Anda di halaman 1dari 87

APARATUR PEMERINTAH

XXII/1
BAB XXII

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Usaha-usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah yang menja -


di bagian integral dari seluruh usaha pembangunan dalam tahun
ketiga Repelita III merupakan peningkatan daripada usaha-
usaha yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Sesuai dengan GBHN dan kebijaksanaan dalam Repelita III


maka penyempurnaan Aparatur Pemerintah merupakan usaha dengan
pendekatan yang bersifat menyeluruh dan pelaksanaannya dila-
kukan secara bertahap sesuai dengan prioritasnya. Pendekatan
yang bersifat menyeluruh mempunyai sasaran jangka panjang,
ialah agar Aparatur Pemerintah dapat menjadi alat yang efi-
sien, efektif, bersih dan berwibawa untuk menjalankan peran -
annya dalam mendukung proses pembangunan nasional. Pelaksana-
an secara bertahap sesuai dengan urutan prioritasnya dimak-
sudkan bukan saja agar masalah-masalah mendesak dapat dipe-
cahkan dengan segera, melainkan juga agar aupaya tenaga,
biaya, keahlian serta waktu yang tersedia dapat dipergunakan
secara optimal.

Usaha dan kegiatan penyempurnaan Adminiatrasi dan Apa -


ratur Pemerintah dalam tahun ketiga Repelita III seperti pada
tahun sebelumnya ditujukan kepada penyempurnaan bidang-bidang
kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian, fasilitas dan sa -
rana kerja, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah. De -
mikian pula telah diusahakan perbaikan sistem perencanaan
operasional tahunan, pelaksanaan anggaran belanja Negara ter -
utama siatem pelelangan pemborongan pekerjaan/pembelian ba -
rang atau jasa, serta bidang-bidang lain yang berkaitan erat
dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di samping
itu telah pula diteruskan langkah-langkah untuk meningkatkan
kegiatan pengendalian, pengawasan serta penertiban operasi -
onal.

B. KEBIJAKANAAN DAN SASARAN PENYEMPURNAAN APARATUR


PEMERINTAH

Arah kebijaksanaan di bidang Administrasi dan Aparatur


Pemerintah ialah untuk meningkatkan dan memantapkan tata pe-
nyelenggaraan pemerintahan yang harus mencerminkan peranan
Pemerintah dalam pembangunan nasional . S e s u a i d e n g a n yang

XXII/3
dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara titik berat
dalam Pembangunan Jangka Panjang adalah pembangunan bidang
ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi. Dalam pelak-
sanaan pembangunan ekonomi Pemerintah memberikan pengarahan
dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan
iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.

Dalam rangka ini pula Aparatur Pemerintah harus peka ter -


hadap masalah-masalah pembangunan yang dirasakan oleh rakyat
serta tanggap dan terampil untuk menyeleaaikan masalah-masa-
lah tersebut. Dengan demikian Aparatur Pemerintah perlu se-
cara terus-menerus dikembangkan agar kemampuannya makin me-
ningkat dalam pelaksanaan tugas membimbing dan melayani ma-
syarakat sehingga dapat dibina gairah rakyat untuk berparti-
sipasi dalam proses pembangunan.

Arah kebijaksanaan penyempurnaan Aparatur Pemerintah per-


tama-tama ditujukan pada peningkatan pengabdian dan kesetia-
annya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasar-
kan Pancasila dan UUD 1945. Aparatur Pemerintah harus benar-
benar merupakan abdi Negara dan abdi masyarakat yang bermen-
tal baik dalam menjalankan tugas umum pemerintahan, tugas
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Atas dasar landasan serta pokok-pokok kebijaksanaan dan


pengarahan penyempurnaan Aparatur Pemerintah sebagaimana di-
tuangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara maka sasaran-
sasaran usaha dalam Repelita III telah ditetapkan sebagai
berikut:

a. Meningkatkan hubungan fungsional yang makin mantap antara


lembaga-lembaga perwkilan rakyat dengan Pemerintah, baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.

b. Meningkatkan pembinaan dan penertiban Aparatur Pemerintah


baik di tingkat pusat maupun daerah termasuk perusahaan-
perusahaan milik Negara dan milik daerah, sehingga dapat
menjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa.

c. Mengembangkan keserasian hubungan antara Pemerintah pusat


dan Pemerintah daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan
dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkem-
bangan dan pembangunan daerah, dan dilaksanakan bersama-
sama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

d. Menyempurnakan tata kerja dan hubungan kerja, baik antara


Departemen/Lembaga maupun dalam D e p a r t e m e n / L e m b a g a itu
XXII/4
sendiri, agar tercipta langkah kegiatan yang lebih terpa -
du dan serasi guna mendukung keberhasilan pencapaian tu -
juan-tujuan serta pelaksanaan program-program pembangunan
secara menyeluruh.

e. Meningkatkan penertiban dan menyempurnakan pengawasan se-


luruh aparatur Pemerintah, termasuk perusahaan-perusahaan
milik Negara dan milik daerah dalam rangka penanggulangan
masalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran
dan pemborosan kekayaan dan keuangan Negara, pungutan-
pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya
yang menghambat pelaksanaan pembangunan.

f. Meningkatkan dan memantapkan pembinaan dan pengelolaan


perusahaan-perusahaan milik Negara dan milik daerah agar
dapat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi peru-
sahaan yang sehat, efisien dan hemat sehi,ngga dapat mem-
bantu meningkatkan keuangan Negara, meningkatkan mutu pe-
layanan kepada masyarakat serta secara aktif ikut menun-
jang kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan golongan
ekonomi lemah.

g. Meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja


pegawai dengan terus mengembangkan sistem karier yang di-
serasikan dengan sistem prestasi kerja.

h. Meningkatkan kemampuan Aparatur Pemerintah dalam pelaksa-


naan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang
meliputi kemampuan dalam penyusunan rencana, perumusan
kebijaksanaan dan program, kemampuan dalam pelaksanaan
serta kemampuan dalam pengendalian dan pengawasan yang
efektif dan efisien. Hal tersebut dilakukan dengan sistem
di mana setiap sektor pembangunan menjadi jelas penang-
gungjawab dan aparatur Pemerintah yang menanganinya.

i. Mengembangkan Administrasi Pemerintah secara tertib de-


ngan antara lain penuangan berbagai ketetapan dan kebi-
jaksanaan Pemerintah dalam produk peraturan perundang-un-
dangan sehingga ketetapan dan kebijaksanaan tersebut mem-
peroleh landasan kekuatan hukum yang pasti dan jelas,
baik bagi para pelaksana maupun bagi masyarakat.

C. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKSANAAN DAN HASIL PENYEMPURNAAN


APARATUR PEMERINTAH TAHUN 1981/82

1. Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat

XXII/5
Usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah tingkat pusat te-
lah cukup banyak dilakukan seperti perbaikan susunan organi-
sasi departemen-departemen, rumusan tugas pokok dan fungsi-
fungsinya, uraian kewajiban dan tanggungjawab serta tatakerja
masing-masing unit organisasi di bawahnya, dan sebagainya.
Perbaikan yang cukup berarti di bidang organisasi Pemerintah
tingkat pusat dilakukan dengan ditetapkannya Pokok-pokok Or-
ganisasi Departemen dan Susunan Organisasi Departemen,
masing-masing dalam Keputusan Presiden No. 44 dan 45 tahun
1974 dan Keputusan-keputusan Menteri tentang organisasi De
partemen masing-masing. Usaha penyempurnaan tersebut merupa-
kan pengaturan segi tugas pokok, fungsi, susunan organisasi
dan tatakerja dari semua jenis unit-unit pelaksana teknis
yang merupakan satuan organisasi yang melaksanakan sebagian
tugas-tugas Departemen, demikian pula Susunan organisasi dan
tatakerja Kantor Wilayah di tingkat Propinsi Daerah Tingkat I
dan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Dalam perkembangannya organisasi departemen telah me -


ngalami penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut untuk dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing departemen agar
dapat menghadapi bertambahnya beban tugas karena meningkatnya
kegiatan pembangunan.

Dalam masa Repelita III, yakni sejak tahun 1979/80 sampai


dewasa ini penyempurnaan-penyempurnaan tersebut meliputi or-
ganisasi Departemen Dalam Negeri (Keppres No. 57 dan 62 ta-
hun 1980), Departemen Kehakiman (Keppres No. 27 tahun 1981.), De-
partemen Keuangan (Keppres No. '57 tahun 1980), Departemen
Perdagangan dan Koperasi (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No. 57
tahun 1980), Departemen Pertanian (Keppres No. 47 tahun 1979),
Departemen Perinduatrian (Keppres No. 47 tahun 1979),
Departemen Pertambangan dan Energi (Kepprea No. 47 tahun
1979), Departemen Pekerjaan Umum (Kepprea No. 47 tahun 1979),
Departemen Perhubungan (Kepprea No. 47 tahun 1979), Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Keppres No. 47 tahun 1979),
Departemen Kesehatan (Keppres No. 47 tahun 1979), Departemen
Agama (Keppres No. 47 tahun 1979 dan No. 22 tahun 1980), De -
partemen Sosial (Keppres No. 47 tahun 1979) dan Departemen
Tenaga Kerja dan Tranamigrasi (Keppres No. 47 tahun 197g). Di
antara perubahan organisasi tersebut terdapat pembentukan Di -
rektorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
pada Departemen Dalam Negeri dan pemecahan Direktorat Jenderal
Moneter ke dalam Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri dan
Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri pada Departemen
Keuangan.

XXII/6
Penyempurnaan-penyempurnaan tersebut di atas tetap berti-
tik tolak dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok dan fungsi
Departemen-departemen bersangkutan. Walaupun asas fleksibili-
tas dalam pengorganisasian telah diterapkan namun asas konti-
nuitas tetap diberlakukan.

Sesuai dengan perubahan yang dituntut karena meningkatnya


kegiatan-kegiatan pembangunan maka organisasi lembaga-lembaga
Pemerintah non Departemen juga memerlukan penyempurnaan se-
cara menyeluruh. Walaupun penelitian mengenai penyempurnaan
organisasi lembaga-lembaga Pemerintah non Departemen belum
berhasil merumuskan pola organisasi, kedudukan, tugas pokok,
fungsi dan tatakerja lembaga-lembaga tersebut dengan dasar
penilaian yang sama, namun asas-asas yang dipergunakan dalam
penyempurnaan organisasi departemen sejauh mungkin telah di-
terapkan, tanpa mengorbankan sifat-sifat khusus dan ruang
lingkup tugas pokok masing-masing. Usaha penyempurnaan ini
dipersulit terutama oleh adanya perbedaan dasar hukum pemben-
tukan masing-masing lembaga, yaitu ada yang dengan Undang-
undang, ada pula dengan Peraturan Pemerintah dan sebagian
besar dengan Keputusan Presiden. Juga penyempurnaan mengha-
dapi kesulitan karena sifat-sifat yang berbeda, ialah adanya
kelompok lembaga Pemerintah non Departemen yang menjalankan
fungsi lini atau yang melaksanakan tugas eksekutif, kelompok
lain mempunyai kedudukan staf atau sebagai badan staf tingkat
pusat, sedangkan ada pula yang mempunyai dan melaksanakan tu -
gas koordinasi sehingga dapat disebut badan koordinasi.

Tanpa mengurangi arti penyempurnaan secara menyeluruh,


perhatian khusus diberikan kepada masalah-masalah yang mende -
sak, yaitu perlunya perubahan organisasi dari lembaga-lembaga
Pemerintah non Departemen tertentu untuk dapat menanggulangi
pelaksanaan tugas yang sangat mendesak dari lembaga yang ber -
sangkutan. Demikianlah pada tahun-tahun terakhir penyempurna -
an organisasi telah dilakukan terhadap Badan Tenaga Atom
Nasional (Keppres No. 51 tahun 1979), Biro Pusat Statistik
(PP No. 6 tahun 1980), Badan Administrasi Kepegawaian Negara
dengan pembentukan Kantor-kantor Wilayah tingkat Propinsi se-
cara bertahap (Keppres No. 53 tahun 1980) dan Sekretariat Ne -
gara (Kepprea No. 31 tahun 1980).

Dalam tahun anggaran 1981/82 telah dilakukan penyempurna-


an terhadap :

a. Sekretariat Negara dengan Keppres No. 16 tahun 1981 dila-


kukan penambahan beberapa jabatan dalam Staf Sekretaris
Negara;

XXII/7
b. Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan Keppres No.33
tahun 1981 dalam rangka peningkatan fungsi mengkoordina -
sikan perencanaan dan pengembangan penanaman modal secara
menyeluruh dan terpadu. Dalam Keppres tersebut ditegaskan
antara lain bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal menye -
lenggarakan fungsi atas nama menteri yang membina bidang
usaha penanaman modal yang bersangkutan dengan penerbitan
berbagai ijin dan pemberian beberapa hak dan fasilitas
kepada investor. Ketua Badan bertanggungjawab kepada Pre -
siden dan sehari-hari menerima petunjuk dari Menteri Ko -
ordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas;
c. Badan Koordinasi Intelijen Negara dengan Keppres No. 19
tahun 1981 dilakukan penambahan beberapa unit pelaksana
teknis.

Perlu dikemukakan bahwa untuk mencegah perkembangan yang


tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, Pe-
merintah telah menentukan bahwa setiap perubahan struktur or-
ganisasi dari setiap instansi pemerintahan, pimpinan instansi
yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengadakan konsultasi
dengan dan memperoleh persetujuan dari Menteri Negara Pener-
tiban Aparatur Negara.

Penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan


kerja institusional maupun prosedural secara terus-menerus
juga telah dilakukan. Penyempurnaan tata hubungan kerja anta -
ra berbagai departemen/lembaga yang telah dilakukan terutama
meliputi pelaksanaan program-program yang merupakan prioritas
dalam pembangunan, aeperti program-program peningkatan dan
pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi,
pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan gizi rakyat, ke -
luarga berencana, penanaman modal dan lain-lain. Demikian
pula koordinasi yang lebih baik diusahakan dalam administrasi
berbagi bidang seperti administrasi pelabuhan, administrasi
perencanaan dan pembiayaan pembangunan, administrasi bantuan
luar negeri, tata penyelenggaraan perdagangan luar negeri,
khususnya untuk meningkatkan ekspor, dan lain sebagainya.

Dalam tahun pertama (1979/80) sampai dengan tahun ketiga


(1981/82) Repelita III tata hubungan kerja baik institusional
maupun prosedural yang ditetapkan dengan peraturan-peraturan
adalah sebagai berikut :

a. Pembentukan Badan Koordinasi Bimbingan Masal (Keppres No.


6 tahun 1979);
b. Pembentukan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan
dan P e n g e m b a n g a n G e n e r a s i M u d a ( K e p p r e s N o . 2 3 t a h u n
1979)

XXII/8
c. Pembentukan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam
(Keppres No. 28 tahun 1979);
d. Pembentukan Badan Koordinasi Energi Nasional (Keppres No.
46 dan No. 75 tahun 1980);
e. Pembentukan Otorita Pembangunan Pelabuhan Udara Inter -
nasional Cengkareng yang melibatkan kerjasama antara De-
partemen Perhubungan, Pekerjaan Umum, Dalam Negeri, Ke-
uangan, Pemerintah Daerah DKI dan PN Pertamina (Keppres
No. 16 tahun 1980);
f. Pembentukan Panitia Landrefonn Pusat yang memerlukan ker-
jasama antara Departemen Dalam Negeri, Pertahanan dan Ke-
amanan, Pertanian, Keuangan, Tenaga Kerja dan Transmi-
grasi, Pekerjaan Umum, Perdagangan dan Koperasi serta Ke-
hakiman (Keppres No. 55 dan No. 75 tahun 1980);
g. Pembentukan Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Sabang dengan melibatkan kerjasama antara Departe-
men Perdagangan dan Koperasi, Keuangan, Perhubungan,
Dalam Negeri, Perindustrian, Pertahanan dan Keamanan
serta Bank Sentral (Keppres No. 60 tahun 1980);
h. Pembangunan asrama mahaaiawa untuk perguruan tinggi di
seluruh Indonesia yang perlu dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasikan dengan penetapan tugas-tugas kepada
Menteri-menteri Keuangan, Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri-menteri Muda Urusan Pemuda, Urusan Koperasi serta
Urusan Perumahan Rakyat (Keppres No. 40 tahun 1981);
i. Peningkatan usaha pengembalian kredit program masal
dengan melibatkan kerjasama antara Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Pe-
nertiban Aparatur Negara, Menteri Muda Urusan Produksi
Pangan, Menteri Muda Urusan Koperasi, Gubernur Bank Indo-
nesia, Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan
serta para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (Inprea No.
10 tahun 1981);
j. Pelaksanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa yang me -
libatkan kerjasama antara Menteri Keuangan, Menteri Per-
dagangan dan Koperasi, Menteri Perhubungan dan Gubernur
Bank Indonesia (PP No.1 tahun 1982 dan peraturan-peratur-
an pelaksanaannya) yang ditujukan untuk peningkatan
ekspor bukan minyak dan gas bumi.

Berbagai peningkatan tata hubungan kerja juga telah dila-


kukan dengan pembentukan badan-badan oleh beberapa Menteri
seperti pembentukan Panitia Tetap Kerjasama Bidang Industri
Bahan Bangunan dan Industri Konatrukai oleh Menteri Perindus-
trian dan Menteri Pekerjaan Umum serta Team Bantuan Mengenai
Masalah Perburuhan oleh Menteri Tenaga K e r j a d a n T r a n s m i

XXII/9
grasi. Dalam Panitia atau Team tersebut duduk wakil-wakil
dari berbagai departemen.

