengarkan lagu OST. High School Musical di iPhone-ku yang berjudul When There
Was You and Me…. Padahal, dulu aku sangat antipati dengan lagu mellow-mellow
seperti ini….
Ares! Dirimu mengalihkan duniaku….
1Selamat sore, Nona. Bolehkah saya duduk?
****
2Tentu saja!
“Hai, Sist!! Aku sayang kamu.” Aku memeluk Sophie dari belakang berharap dia
juga akan merasakan kebahagiaanku hari ini.
“Hei, hei. Ada apa? Senang sekali sepertinya.... Habis kepentok tiang listrik lagi
ya?” berkata Sophie terheran-heran.
Aku hanya nyengir sambil ‘unjuk gigi’, “Hehe, iya sih tadi....” Aku terdiam
sebentar melihat Sophie yang terlihat aneh hari ini. Bukan aneh, tapi lumayan tak
biasa....
Aku pun curiga dengan iPhone 4 keluaran terbaru milik Sophie, aku merebutnya
dengan sigap. Dan aku tahu kalau Sophie tak akan bisa menghalangiku. Hehe, aku nakal
ya?
Aku terdiam sebentar saat melihat pesan masuk di telepon genggam kakakku ini.
Amor mio? Artinya ‘Sayangku’, ‘Kekasihku’, ‘Pacarku’, atau apalah saudara-saudaranya
itu.
“Soph, kamu punya pacar ya?” Aku bertanya penuh selidik.
“Hah?? Enggak!” Sophie mulai gelagapan dan aku tahu kalau dia bohong.
“Lalu, amor mio ini siapa?? Hayo.... ngaku deh.... Aku tau kamu bohong”, aku
berkata sambil memperlihatkan isi pesan dan pengirimnya dekat ke wajah Sophie.
“Hehe, aku memang gak bisa bohongi kamu. Iya. Itu bisa disebut amor moi yang
baru. Maaf kalau aku gak minta pertimbanganmu dulu.”
“Wahhh!!! Udah jadian??? Kapan??? Aku senang sekali dengarnya.” Aku senang,
jujur, aku senang jika melihat Sophie senang. Malam itu, aku bersama Sophie bercerita
tentang ‘dia’ dan ‘dia’ milik Sophie. Aku senang melihat binar mata Sophie yang
cemerlang, lebih cemerlang dari biasanya. Dan, aku tahu melalui binar matanya yang
tak pernah berdusta bahwa Sophie sangat menyayangi ‘dia’ itu.

***

Aku membuka kembali akun Twitter-ku dan mataku langsung tertuju pada satu
kiriman mention dari PrinceCharming dan satu Direct Message dari PrinceCharming
pula.
@PrinceCharming: @PrincesseLDay bagaimana harimu hari ini? Lancar bukan?
Dan bagaimana kabarnya Prince Charming-mu itu?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming Lancar! Lancar sekali malah! Aku tak
menyangka bahwa hari ini aku mencopot status Invisible-ku….
@PrinceCharming: @PrincesseLDay hahh?? Kau bertemu dengannya? Dimana?
Perasaanmu senang kan pastinya…. Traktiran dong….
@PrincesseLDay: @PrinceCharming PASTINYA!! Gila, masa’ gara-gara bertemu
dengannya, aku sampai kepentok tiang lampu. Aku bertemu dengannya tepat di tempat
favoritku itu….
@PrinceCharming: @PrincesseLDay taman di dekat Menara Eiffel itu, kan? Udah
tau… Eh, aku sekarang juga berada di Paris lho…
@PrincesseLDay: @PrinceCharming 100 deh buat kamu!! Hah? Sejak kapan? Kok
gak bilang?
@PrinceCharming: @PrincesseLDay udah sebulan, maaf deh gak kasih tau…

Aku membuka kiriman pesan dari PrinceCharming itu yang berisi “Aku tadi
bertemu dengan gadis yang aneh di Eiffel dan aku melihat kejujuran yang tulus dari
dalam binar matanya”.
Kantuk sudah mulai merasuki tubuhku dan dingin tengah malam Paris sudah
menggelitikiku…. Aku sudah tak sanggup lagi memblas DM darinya. Aku hanya menulis
dua tweet terakhir untuk hari ini,
Aku bahagia bila melihatmu bahagia, Sophie…. Aku sayang kamu.
Dan,
Kalau pergi ke Paris, jangan lupa Eiffel, Notre Dame, Sacré-Cœur, dan jangan
lupakan Arc de Triomphe  Bonsoir! @PrinceCharming

Dan, aku mengakhiri kisah hidupku hari ini dengan seulas senyuman. Aku
menutup mataku dan pergi ke alam mimpi bersama dengan seluruh kebahagiaanku hari
ini.

