Anda di halaman 1dari 16

1

ANALISIS PENGARUH NILAI KURS, TINGKAT INFLASI,


DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP DANA PIHAK KETIGA
PADA BANK DEVISA DI INDONESIA
(Periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008)

Aldrin Wibowo
Susi Suhendra

Universitas Gunadarma
susys@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi atau tidak antara
masing-masing variabel nilai Kurs, tingkat Inflasi, dan tingkat Suku Bunga dengan
Dana Pihak Ketiga, kemudian menemukan bukti empiris pengaruh variabel nilai Kurs,
tingkat Inflasi dan tingkat Suku Bunga terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga pada Bank
Devisa di Indonesia. Seberapa besar pengaruh variabel nilai Kurs, tingkat Inflasi dan
tingkat Suku Bunga terhadap jumlah Dana Nasabah pada Bank Devisa di Indonesia.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan
yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Data-data yang dipergunakan adalah Nilai
Kurs Rupiah terhadap Dolar rata-rata triwulanan, tingkat Inflasi rata-rata triwulanan,
tingkat Suku Bunga SBI rata-rata triwulanan dan jumlah Dana Pihak Ketiga rata-rata
triwulanan. Metode analisis datanya dengan menggunakan regresi berganda. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengaruh variabel independent
terhadap jumlah DPK pada Bank Devisa di Indonesia selama periode Triwulan I 2003 –
Triwulan III 2008 adalah lemah. Berdasarkan nilai R Square pada pengujian Durbin
Watson, variabel DPK dapat dijelaskan oleh variabel Nilai Kurs, Inflasi dan Suku
Bunga SBI sebesar 19,2%. Pada pengujian Regresi Berganda, variabel Nilai Kurs dan
Inflasi memiliki pengaruh searah (positif). Sedangkan Suku Bunga SBI memiliki
pengaruh berlawanan arah (negatif).

Kata Kunci : Nilai Kurs, Tingkat Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Pada awal tahun 1997 nilai kurs Rupiah masih bergerak antara Rp 4.000,- sampai
dengan Rp 5.000,- per Dolar Amerika Serikat (USD). Namun karena situasi krisis
ekonomi yang melanda dunia menyebabkan nilai kurs Rupiah terhadap USD terus
melemah. Pada tanggal 1 Nopember 1997, pemerintah secara resmi melikuidasi 16 bank
swasta nasional yang dipandang tidak sehat. Dari sinilah krisis perbankan yang
meluluhlantahkan industri perbankan nasional bermula. Pada tanggal 18 januari 1998
Rupiah mencapai puncak kejatuhannya dengan menembus angka Rp 16.000,- per USD
(Bank Indonesia, 1998).
2

Kenaikan harga barang secara keseluruhan yang sering kita sebut sebagai inflasi
memiliki dampak yang kuat terhadap perekonomian. Kenaikan harga barang dapat
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya jumlah uang yang beredar di masyarakat
cukup banyak, kelangkaan sumber daya yang akan menyebabkan naiknya impor barang
tersebut, dan masih banyak lagi sebab yang lainnya. Kebijakan pemerintah di dalam
mengendalikan inflasi diantaranya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar,
diantaranya menaikkan tingkat suku bunga.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia pada bulan September 2008, jumlah bank
umum yang beroperasi di Indonesia tercatat sebanyak 132 bank yang terdiri dari 5 bank
Persero, 34 Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) devisa, 37 bank umum swasta non-
devisa, 26 BPD, 19 bank campuran, dan 11 bank asing. Peningkatan kinerja perbankan
juga ditandai dengan semakin banyaknya bank yang telah Go Public, diantaranya
terdapat 2 bank Persero, 23 bank umum devisa, 1 bank umum non devisa dan 12 bank
campuran.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menemukan bukti ada atau tidaknya korelasi di antara masing-masing
variabel independent.
2. Menemukan bukti empiris adanya pengaruh variabel nilai kurs Rupiah
terhadap USD, inflasi dan suku bunga SBI terhadap jumlah DPK terbesar pada
10 Bank Devisa di Indonesia.
3. Menyelidiki seberapa besar pengaruh variabel nilai kurs Rupiah terhadap
USD, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah DPK
terbesar pada 10 Bank Devisa di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Nilai Tukar Mata Uang


Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar
mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan
konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang pada
gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang dari
perusahaan tersebut. Ekuitas yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan, dapat
mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui mekanisme permintaan uang berdasarkan
model penentuan nilai tukar oleh ahli moneter (Gavin, 1989).
Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam
menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum
tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka
laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank
Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti
hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar. Untuk mengurangi tekanan terhadap
Rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar
valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar
diperkenankan berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta
asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera
melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula.
3

Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori
kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing
terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara
permintaan uang dengan penawaran uang (jumlah uang beredar) (Mussa, 1976).
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh
variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan,
dan variabel perubahan harga. Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena
dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner
dagang yang dominan di Indonesia. Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep
Purchasing Power Parity (PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan
neraca pembayaran (balance of payment theory).