Khusus mengenai berbagai bentuk bantuan pembangunan kepa-


da Daerah, maka dalam bentuk Surat-surat Keputusan Barsama
beberapa Menteri secara terus-menerus telah ditingkatkan pe-
nyelenggaraan tata hubungan kerja secara serasi.

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah

Penyempurnaan Administrasi dan Aparatur Pemerintah ting-


kat Daerah yang telah dilakukan sejak Repelita I telah diman -
tapkan dengan berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1974 ten-
tang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah yang memberikan dasar-
dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah menurut
asas desentralisasi, dekonsentrasi maupun asas tugas pemban-
tuan secara serasi.

Dalam pelaksanaan asas desentralisasi maka urusan-urusan


pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah menjadi we-
wenang dan tanggung jawab Daerah sepenuhnya, dalam arti bahwa
prakarsa diserahkan kepada Daerah, baik yang menyangkut pe-
nentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang
menyangkut segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaannya
adalah Aparatur Pemerintah Daerah itu sendiri, terutama
Dinas-dinas Daerah. Dalam kaitan ini maka oleh Menteri Dalam
Negeri telah dikeluarkan berbagai keputusan tentang susunan
organisasi Pemerintah Daerah, tugas dan wewenang tiap unit
organisasi, demikian pula tatakerja dan tata hubungan kerja,
di antaranya yang terakhir ialah perbaikan organisasi . Sekre-
tariat Wilayah Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 240 tahun 1980. Penyempurnaan tersebut adalah un-
tuk peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
sesuai dengan tugas-tugas yang semakin meluas. Demikian pula
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 219 dan 220 tahun
1979 telah diatur kembali perangkat pengawasan dengan dite-
tapkannya organisasi dan tata kerja Inspektorat Wilayah
Propinai dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya dalam
rangka peningkatan kelancaran penyelenggaraan pengawasan di
tingkat Daerah. Selanjutnya dengan disempurnakannya Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan dengan pemben-
tukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II berda-
sarkan Keppres No. 27 tahun 1980, dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 185 tahun 1980 telah ditetapkan pedoman
organisasi tata kerja, baik untuk Bappeda tingkat I maupun
Bappeda tingkat II.

XXII/10
Dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di
Daerah yang langsung menyangkut kepentingan nasional dan
tidak dapat diserahkan kepada Daerah, maka Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sebagai penguasa tunggal dan sebagai admi-
nistrator di Daerah bertugas mengkoordinasi instansi-instansi
vertikal yang merupakan aparatur Pemerintah Pusat di Daerah.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan demikian mengkoordi -
nasikan pembangunan di wilayahnya, baik sektoral, regional
maupun yang bersifat khuaus. Koordinasi terhadap perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan itu merupakan ko-
ordinasi aktif yang berarti Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
ikut membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan
memberikan pengarahan-pengarahan.

Di bidang perencanaan dan pengendalian Gubernur Kepala


Daerah Tingkat I di bantu oleh Bappeda. Perencanaan yang di-
lakukan oleh kantor-kantor wilayah maupun oleh pimpinan -
pimpinan proyek sektoral harus dikonsultasikan dengan Bappeda
bersangkutan. Dalam rangka itu pula maka menjelang tiap akhir
tahun dilangsungkan Konsultasi Nasional, yaitu konsultasi
Bappeda seluruh Indonesia dengan Bappenas dan Departemen -
departemen untuk menelaah masalah-masalah pokok pembangunan
di daerah serta dalam rangka persiapan penyusunan rencana ta-
hunan tahun berikutnya. Atas dasar Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 259 tahun 1981 maka penyelenggaraan Konsultasi
Nasional dilakukan jauh sebelum waktu pemrosesan penyusunan
RAPBN 1982/83, yaitu pada pertengahan Oktober. Di samping itu
di antara Bappeda dari berbagai propinsi dalam satu wilayah
pembangunan dilakukan pula konsultasi secara berkala untuk
membahas usaha-usaha bersama dalam peningkatan pembangunan.
Dengan kegiatan aktif Bappeda itu maka pertimbangan-pertim-
bangan regional akan lebih mendapat perhatian dalam rangka
pemerataan serta peningkatan pembangunan.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan di Daerah Menteri


Dalam Negeri telah mengeluarkan Instruksi No. 1 tahun 1981
kepada semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk berusaha
semaksimal mungkin dengan kemampuan dan wewenangnya mensuk-
seskan pelaksanaan program-program pembangunan dengan melaku-
kan pengendalian sebaik-baiknya dan koordinasi terpadu terha -
dap segenap jajaran aparatur Pemerintah Pusat di Daerah, ja-
jaran aparatur Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat seca-
ra efektif. Diminta pula agar kepada rakyat diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk dapat hadir menyaksikan langsung upacara
pembukaan atau peresmian penggunaan sesuatu proyek di daerahnya
sehingga rakyat kecil di pelosok semakin sadar akan

XXII/11
arti pentingnya serta manfaatnya pelaksanaan pembangunan yang
sedang dan akan dilanjutkan kemudian.

Di bidang pengawasan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di-


bantu oleh Inspektorat Wilayah Propinsi yang secara luas me -
lakukan pengawasan terhadap tugas pemerintahan baik tugas
umum maupun tugas pembangunan. Sehubungan dengan perlunya ke -
terarahan, keterpaduan dan keserasian pelaksanaan pengendali-
an dan pengawasan yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah maka dengan Keppres No. 20 tahun
1981 telah dibentuk Team Koordinasi Pengendalian dan Penga-
wasan Pembangunan Di Daerah sebagai pembantu Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dalam mengkoordinasikan pengendalian dan pe -
ngawasan pembangunan Pusat dan Daerah di wilayah bersangkut-
an. Team diketuai oleh Ketua Bappeda Tingkat I sedangkan para
anggotanya adalah Kepala Itwilprop, Kakanwil Ditjen Anggaran,
Kakanwil DJPKN, Kepala Cabang Bank Indonesia dan sebagai se -
kretaris Kepala Sekretariat Bappeda Tingkat I. Dengan ter -
bentuknya team tersebut diharapkan dapat ditingkatkan hasil-
guna dan dayaguna pengawasan.

Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 26


tahun 1980 tentang pembentukan Badan Koordinasi Penanaman
Modal Daerah (BKPMD) di tiap Propinsi Daerah Tingkat I serta
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 167 tahun 1980 tentang su -
sunan organisasi dan tata kerja BKPMD maka telah dikeluarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 1981 agar BKPMD -
BKPMD yang telah ada disesuaikan dengan yang diatur dalam Ke -
putusan-keputusan tersebut. Dalam pada itu dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 26 tahun 1981 telah dibentuk BKPMD
Propinsi Su~awesi Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Daerah Istimewa
Aceh.

Usaha penyempurnaan administrasi Pemerintahan di Daerah


juga terus dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
No.5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa. Ber -
turut-turut telah ditetapkan

a. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa; susun-


an organisasinya terdiri dari Kepala Desa, Lembaga Musya-
warah Desa dan Perangkat Desa, sedang Perangkat Desa ter-
diri dari Sekretaris Desa dan 3 sampai 5 Kepala Urusan
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1981);
b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Musyawarah Desa
yang bertujuan memperkuat pemerintahan Desa serta menya-
lurkan pendapat masyarakat Desa; anggota-anggotanya ter

XXII/12
diri dari Kepala Dusun, pimpinan lembaga kemasyarakatan
serta pemuka masyarakat desa (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 2 tahun 1981);
c. Pengambilan Keputusan Desa (Keputusan Menteri Dalam
Negeri No.3 tahun 1981);
d. Pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981 );
e. Pembentukan Dusun dalam Desa dan lingkungan d a l a m K e l u -
rahan (Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1981);
f. Tata cara pemilihan, pensahan, pengangkatan, pemberhenti
an sementara dan p e m b e r h e n t i a n K e p a l a D e s a ( K e p u t u s a n
Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1981);
g. Perayaratan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
Sekretaris Desa, Kepala Urusan serta Kepala Dusun
(Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1981).

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pokok-po -


kok Pemerintahan Desa perangkat desa merupakan aparatur De -
partemen Dalam Negeri di daerah tingkat terbawah. Berhubung
dengan itu secara bertahap mereka diangkat sebagai pegawai
negeri.

Sebagai salah satu tindak lanjut dari Undang-undang No. 5


tersebut di atas maka sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan
(UDKP) sebagai sistem perencanaan pembangunan terpadu di
tingkat Kecamatan untuk pengembangan desa-desa di seluruh In -
donesia menjadi Desa Swasembada telah makin dimantapkan.

Sebagaimana diketahui dengan sistem tersebut perencanaan


pembangunan dimulai dan bersumber dari bawah, diawali dengan
usul rencana Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) pada
tingkat Desa. Rencana tersebut diajukan kepada Camat untuk
diolah sehingga merupakan suatu kebulatan rencana pembangunan
wilayah Kecamatan yang utuh, dengan memperhatikan potensi dan
fungsi serta kedudukan dan peranan desa-desa di dalam wila-
yahnya.

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1981 tentang


Mekanisme Pengendalian Pelaksanaan Program Masuk Desa dalam
kaitannya dengan sistem UDKP mempunyai makna makin memantap-
kan serta melembagakan pembangunan desa yang terpadu. Pengen -
dalian, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemba -
ngunan desa dalam ruang lingkup kecamatan dimaksudkan agar
rakyat pedesaan akan lebih terarah perhatian dan kegiatannya
sehingga dana yang digunakan dapat mencapai daya guna dan
hasil guna yang maksimal.

XXII/13
Kepada Kecamatan UDKP diminta agar di samping mengkoordi-
nasikan berbagai kegiatan pembangunan sektoral, regional,
lokal dan pedesaan, termasuk dengan proyek-proyek Inpres dan
swadaya masyarakat, juga mempercepat gerak pembangunan dan
pemerataan aerta bersikap tanggap dan peka terhadap masalah-
masalah yang dihadapi. oleh rakyat disertai usaha sungguh-
sungguh agar kesadaran membangun di kalangan m a s y a r a k a t d e s a
dapat selalu berkembang.

Usaha-usaha penyempurnaan program pembangunan di daerah


selanjutnya ialah penyerasian antara proyek-proyek dalam
rangka bantuan Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan
Instruksi Preaiden yang diterbitkan pada setiap permulaan
tahun anggaran, yaitu pada tahun anggaran 1981/82 berdasarkan:
a. Inpres No. 2 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa
dengan bantuan langsung kepada Desa masing-masing Rp.1
juta. Di samping itu diberikan pula bantuan keserasian
untuk menunjang pembangunan desa dalam Kecamatan UDKP
dan untuk menjamin keserasian pembangunan desa yang
didasarkan pada usaha-usaha masyarakat yang mencerminkan swadaya
gotong-royong desa;
b. Inpres No. 3 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II yang besarnya bantuan didasarkan pada jumlah
penduduk dengan perhitungan Rp. 1.000,- tiap penduduk
dengan ketentuan bahwa besarnya bantuan minimum ialah
Rp.150,- juta;
c. Inpres No. 4 untuk Program Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat I dengan bantuan minimum Rp. 7,5 milyar;
d. Inpres No. 5 untuk Program Bantuan Pembangunan Sekolah
Dasar yang untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp. 374,36 milyar;
e. Inpres No. 6 untuk Program Bantuan Pembangunan Sarana Ke -
sehatan yang untuk keseluruhannya disediakan biaya se besar
Rp. 79,- milyar;
f. Inpres No. 7 untuk Program Bantuan Penghijauan dan Reboi-
sasi dengan jumlah penyediaan biaya Rp. 70,- milyar;
g. Inpres No. 8 untuk Program Bantuan Kredit Pembangunan dan
Pemugaran Pasar. Bantuan ini merupakan subaidi bunga Pe-
merintah Pusat kepada Bank dalam rangka penyediaan kredit
oleh Bank kepada Pemerintah Daerah Tingkat II dan Peme-
rintah DKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun,
dengan bunga 0%. Jumlah dana yang disediakan ialah Rp.50-
milyar;
h. Inpres No. 9 untuk Program Bantuan Penunjangan Jalan Ka -
bupaten yang diberikan kepada tiap Kabupaten dengan pe-
ngutamaan pembangunan jalan yang menunjang kegiatan eko-

XXII/14
nomi rakyat, jalan yang membantu pembukaan daerah teriso-
lasi dan jalan-jalan rusak. Jumlah dana yang disediakan
ialah Rp. 55,- milyar.

Prosedur pelaksanaan pembangunan melalui program-program


bantuan tersebut tiap tahun disempurnakan dalam bentuk Surat-
surat Keputusan Bersama beberapa Menteri. Penyempurnaan pen-
ting yang telah dilaksanakan pada tahun pertama Repelita III
dan berlaku sampai dewasa ini ialah antara lain mengenai Pe -
mimpin Proyek yang ditunjuk dari instansi yang paling berwe-
nang, sedangkan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
adalah sebagai penanggungjawab. Selanjutnya tatacara perenca-
naan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan untuk semua
program bantuan dilakukan berdasar keseragaman dan kejelasan
kriteria.

3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Sebagaimana telah ditetapkan dalam GBHN maka dalam rangka


melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh
pelosok Negara dan dalam rangka membina kesatuan Bangsa, maka
hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah perlu terus dikembangkan. Hubungan Pemerintah Pusat
dan Daerah adalah hubungan antara aparatur Pemerintah tingkat
Pusat, baik sebagai keseluruhan maupun sebagian, dengan apa-
ratur Pemerintah Daerah. Karena Negara Republik Indonesia
adalah negara kesatuan, maka fungsi Pemerintahan Daerah meru-
pakan sebagian dari fungsi Pemerintahan Negara. Guna pening-
katan kemampuan Daerah maka kepada Pemerintah Daerah diberi-
kan otonomi dalam batas-batas ikatan negara kesatuan, se -
hingga asas hubungan kerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah adalah asas-asas keserasian dekonsentrasi, desentrali-
sasi dan tugas pembantuan.

Pelaksanaan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah pada


pokoknya adalah sebagai berikut :

a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bertanggungjawab kepada


Presiden melalui Menteri Dalam Negeri selaku pembantu
Presiden dalam masalah-masalah pemerintahan daerah. Men-
teri Dalam Negeri memberikan pedoman/bimbingan, koordi -
nasi dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah (UU No.
5 tahun 1974);
b. Semua instansi vertikal dalam hubungan hirarki secara
teknis, organisatoris dan administratif bertanggung jawab

XXII/15
kepada Menteri yang bersangkutan, tetapi taktis operasional
tunduk pada koordinasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
(Inpres No. 48/U/IN/8/1967). Dinas otonom mempunyai hu-
bungan hirarki dengan Kepala Daerah, tetapi secara taktis
fungsional berhubungan pula dengan instansi vertikal De-
partemen yang bertugas dalam bidang yang sama (Inpres No.
48/U/IN/8/1967). Dalam memimpin pemerintahan daerah Gu-
bernur Kepala Daerah Tingkat I mendapat bantuan nasehat
dari Muspida (Inpres 05/1967);
c. Dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan instansi
vertikal mengindahkan pedoman dan instruksi Departemen
atasannya serta mengindahkan petunjuk Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dalam rangka memperlancar pelaksanaan
proyek. Instansi vertikal Departemen menerima saran dan
pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I guna dite-
ruskan kepada Departemen yang bersangkutan untuk menda- pat
perhatian dan mengadakan kerjasama yang erat dengan dinas-
dinas otonom;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I turut bertanggungjawab
atas pelaksanaan proyek-proyek sektoral di daerahnya, an -
tara lain dengan mengikuti dan mengawasi perkembangan
proyek-proyek yang ada di daerahnya, baik berdasarkan la -
poran dari Pemimpin Proyek maupun dengan melakukan pene -
litian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala
ataupun insidentil dengan para Pemimpin Proyek/ Bendaha -
rawan Proyek (Keppres 14 A/1980).

Atas dasar pokok-pokok tersebut maka keserasian hubungan


antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dapat menjamin per-
kembangan dan pembangunan daerah telah diusahakan sejak Re-
pelita I dan disempurnakan secara terus-menerus hingga dewasa
ini. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pe-
merintahan di Daerah telah meletakkan dasar bagi pelaksanaan
sistem dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan
yang lebih serasi serta sesuai dengan tuntutan dalam pelaksa-
naan pembangunan. Untuk pengarahan yang lebih mantap maka
dapat disebutkan pembentukan Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah dengan Keppres No. 23 tahun 1975 yang bertugas meru-
muskan kebijaksanaan agar segala kegiatan yang terjadi di
daerah dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Peningkatan hubungan antara aparatur Pemerintah Pusat


dan Pemerintah Daerah dilakukan dengan menserasikan kegiatan pem-
bangunan guna meningkatkan kemanfaatan pelaksanaan pembangun-
an itu sendiri.Dalam hubungan ini sebagai tindak lanjut dari
penyempurnaan Bappeda dengan Keppres No.27 tahun 1980 telah
diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.185 tahun 1980

XXII/16
tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Bappeda Tingkat I
dan Bappeda Tingkat II yang memperinci fungsi dalam mengusa-
hakan keterpaduan antara rencana Nasional dan Daerah. Untuk
mencapai keserasian Bappeda diwajibkan senantiasa melaksana-
kan dan memelihara hubungan kerja secara konsultatif dengan
instansi-instansi tingkat Pusat dan hubungan kerja secara ko-
ordinatif dengan instanai-instanai Daerah. Di samping itu
diadakan forum konsultasi nasional dan regional sebagai usaha
menserasikan kepentingan daerah dengan kepentingan nasional
serta kepentingan antar daerah. Konsultasi regional dan nasi-
onal tersebut pada tahun anggaran 1981/82 diselenggarakan
lebih awal, yaitu masing-masing pada bulan September dan
Oktober, agar konsiderasi regional lebih diperhatikan dalam
perencanaan operasional tahunan.