***

29 September,

Hari ini hari Minggu dan artinya aku libur. Siang ini, aku pergi lagi ke taman
dekat Menara Eiffel itu lagi. Aku memasang perangkat bluetooth-ku di telinga dan
mendengarkan alunan lagu-lagu dari Taylor Swift. Aku pun membiarkan diriku hanyut
dalam ketenangan ini, membiarkan angin membelai rambutku.
“Bonjour, Mademoiselle Loveday.” Sayup-sayup aku mendengar seseorang
memanggil namaku, aku mengenal suara itu. Sangat mengenalnya.
“Bonjour, Monsieur Ares.” Aku menyunggingkan senyum padanya, pada Ares.
“Loveday, ayo ikut aku!” Ares serta merta langsung menarikku setelah usai
mengucapkan kalimat pendek tadi. Aku masih bingung dengan apa yang dia lakukan
hingga aku dengan tak sadar tak bisa menolak. Tapi, aku senang kok. Bersyukur malah.
Aku bertanya, “Hei, hei, kita mau ke mana? Ke kantor polisi?”
“Bukan! Ke pemakaman! Kita ke Arc de Triomphe, temani aku jalan-jalan hari
ini.” Hahh?? Apa katanya? Dia ingin jalan-jalan ? Denganku? Tolong, jika ini hanya
mimpi…. Segera bangunkan aku. Aku tak ingin menyesali ini semua, apabila hal ini
hanya fatamorgana.
Setelah, satu dua detik berpikir, baru aku menyadari bahwa ini bukan mimpi
belaka. Ini nyata. Déjà vu. Dreams come true!
Aku merasakan gejolak itu lagi, jantungku berdebar tak keruan. Tanganku mulai
mengeluarkan keringat dingin. Aku gugup. Sungguh. Aku gugup. Aku bersama ‘dia’
seorang yang setiap sore aku tunggu di stasiun kereta bawah tanah. Dia yang selalu
menyelinap dalam sela-sela semburat mimpi dan anganku. Dia yang selama ini hanya
ada dalam mimpiku tiap malam. Aku tak menyangka akan bertemu dengannya di sini.
Dia nyata dan kini aku bisa memandang mata birunya yang teduh itu lebih dekat. Dan
bau parfum Bvlgari itu masih tetap melekat di kemejanya itu. Dan aku melihat sosok
Ares ini benar-benar ‘dia’ yang selalu aku tunggu di stasiun Metro Gare du Nord. Dia, dia
memakai kemeja yang sama saat aku melihatnya di stasiun Metro dua hari lalu. Dan,
tanpa sadar akupun memakai syal dan jaket yang sama, yang kupakai dua hari lalu.