Teori Inflasi
Menurut A.P. Lehner inflasi adalah keadaan terjadi kelebihan permintaan (Excess
Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan (Anton H
Gunawan, 1991). Sementara itu Ackley mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan
harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum. Menurut Boediono (1995)
inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-
menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali
apabila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar
dari barang-barang lain. Inflasi diakibatkan oleh :
a. Demand-pull Inflation.
Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total (agregat demand), sedangkan
produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir
mendekati kesempatan kerja penuh.
b. Cost-Push Inflation
Cost plus inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi
inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya
penurunan dalam penawaran total (aggregate supplay) sebagai akibat kenaikan
biaya produksi.
Menurut Keynes terjadinya inflasi disebabkan oleh permintaan agregat sedangkan
permintaan agregat ini tidak hanya karena ekspansi bank sentral, namun dapat pula
disebabkan oleh pengeluaran investasi baik oleh pemerintah, maupun oleh swasta dan
pengeluaran konsumsi pemerintah yang melebihi penerimaan (defisit anggaran belanja
negara) dalam kondisi full employment.

Teori Suku Bunga


Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman
atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan
membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan.
Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan
masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat bunga ditentukan oleh interaksi
permintaan dan penawaran (Suhaedi, 2000).
Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga,
ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat banyak
4

sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan


menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian suku bunga yang tinggi
diharapkan berkurangnya jumlah uang yang beredar sehingga permintaan agregatpun
akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi.

Pengertian Dana Pihak Ketiga


Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada
bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, tabungan, simpanan
berjangka dan sertifikat deposito dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.

Sumber Penghimpun Dana


Pertama Dana Sendiri, usaha bank, proprosi dana sendiri ini relatif kecil apabila
dibandingkan dengan total dana yang dihimpun ataupun total aktivanya, namun dana
sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu
pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dari bank
sentral yang mengatur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan
total Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992,
bank umum dapat melakukan mobilisasi dana dengan cara melakukan emisi saham dan
obligasi melalui bursa efek di Indonesia.
Kedua Dana dari Deposan atau simpanan Dana Pihak Ketiga adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana.
Pada dasarnya sumber dana dari masyarakat dapat berupa Rekening giro (checking
account), Tabungan dan Deposito berjangka.

Definisi Bank
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.

Definisi Bank Devisa


Bank Devisa adalah bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia
untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. (Peraturan Bank
Indonesia, Nomor 6/15/PBI/2004). Bank Devisa adalah merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing
secara menyeluruh.

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian
Subyek penelitian, yaitu semua individu yang hendak dikenai generalisasi dari
sampel-sampel yang diambil dalam suatu penelitian. Dari batasan di atas maka populasi
penelitian adalah semua data tentang Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Devisa di
5

Indonesia, data tersebut diambil dari website resmi Bank Indonesia, yaitu www.bi.go.id
selama periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008.

Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang akan diteliti ialah variable-variabel yang bersifat
independent yang mempengaruhi Dana Pihak Ketiga pada Bank Devisa di Indonesia,
yaitu :
1. Tingkat Inflasi
2. Nilai Kurs Rupiah terhadap USD
3. Tingkat Suku Bunga SBI

Populasi Dan Sampel Penelitian


Populasi adalah yang diminati dalam penelitian, atau kelompok yang akan
dikenakan atau diterapi hasil dari penelitiannya. Sedang sampel adalah bagian dari
populasi yang mewakili pupulasinya. Adapun cara penyampelannya adalah dengan
metode random sampling (mengambil secara acak), karena setiap populasi derajat dan
kulalifikasinya sama atau setara atau homogin, jadi setiap anggota atau subyek-subyek
atau elemen-elemen dalam populasi itu memiliki peluang atau kesempatan yang sama
untuk disampel.
Pengamatan populasi dan sampel dilakukan setiap akhir bulan selama periode
Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang meliputi data Nilai Kurs Rupiah terhadap USD, Inflasi, dan Suku
Bunga SBI triwulanan serta DPK terbesar pada 10 Bank Devisa di Indonesia.

Metode Analisa Data


Dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, melalui
metode ini peneliti berusaha menemukan bentuk atau pola hubungan antara variabel
dependen dengan lebih dari satu variabel independent.

Persamaan garis regresi dalam penelitian adalah :


Yi = βo + β1x1
Keterangan : + β2x2 + β3x3

Y = DPK
βo β1 β2 β3 = Harga Statistik sebagai penaksir parameter
x1 = Tingkat Inflasi
x2 = Nilai Kurs Rupiah terhadap USD
x3 = Tingkat Suku Bunga SBI

Sehingga persamaannya menjadi :


DPK = βo:+ β1 Inflasi + β2 Kurs Rupiah terhadap USD + β3 Suku Bunga SBI
Keterangan

DPK = Dana Pihak Ketiga


Inflasi = Kenaikan dari harga barang dan jasa secara umum yang
berlangsung terus-menerus
Kurs = Harga uang asing dalam satuan mata uang domestik
Suku Bunga SBI = Keuntungan dari dana modal yang di simpan atau di investasikan
6