Mengenai peranan Pemerintah Daerah dalam pembangunan na-


sional dapat dikemukakan antara lain rumusan dalam Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Kepu-
tusan Presiden No. 18 tahun 1981, yaitu dalam rangka pelaksa -
naan kebijaksanaan untuk pengembangan pengusaha golongan eko -
nomi lemah sebagai berikut :

a. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan pe-


tunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat II menyusun daftar
pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah ma-
sing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan
dengan bekerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri Indo-
nesia (KADIN) Daerah. Sebelum adanya daftar sebagimana
dimaksud di atas Pemimpin Proyek menggunakan daftar pem-
borong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun oleh-
nya berdasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikota-
madya Kepala Daerah Tingkat II.
b. Pengecualian terhadap pengadaan pelelangan pekerjaan
untuk pemborongan/pembelian yang dilakukan di tempat
lokasi kantor/satuan kerja/Proyek atau di ibukota Kabu-
paten/Kotamadya (dengan nilai di atas Rp. 200 juta sampai
dengan Rp. 500 juta) dilakukan dengan Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Demikian
pula pengecualian terhadap pengadaan pelelangan (yang
bernilai di atas Rp 500 juta) di tempat lokasi kantor/
satuan kerja/Proyek, di ibukota Kabupaten/Kotamadya atau
di ibukota Propinsi diputuakan oleh Team Pengendali
Pengadaan setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
c. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengetuai Panitia Pra -
kualifikasi di tingkat Daerah.

XXII/17
d. Bupati/Walikotamadya dengan mengikuti petunjuk Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dalam hal penentuan lokasi, dan
pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral.Bupati/
Walikotamadya bertanggung jawab atas kelancaran dan kewa-
jaran harga tanah, sehingga dapat dihindarkan apekulasi
tanah yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan beri-
kutnya.
e. Pada tingkat Daerah Gubernur menampung pengaduan dari ma-
syarakat dunia usaha mengenai masalah-masalah yang timbul
sebagai akibat dari pelaksanaan APBN dan mengambil lang-
kah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.
f. Bappeda Tingkat I menyampaikan laporan triwulan dari Pro -
yek-proyek yang ada di daerahnya baik mengenai DIP tahun
bersangkutan maupun megenai DIP SIAP kepada Gubernur Ke -
pala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keuangan,
Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas dan
Menteri Negara PPLH.
g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi
perkembangan Proyek-proyek yang ada di daerahnya baik
berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda
Tingkat I maupun dengan melakukan penelitian sendiri
serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para
Pemimpin Proyek dalam wilayahnya dan selanjutnya melapor-
kan secara berkala ataupun insidentil kepada Presiden me-
lalui Menteri Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri
tertentu lainnya.
h. GubernurKepalaDaerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II mengumumkan kepada masyarakat
luas mengenai proyek-proyek pembangunan yang akan dilak-
sanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sek-
toral maupun proyek-proyek bantuan berdasarkan Instruksi
Presiden dan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai
proyek-proyek tersebut kepada dunia usaha melalui Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).
Walaupun Keppres No.14A tahun 1980 yang disempurnakan
dengan Keppres No.18 tahun 1981 berlaku bagi kegiatan-kegiat-an
pekerjaan atas beban APBN, namun untuk segala pekerjaan yang
dibebankan kepa APBD, prinsip-prinsipnya adalah sama. Dengan
kesamaan prinsip dalam pelakaanaan anggaran maka diharapkan
adanya pemantapan koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah dalam pelakaanaan pembangunan, baik sektoral
maupun regional.
Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Pusat
di mana Pemerintah Daerah secara aktif diikutsertakan, maka
dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan berbagai keten-
tuan sebagai berikut :
a. Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 tahun 1981
tentang Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) ditetap

XXII/18
kan bahwa para Gubernur Kepala Daerah tingkat I dan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II bertang-
gungjawab atas pelaksanaan proyek ini untuk daerahnya
masing-masing. PRONA diadakan dalam rangka pelaksanaan
caturtertib di bidang pertanahan sebagaimana digariskan
dalam Repelita III dengan jalan sertifikasi tanah secara
masal. Sebagaimana diketahui sertifikat tanah merupakan
tanda bukti yang kuat yang memberikan jaminan kepastian
hukum bagi penguasaan dan pemilikan tanah. Di samping pe-
laksanaan proyek tersebut dilaksanakan pula program pe-
nyelesaian sengketa tanah. Kepala Kecamatan dan Kepala
Desa, demikian pula tokoh-tokoh masyarakat diikutserta-
kan untuk membantu pelaksanaan proyek ini.
b. Berkenaan dengan Keputusan Menteri Pertanian No.595 tahun
1981 tentang program pencetakan sawah Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I menetapkan lokasi yang terletak dalam
kawasan jaringan irigasi. Pencetakan sawah dibiayai ter-
lebih dahulu oleh Pemerintah Pusat dan setelah selesai
dicetak biaya tersebut diberlakukan sebagai kredit kepada
pemilik tanah bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat di-
kemukakan bahwa selama ini Pemerintah Daerah senantiasa
dilibatkan dalam pelaksanaan program peningkatan produksi
pangan, khususnya beras. Hal tersebut dilakukan dengan
langkah-langkah yang berkembang dari intensifikasi ke
intensifikasi yang disempurnakan seperti panca usaha
lengkap, intensifikasi khusus dan akhir-akhir ini operasi
khusus.
c. Di aetiap Propinsi Daerah Tingkat I seluruh Indonesia
berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri dibentuk Pani -
tia Kerja Tetap Pengembangan Ekspor Daerah yang diketuai
oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan anggota-
anggotanya ialah unsur-unsur dari Kantor-kantor Wilayah
Bea Cukai, Pajak, Pertanian, Pertambangan, Koperasi, Per-
dagangan, Perhubungan dan Kantor Cabang Bank-bank Peme-
rintah. Tugas dari Panitia tersebut ialah memonitor pe-
laksanaan kebijaksanaan ekspor sehubungan dengan program
peningkatan ekspor non minyak dan gas bumi.
d. Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan sistem
perenca naan pembangunan tahunan, khususnya untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna pengembangan potensi
daerah dan pemecahan masalah-masalah pembangunan yang
sifatnya mendesak di daerah, maka dengan Surat Bappenas No.
1799/WK/9/1981 kepada para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II telah
dirumuskan petunjuk atau tatacara pengusulan dan
perencanaan proyek-proyek pembangunan yang pada pokoknya
menetapkan
XXII/19
tata hubungan kerja dan kerjasama antara Dinas-dinas
Daerah, Bappeda dan Instansi-instansi Vertikal.

Akhirnya penting untuk dikemukakan bahwa dalam kaitan


dengan usaha meningkatkan fungsi pengkoordinasian kegiatan-
kegiatan instansi vertikal di daerah oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sesuai dengan petunjuk Presiden sejak tahun
anggaran 1981/82 pelantikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/
Direktorat Jenderal/Lembaga di daerah dilaksanakan oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan disakaikan oleh pejabat
dari Pusat Departemen/Direktorat Jenderal/Lembaga yang ber-
sangkutan.

4. Aparatur Perekonomiaa Negara

Usaha penyempurnaan aparatur perekonomian negara yang me-


liputi badan-badan usaha dan lembaga-lembaga keuangan milik
Negara yang telah dilakukan aecara terus-menerus sejak tahun
1967 dalam Repelita III terus ditingkatkan. Aparatur pereko -
nomian Negara, khususnya perusahaan-perusahaan Negara, dia-
rahkan agar dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi
perusahaan yang sehat dan efisien sehingga menguntungkan bagi
penerimaan Negara, di samping dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat serta dapat menyelenggarakan kemanfaatan
umum yang lebih baik dan lebih merata. Denikian pula pening-
katan pembinaan lembaga-lembaga keuangan ditujukan ke arah
kemampuan menjadi pendorong kegiatan pembangunan dan produksi
sektor awasta dan koperasi yang belum mampu. Kemudian agar
turut aktif mengamankan dan menunjang pelaksanaan kebijaksa-
naan dan program Pemerintah dalam pengembangan pengusaha go -
longan ekonomi lemah serta pemantapan stabiliaasi ekonomi.

Sementara itu dalam tahun ketiga Repelita III dalam


rangka pembinaan badan-badan usaha negara telah dilakukan an -
tara lain :

a. Pengalihan bentuk Perusahaan Negara Perkebunan I menjadi


Persero (Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1981);
b. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero di
bidang produksi gula (Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1981);
c. Pembubaran Perusahaan Negara Perkebunan XVI dan pengga -
bungannya ke dalam Persero PT Perkebunan XV (Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1981);
d. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero di

XXII/20
bidang Aneka Usaha Perkebunan (Peraturah Pemerintah No.
16 tahun 1981);
e. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam
bidang usaha perencanaan, perekayasaan dan konstruksi in-
dustri (Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1981);
f. Pendirian Perum Indonesia Farma (Peraturan Pemerintah No.
20 tahun 1981);
g. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam modal
saham Persero PT Yodyakarya dan Persero PT Bina Karya
(Peraturan Pemerintah No. 21 dan 22 tahun 1981);
h. Pencabutan Peraturan Pemerintah No. 229 tahun 1961 ten -
tang Penyerahan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang
Djakarta oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
Tingkat I DKI Jakarta Raya (Peraturan Pemerintah No. 23
tahun 1981);
i. Pendirian Perum Pengangkutan Penumpang Jakarta yang se -
mula merupakan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang
Djakarta yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
DKI Jakarta (Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1981);
j. Pengalihan bentuk Perum Dana Tabungan dan Asuransi Pega-
wai Negeri menjadi Persero (Peraturan Pemerintah No. 26
tahun 1981);
k. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam
modal saham Persero PT Danareksa (Peraturan Pemerintah No.
33 tahun 1981);
l. Penambahan penyertaan modal Pemerintah ke dalam
modal saham Persero PT Indra Karya (Peraturan Pemerintah No.
34 tahun 1981);
m. Penyertaan modal Pemerintah untuk pendirian Persero dalam
bidang pupuk (Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1981);
n. Penambahan modal kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang
Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 44 tahun
1981);
o. Penetapan Perusahaan Umum "Otorita Jatiluhur" sebagai
perusahaan yang dapat menarik dan menerima iuran pembia-
yaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan
(Keputusan Presiden No. 7 tahun 1981).

Dalam pada itu selama tahun ketiga Repelita III proses


pengalihan bentuk-bentuk perusahaan berjalan terus. Sampai
pada akhir tahun anggaran 1981/82 perusahaan negara berstatus
Persero berjumlah 142 buah, temasuk 26 Persero Patungan.
Dari jumlah Persero tersebut maka 8 Persero beroperasi di
sektor jasa keuangan, 46 Persero di sektor jasa umum, 52 Per -
sero di sektor jasa industri (termasuk PT Krakatau Steel) dan
36 di sektor pertanian.

XXI/21
Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perum di 9
Departemen berjumlah 23 buah.

Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan ber-


jumlah 2 buah, yaitu Perusahaan Jawatan Pegadaian di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen
Keuangan serta Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen
Perhubungan.

Perusahaan Negara (PN) yang belum ditentukan statusnya


menurut Undang-undang No. 9 tahun 1969 tinggal 36 buah, se-
dangkan PT lama yang belum disesuaikan dengan Peraturan Peme-
rintah No. 12 tahun 1969 menjadi Persero adalah 10 buah.

Perusahaan Negara yang mempunyai status khuaus yang ber-


arti pembentukannya didasarkan pada Undang-undang tersendiri
berjumlah 9 buah, yaitu 8 buah Bank-bank Pemerintah yang ber-
ada di bawah pembinaan Departemen Keuangan dan Pertamina di
bawah pembinaan Departemen Pertambangan dan Energi.

Mengenai Pertamina dapat dikemukakan bahwa sejak tahun


1975 Perusahaan Negara tersebut telah mengalami penyempurnaan
dan penertiban secara terus menerus yang Aimulai dengan reor-
ganisasi berdasarkan Keppres No. 44 tahun 1975. Dalam rangka
peningkatan penertiban di segala bidang, terutama di bidang
pertanggungjawaban dalam administraai perusahaan maka dengan
Keppres No. 73 tahun 1981 telah dilaksanakan pengangkatan
Dewan Direksi baru. Kepada para pimpinan dipertanggungjawab-
kan 4 hal pokok, yaitu mengusahakan produksi yang meningkat,
menguaahakan penerimaan Negara yang makaimal, menyelenggara-
kan pembangunan sarana Bahan Bakar Minyak untuk menghadapi
kenaikan permintaan dan membuat PN Pertamina menjadi Perusa-
haan Negara yang mampu menghadapi perubahan-perubahan yang
timbul.

Keadaan badan-badan usaha Negara secara lebih terperinci


sampai tanggal 31 Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-1.

Sementara itu berbagai kebijaksanaan khusue dalam rangka


usaha pengembangan dunia usaha terus dilakukan. Dalam hubung -
an ini dapat disebutkan bahwa perijinan untuk penanaman modal
telah disederhanakan,, yaitu dengan pengurangan 36 ijin yang
meliputi persetujuan pokok serta persetujuan pelaksanaan men -
jadi 15. Sebelumnya dengan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun
1981 telah ditetapkan pemberian tambahan kelonggaran perpa -
jakan bagi perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam rangka
XXII/22
TABEL XXII – 1
KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA,
SAMPAI 31 MARET 1982
(perusahaan)

1) Perseroan Terbatas yang berdiri sebelum terbit PP 12/1969


2) Bank Pemerintah
3) Pertamina
XXII/23
penanaman modal dalam negeri. Berdasarkan Peraturan Peme-
rintah tersebut perusahaan-perusahaan yang menampung tenaga
kerja dalam jumlah besar atau berlokasi di daerah yang perlu
dikembangkan sehingga harus membuka sendiri prasarana dengan
menghadapi risiko besar, dapat diberikan tambahan kelonggaran
perpajakan di luar perpajakan yang telah diberikan berdasar-
kan Undang-undang Penanaman Modal.

Berhubung dengan hal di atas maka dalam rangka peningkat-


an fungsi koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman
modal secara menyeluruh dan terpadu maka dengan Keputusan
Presiden No. 33 tahun 1981 sebagai pengganti Keputusan Pre -
siden No. 53 tahun 1977 Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) telah mengalami penyempurnaan. Dalam usahanya untuk
lebih memperbaiki sistem Daftar Skala Prioritas maka secara
berkala dilakukan peninjauan terhadap sistem Daftar Skala
Prioritas berdasarkan faktor kejenuhan dalam masing-masing
kategori bidang-bidang yang tertutup, yang diregistrasi dan
yang mendapat prioritas utama yang dikaitkan secara langsung
dengan program-program Sektoral dan Regional.

Untuk menciptakan iklim ekonomi khususnya perdagangan


luar negeri yang lebih baik Pemerintah telah menetapkan kebi -
jaksanaan baru tentang pelaksanaan ekspor, impor dan lalu
lintas devisa. Demikianlah dengan Peraturan Pemerintah No. 1
tahun 1982 dan disusul dengan rangkaian peraturan Menteri
Perdagangan dan Koperasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhu -
bungan dan Gubernur Bank Indonesia telah diadakan perubahan
mendasar yang menyangkut sistem serta prosedurnya. Tujuannya
ialah pemberian kesempatan yang lebih luas kepada para pengu -
saha terutama ekaportir dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pada pokoknya kebijaksanaan yang dilakukan adalah membebaskan
para ekaportir dari kewajiban menjual devisa yang diperoleh -
nya kepada Bank Indonesia dengan tujuan agar para eksportir
dapat memanfaatkan devisa semaksimal mungkin baik untuk pem -
belian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya mau -
pun untuk mencapai hasil maksimal dari penggunaan devisa yang
dimilikinya. Sejalan dengan itu Pemerintah telah memperluas
kesempatan cara pembayaran transakai ekspor dan impor. Dalam
rangka ini Pemerintah menyediakan fasilitas kredit ekspor de -
ngan syarat-syarat lunak, jaminan kredit ekspor dan asuransi
ekspor.

Untuk lebih mengembangkan pasar uang dan modal maka Peme-


rintah telah melakukan penambahan penyertaan modal ke dalam
modal saham Persero PT Danareksa dengan Peraturan Pemeri n t a h

XXII/24

XXII/24
No. 33 tahun 1981. PT Danareksa yang didirikan oleh Peme-
rintah pada tahun 1976 dan bertugas menjual saham perusahaan-
perusahaan yang "go public" dalam bentuk sertifikat saham ke-
pada masyarakat telah mengalami kemajuan pesat. Keuntungan PT
Danareksa sebagai salah satu sumber bagi penerimaan Negara
dari tahun ke tahun meningkat terus dengan gambaran sebagai
berikut : keuntungan tahun 1977 ialah Rp.142 juta, tahun 1978
Rp. 315 juta, tahun 1979 Rp. 532 juta dan tahun 1980 Rp. 1,6
milyar.

Mengenai usaha pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah


telah ditempuh berbagai jenis pembinaan. Pembinaan oleh Peme -
rintah pada hakekatnya ditujukan kepada penanggulangan kesu -
karan yang dihadapi oleh para pengusaha golongan ekonomi
lemah, yaitu kekurangan modal, kesulitan memasarkan hasil
produksi, kesulitan memperoleh bahan baku/penolong dan ke -
kurangan keahlian teknis/management.