***
Akhirnya kami sampai di Arc de Triomphe, salah satu tempat tertinggi di Paris.
Dari sini, kami bisa melihat pemandangan kota Paris yang sangat memukau. Dari sini,
kami melihat Katedral Notre Dame, kubah menjulang Basilica Sacre Cœur, Menara Eiffel
yang berdiri tegak menjulang, dan di kejauhan nampak Château Versailles yang terlihat
seperti jarum-jarum dengan atap-atap kastilnya yang berbentuk segitiga.
“Ares, kau lihat itu semua?” tanyaku padanya.
“Tentu saja, di sebelah sana adalah Menara Eiffel, Katedral Notre Dame. Lalu, di
sana ada Basilica Sacre Cœur, dan...hmm.... Yang seperti jarum itu adalah atap Château
Versailles yang terkenal itu, kan?”
Aku tertegun, bagaimana dia tahu akan hal ini semua padahal dia baru pertama
kali ke Prancis…
“Aku mengetahui ini semua dari sahabatku yang ada di Paris, kami bersahabat
via twitter.” Seakan dapat membaca pikiranku, Ares melontarkan pernyataan yang
sedari dari membuatku bingung.
Setelah puas memandangi pemandangan Paris dari Arc de Triomphe, kami
meneruskan perjalanan ini dengan mobil Mercedes milik Ares.
Kami pergi ke Basilica Sacre Cœur untuk sekedar melihat-lihat. Dan, tentu saja
aku menjelaskan bahwa terdapat 221 anak tangga untuk mencapai Sacre Cœur ini.
Lalu, kami ke Château Versailles dan pergi ke bagian Kota Tua Versailles. Aku
menjelaskan berbagai hal yang ingin Ares ketahui tentang sejarah atau mungkin arah
lalu lintas. Dan, terakhir kami menuju ke Notre Dame. Aku dan Ares sempat berfoto
bersama di depan katedral yang sekaligus salah satu bangunan tertua di penjuru
Prancis ini. Setelah capek dengan ‘rekreasi’ ini, kami pun pulang.
Di dalam mobil aku memakai earphone untuk mendengarkan lagu dari iPhone-
ku. Greenday – When September Ends. Lagu terfavorit yang aku suka sepanjang masa,
mungkin.
“Hei! When September Ends dari Greenday kan? Sini aku juga ingin dengar” dia
tiba-tiba saja berkata dan cukup mengagetkanku. Dia mengambil earphone-ku sebelah
kanan dan memakainya di telinganya. Dan dari sini aku mengerti, bahwa dia juga
menyukai lagu ini, bahkan aku baru tahu bahwa dia hafal setiap detail liriknya.
Tanpa sadar aku bertanya, “Ares, kenapa kau harus menyuruhku menemanimu
hari ini?”
“Karena aku percaya padamu.” Dia berkata tanpa menoleh kepadaku, dia masih
keranjingan dengan When September Ends ini.
“Mengapa?”
“Aku bertemu dengan gadis aneh, yaitu kau, di Eiffel kemarin. Dan, aku melihat
kejujuran yang tulus dari dalam binar matamu. Oleh karenanya, aku percaya padamu.”
DEG! Aku tercekat.... Kata-kata itu, dua kalimat itu, apakah... Apakah PrinceCharming itu
dia?? Aku tidak yakin namun jauh, jauh dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku yakin.
Aku memandangnya lekat-lekat. Aku melihat ‘dia’, rambut itu, wajah itu, hidung
itu, mata itu, dan tubuh itu. Di sini, di dalam mobil ini, dalam jarak kurang dari satu
meter. Siapakah Ares? Siapakah PrinceCharming itu? Apakah dia adalah sosok yang
berbeda dalam raga yang sama.
Hari ini berlalu sungguh terlalu cepat. Aku ingin saat ini, waktu dihentikan. Aku
ingin saat ini takkan pernah berakhir, sehingga Ares takkan dapat berpisah dariku. Aku
tahu ini egois, namun aku memang sungguh ingin hari ini takkan berakhir.
Namun, tetap saja hari ini aku harus menutup lembaran hidupku hari ini dan
mencoba untuk membuka lembaran baru lagi, esok hari.