Dalam rangka usaha membantu kebutuhan modal para pengusa -


ha golongan ekonomi lemah selama ini telah dikembangkan lem -
baga-lembaga keuangan bukan bank PT Bahana dan PT Askrindo
serta pendirian Perum Pengembangan Keuangan Koperasi dengan
meleburkan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi kedalam badan
usaha tersebut berdasarkan Keppres No. 51 tahun 1981 yang
bertugas membantu dalam hal perkreditan. Demikian pula secara
terus menerus dikembangkan ketatalaksanaan dengan cara-cara
yang lebih baik dalam pemberian fasilitas perkreditan oleh
Bank-bank Pemerintah. Bahkan Bank Indonesia dewasa ini tidak
lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang kas dan pengedaran
uang cartal melainkan juga dalam bidang perkreditan dan pe -
ngerahan dana perbankan dalam rangka mengembangkan pengusaha
kecil.

Selanjutnya untuk membantu para pengrajin sebagai pengu-


saha golongan ekonomi lemah sejak Repelita I telah dikembang-
kan program BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil)
dengan jalan memberikan pendidikan dan latihan, bimbingan dan
penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan pro-
mosi serta pemasaran. Dewasa ini Pemerintah telah mengajukan
konsep baru bagi pengembangan industri kecil untuk menampung
tenaga kerja yang lebih besar serta memberikan ruang kreasi
yang lebih luas. Hal itu dilakukan dengan pembangunan Sarana
Usaha Industri Kecil (SUIK) di samping pembangunan Lingkungan
Industri Kecil (LIK) sebagai model pengembangan industri
kecil yang memberikan perangkat fisik tempat berproduksi dan
berusaha. Demikian pula sistem "Bapak/Anak Angkat", juga

XXII/25
sistem aub-kontrak dalam hubungan perusahaan besar dan peru -
sahaan kecil yang dikembangkan oleh Pemerintah dan akhirnya
pemberian pengutamaan kepada golongan ekonomi lemah dalam
pemborongan pekerjaan dan pembelian barang/bahan Pemerintah
sesuai dengan Keppres No. 14 A tahun 1980 jo Kepprea No. 18
tahun 1981 mempertegas langkah pembinaan oleh Pemerintah
dalam rangka pemerataan kesempatan berusaha.

5. Pengawasan dan Penertiban Operasional

Pengawasan dan penertiban operasional yang merupakan alat


pengaman bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan telah di-
tingkatkan oleh Pemeirintah secara terus menerus. Pengawasan
yang intinya menuju kepada tercapainya sasaran krida ke-4 Ka-
binet Pembangunan, yakni menegakkan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa, telah menjadi usaha Pemerintah secara terus-
menerus. Oleh karena itu sejalan dengan beban pembangunan
yang semakin meningkat pada tahun ketiga Repelita III penga-
wasan semakin ditingkatkan, baik pengawasan yang dilakukan
oleh aparatur fungsional maupun pengawasan yang melekat pada
fungsi pimpinan, yaitu pengawasan oleh atasan terhadap bawah-
an dalam pelaksanaan tugas pekerjaan yang telah ditetapkan.

Diperkuatnya unsur pengawasan dengan pengangkatan Menteri


Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup dalam Ka-
binet Pembangunan III di samping Menteri Negara Penertiban
Aparatur Negara dan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
serta aparatur pengawasan lainnya yang sudah ada seperti Di-
rektorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara pada Departemen
Keuangan, para Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang),
Inspektorat Jenderal pada Departemen-departemen dan Inspek-
torat Wilayah Propinsi pada Daerah-daerah Tingkat I dengan
diserai usaha-usaha penyempurnaannya secara terus menerus
menggambarkan kesungguhan Pemerintah dalam mengupayakan agar
keseluruhan aparatur menjadi alat yang berwibawa, kuat, efek-
tif, efisien dan bersih guna menjamin keberhasilan usaha pem-
bangunan. Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban
dalam lingkungan Departemen/Lembaga telah dilaksanakan dengan
dilancarkannya Operasi Tertib berdasarkan Instruksi Presiden
No.9 tahun 1977 terhadap penyalah gunaan jabatan, komersiali-
sasi jabatan, korupsi, pemborogan-pemborosan, pungutan liar
dan lain-lain perbuatan tercela. Operasi Tertib dimaksudkan
untuk mendinamisir fungsi aparatur pengawasan Pemerintah da-
lam peningkatan tertib organisasi, personalia dan tatalaksana
dalam lingkungan Departemen/Lembaga serta lingkungan Pemerin-
tah Daerah. Sekalipun Operasi Tertib telah menunjukkan hasil
hasil yang nyata dan sekurang-kurangnya dapat diciptakan

XXII/26
iklim yang tidak merangsang untuk melakukan penyimpangan-pe-
nyimpangan, namun Pemerintah menyadari bahwa pengembalian
segala sesuatunya kepada ketertiban belum selesai. Oleh kare -
na itu peningkatan pengawasan dan penertiban masih harus
terus dilaksanakan.

Sejak Juni 1977 hingga Maret 1982 mereka yang ditindak


meliputi 9.585 orang yang tersangkut dalam 6.454 kasus. Dari
jumlah mereka yang ditindak itu 8.450 orang dikenakan tindak-
an administratif, 895 orang tindakan pidana dan 240 orang
tindakan lainnya.

Ikhtisar perkembangan Operasi Tertib periode Juni 1977


sampai dengan Maret 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII-2.

Pada tahun ketiga Repelita III telah pula dilaksanakan


operasi penertiban yang diberi nama "Operasi Bersih dan Ber-
wibawa" sebagai operasi untuk menangani adanya penyimpangan
dalam pengangkatan pegawai honorer daerah dan pengangkatan
lurah dan perangkat kelurahan menjadi pegawai negeri. Dalam
operasi tersebut yang dilaksanakan ,di 10 Propinsi Daerah
Tingkat I maka telah didapati penyelewengan oleh 97 orang pe-
gawai negeri Pusat dan Daerah. Terhadap mereka telah dikena-
kan tindakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Peme-
rintah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.

Sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Negara


Penertiban Aparatur Negara No. 02/SE/Menpan/1980 tentang
penertiban terhadap pemilikan dan penggunaan ijasah palsu
serta ijasah asli tetapi palsu untuk kepentingan karier
kepegawaian atau yang dapat merendahkan martabat aparatur
Pemerintah sampai dengan akhir Maret 1982 telah berhasil
ditindak Sebanyak 224 orang pegawai dalam lingkungan Depar-
temen/Lembaga dengan perincian 63 orang tingkat Sarjana, 47
orang tingkat Sarjana Muda dan 114 orang tingkat Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas ke bawah.

Dalam kaitan dengan Operasi Tertib tersebut di atas maka


atas dasar Instruksi Presiden No. 14 tahun 1981 tentang Pe-
nyelenggaraan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih pada
tanggal 17 setiap bulan di semua Instansi Pemerintah telah
diambil kebijaksanaan agar para Menteri/Ketua Lembaga atau
Pejabat Eselon I yang ditunjuknya pada kesempatan tersebut
dapat antara lain mengumumkan tindakan-tindakan atau langkah-
langkah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan ma-
sing-masing di samping juga hal-hal yang baik atau positif .
XXII/27
TABEL XXII – 2
IKHTISAR PERKEMBANGAN OPSTIB DI LNGKUNGAN APARATUR NEGARA,
PERIODE JUNI 1977 s/d MARET 1982

XXII/28
Pengumuman pada setiap apel bendera pada tanggal 17 dimaksud -
kan sebagai langkah edukatif agar aparatur Pemerintah berbuat
semakin tertib.

Selanjutnya sehubungan dengan berlakunya Kitab Undang -


undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tertuang dalam Undang -
undang No. 8 tahun 1981, Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara telah menetapkan tatacara penyampaian laporan tindak
pidana kepada aparatur penindak hukum sebagai berikut :
a. Apabila d i k e t a h u i t e r d a p a t a d a n y a t i n d a k p i d a n a d a l a m
lingkungan sesuatu instansi Pemerintah, maka pejabat yang
berwenang berkewajiban untuk melaporkan kepada :
(i) K e p o l i s i a n , s e p a n j a n g m e n y a n g k u t t i n d a k p i d a n a
biasa (pasal 6 ayat 1 KUHAP);
(ii) Kepolisian/Kejaksaan, sepanjang menyangkut tindak
pidana khusus seperti korupsi, subversi, pelanggar-
an ekonomi dan lain-lain (pasal 284 ayat 2 KUHAP).

b. Apabila aparatur pengawasan menemukan bukti-bukti adanya


tindak pidana maka penanganan lebih lanjut dilakukan
dengan tatacara :
(i) Dalam hal terjadi di lingkungan Departemen, maka
Inspektur Jenderal melaporkan kepada Menteri yang
bersangkutan dan selanjutnya Sekrataris Jenderal
atas nama Menteri melaporkan kepada KAPOLRI/Jaksa
Agung;
(ii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat I maka Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi
melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah. Tingkat I
yang bersangkutan apabila tersangkanya adalah pe-
gawai negeri Daerah Tingkat I atau pegawai negeri
Pusat yang diperbantukan. Selanjutnya Sekretaris
Wilayah Daerah Tingkat I atas nama Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I melapor kepada KADAPOL/KAJATI.
(iii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat II maka Kepala Inspektorat Wilayah Kabu-
paten/Kotamadya melaporkan kepada Bupati/Walikota-
madya Kepala Daerah Tingkat II apabila tersangkanya
adalah pegawai negeri Daerah Tingkat II atau pe -
gawai negeri Daerah Tingkat I yang diperbantukan.
Selanjutnya Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II
atas nama Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II melaporkan kepada DANRES/DANRESTA/DANTA-
BES/KAJARI.
(iv) Tatacara tersebut di atas berlaku juga bagi apa -
ratur pengawasan di Lembaga-lembaga Pemeri ntah Non

XXII/29
Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara dan Badan Usaha Milik Negara.

Selama tahun anggaran 1981/82 langkah-langkah untuk me-


lanjutkan dan meningkatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
dilakukan dalam pengawasan dan penertiban adalah antara lain
Bebagai berikut :

a. Mengembangkan sistem pengawasan yang diueahakan secara


lebih terpadu dan terarah antara sesama aparatur penga-
wasan, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dan
Perusahaan Milik Negara/Daerah.
b. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mende -
teksi penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil
langkah koreksi sebelum terlambat.
c. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan atas pelaksa-
naan pembangunan dari segi penggunaan keuangan, mutu
fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek se-
hingga hasil-hasil pengawasan itu akan bermanfaat untuk
digunakan bagi perencanaan dan pelaksanaan.
d. Memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Jenderal De-
partemen sebagai aparatur pengawasan fungsional.
e. Mengembangkan hubungan kerja pengawasan secara terkoordi-
nasikan di daerah dengan cara lebih memantapkan kedudukan
dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat
Wilayah Daerah sebagai aparat pengawasan Pemerintah
Daerah.

6. Penyempurnaan di Bidang Kepegawaian

Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan


Aparatur Pemerintah maka telah dilaksanakan usaha pembinaan
pegawai negeri secara berencana dan terarah agar segenap pe-
gawai negeri sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur Apa-
ratur Pemerintah, abdi Negara dan abdi masyarakat dalam men-
jalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pembinaan pe-
gawai negeri tersebut didasarkan pada sistem karier dan
sistem prestasi kerja melalui berbagai penyempurnaan di
bidang kepegawaian.

Dalam tahun ketiga Repelita III usaha pembinaan yang me-


rupakan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan dalam tahun-tahun
sebelumnya meliputi: (a) penyempurnaan peraturan perundang-
undangan di bidang kepegawaian, (b) penyempurnaan dasar-dasar
penyusunan formasi pegawai, (c) pengadaan dan pengangkatan

XXII/30
pegawai serta penyelesaian kepangkatan, (d) perbaikan peng-
hasilan pegawai negeri dan Pejabat Negara, (e) perbaikan
penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun,
(f) penyempurnaan tata usaha kepegawaian, (g) peningkatan ke-
mampuan manajemen para pejabat serta peningkatan keterampilan
dan produktivitaa kerja pegawai.

Dengan berbagai penyempurnaan di atas, di samping diber-


lakukannya penilaian pelaksanaan pekerjaan atas pegawai ne-
geri yang obyektif seperti ditentukan dalam PP No. 10 tahun
1979, diharapkan akan semakin terjamin ketenangan dan ke-
gairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilirannya akan men -
dorong pegawai negeri untuk bekerja dengan lebih produktif
tertib dan teratur sehingga pelaksanaan tugas-tugas umum pe -
merintahan dan pembangunan dapat terselenggara dengan lebih
lancar. Demikian pula dengan dikeluarkannya PP No. 30 tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri yang mengatur
kewajiban, larangan serta sanksi apabila tidak ditaati atau
larangan dilanggar, maka setiap pegawai diharapkan akan lebih
menyadari kewajiban dan tanggungjawabnya dan mempunyai di-
siplin yang tinggi dalam melakaanakan tugas kewajiban.

a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang ke-


pegawaian

Sebagai lanjutan usaha peningkatan pembinaan pegawai


negeri maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah dikeluarkan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dengan
empat Peraturan Pemerintah dan empat Keputusan Presiden .

Seperti diketahui dalam rangka penyederhanaan peraturan


perundang-undangan di bidang kepegawaian telah ditentukan
bahwa pokok-pokok kepegawaian ditetapkan dalam Undang-undang,
ketentuan-ketentuan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah dan ketentuan-ketentuan pelaksanaan operasionalnya
diatur dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya petunjuk pelak-
sanaan teknis dituangkan dalam Keputusan atau Surat Edaran
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Perincian dari peraturan perundang-undangan tersebut ada-


lah seperti termuat dalam Tabel XXII - 3 .

b. Penyempurnaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai

Sebagai lanjutan dari kegiatan yang dilaksanakan dalam


Repelita II di bidang kepegawaian, yaitu agar setiap satuan
organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang sama
XXII/31
TABEL XXII – 3
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN
TAHUN 1981/82 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1974

XXII/32
dengan jenis dan besarnya beban tugas yang menjadi tanggung-
jawabnya, maka dalam Repelita III telah dan akan dilaksanakan
terus usaha ke arah penyusunan formasi pegawai negeri berda-
sarkan PP No. 5 tahun 1976.

Sebagai langkah pertama ke arah itu maka sejak Repelita


II telah diadakan inventarisasi jabatan dengan maksud untuk
dapat mengetahui jumlah dan jenis jabatan yang ada pada or -
ganisasi Pemerintah. Untuk memudahkan penyusunan daii pen-
carian maka jabatan yang ada pada organisasi Pemerintah di
kelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yang terdiri dari
(a) jabatan struktural, yaitu jabatan yang nyata-nyata ter -
cantum pada organisasi Pemerintah yang bersangkutan, dan (b)
jabatan non-struktural, yaitu jabatan yang tidak nyata-nyata
tercantum pada struktur organisaai Pemerintah, akan tetapi
jabatan tersebut diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas
pokok organisasi Pemerintah yang bersangkutan. Sebagaimana
diketahui invertitarisasi jabatan merupakan dasar dalam penyu-
sunan uraian jabatan, penggolongan, dan penilaian jabatan se-
lanjutnya.

Dalam tahun ketiga Repelita III usaha inventarisasi ja-


batan masih diteruskan dengan kegiatan-kegiatan:
(i) penyusunan kembali daftar nama dan jumlah j a b a t a n m e
nurut inatansi.
(ii) perancangan Keputusan Presiden tentang Daftar Nama,
Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri, dan
(iii) penyusunan uraian jabatan fungsional bidang umum.

c. Pengadaan dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian


pangkatnya

Pengadaan pegawai negeri dimaksudkan untuk mengisi forma-


si yang lowong pada masing-masing satuan organisasi Peme-
rintah. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 30 tahun 1981
tentang Latihan Pra Jabatan, maka calon pegawai negeri yang
diangkat sejak 1 April 1981 diwajibkan mengikuti latihan pra
jabatan agar calon pegawai negeri tersebut terampil melaksa-
nakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Calon pegawai negeri
yang telah lulus dalam latihan pra jabatan dapat diangkat
menjadi pegawai negeri.

Kecuali itu berdasarkan keputusan-keputusan Pangkopkamtib


tentang Penertiban Personil Aparatur Pemerintah calon pegawai
negeri dikenakan skrining mental-ideologinya yang meliputi
aspek-aspek antara lain lingkungannya, sikap hidupnya, rasa
pengabdian, dan sebagainya. Maksud dari pada skrining calon
XXII/33
pegawai ialah untuk menjamin agar pembangunan nasional tetap
berjalan lancar tanpa adanya gangguan yang timbul dari dalam
aparatur Pemerintah sendiri.

Dalam tahun anggaran 1981/82 pengangkatan calon pegawai


negeri pada masing-masing Departemen dan Lembaga adalah se-
jumlah 150.305 orang.

Selain dari pada itu pengangkatan tersebut di atas, maka


diangkat pula :

(i) Pegawai guru SD/guru agama SD berdasarkan Inprea No. 6


tahun 1980 dan No. 5 tahun 1981 sejumlah 103.350 orang.
(ii) Tenaga-tenaga medis dan paramedis di Puskesmas yang di-
angkat berdasarkan Inpres No. 6 tahun 1981 sejumlah
4.660 orang.
(iii) Pegawai tenaga kesenian dalam lingkungan Departemen Pe-
nerangan yang diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 30 tahun 1981 menjadi pegawai negeri aejumlah 453
orang.
(iv) Pegawai TVRI yang diangkat berdasarkan Peraturan Peme-
rintah No. 37 tahun 1980 menjadi pegawai negeri se-
jumlah 2.331 orang.
(v) Tenaga honorer daerah yang diangkat menjadi pegawai ne-
geri sejumlah 12.047 orang.
(vi) Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang diangkat
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1980 men-
jadi pegawai negeri aejumlah 26.270. Perincian jumlah
tersebut tercantum dalam Tabel XXII - 4.

Dengan demikian pengangkatan seluruh pegawai baru dalam


tahun anggaran 1981/82 berjumlah 299.416 orang.

Mengenai pengangkatan dapat dikemukakan bahwa jumlah pe -


gawai negeri yang bekerja pada Departemen/Lembaga/Daerah Oto -
nom yang mengalami kenaikan pangkat dalam tahun anggaran
1981/82 adalah sejumlah 152.829 orang. Selanjutnya usaha pe -
ningkatan dalam urusan kenaikan pangkat akan terus dilakukan
berdasarkan :
(i) hasil pemeliharaan data kepegawaian yang makin sempurna;
(ii) usaha standarisasi formulir usul-usul kenaikan pangkat
yang merupakan penyederhanaan administrasi;
(iii) hasil penataran pada masing-masing instansi.

d . Perbaikan penghasilan pegawai negeri dan pejabat Negara

XXII/34
TABEL XXII – 4
PENYELESAIAN PENGANGKATAN KEPALA/PERANGKAT KELURAHAN1)
MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL, 1981/82
(unit pengangkatan)

1) Tidak termasuk Kepala/Perangkat Kelurahan


Yang telah berstatus sebagai pegawai negeri
2) Angka diperbaiki

XXII/35
Sejak Repelita I Pemerintah secara bertahap telah beru-
saha memperbaiki penghasilan pegawai negeri untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta dalam rangka usaha meningkatkan pres-
tasi kerja untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar-
besarnya.

Dalam tahun anggaran 1981/82 maka sesuai dengan kemampuan


keuangan Negara dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1980
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1980
tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi Pe-
gawai Negeri dan Pejabat Negara, terhitung mulai tanggal 1
Januari 1981 diberikan tunjangan perbaikan penghasilan, ialah
bagi golongan I dari 60% menjadi 100% dari penghasilan, bagi
golongan II dari 50% menjadi 80% dari penghasilan, bagi go-
longan III dari 40% menjadi 65% dari penghasilan, bagi go-
longan IV dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, bagi pejabat
Negara dari 40% menjadi 60% dari penghasilan, dan bagi ang-
gota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bukan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dari 40% menjadi 60% dari uang kehormatan.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun


1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 15 tahun
1974 tentang Gaji/Gaji Kehormatan/Uang Kehormatan Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara yang
berlaku sejak 1 Januari 1981 ditetapkan perubahan gaji pokok
bagi pejabat Negara tersebut.

Adapun perbandingan penghasilan rata-rata pegawai negeri


pada akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita
III dapat dilihat pada Tabel XXII-5.

Kemudian dalam tahun anggaran 1981/82 telah ditetapkan


kebijaksanaan untuk memberikan tunjangan khusus, yaitu bagi
pegawai negeri di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional dibe-
rikan tunjangan "bahaya nuklir" berdasarkan Keputusan Pre-
siden No.12 tahun 1981 dan bagi pegawai negeri pada inatansi
keamanan dan keselamatan pelayaran berdasarkan Keputusan Pre-
siden No.12 tahun 1982.

Mengenai pegawai bekas Trikora, yaitu pegawai negeri yang


telah bertugas di Irian Jaya sebelum 1 Mei 1969, yang mene-
rima penghargaan berdasarkan Keputusan Presiden No. 62 tahun
1979 sampai dengan tanggal 31 Maret 1982 adalah sebanyak
2.848 orang.

Selain itu dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1981


telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai perawatan, tunjang

XXII/36
TABEL XXII – 5
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL,
1979/80 – 1981/82
XXII/37
an cacad dan uang duka bagi pegawai negeri. Hal itu berkenaan
dengan risiko pegawai negeri yang dalam melaksanakan tugas
kewajibannya tidak luput dari kemungkinan mendapat kecelakaan
yang mengakibatkan pegawai negeri yang bersangkutan sakit,
cacad atau tewas. Dengan adanya jaminan pengobatan, perawat-
an, dan atau rehabilitasi serta penghargaan sebagaimana di-
maksud di atas, maka diharapkan setiap pegawai negeri melak-
sanakan tugasnya dengan penuh rasa pengabdian dan tanggung-
jawab.

Ketentuan-ketentuan dari Peraturan Pemerintah tersebut


berlaku pula bagi pejabat Negara.

e. Perbaikan penghasilan penerimaan pensiun/tunjangan yang


bersifat pensiun

Dalam rangka usaha memperbaiki penghasilan dari para pe-


nerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun maka dalam
tahun anggaran 1981/82 kepada penerima pensiun/tunjangan yang
bersifat pensiun diberikan tunjangan perbaikan penghasilan
pensiun dari 35% menjadi 50% dari penghasilan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1980.

Perbandingan penghasilan pensiun pegawai negeri pada


akhir Repelita II dan pada akhir tahun ketiga Repelita III
adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel XXII-6.

Perbaikan penghasilan bekas pejabat Negara telah pula di-


lakukan yaitu berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1980,
Peraturan-peraturan Pemerintah No.48 tahun 1980, Nb.50 tahun
1980 dan No.51 tahun 1980 yang pada pokoknya mengatur pene -
tapan kembali/penyesuaian pensiun pokok para bekas pejabat
Negara serta janda/dudanya. Sampai akhir tahun anggaran
1981/82 bekas pejabat Negara dan janda/dudanya yang berhak
mendapat penyesuaian pensiun pokok tercatat sebanyak 1.741
orang dengan perincian sebagaimana dapat dilihat Tabel XXII-7.

Dalam pada itu sebagai salah satu usaha pembinaan kese-


jahteraan pegawai negeri maka berdasarkan Peraturan Pemerin-
tah No. 25 tahun 1981 telah diselenggarakan asuransi soaial
pegawai negeri. Untuk penyelenggaraan aecara terarah dan ter -
pusat maka Perum Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Perum
Taspen) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No.15
tahun 1963 telah dialihkan bentuknya dengan Peraturan Peme-
rintah No.26 tahun 1981 menjadi Peraero. Maksud dan tujuan
Persero Taapen adalah menyelenggarakan dana pensiun dan ta-
bungan hari tua bagi pegawai negeri. Asuransi tersebut bersi-
XXII/38
TA BE L XX II - 6
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,
1979/80 dan 1981/82
(dalam rupiah)
XXII/39
TABEL XXII – 7
PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN BEKAS PEJABAT NEGARA,
1979/80 – 1981/82
(dalam rupiah)

XXII/40
fat dwiguna, yaitu asuransi yang memberikan jaminan keuangan
bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli
warisnya pada waktu peserta meninggal dunia sebelum men -
capai usia pensiun. Dalam hal ini peserta wajib membayar
iuran setiap bulan sebesar 8% dari penghasilan sebulan tanpa
tunjangan pangan, ialah 4,75% untuk pensiun dan 3,25% untuk
tabungan hari tua.

f. Penyempurnaan tata usaha kepegawaian

Tata usaha kepegawaian yang tersusun dan terpelihara baik


sangat diperlukan karena adanya data kepegawaian yang leng-
kap, dapat dipercaya dan mudah ditemukan kembali merupakan
sarana penting bagi peningkatan pembinaan pegawai negeri atas
dasar sistem karier dan siatem prestasi kerja.

Dalam rangka usaha ini maka dalam tahun anggaran 1981/82


telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(i) penetapan NIP bagi calon pegawai negeri sebanyak
289.416 orang;
(ii) pemberian KARPEG bagi calon pegawai negeri yang diang-
kat menjadi pegawai negeri sebanyak 150.174 orang;
(iii) perekaman data aetiap pegawai negeri berikut perkem
bangannya kedalam pita magnetik, dan
(iv) penyusunan berkas pegawai negeri pada almari khusus
yang diperuntukkan untuk itu.

Lebih banyak penetapan dan pemberian KARPEG pegawai


negeri pada tahun 1981/82, ialah sebanyak 150.174 orang di-
bandingkan dengan sebanyak 118.999 orang pada tahun 1980/81,
dimungkinkan karena meningkatnya pelayanan setiap petugas
kepegawaian di setiap instansi.

Dalam pada itu sesuai dengan perkembangan dan tambahan


beban tugas Badan Adminiatrasi Kepegawaian (BAKN) dan untuk
lebih meningkatkan pelayanan administrasi kepegawaian, maka
dengan Keputusan Presiden No.53 tahun 1980 telah ditetapkan
pembentukan Kantor Wilayah BAKN tingkat Propinsi. Untuk tahap
pertama dalam tahun anggaran 1981/82 telah dibentuk Kantor
Wilayah BAKN di Yogyakarta untuk melayani mutasi kepegawaian
di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada
tahun-tahun mendatang eecara bertahap akan menyusul pemben-
tukan Kantor-kantor Wilayah BAKN di Surabaya, Bandung, Medan,
Palembang, Banjarmasin dan Ujung Pandang

g. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta pe-


ningkatan keterampilan dan produktivitas kerja pegawai
XXII/41
Bersamaan dengan penyempurnaan di bidang kelembagaan dan
ketatalaksanaan maka telah dilakukan pula secara terus me -
nerus usaha peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai
negeri sebagai uuaur utama aparatur Pemerintah. Hal ini dila -
kukan melalui berbagai program pendidikan dan latihan untuk
mendukung peningkatan pembinaan pegawai negeri atas dasar
siatem karier dan siatem prestasi kerja. Disamping tujuan
umum tersebut tujuan khusus program-program pendidikan dan
latihan pegawai negeri adalah :
(i) menguaahakan perbaikan sikap dan kepribadian pegawai
negeri dalam pengabdian kepada kepentingan Negara dan
rakyat sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatan se -
karang maupun yang akan dijabatnya;
(ii) membina kesatuan bersikap dan kesatuan bahasa di ka -
langan pegawai negeri untuk kesatuan gerak dalam
rangka pembinaan kerjasama;
(iii) menunjang pelaksanaan pembangunan.

Ruang lingkup pembinaan pendidikan dan latihan pegawai


negeri mencakup bidang yang luas, yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
(i) bidang teknis fungsional, yaitu yang bertalian dengan
keterampilan teknis sesuatu pekerjaan sebagai pelaksa-
naan tugas. pokok dan tanggungjawab fungsional dari
sesuatu Departemen/Lembaga;
(ii) bidang administrasi, baik umum maupun pembangunan; ad-
ministrasi umum berkenaan dengan peningkatan kemampuan
teknik organiaasi dan manajemen yang disyaratkan bagi
jabatan pimpinan, sedangkan administrasi pembangunan
berkepentingan dengan peningkatan kemampuan dalam pe-
rencanaan, pelaksanaan,. pengendalian, penilaian serta
kegiatan-kegiatan pembangunan.

Kesemua program-program teraebut diatas pada akhirnya


bertujuan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kemampuan
aparatur Pemerintah dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum
pemerintahan dan terutama tugas-tugas pembangunan.

Pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pendidikan dan


latihan pegawai negeri adalah menjadi tanggungjawab dan we-
wenang Lembaga Administrasi Negara berdasarkan Kepprea No.5
tahun 1971, Keppres No.34 tahun 1972 dan Inprea No.15 tahun
1974. Wewenang dan tanggung jawab itu dilaksanakan dengan
pemberian pedoman, konsultasi, perumusan kebijaksanaan teknis dan
membantu penyelenggaraan pendidikan dan latihan baik diinstanai
pusat maupun daerah.

XXII/42
Di antara pedoman-pedoman yang telah dirumuskan ialah pe-
doman pelaksanaan latihan pra jabatan sebagai pelaksanaan
dari Keppres No.30 tahun 1981 tentang Latihan Pra Jabatan
yang dituangkan dalam Surat Edaran Bersama Kepala BAKN dan
Ketua LAN No.11 SE/1981 - 181/Seklan/7/81 tahun 1981.

Adapun mengenai program-program pendidikan dan latihan di


bidang administrasi, yang terutama ialah program pada Sekolah
Staf dan Pimpinan Adminiatrasi(SESPA) sebagai program pendi-
dikan dan latihan yang tertinggi bagi pegawai negeri serta
dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai yang potensial untuk
menduduki jabatan eselon II atau memantapkan kemampuan mereka
yang sudah menduduki eselon II tersebut. Dewasa ini SESPA di -
selenggarakan di Departemen-departemen di samping di Lembaga
Administrasi Negara sendi ri. Diusahakan agar SESPA bersifat
inter-departemental yang diselenggarakan oleh Lembaga Admi -
nistraai Negara dapat ditingkatkan kemampuan dan daya tam -
pungnya. Untuk maksud tersebut disediakan gedung kampus SESPA
yang dewasa ini sedang dalam taraf penyelesaian. Penyeleng -
garaan SESPA selama tahun 1981/82 adalah sebagai tertera pada
Tabel XXII-8

Selanjutnya program pendidikan dan latihan administrasi


tingkat madya, tingkat lanjutan dan tingkat dasar juga terus
dikembangkan. Program-program ini merupakan program pendi-
dikan dan latihan penjenjangan bagi pegawai negeri yang di -
promosikan ke jenjang jabatan setingkat lebih tinggi dalam
golongan jabatan pimpinan.

Program pendidikan dan latihan pegawai lainnya yang perlu


dikemukgkan adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan berbagai pera-
latan analisa yang,diperlukan dalam perencanaan dan pelaksa -
naan proyek-proyek pembangunan. Pada tahun ketiga Repelita
III telah dilakaanakan program angkatan ke-11 yang diikuti
oleh 37 orang pejabat tingkat pusat maupun daerah. Sampai
dengan tahun ketiga Repelita III Program Perencanaan Nasional
yang diselenggarakan sejak tahun 1972 telah menghaailan 497
orang lulusan.

Perlu pula diaebutkan bahwa pada tahun ketiga Repelita


III oleh LAN dan beberapa Departemen/Lembaga terus dikembang-
kan program pendidikan dan latihan yang memanfaatkan sumber-
sumber dari luar negeri. Program ini yang merupakan pelengkap
bagi program pendidikan dan latihan reguler meliputi :
(i) program yang diselenggarakan di d a l a m n e g e r i dengan
tenaga ahli dan kerjasama dengan pihak luar negeri.

XXII/43
TABEL XXII – 8
JUMLAH LULUSAN SESPA,
1974/75 S/D 1978/79, DAN 1979/80 – 1981/82

*) Angka diperbaiki

XXII/44
(ii) penugasan kepada pegawai negeri untuk mengikuti program di
luar negeri baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang.

Usaha lain di bidang pembinaan pegawai

Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan


aparatur Pemerintah secara terus-menerus dilakukan langkah-
langkah secara berencana dan terarah agar segenap pegawai
negeri mempunyai ketaatan penuh pada Pancasila, Undang-undang
Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu, bermental
baik, berwibawa, berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi
serta sadar akan tanggungjawabnya. Untuk itu para pegawai
negeri perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Ekaprasetia
Pancakarsa yang merupakan pedoman dan penuntun serta pegangan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana diru-
muskan dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan No.IV/MPR/1978
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara serta sesuai dengan
Instruksi Presiden No.10 tahun 1978 yang mewajibkan seluruh
pegawai negeri dan pegawai Perusahaan Milik Negara untuk me-
ngikuti penataran P-4.

Penataran yang dilaksanakan secara bertingkat, demikian


pula secara bertahap, yang dimulai pada tahun 1979/80 pada
tahun 1981/82 dilanjutkan. Sampai dengan 31 Maret 1982 jumlah
pegawai negeri di seluruh Indonesia yang telah mengikuti pe -
nataran P-4 adalah sebanyak 979.804 orang dengan perincian
sebagai berikut: Tipe A yang diikuti oleh pegawai negeri go-
longan III keatas atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak
288.260 orang. Tipe B yang diikuti oleh pegawai negeri go -
longan II atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 480.957
orang, dan Tipe C yang diikuti oleh pegawai negeri golongan I
atau yang dipersamakan dengan itu sebanyak 206.401 orang.
Perincian menurut tipe penataran adalah sebagai tercantum
dalam Tabel XXII-9.

Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayat an


dan Pengamalan Pancasila (BP 7) yang dibentuk dengan Kepu tusan
Presiden No. 10 tahun 1979 dalam rangka pemasyarakatan P-4
telah menyusun pola-pola penataran yang disebut Pola 120 jam
dan Pola-pola 45, 25 dan 17 jam bagi golongan-golongan
masyarakat. Dalam hubungan dengan permasyarakatan tersebut
maka dengan Keputusan-keputusan Menteri Dalam Negeri No. 239
tahun 1980, No. 163 tahun 1981 dan No. 86 tahun 1 9 8 2 t e l a h

XXII/45
TABEL XXII – 9
PESERTA PENATARAN TINGKAT NASIONAL, INSTANSI PUSAT,
PROPINSI, KABUPATEN/KOTAMADYA DAN KECAMATAN
TIPE A, TIPE B DAN TIPE C,
KEADAAN SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 MARET 1982
(orang)

*) Termasuk Penatar tingkat nasional angkatan I

XXII/46
dibentuk BP-7 Daerah Tingkat I dan BP-7 Daerah Tingkat II di
seluruh Indonesia.