***
30 September,

Malam ini aku berada di Plazza au Athenee Restaurant, restoran bintang lima di
Paris bahkan Prancis. Aku tak tau mengapa Sophie mengajakku makan malam di tempat
semahal ini. Terakhir kali aku di sini adalah dua tahun lalu, saat merayakan ulang tahun
Sophie yang ke-17. Dan aku ke sini sudah tentu dipaksa Sophie, dengan memakai gaun
dan high heels yang (uhh!) sangat membuatku tidak nyaman.
Dan, jurus terakhir. Aku mengeluarkan telepon genggamku dan langsung menuju
ke iTweet, yaitu aplikasi Twitter untuk iPhone. Aku berharap PrinceCharming saat ini
sedang online. Sangat berharap.
Sudah hampir pukul 08.00 malam dan Sophie belum juga memunculkan batang
hidungnya.
“Hi, Soph……” Lidahku kelu, syarafku tak bekerja, jantungku seakan berhenti
berdetak. Soph, siapa dia? Tanyaku dalam hati. Aku tak bisa lagi berkata-kata, sungguh,
seluruh tubuhku kaku. Terhenti.
“Loveday, surprise!!!! Aku kenalkan kau seseorang, aku sudah janji, kan” Sophie
berkata. Sophie dengan wajah itu, dengan ekspresi itu, dengan binar mata itu. Aku jatuh
terduduk. Bergeming. Benarkah yang ku lihat saat ini? Tak adakah seseorang yang
dapat menolongku untuk lari dari tempat ini. Aku sesak. Dadaku penuh sesak.
Sophie berkata, “Loveday, kau tak apa? Apa kau sakit?”
“Tidak…. Sungguh….” Suaraku bergetar. Aku memegang dadaku, berharap hal ini
akan meringankan rasa sakit ini.
“Kenalkan, ini Ares, amor mio Ares Murray …. Orang yang ku ceritakan padamu
tempo hari.” Sophie berkata dengan sangat bahagia dan aku yakin itu. Sophie bahagia
dengan Ares di sampingnya. Dan, Ares pun terlihat demikian.
“Bonsoir, Monsieur Ares. Kenalkan, saya Loveday. Adik perempuan Sophie.”
Suaraku makin bergetar dan mataku berkabut. Aku memaksakan senyum paling
bahagia yang mungkin masih bisa ku buat dalam kegetiran ini. Aku meremas tanganku.
Aku melihat Ares yang telah menjadi milik orang terdekatku, kakak tersayangku.
Aku hanya melihat Ares, bukan melihat ‘dia’ yang berminggu-minggu selalu ku tunggu
dan ku intai kedatangannya di jalur Metro Rue du Montmartre. Di hadapanku hanya
Ares, bukan ‘dia’ yang selalu ku nanti kehadirannya dalam setiap mimpiku.
Sakit ini tak bisa ku tahan lagi, aku sudah tak tahan lagi. Ini sudah terlampau sulit
bagiku. Aku ingin lari, kembali invisible lebih baik daripada harus visible disertai rasa
sakit teramat sangat ini.
Sia-sia sudah perjuanganku berminggu-minggu ini, tak membuahkan hasil.
Bahkan ini telah menorehkan sebuah sayatan luka yang tak mungkin dapat ku
sembuhkan untuk selamanya. Aku melihat orang yang aku sayangi bersama orang
terdekatku. Sahabat sekaligus Prince Charming-ku bersama dengan kakak
perempuanku. Aku tak bisa, aku tak sanggup.
Aku berlari keluar, tak menghiraukan teriakan kakak dan Ares. Aku hanya
berlari, cukup berlari sekencang mungkin untuk menghilang dari semua hal
menyakitkan ini. Aku berlari dengan tangis tertahan.

***
“Sophie! Kau tunggu di sini, aku akan mencari Loveday. Tolong, jangan ikut.”
“Tapi, dia adikku.”
“Sssst... Percaya padaku.”

Ares memacu mobilnya di tempat parkir untuk mengejarku. Dan, aku yakin dia
takkan menemukanku.

***
Aku sendiri di sini. Di taman kecil ini. Di tempat ini, saksi bisu semua hal yang
berkaitan tentang kisah bahagiaku bersama ‘dia’. Dia yang menjadi motivasi hidupku
saat aku mulai membuka mata pagi ini hingga aku beranjak tuk menutup mata hari ini.
Dia yang menjadi sumber kebahagiaan yang tak mungkin dapat orang lain gantikan.
Cinta pertama,
Yang mengajariku tentang kasih sayang
Yang mengajariku tentang tentang cita dan harapan
Cinta pertama,
Yang menorehkan seberkas luka memar dalam dada
Yang tak mungkin hilang bekasnya ditelan masa
Yang dapat menghancurkan seluruh asa
Cinta pertamamu,
Adalah satu-satunya orang yang akan
Kau bandingkan dengan cinta-cinta lain setelahnya….
Karena cinta pertamamu mengajarimu segalanya.