Kemudian untuk memelihara dan makin meningkatkan rasa ke-


sadaran nasional, tanggungjawab, pengabdian, persatuan dan
disiplin pegawai negeri, maka dengan Instruksi Presiden No. 14
tahun 1981 kepada para Menteri, Jaksa Agung, para Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, para Sekretaris Jenderal Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara dan para Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen serta Badan Usaha Milik Negara diminta untuk
menyelenggarakan upacara pengibaran Merah Putih pada tanggal
17 setiap bulan pada pagi hari sebelum dimulai jam kerja.

Dalam pada itu dengan terbentuknya Team Penilai Penemuan


Baru di kalangan aparatur Pemerintah yang dipimpin oleh Ketua
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berdasarkan Keputusan
Presiden No. 6 1 tahun 1981 telah diusahakan penggairahan be-
kerja para pegawai negeri untuk berinovasi dan berkreasi. Me-
nurut ketentuan Keputusan Presiden tersebut pegawai negeri
yang membuat penemuan baru dengan klasifikasi luar biasa ber-
manfaat bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 3 tahun,
dengan klasifikasi sangat bermanfaat bagi Negara dipercepat
kenaikan pangkat 2 tahun dan dengan klasifikasi bermanfaat
bagi Negara dipercepat kenaikan pangkat 1 tahun.

7. Penyempurnaan administrasi bidang-bidang lain

Berbagai usaha telah pula dilakukan untuk penyempurnaan


tatakerja, antara lain di bidang administrasi pengerahan pe-
nerimaan Negara, administrasi material dan pengelolaan per-
lengkapan, administrasi pengadaan barang/peralatan Peme-
rintah, persuratan dan kearsipan dan sebagainya.

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat ser-


ta pengamanan penerimaan Negara, maka dalam tahun ketiga
Repelita III telah diteruskan berbagai perbaikan dalam sistem
perpajakan serta aparatur dan intensifikasi dari pada peneri-
maan Negara berupa pajak dan bea cukai. Berbagai cara pening-
katan pelayanan kepada masyarakat dilakukan antara lain
dengan pengaturan yang lebih baik seperti dalam penyelesaian
banding pajak langsung, dalam penyelesaian banding pajak pen-
jualan, dalam pemberian perlakuan yang berbeda terhadap para
wajib pajak yang dipandang baik. Demikian puls kepada para
wajib pajak, terutama para pengusaha golongan ekonomi lemah
yang merasa dirugikan atas penetaps_n_ pajak dengan bebas dapat
mengajukan kebergcannya kepada Pimpinan Direktorat Jenderal
Pajak. Juga dalam rangka ini maka dengan Keputusan Presi den

XXII/47
No.84/M tahun 1981 telah disempurnakan auaunan Majelis Per-
timbangan Pajak dengan mendudukkan wakil-wakil dari Kamar Da-
gang dan Industri Indonesia (KADIN) sebagai anggota. Seperti
diketahui badan ini bertugas menangani perbedaan pendapat yang
terjadi antara kalangan pengusaha dengan petugas pajak
mengenai penetapan pajak. Selanjutnya sebagai langkah maju
pula dapat disebutkan pembentukan Team Pembina Pelaksana Ke -
putusan Menteri Keuangan No. 108/Kmk.07/1979 (tentang peng-
gunaan laporan pemeriksaan akuntan publik untuk memperoleh
keringanan dalam penetapan pajak perseroan) berdasarkan Kepu-
tusan Menteri Keuangan No. 302/Kmk.07/1981. Team Pembina Pe -
laksana bertugas selain mengawasi akuntan publik juga menga -
wasi inspeksi pajak sehingga badan usaha yang merasa dirugi-
kan, sekalipun telah menggunakan akuntan publik, Team akan
memeriksa Kepala Inspeksi yang bersangkutan.

Dalam usaha peningkatan mobilisasi penerimaan Negara


penting untuk dikemukakan bahwa aparatur perpajakan telah
berhasil menyelesaikan tugas menghimpun dana melalui perpa-
jakan seperti yang ditetapkan berturut-turut dalam Undang-
undang tentang APBN 1980/81 dan 1981/82 dengan realisasi yang
melampaui angka-angka sasaran.

Mengenai administrasi perlengkapan Pemerintah yang meru-


pakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari administrasi
Pemerintah, dewasa ini sedang dirumuakan ketentuan-ketentuan
pokok penghapusan barang milik Negara yang akan berlaku sera -
gam di semua instansi Pemerintah. Sampai sekarang tatacara
penghapusan perlengkapan Pemerintah pada umumnya didasarkan
atas Surat Edaran Menteri Keuangan No. B.163/MK/II/5/1979.
Proyek Pengembangan Sistem Pengadaan dan Administrasi Pengu-
rusan Barang dari Departemen Keuangan dalam temu karya yang
diikuti oleh para pejabat yang menangani masalah perlengkapan
di tiap Departemen/Lembaga telah merancang ketentuan-keten-
tuan penghapusan perlengkapan dalam kaitannya dengan pele-
langan/penjualannya, dengan batasan anggaran dan dengan stan-
darisasi. Sebagaimana diketahui tanpa adanya peraturan peng-
hapusan dapat mengakibatkan kerugian Negara antara lain
dengan timbulnya biaya pengamanan dan pemeliharaan di samping
akan berkurangnya nilai ekonomis barang yang seharusnya
dihapus.

Selanjutnya dalam rangka pengendalian dan pengkoordina-


sian pengadaan atau pembelian bara2lg/peralatan yang diperlu -
kan Departemen/Lembaga maka Team Pengendali Pengadaan Barang/
Peralatan Pemerintah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden
XXII/48
No. 10 tahun 1980 dan ditambah keanggotaannya dengan Keputus-
an Presiden No.1 tahun 1981 telah dapat menyusun berbagai pe-
doman antara lain tentang pelaksanaan pekerjaan pemborongan/
pembelian yang bernilai di atas Rp 500 juta serta tatacara
pengadaan kendaraan bermotor dan barang-barang lainnya. Tugas
pengendalian dan koordinasi Team Pengendali Pengadaan Barang/
Peralatan Pemerintah sebagaimana dimuat dalam Keputusan Pre-
siden No. 1 4 A yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden
No. 18 tahun 1981 serta Keputusan Presiden No. 15 tahun 1980
meliputi:

a. menetapkan standar surat perjanjian/kontrak untuk berba-


gai pemborongan/pembelian termasuk pembelian tanah serta
pedoman penggunaan standar kontrak tersebut;

b. memutuskan pengecualian terhadap ketentuan bahwa semua


pelelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembelian dengan
nilai pelelangan di atas Rp 500 juta dilakukan di tempat
lokasi kantor/satuan kerja/proyek, di ibukota Kabupaten/
Kotamadya atau di ibukota Propinsi yang bersangkutan dan
menetapkan tempat pelelangan setelah mendengar pertim-
bangan Menteri/Ketua Lembaga dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.

c. koordinasi pelelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembe-


lian dengan nilai di atas Rp 500 juta;

d. menetapkan pekerjaan pemborongan/pembelian yang bernilai


di atas Rp 500 juta tanpa pelelangan;

e. koordinasi pengadaan kendaraan bezmotor dan barang-barang


lain untuk keperluan Departemen/Lembaga/Kantor/Satuan
Kerja/Proyek yang dilaksanakan oleh Sekretariat Negara
secara terpusat;
f. menetapkan tatacara pengadaan kendaraan bermotor dan
barang-barang lain;

Penyempurnaan tatacara dalam rangka perluasan kesempatan


untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi pengusaha melalui
berbagai kemudahan juga terus dikembangkan. Departemen Per-
dagangan dan Koperasi telah berhasil menyempurnakan tatacara
pengajuan permohonan, penanganan dan pengeluaran surat ijin

XXII/49
usaha perdagangan (SIUP) yang lebih sederhana dari masa sebe-
lumnya pada tahun pertama Repelita III. Dalam tahun ketiga
Repelita TII Departemen tersebut bersama dengan Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia telah menyempurnakan peraturan-
peraturan tentang pelaksanaan ekspor dan impor sebagai tindak
lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 tentang Pe-
laksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintaa Devisa. Demikian pula
dengan Keputusan Menteri Perhubungan telah dilakukan upaya
peningkatan produktivitas operasional pelabuhan dengan berba-
gai penyederhanaan seperti pelayanan kapal, pemanfaatan peng-
gunaan gudang dan dermaga, pengaturan bongkar muat barang dan
sebagainya yang kesemuanya guna menunjang kebijaksanaan ter-
sebut di atas.

Mengenai kearsipan Negara dapat dikemukakan bahwa usaha


penyempurnaan terus dilakukan. Dalam tahun anggaran 1981/82
usaha-usaha penertiban dan pembinaan kearsipan semakin di -
tingkatkan dan lebih diintensifkan. Jangkaun peningkatan ke-
giatan selama tahun anggaran 1981/82 meliputi peningkatan
pendidikan dan latihan, pengembangan dan konservasi kearaip-
an. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dilakukan dengan
penataran kearsipan dinamis aktif dan penataran kearsipan
dinamis inaktif. Penataran kearsipan dinamis aktif ditekankan
pada pengurusan surat (mail handling) dan penataan berkas
(filing) sedangkan penataran kearaipan dinamis inaktif dilak-
sanakan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 34
tahun 1979 tentang penyusutan arsip, khususnya penyusutan
arsip dalam masa peralihan sebelum adanya jadwal retensi
arsip sebagaimana ditentukan dalam pasal 17 PP tersebut dan
yang petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran
Kepala Arsip Nasional No. SE/01/1981. Selanjutnya dewasa ini
sedang dipersiapkan untuk penyelenggaraan pendidikan tenaga
ahli menengah kearsipan dengan bekerjasama dengan Jurusan
Ilmu Perpustakaan Fakultaa Sastra Universitas Indonesia yang
akan diselenggarakan dalam bentuk pendidikan program diploma.

Dalam tahun 1981/82 kegiatan pengembangan kearsipan dila -


kukan dengan pemberian bimbingan dari pejabat-pejabat Arsip
Nasional kepada beberapa instansi, baik di tingkat Pusat mau-
pun Daerah, termasuk Kecamatan dan Kelurahan

Kegiatan di bidang konservasi kearsipan dilaksanakan


dengan meningkatkan kemampuan para pengelola arsip statis
dalam teknik perawatan dan pemeliharaan arsip-arsip yang
tidak hanya terbatas pada arsip dalam bentuk tekatual, tetapi
juga arsip-arsip audio-visual ( yang dapat dilihat dan di-
dengar). Pada tahun 1981/82 khazanah kearsipan nasional telah
XXII/50
diperkaya dengan koleksi film yang diperoleh dari Pusat Pro-
duksi Film Nasional (PPFN), Rijksvoorlichtingdienst (Dinas
Penerangan Kerajaan Belanda) dan Imperial War Museum dari
Kerajaan Inggeris mengenai peristiwa-peristiwa di Indonesia
pada tahun-tahun 1945 - 1946.

C. SISTEM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN


NEGARA

1.Pendahuluan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran


1981/82 adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ketiga
dalam rangka pelaksanaan Repelita III. Seperti pada tahun -
tahun sebelumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ter-
sebut merupakan rencana operasional tahunan yang diusahakan
mencerminkan pola kebijaksanaan, prioritas dan program dari
Repelita untuk tahun bersangkutan.

Dalam penyusunan anggaran sejak tahun 1967 Pemerintah me-


nganut prinsip bekerja atas dasar kemampuan keuangan yang
dapat dihimpun dan melakukan kegiatan atas disiplin anggaran.
Oleh karena itu sejak tahun anggaran 1969/70 ditempuh kebi-
jaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, yaitu penyesuaian
pengeluaran dengan penerimaan di mana tabungan Pemerintah di-
usahakan terus meningkat dalam rangka pelaksanaan pembangunan
dengan kemampuan sendiri. Klasifikasi penyediaan biaya
pembangunan dilakukan secara fungsional menurut program -
program yang lebih lanjut diperinci dalam penyediaan biaya
untuk tiap proyek. Penyediaan biaya tersebut ditujukan untuk
memelihara serta meningkatkan hasil pembangunan, yaitu menye-
lesaikan proyek-proyek dari tahun-tahun sebelumnya, membangun
proyek-proyek baru, dan aebagainya. Penyediaan biaya antara
lain juga ditujukan untuk terus membina aparatur Pemerintah
agar lebih mampu melaksanakan tugas yang makin meningkat se -
suai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan. Pada pokok -
nya sistem pembiayaan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan
rencana pembangunan yang dituangkan dalam bentuk program dan
proyek dalam satu tahun anggaran.

Pada tahun anggaran 1981/82 sebagaimana pula pada tahun-


tahun anggaran sebelumnya, sistem pembiayaan pembangunan
telah mengalami berbagai penyempurnaan. Sistem pembiayaan
pembangunan yang meliputi tatacara penyelenggaraan pembiayaan
untuk tahun anggaran 1981/82 didasarkan pada Keputusan Pre-
siden yang berlaku untuk tahun sebelumnya, yaitu Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980, dengan berbagai penyempurnaan

XXII/51
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981.
Penyempurnaan yang cukup mempunyai arti penting tersebut pada
pokoknya meliputi hal-hal berikut:

a. penyempurnaan terutama mengenai sankai dengan sasaran agar


pengaturan pelaksanaan APBN sekaligus juga mendukung
kebijaksanaan pemerataan, terutama pemerataan kesempatan
berusaha, pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pem-
bangunan di daerah;

b. penyempurnaan aparatur Pemerintah agar pelaksanaan APBN


lebih lancar dan proyek pembangunan terlaksana pada wak-
tunya melalui penegasan tanggungjawab pimpinan untuk me-
lakukan fungsi pengawasan terhadap bawahan.

Demikian pula pada tahun anggaran 1981/82 telah dileng kapi


dengan ketentuan-ketentuan pelaksanaan berbagai pasal
dalam Keputusan Presiden tersebut dalam bentuk Surat Keputus-
an Menteri atau Surat Keputusan Bersama beberapa Menteri se-
perti ketentuan tentang prakualifikasi di tingkat Daerah,
biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sektoral, tata-
cara persetujuan kontrak multiyears, prosedur dan penata usa-
haan bantuan luar negeri dan lain sebagainya.

Di samping usaha-usaha penyampurnaan dalam penyusunan


anggaran maka secara terus-menerus diusahakan peningkatan ke-
mampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pem-
bangunan, perbaikan tatacara penyelenggaraan penyediaan ang-
garan serta penyempurnaan tata hubungan kerja antara instansi
yang terlibat dalam kegiatan penyusunan pembiayaan pembangun-
an serta administrasi pembiayaannya. Tujuan dari kesemua ini
adalah supaya penyediaan biaya menjadi lebih terarah, wajar,
tidak menghambat, tetapi tidak pula memberi peluang bagi ke-
bocoran dan pemborosan.

Kemudian dalam usaha lebih menyerasikan pembangunan yang


bersifat nasional maupun yang akan dilaksanakan oleh Daerah-
daerah, telah disempurnakan pula tatacara pembiayaan pemba-
ngunan pada tingkat Daerah. Penyempurnaan yang penting dalam
program-program bantuan kepada Daerah-daerah yang dikenal se-
bagai program/proyek Inpres meliputi keseragaman format, sis-
tematika, penggunaan kriteria yang sama dalam prosedur pe-
rencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan
bantuan pembangunan. Dalam hal pengorganisasian diadakan pe-
nyempurnaan yang ditujukan kepada fungsionalisasi dinas-dinas
yang bersangkutan. Kesemuanya itu adalah untuk terus mening-
XXII/52
katkan kemampuan membangun dari Pemerintah Daerah. Hal terse-
but telah dilakukan sejak tahun 1979/80.

Selanjutnya untuk dapat menilai pelaksanaan proyek terus


dikembangkan sistem pengendalian yang memungkinkan identifi-
kasi bagi tindakan-tindakan korektif secepatnya serta penyem-
purnaan perencanaan berikutnya. Dalam sistem pengendalian
yang terus dikembangkan itu diikut-sertakan Bappeda tingkat
Propinsi sebagai pengujian silang terhadap pelaporan oleh Pe-
minpin Proyek.

Khusus mengenai pengawasan keuangan Negara tetap ditempuh


cara pendekatan preventif maupun represif, atau pendekatan
pre-audit dan post-audit. Dalam hal ini secara terus-menerus
diusahakan perbaikan-perbaikan melalui penyempurnaan berbagai
peraturan, peningkatan koordinasi pelaksanaan pengawasan di
bawah Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup, peningkatan kemampuan para pejabat pengawasan, pening-
katan mutu inspeksi, pengaturan tindak lanjut pengawasan dan
penyempurnaan lainnya. Untuk pengawasan di daerah telah di-
terbitkan Keputusan Presiden No.20 tahun 1981 tentang pemben-
tukan Team koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di
Daerah yang bertugas membantu Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan sektoral
maupun regional.

2. Penyusunan anggaran pembangunan

Rancangan Anggaran Pembangunan sebagai bagian dari RAPBN


tahun 1981/82, seperti dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya,
disusun dan ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang besarnya
dana pembangunan yang dapat disediakan, khususnya tabungan
Pemerintah dan dana bantuan luar negeri. Dalam tahun 1981/82
untuk menjamin kelangsungan kegiatan pelaksanaan proyek-pro-yek,
sistem yang memungkinkan penggunaan sisa anggaran pembangunan
tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang sedang berjalan,
tetap dilaksanakan. Namun guna peningkatan daya serap
anggaran maka penggunaan sisa anggaran pembangunan (SIAP)
dalam tahun anggaran berikutnya sejak tahun 1977/78 dibatasi
sampai selambat-lambatnya 3 tahun anggaran berturutturut.