Aku merasakan tubuhku di dekap dari belakang. Tangan ini dan rasa yang berkecamuk
dalam dadaku ini. Aku mencoba melepaskan dekapan Ares dari tubuhku. Tapi, semakin
ku lawan semakin dekapannya ia eratkan.
“Tolong, biarkan aku menangis kali ini saja. Aku tak sanggup lagi….” Aku berkata
dengan suara yang semakin bergetar dan parau. Berusaha sekuat hati untuk menahan
tangis ini. Dan, aku menyerah.
“Tenang, tolong. Jangan melawan. Biarkan aku sekali ini saja mendekapmu
dengan sepenuh hati dan jiwaku.” Ares berkata dan aku mendengar suaranya pun
bergetar.
“Kenapa, kenapa hal ini terjadi padaku. Tak tahukah kau seluruh perjuanganku
selama ini....” Aku menumpahkan seluruh air mataku dalam dekapan Ares yang lembut
ini.
“Aku pun baru menyadarinya, aku tidak tahu bahwa ‘dia’ itu adalah aku....”
“Aku sakit, sakit sekali....” aku menangis sesenggukan dalam diam.
“Haruskah aku memutuskan hubunganku dengan Sophie dan kembali padamu....”
Suara ‘dia’ masih tegas, walaupun aku pun tau bahwa dia sama sakitnya dengan aku.
“Jangan, jangan.... Ku mohon jangan sakiti hati Sophie. Dia sangat menyayangimu,
mungkin lebih dalam dari yang aku rasakan terhadapmu....”
“Aku tak bisa membiarkanmu terpuruk seperti ini”
Aku melepaskan dekapan ‘dia’ dan mengusap air mata yang masih mengalir di
pipi. Aku berusaha tegar dalam situasi ini. Meski sakit, setidaknya aku tidak akan
menyakiti lebih dalam hati orang lain.... Hal ini sulit dan sungguh sangat sulit. Aku
berusaha tersenyum meski getir rasanya, aku tersenyum.... Aku memandangnya, kini
aku memandang kedua buah mata biru teduhnya, mungkin untuk yang terakhir kali.
“Lihat.... Aku tak apa.... Aku jauh lebih baik sekarang.... Aku masih bisa tegar dan
tersenyum. Seharusnya kau bisa lebih baik dari aku kan, Prince Charming.” Aku
mengerling nakal kepadanya dan berusaha tersenyum dengan mataku yang sembap ini.
Dia tersenyum dan berkata, “Kau gadis aneh, Princesse Loveday....”
“Sana!! Pergi, kejar kembali Sophie.... Jaga dia dan awas jika kau membuatnya
sedih!!! Jika kau melakukannya itu, ku jamin kepalamu takkan aman dari tiang listrik
yang khusus aku gunakan untuk memukulmu. Haha” Aku berusaha tertawa untuk
membuatnya yakin untuk pergi, meskipun aku tahu ia mungkin takkan pernah kembali.
“Aku tadi bertemu gadis aneh di Eiffel. Dan, aku melihat kejujuran yang tulus dari
dalam binar matanya.” Dia mengacak-acak rambutku dan melanjutkan berkata,
“Sahabat?” Dia dan aku pun saling menyilangkan jari kelingking kami dan aku berkata,
“Untuk selamanya.”

***

2 Oktober
@PrinceCharming: @PrincesseLDay Loveday, kau sungguh ingin meninggalkan
kami di sini? Yakin?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming Aku yakin. Aku mungkin akan kembali lagi 
@PrinceCharming: @PrincesseLDay Apa kau benar-benar bahagia?
@PrincesseLDay: @PrinceCharming Aku bahagia.
Mungkin seperti itu….
Akhirnya, aku mematikan iPhone-ku dan mulai mendengarkan When September
Ends di ipod, memegang fotoku bersama Ares di Notre Dame. Dan, pesawat sebentar
lagi akan tinggal landas.

***

“Aku tadi menemui gadis aneh di Eiffel dan aku melihat kejujuran yang tulus
dalam binar matanya.”

Dedicated to:

Someone that I admire.

Anda mungkin juga menyukai