Perumusan rencana proyek-proyek tetap dituangkan dalam


Daftar Isian Proyek (DIP) yang dimaksudkan sebagai program
kegiatan proyek untuk mencapai suatu hasil tertentu dalam
jangka waktu setahun. DIP yang seperti pada tahun anggaran
sebelumnya hanya terdiri dari 3 halaman dan dengan demikian
XXII/53
ringkas, padat dan sederhana tetap mengandung pengarahan ke-
giatan secara berencana. DIP juga sekaligus berlaku sebagai
Surat Keputusan Otorisaai. Sebagai perubahan subatansial
lainnya ialah penunjukan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek
cukup dilakukan dengan pencantuman nama-namanya dalam halaman
1 DIP. Untuk pelaksanaan operasional proyek maka atas dasar
DIP Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/
Lembaga yang membawahi proyek bersangkutan menyusun Petunjuk
Operasional (P0) bagi proyek yang memuat uraian dan perincian
lebih lanjut dari DIP yang bersangkutan serta petunjuk khusus
yang perlu dilaksanakan oleh Peminpin Proyek. PO digunakan
sebagai alat pengawasan bagi Inspektur Jenderal Departemen/
Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga dan juga sebagai alat
pengawasan Direktur Jenderal atau Pejabat yang setingkat pada
Departemen/Lembaga dalam rangka pelaksanaan DIP oleh Pemimpin
Proyek, menunjukkan perubahan tekanan pengawasan pre-audit
kepada pengawasan langsung dan post-audit.

Anggaran Pembangunan diperinci dalam Susunan Sektor, Sub-


sektor, Program dan Proyek. Kecuali itu Anggaran Pembangunan
juga disusun dalam masing-masing Bagian Anggaran (Departemen/
Lembaga) bersangkutan. Dengan demikian secara jelas dapat di-
lihat hubungan secara matrix antara penyusunan menurut Sektor
(horisontal) dan penyuaunan menurut Departemen/Lembaga (ver-
tikal).

Dalam Repelita III anggaran menurut susunan vertikal me-


liputi 18 Sektor, sedangkan menurut susunan horisontal meli-
puti 27 Bagian.

Ke-18 Sektor tersebut ialah Sektor Pertanian dan Pengair-


an; Sektor Induatri; Sektor Pertambangan dan Energi; Sektor
Perhubungan dan Pariwisata; Sektor Perdagangan dan Koperasi;
Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Sektor Pembangunan
Daerah, Desa dan Kota; Sektor Agama; Sektor Pendidikan, Gene-
rasi Muda, Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa; Sektor Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Pe -
ranan Wanita, Kependudukan dan Keluarga Berencana; Sektor Pe-
rumahan Rakyat dan Pemukiman; Sektor Hukum; Sektor Pertahanan
dan Keamanan Nasional; Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi
Sosial; Sektor Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Penelitian;
Sektor Aparatur Pemerintah; Sektor Pengembangan Dunia Usaha;
dan Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup.

Susunan menurut Bagian Anggaran, yaitu bagian anggaran


yang disediakan bagi Departemen/Lembaga, meliputi Majelis
Permusyawaratan Rakyat; Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Per

XXII/54
timbangan Agung; Badan Pemerikea Keuangan; Mahkamah Agung;
Kepresidenan, Sekretariat Negara; Lembaga-lembaga Pemerintah
Non Departemen; Departemen Dalam Negeri; Departemen Luar
Negeri; Departemen Pertahanan dan Keamanan; Departemen Keha-
kiman; Departemen Penerangan; Departemen Keuangan; Pembiayaan
dan Perhitungan; Departemen Perdagangan dan Koperasi; Depar-
temen Pertanian; Departemen Perindustrian; Departemen Pertam-
bangan dan Energi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Per-
hubungan; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Departemen
Kesehatan; Departemen Agama; Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigraai; dan Departemen Sosial.

Dalam suaunan menurut Bagian Anggaran di antaranya terdapat


Bagian Anggaran XVI yang karena sifatnya dimasukkan dalam
Bagian Pembiayaan dan Perhitungan. Dalam Bagian ini terdapat
sejumlah anggaran pembiayaan melalui perbankan, pembiayaan yang
disediakan untuk penyertaan modal Pemerintah dalam badan-badan
usaha milik Negara, pembangunan di Propinsi Timor Timur,
berbagai program bantuan pembangunan kepada Daerah, dan lain
sebagainya.

Dalam hal revisi DIP tatacaranya tetap diberikan kelong-


garan yang luas kepada Departemen/Lembaga untuk mengadakan
perubahan/penggeseran hal-hal tertentu bilamana keadaan me-
merlukannya. Kriteria pokok revisi adalah volume pekerjaan
dan biaya tiap tolok ukur. Biaya sesuatu tolok ukur dapat
terdiri dari satu atau beberapa jenis pengeluaran.

Kewenangan-kewenangan memutuskan perubahan/penggeseran


biaya dalam batas yang disediakan dalam suatu DTP ditetapkan
sebagai berikut:

a. Pemimpin Proyek untuk perubahan sampai setinggi-tingginya


10 % di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercan-
tum dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang
tersedia untuk keperluan itu;

b. Pemimpin Proyek dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah


Direktorat Jenderal Anggaran setempat untuk perubahan
sampai setinggi-tingginya 15 % di atas atau di bawah
volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP sepanjang
tidak melampaui batas biaya yang teraedia untuk keperluan
itu; juga perubahan sampai setinggi-tinggginya 15 % di
atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang tercantum
dalam DIP sepanjang tidak melampaui volume tolok ukur
yang tercantum dalam DIP;

XXII/55
c . Menteri/Ketua Lembaga untuk perubahan setinggi-tingginya
2 0 % di bawah volume tolok ukur yang tercantum daiam DIP
sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk
keperluan itu; juga perubahan sampai setinggi-tingginya 20
% di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang
tercantum dalam DIP aepanjang tidak melampaui batas volu-
me tolok ukur yang tercantum dalam DIP.

Demikian pula ketentuan mengenai pemrosesan revisi DIP


diusahakan aedemikian rupa sehingga dapat dilakukan secara
lebih cepat.

Dalam usaha memperlancar prosedur pembiayaan pembangunan


maka beberapa kewenangan yang semula dimiliki oleh Kantor
Perbendaharaan Negara (KPN) telah dilimpahkan kepada Pemimpin
Proyek. Demikianlah jika dahulu KPN mempunyai wewenang dan
tanggungjawab dalam mengadakan pengujian atas tagihan terha dap
Negara, maka kini wewenang dan tanggungjawab tersebut se bagian
beralih kepada wewenang dan tanggungjawab pelaksana
operasional dan sebagian kepada Departemen/Lembaga yang ber -
sangkutan. Dalam DIP juga tidak lagi terdapat uraian terpe -
rinci penggunaan dana anggaran. Perincian tersebut terdapat
dalam Petunjuk Operasional (P0) yang disampaikan kepada Pe -
mimpin Proyek tanpa pengirimannya kepada KPN. Dengan demikian
KPN tidak lagi mengadakan pengujian terhadap kesesuaian dengan
tujuan pengeluaran anggaran ketika menerima Surat Permintaan
Pembayaran Pembangunan (SPPP).

Pada tahun anggaran 1981/82 seperti pada tahun anggaran


sebelumnya pelaksanaan anggaran pembangunan dikaitkan secara
langsung dengan kebijaksanaan Pemerintah antara lain dalam
pelaksanaan 8 jalur pemerataan, khususnya pemerataan kesem-
patan kerja. kesempatan beruaaha dan pemerataan pembangunan
diseluruh daerah. Penyempurnaan-penyempurnaan yang menyangkut
proaedur penatausahaan dan pengawasan anggaran, pedoman pe-
laksanaan anggaran, khususnya ketentuan-ketentuan tentang pe-
lelangan dan penunjukan langsung untuk pemborongan/pembelian,
demikian pula berbagai penyempurnaan berdasarkan Keputusan
Presiden No. 18 tahun 1981 mempertegas peningkatan usaha pe -
merataan tersebut.

3. Prosedur pelaksanaan Anggaran Pembangunan

RAPBN sebagai rencana operasional tahunan yang disahkan


oleh DPR menjadi Undang-undang APBN pelaksanaannya diatur
dengan Keputusan Presiden. Undang-undang serta Keputusan
Presiden untuk tahun 1981/82 adalah Undang-undang No.1 t a h u n

XXII/56
1981 dan Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 setelah di-
sempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981.
Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimaksudkan sebagai pe-
doman pelaksanaan anggaran yang tidak terikat hanya untuk tahun
1981/82.

Dengan semakin meningkatnya APBN dari tahun ke tahun,


terutama anggaran Pembangunan, yang untuk tahun anggaran
1981/82 mencapai jumlah Rp 13.900,300 milyar, diperlukan
tatacara sedemikian sehingga pelaksanaannya semakin lancar,
namun tanpa meninggalkan keterarahan dan tanpa meningalkan
segi-segi pengawasan. Agar semakin besar daya serap anggaran
untuk dapat mengikuti semakin cepatnya laju pembangunan maka
pada tahun 1981/82 dilakukan perbaikan. Perbaikan tatacara
ini merupakan kelanjutan dari penyempurnaan-penyempurnaan
yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Beberapa penyempurnaan terhadap Keputusan Presiden No. 14


A tahun 1980 atas dasar Keputusan Presiden No. 18 tahun 1981
menyangkut keikut-sertaan pengusaha golongan ekonomi lemah
dalam pelelangan untuk pemborongan/pembelian dengan maksud agar
pemberian berbagai kelonggaran dapat mencapai sasarannya
tanpa penyalahgunaan.

Dalam pada itu pelaksanaan operasional proyek-proyek


tetap dilaksanakan atas dasar Petunjuk Operasional yang di -
susun oleh Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada De -
partemen/Lembaga yang membawahi proyek untuk mempertegas
tanggung jawab atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan
keuangan proyek. Hal ini merupakan penggeseran tekanan pe-
ngawasan dari pre-audit ke pengawasan post-audit. Demikian
pula Bendaharawan Proyek didudukkan sebagai pejabat komptabel
murni sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perben-
daharawan Negara. Selanjutnya pengujian kebenaran atas tagih-
an kepada Negara tidak lagi dilakukan oleh Kantor Perbenda-
haraan Negara, melainkan kini oleh pelaksana operasional,
yaitu Pemimpin Proyek. Batas waktu penilaian bukan lagi 3
hari seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi telah dipersing -
kat menjadi 2 hari.

Mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dapat


disebutkan bahwa menurut ketentuannya Pemimpin Proyek mengi -
rimkan Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pem-
bangunan (SPJP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan
kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Depar -
temen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan
tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit

XXII/57
Pengawasan pada lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN
serta Biro Keuangan Departemen/Lembaga dengan disertai tanda
bukti pengeluaran bersangkutan. Setelah bukti pengeluaran asli
dicheck oleh Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada
Departemen/Lembaga, kemudian disampaikan kepada Biro Keuangan
Departemen/Lembaga. Dengan pengiriman SPJP peneliti an
pertanggungjawaban pada tingkat post-audit dilakukan oleh
aparat Departemen/Lembaga sendiri. Selambat-lambatnya dalam
waktu satu bulan setelah penerimaannya KPN menyelesaikan
pemeriksaan dan mengirimkan SPJP kepada Kantor Wilayah Direk -
torat Jenderal Anggaran disertai tembusan tanda bukti penge -
luaran dan catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya.

Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek,


Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap
bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) me-
ngenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Di sini juga Direktur
Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga perlu
mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi ke-
lambatan penyampaian LKKP tersebut.

Mengenai beberapa bataa pembiayaan maka seperti pada


tahun anggaran 1980/81 tetap berlaku ketentuan-ketentuan se-
bagai berikut :
a. pembayaran beban sementara Rp. 5 juta
b. batas untuk penunjukan pemborong/rekanan dari golongan
ekonomi lemah setempat Rp. 20 juta.
c. Batas untuk pelelangan antara perusahaan setempat dengan
kelonggaran untuk golongan ekonomi lemah dari Rp. 50 juta
sampai dengan Rp.100 juta. Kelonggaran kepada pemborong/
rekanan golongan ekonomi lemah di atas harga penawaran
yang memenuhi syarat dari peserta pelelangan yang tidak
termasuk golongan ekonomi lemah adalah sebesar 10%. Ke -
tentuan ini disempurnakan dengan tambahan ketentuan yang
menyatakan bahwa pemborong/rekanan yang memperoleh peker -
jaan pemborongan/pembelian barang dengan kelonggaran 10%
tersebut harus melaksanakan sendiri dan dilarang menye -
rahkannya kepada pihak lain. Apabila ini dilanggar maka
kontrak dibatalkan dan kontraktor/rekanan dikeluarkan
dari daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah dari
"Daftar Rekanan yang Mampu" (DRM). Penyempurnaan lainnya
ialah apabila dalam pelelangan untuk pemborongan/pembeli-
an yang terpilih adalah pemborong/rekanan yang tidak ter -
masuk golongan ekonomi lemah, maka dalam kontrak ditetap -
kan kewajiban pemborong/rekanan tersebut untuk bekerja-
sama dengan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah se-

XXII/58
tempat antara lain sebagai sub-kontraktor atau leveran-
sir. Pemborong/rekanan diwajibkan pula untuk secara peri-
odik membuat laporan mengenai pelaksanaan ketentuan-
ketentuan di atas dan apabila ketentuan-ketentuan itu di-
langgar maka di samping kontrak akan batal,
pemborong/re
kanan yang bersangkutan dikeluarkan dari DRM.

Maksud dari peraturan tentang pelelangan untuk pemborong-


an/pembelian di atas yang berlaku pula bagi Pemerintah Daerah
maupun Badan Uaaha Milik Negara selain merupakan usaha
pem-
berian kesempatan yang lebih luas kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah juga sekaligus usaha mencegah
penyalahgunaan.

Dalam rangka usaha untuk membantu pemborong/rekanan


golongan ekonomi lemah diadakan ketentuan berkenaan dengan
kemungkinan pemborong/rekanan yang memperoleh kontrak pembo-
rongan pekerjaan/pembelian barang menggunakan kontrak terse-
but sebagai bahan untuk mendapatkan fasilitas pembayaran uang
muka dari nilai perjanjian dan/atau fasilitas kredit dari
bank Pemerintah untuk membiayai pelaksanaan kontrak tersebut.
Ketentuan ini telah dilengkapi dengan tatacara
berdasarkan
Surat-surat Keputusan Menteri Keuangan dan Direksi Bank Indo -
nesia.

Tentang kontrak "multi years", yaitu kontrak pelaksana-


an pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih
dari satu tahun anggaran, ketentuannya pun telah dilengkapi
dengan tatacara yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama
Departemen Keuangan dan Bappenas No.1.12/DJA/III.O/12/81 -
2484/IV/12/1981 tanggal 3 Desember 1981.

Mengenai prosedur pelelangan yang pada tahun 1981/82


terua disempurnakan sebagai kelanjutan dari penyempurnaan ta-
hun sebelumnya dapat dikemukakan tetap dipertahankannya asas
keharusan pelaksanaan pelelangan yang lebih terbuka dengan
pengumuman dan penjelasan kepada Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN) serta asosiasi anggota KADIN yang bersang-
kutan. Demikian pula ketentuan tempat diadakannya pelelangan
yang lebih jelas untuk nilai-nilai pelelangan dengan batas
tertentu di lokasi Kantor/Satuan Kerja/Proyek, di ibukota
Kabupaten/Kotamadya, di ibukota Propinsi, di Departemen/Lem-
baga dan kewenangan dari inatansi yang dapat memutuskannya.
Kemudian diperjelas ketentuan tentang pembentukan Panitia
Prakualifikasi di masing-masing Departemen/Lembaga untuk pe-
kerjaan pemborongan/pembelian di tingkat.Pusat dan di masing -
masing Daerah. Ketentuan lainnya ialah bahwa Gubernur Kepala
XXII/59
Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Ting-
kat II mengumumkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di
daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral maupun
proyek-proyek bantuan Inpres melalui KADIN Daerah. Ketentuan
lain ialah bahwa Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat
II dengan petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyusun
daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah
masing-masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan
dengan bekerjasama dengan KADIN Daerah. Mengenai hal ini te-
lah diadakan ketentuan baru, yaitu kewajiban Pemimpin proyek
untuk menggunakan daftar pemborong/rekanan golongan ekonomi
lemah dalam melaksanakan pemborongan/pembelian. Sebelum ada-
nya daftar tersebut Pemimpin Proyek menggunakan daftar pembo-
rong/rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun olehnya ber-
dasarkan hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II. Diadakan pula ketentuan baru yaitu keha-
rusan tercatatnya pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah
yang tercatat dalam DRM juga tercatat dalam Daftar Pemborong/
Rekanan Golongan Ekonomi Lemah.

Selanjutnya Lampiran I Keputusan Presiden No. 14A tahun


1980 telah pula mengalami penyempurnaan. Di antaranya yang
penting untuk dikemukakan ialah perubahan ketentuan tentang
penetapan calon pemenang pelelangan yang lebih dapat diper -
tanggungjawabkan yaitu penetapan tiga peserta yang telah me-
masukkan penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara
dalam arti penawaran secara teknis dan perhitungan harga yang
ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan serta penawaran ter-
sebut adalah yang terendah di antara penawaran-penawaran yang
memenuhi syarat. Juga diadakan perubahan tentang penunjukan
pemenang dengan ketentuan yang disempurnakan, yaitu jika ter-
hadap penetapan pelelangan diajukan sanggahan oleh peserta
pelelangan, maka penunjukan pemenang belum dapat dilakukan
selama jawaban atasan dari Pejabat yang berwenang menetapkan
pemenang atas sanggahan tersebut belum diterima oleh Kepala
Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Proyek.

Kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam


Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban
Aparatur Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikaai di
tingkat Daerah yang berisi petunjuk-petunjuk tentang tatacara
regiatrasi dan klasifikasi pekerjaan pemborongan, pengadaan
barang dan jasa serta jasa konsultan.

Penyempurnaan-penyempurnaan sebagaimana dikemukakan di


atas menunjukkan adanya pertalian pelaksanaan APBN dengan
usaha pemerataan, terutama pemerataan kesempatan berusaha,

XXII/60
pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan di
semua daerah, demikian pula lebih diperluas desentralisasi
kewenangan dan pedoman operasional yang lebih jelas.

4 . Pengendalian pelaksanaan proyek

Dalam Keputusan Presiden tentang Pelaksaan APBN pada


pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa tahun anggaran berlaku dari
tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Di-
lengkapi dengan pasal 68 ayat (4) yang menentukan bahwa Pe-
mimpin Proyek bertanggungjawab atas penyelesaian proyek tepat
pada waktunya maka secara jelas berarti bahwa dalam pelaksa-
naan proyek pemimpin Proyek berkewajiban untuk selalu berusa-
ha melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tahap-tahap baik
pelaksanaan fisik maupun pelaksanaan pembiayaan sebagaimana
telah dituangkan dalam Petunjuk Operasional (PO) berdasarkan
DIP dari proyek bersangkutan. Namun demikian tidak jarang
terjadi bahwa dalam pelaksanaan timbul hal-hal yang semula
tidak diduga yang menghambat kelancaran pelaksanaan.

Sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan yang di-


kaitkan dengan pelaporan agar pelaksanaan proyek dapat di -
ikuti, dinilai dan diidentifikasi masalah-masalahnya guna di-
adakan tindak lanjut berupa tindakan korektif atau pemecahan
secepatnya, didasarkan pada pasal 75 serta Lampiran II Keputusan
Presiden No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Kepu-
tusan Presiden No. 18 tahun 1981. Isi pasal dan Lampiran
tersebut menentukan kewajiban Pemimpin Proyek serta Badan Pe -
rencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I untuk menyampaikan la -
poran triwulan mengenai proyek yang bersangkutan, baik dari
DIP tahun bersangkutan maupun DIP SIAP. Laporan triwulan ter-
sebut disampaikan kepada Menteri/Ketua Lembaga bersangkutan,
Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua
Bappenas, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan untuk
perhatian ketua Bappeda Tingkat I, Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup serta Inspektur Jenderal De -
partemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga bersangkutan,
selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya triwulan ber-
sangkutan.

Pelaporan pelaksanaan proyek yang memberikan data dan in-


formasi faktual tentang status perkembangannya dituangkan dalam
suatu formulir yang berisi data umum, data keuangan,
tolok ukur dan sasaran usaha, persentase realisasi pencapaian
sasaran-sasaran fisik/pembiayaan/fungsional proyek, masalah-
masalah yang dijumpai, tindak lanjut yang diperlukan dan
catatan-catatan lain dari pelapor. Y a n g t e r p e n t i n g d a l a m
XXII/61
laporan itu ialah dimuatnya kemajuan pelaksanaan mengenai
realisasi jenis pengeluaran serta perincian kegiatan yang
telah dilakukan dalam triwulan bersangkutan.

Demikian pula terdapat ketentuan bahwa Gubernur Kepala


Daerah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan pelak-
sanaan proyek-proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan
laporan dari Pemimpin Proyek dan Bappeda Tingkat I maupun
dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan
pertemuan berkala dengan para Pemimpin/Bendaharawan Proyek
dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran/Kepala
KPN dalam wilayahnya serta selanjutnya melaporkan secara ber-kala
ataupun insidentil. Laporan pengawasan oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I disampaikan kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri, kepada Departemen/Lembaga bersangkutan, Menteri
Keuangan, Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas dan
Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran Pembangunan yang
sebagian terbesar digunakan untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan dilaporkan secara berkala oleh Menteri Keuangan
dan Menteri Koordinator Bidang EKUIN/Ketua Bappenas kepada
Presiden dan Wakil Presiden.

Perlu pula dikemukakan bahwa untuk kelancaran proses pe-


ngendalian maka baik bagi Pemimpin Proyek maupun pejabat-
pejabat yang terlibat dalam proses tersebut telah tersusun
Buku Pedoman dan Petunjuk Pelaporan yang dilengkapi dengan
Daftar Klasifikasi dan Kode Masalah.

Dalam perkembangan pelaksanaan sistem pengendalian secara


nasional masalah-masalah yang dialami dalam pelaksanaan
proyek-proyek pada tahun 1981/82 ialah masalah-masalah yang
berhubungan dengan DIP sebanyak 13,42%, masalah kelembagaan
dan peraturan sebanyak 12,26%, masalah penelitian perencanaan
dan teknik pelaksanaan sebanyak 10,06%, masalah peralatan dan
mesin sebanyak 9,62% dan masalah yang berhubungan dengan
tanah sebanyak 9,07%. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan di -
bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sekalipun disadari
bahwa masalah-masalah itu masih cukup banyak yang belum dapat
diselesaikan.

Di samping sistem pengendalian secara nasional terdapat


pula berbagai kegiatan pelaporan yang sistemnya dikembangkan
oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam usaha pengendali-
an program atau proyek yang menjadi tanggungjawabnya .

XXII/62
Pelaporan lain yang perlu dikemukakan ialah laporan
bulanan dalam bentuk Surat Pertangungjawaban Pelaksanaan Ang-
garan Pembangunan (SPJP) yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek
selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan kepada Direktur
Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang
membawahkan proyek bersangkutan dengan tembusan kepada Ins-
pektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lem-
baga bersangkutan dan kepada Kepala KPN setempat. Demikian
pula laporan keadaan kas anggaran pembangunan (LKKP) yang di-
kirimkan oleh Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada
tanggal 10 tiap bulan kepada KPN merupakan unsur dari sistem
pengendalian proyek.

Tujuan dari kesemua pelaporan tersebut di atas dalam


rangka pengendalian pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
ialah agar pelaksanaan proyek terselenggara secara lebih baik
sehingga tercapai tujuannya sesuai dengan jadwal waktu dan
rencana yang telah ditetapkan.

5. Pengawasan Keuangan Negara

Tahun ketiga Repelita III ditandai dengan pelaksanaan


APBN 1981/82 yang volumenya meningkat cukup besar dari tahun
anggaran sebelumnya. Ini berarti bahwa pengeluaran Peme -
rintah, baik untuk keperluan rutin maupun untuk pembangunan,
semakin besar dan oleh karenanya memerlukan pengarahan seefi-
sien dan seefektif mungkin. Dalam rangka ini peranan penga-
wasan adalah sangat penting sehingga perlu selalu ditingkat -
kan mutu dan dayagunanya. Demikian pula peningkatan pemba-
ngunan yang cepat pada tahun-tahun terakhir ini menimbulkan
tuntutan yang lebih tinggi terhadap aparat pengawasan.

Berhubung dengan itu sejalan dengan penyempurnaan-


penyempurnaan pedoman dan prosedur pelaksanaan APBN secara
terus menerus diusahakan pula pelbagai penyempurnaan penga-
wasan atas pengelolaan keuangan Negara. Penyempurnaan dilaku-
kan antara lain dengan penyempurnaan sistem koordinasi penga -
wasan di tingkat Pusat maupun Daerah, penataran aparat penga -
was seluruh Departemen/Lembaga dan berbagai mekanisme untuk
mendorong tindak lanjut dari hasil pengawasan. Secara menye -
luruh penyempurnaan itu ditujukan kepada pengawasan fungsi -
onal dan pengawasan atasan langsung.

Dalam pada itu berhubung dengan pengalihan bobot tanggung


jawab yang lebih besar pada Departemen/Lembaga dalam pelaksa-
naan pengawasan pembangunan maka pengawasan dewasa ini bukan

XXII/63
hanya terbatas pada segi keuangan saja, melainkan juga men-
cakup pengawasan atas segi-segi lain dari kegiatan management
yang meliputi antara lain apakah pimpinan telah mendapatkan
informasi yang cukup sebagai bahan untuk memilih alternatif-
alternatif keputusan, apakah pelaksanaan telah dilakukan
dengan efisien, apakah hasil atau manfaat yang diinginkan
dari program telah dicapai secara efektif, dan sebagainya.
Kebutuhan akan laporan hasil-hasil pemeriksaan yang memuat
data-data di atas telah mendorong pengembangan dan peningkat-
an tatacara dan tatalaksana pengawasan dari bidang "financial
audit" ke jurusan yang lebih luas, yaitu "management audit"
baik untuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas
intern Departemen/Lembaga, ialah Inspektorat Jenderal, maupun
pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas ekstern di
luar Departemen/Lembaga seperti Direktorat Jenderal Penga-
wasan Keuangan Negara (DJPKN) dan Inspektorat Jenderal Pem-
bangunan (Irjenbang). Dengan management audit ini pengawasan
akan menjadi lebih berguna bagi Pemerintah maupun bagi pim-
pinan Departemen/lembaga sendiri sehingga akan lebih membantu
pimpinan Departemen/Lembaga dalam mensukseskan pelaksanaan
pembangunan.

Dalam rangka pengembangan pengawasan ke arah yang lebih


luas ini telah dilakukan penataran-penataran management audit
terhadap tenaga-tenaga pengawas di DJPKN, baik di Pusat mau-
pun di Kantor-kantor Perwakilan di Daerah. Demikian pula
buku-buku pedoman dewasa ini sedang dipersiapkan. Direncana-
kan pula penataran management audit ini akan dilakukan ter-
hadap aparat-aparat pengawas intern Departemen/Lembaga dan
aparat-aparat pengawas Daerah.

Sementara itu pada tahun 1981/82 oleh DJPKN telah dilaku-


kan disamping pengawasan finansial juga pengawasan bidang
management audit terhadap proyek-proyek yang menyangkut ke-
pentingan masyarakat banyak seperti program transmigrasi,
termasuk pemukiman daerah transmigrasi, peningkatan produksi
tanaman pangan, pembangunan jaringan irigasi, pengembangan
daerah rawa, pembangunan/rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan
jembatan, dan sebagainya. Untuk pembangunan Daerah pengawasan
bidang management audit ditujukan kepada proyek-proyek ban-
tuan Inpres seperti pembangunan Sekolah Dasar, sarana kese-
hatan serta penghijauan dan reboisasi.

Peningkatan kegiatan pengawasan selalu diusahakan agar


dapat mengimbangi peningkatan kegiatan dan peningkatan jumlah
anggaran. Karena itu jumlah proyek yang diperiksa dari tahun
ke tahun terus meningkat. Perkembangan banyaknya pemeriksaan

XXII/64
khusus terhadap proyek-proyek Repelita, Non Inpres, Inpres
dan Badan Usaha Negara sejak tahun 1979/80 sampai dengan
1981/82 dapat dilihat pada Tabel XXII - 10.

Dalam pada itu kerjasama perangkat pengawasan, baik di Pusat


maupun Daerah, terus-menerus ditingkatkan untuk menca-
pai koordinasi atas rencana operasi pengawasan masing-masing,
keseragaman mengenai sasaran pemeriksaan, cara memeriksa,
cara pelaporan, bentuk laporan dan keseragaman istilah yang
dipergunakan. Untuk memperlancar pembinaan pelaksanaan penga-
wasan maka berdasarkan tugas yang diberikan oleh Presiden,
tugas koordinasi dilakukan oleh Wakil Presiden dengan dibantu
oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup. Koordinasi pengendalian dan pengawasan pembangunan di
Daerah Tingkat I diatur dengan Keputusan Presiden No. 20 ta-
hun 1981 yang melibatkan Bappeda, Inspektorat Wilayah Propin-
si, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran, Kantor Wila-
yah Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan Kantor
Cabang Bank Indonesia. Koordinasi melalui Keputusan Presiden
No. 20 tahun 1981 itu dimaksudkan untuk menciptakan mekanisme
penyelesaian masalah di tingkat Daerah yang dapat menghambat
pelaksanaan pembangunan.

Pada umumnya pemeriksaan dapat dibedakan antara pemerik-


saan rutin, yaitu pemeriksaan yang dilakukan sehari-hari, dan
pemeriksaan serentak yang dilakukan pada akhir tahun anggaran
terhadap proyek-proyek Repelita dan proyek-proyek pembangunan
Daerah Tingkat I. Sasaran pemeriksaan yang dilakukan secara
serentak adalah mengenai organisasi dan administrasi proyek,
pembiayaan proyek, prosedur dan pelaksanaan pekerjaan sehing -
ga hasilnya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh me -
ngenai pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dan diharapkan
menjadi bahan untuk perbaikan berbagai ketentuan yang dipan -
dang sudah tidak sesuai lagi untuk dipakai sebagai pedoman.
Hasil pemeriksaan dalam tahun pertama sampai dengan tahun
ketiga Repelita III dapat dilihat dalam Tabel XXII - 11.

Dari tabel itu dapat dilihat beberapa perkembangan pen -


ting, yaitu proyek yang diperiksa dari tahun ke tahun makin
meningkat jumlahnya, dan bahkan makin mendekati jumlah se-
luruh proyek. Dengan demikian jelas bahwa walaupun jumlah
proyek makin bertambah banyak sesuai dengan peningkatan ang-
garan pembangunan, kegiatan pemeriksaan senantiasa dapat me-
ngikutinya.

Kecuali kemajuan-kemajuan tersebut tampak pula kemajuan di


dalam disiplin para pelaksana proyek yang ternyata dari

XXII/65
TABEL XXII – 10
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN*)
TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA DAN BADAN USAHA NEGARA,
1978/79 – 1981/82

*) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara

XXII/66
TABEL XXII – 11
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN1) TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA,
1978/79 – 1981/82

1) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara


2) Mulai tahun anggaran 1979/80, DIP berfungsi sebagai SKO

XXII/67
berkurangnya berita acara yang tidak benar dan realisasi
fisik yang tidak sesuai dengan DIP.

Di samping pemeriksaan terhadap pelaksanaan APBN, peme-


riksaan dilakukan pula terhadap badan-badan usaha milik Ne-gara
yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan dan
Perusahaan-perusahaan Negara yang didirikan dengan undang-
undang tersendiri, seperti Pertamina d a n B a n k -bank
milik Pemerintah. Terhadap Badan Usaha Milik Negara ini pada
umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan perkiraan
rugi-laba yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat
dipergunakan untuk menilai kemajuan dan ketertiban adminis-
trasi Badan Usaha Milik Negara bersangkutan. Pernyataan layak
atas laporan keuangan dari tahun ke tahun yang terus mening-
kat menunjukkan keadaan administrasi perusahaan yang semakin
bertambah baik. Khusus mengenai pengawasan terhadap Pertamina
pemeriksaan menjadi lebih penting aehubungan dengan perkem-
bangan harga BBM. Salah satu segi dalam pengawasan tersebut
ialah pemeriksaan atas kewajaran biaya-biaya BBM termasuk pe-
nerapan sistem perhitungan biaya pokok BBM yang telah dite-
tapkan. Segi penting lainnya ialah pemeriksaan terhadap
usaha-usaha Pertamina dalam segi pertanggungjawaban dalam ad-
ministrasi perusahaan serta penertiban atas anak-anak per-
usahaan/patungan.

Mengenai pertanggungjawaban administrasi ini Departemen


Keuangan telah merencanakan untuk melakukan studi mengenai
modernisasi akuntansi dan auditing pemerintahan di bawah pem-
binaan dan pengendalian Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan
Negara dengan menyertakan unsur-unsur Departemen/lembaga.

Selanjutnya dalam rangka usaha mengembangkan pengetahuan


pengawasan maka dalam tahun anggaran 1981/82 telah diseleng-
garakan serangkaian lokakarya/sarasehan (sebanyak 7 kali)
yang diikuti oleh 168 pejabat pengawasan eselon II dan III
dari seluruh Departemen/Lembaga. Perincian jumlah dan tingkat
peserta dari lokakarya tersebut dapat dilihat pada Tabel
XXII - 12.

Penyelenggaraan lokakarya tersebut dimaksudkan untuk men -


capai beberapa hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pening -
katan kemampuan aparat pengawasan pembangunan. Isi pembahasan
dalam lokakarya menyangkut dasar-dasar pengawasan menurut bi -
dangnya masing-masing, organisasi dan perangkat pengawasan,
anatomi penyimpangan pelaksanaan pembangunan, teknik-teknik
deteksi, pendalaman dan investigasi, pengolahan/an a l i s a dan

XXII/68
tindak lanjut hasil pengawasan serta masalah-masalah lain
yang meliputi konflik kepentingan, pengawasan terhadap pe-
ngawas, retaliasi dan sebagainya.

Dengan peningkatan kemampuan aparatur pengawasan dan di -


tunjang dengan berbagai penyempurnaan di bidang pengawasan,
diharapkan pengelolaan keuangan Negara terselenggara lebih
baik dalam mencapai sasaran pembangunan yang telah ditentukan.

XXII/69

XXII/69

Anda mungkin juga menyukai