Dalam melaksanakan analisis regresi linier berganda perlu dilakukan terlebih


dahulu pengujian 4 asumsi klasik yang dianggap penting, yaitu data yang digunakan
adalah terdistribusi normal, tidak terdapat multikoloniaritas antar variabel bebas, tidak
terjadi autokorelasi, dan tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji Kenormalan Data


Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat
dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Untuk mengujinya dapat
dilakukan dengan menggunakan analisis grafik plot, jika data menyebar di sekitar garis
diagonal menunjukkan model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Uji Multikolinearitas
Mutikolinearitas adalah keadaan suatu variabel-variabel independent dalam
persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu dengan sama lain.
Jika terdapat multikolineritas sempurna akan berakibat koefisien regresi tidak dapat
ditentukan, serta standar deviasi akan menjadi tidak terhingga meskipun terhingga
memiliki standar deviasi yang besar. Hal ini mengakibatkan populasi dari koefisien
tidak dapat diinterpretasikan secara tepat.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi
dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel bebas dan perhitungan nilai
tolerance lebih dari 10% dan nilai VIF di bawah 10 maka tidak terjadi multikolinearitas
antar variabel bebas dalam model regresi.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah menguji hubungan yang terjadi di antar anggota-anggota
dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (Alhusin: 2003).
Untuk mendeteksi autokorelasi yang paling sering dilakukan adalah uji Durbin Watson
(Uji d). Ketentuan Durbin – Watson adalah sebagai berikut :
1. Nilai dw < dl , terdapat korelasi positif
2. Nilai dl ≤ dw ≤ du, tidak ada kesimpulan
3. Nilai du ≤ dw ≤ 4 - du, kesimpulannya tidak terjadi autokorelasi
4. Nilai 4 - du ≤ dw ≤ 4 - du, kesimpulannya tidak ada kesimpulan
5. Nilai dw > 4 - du, kesimpulannya terjadi autokorelasi

Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas biasa ditemukan pada data Cross-sectional yaitu
pengamatan yang dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang sama. Uji
heterokedastisitas yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
grafik. Prinsip model ini adalah memeriksa pola residual terhadap tafsiran Y.
Heterokedastisitas terjadi apabila varians tidak konstan, sehingga seakan-akan terdapat
beberapa kelompok data yang memiliki besaran error yang berbeda, dan membentuk
suatu pola. Heterokedastisitas akan terdeteksi apabila plot membentuk pola yang
sistematis.
Setelah melakukan pengujian ada tidaknya ketiga masalah dalam persamaan
regresilinier berganda dan didapat bahwa persamaan tersebut bebas dari semua masalah
tersebut maka pengujian selanjutnya untuk menunjukkan bahwa model regresi berganda
7

yang dibuat bagus dan terdapat korelasi variabel bebas yang signifikan baik secara
individu maupun terhadap variabel terikat adalah sebagai berikut :
1. Uji parsial koefisien regresi dengan menggunakan t-test untuk menguji
signifikan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat
dengan menggunakan α = 5% (2 tailed).
2. Uji signifikansi keseluruhan koefisien bebas secara bersama-sama terhadap
variabel terikat dengan menggunakan F-test 2 dikatakan bahwa secara
keseluruhan variabel bebas signifikan dipengaruhi variabel terikat.
3. Koefisien determinasi (R²)
Koefisien determinan mengukur goodness of fit persamaan regresi yaitu
memberikan persentase variabel total dari variabel terikat yang dijelaskan oleh
variabel bebas. Nilai koefisien determinan terletak diantara 0 sampai dengan 1.
nilai R² = 1 berarti bahwa garis regresi yang terjadi menjelaskan 100% variasi
terikat. Jika nilai R² = 0, berarti model yang terjadi tidak dapat menjelaskan
sedikitpun garis-garis regresi yang terjadi. Baik tidaknya suatu model bukan
semata-mata ditentukan oleh R² yang tinggi, akan tetapi harus lebih
memperhatikan relevansi logis atau teoristis dari varibel bebas dengan variabel
terikat secara statistik.

Pengujian Hipotesis
Adapun pengujian hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh variabel Inflasi terhadap DPK
Ho : ß1 = 0 (Variabel Inflasi tidak berpengaruh terhadap DPK)
H1 : ß1 ≠ 0 (Varibel Inflasi berpengaruh terhadap DPK)

2. Pengaruh variabel Kurs Rupiah terhadap USD terhadap DPK


Ho : ß2 = 0 (Variabel Kurs Rupiah terhadap USD tidak berpengaruh
terhadap DPK)
H1 : ß2 ≠ 0 (Varibel Kurs Rupiah terhadap USD berpengaruh terhadap DPK)

3. Pengaruh variabel Tingkat Suku Bunga SBI terhadap DPK


Ho : ß3 = 0 (Variabel Tingkat Suku Bunga SBI tidak berpengaruh terhadap
DPK)
H1 : ß3 ≠ 0 (Variabel Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap DPK)

Uji Korelasi dan Regresi.


Uji korelasi digunakan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi itu berlaku
untuk populasi (dapat digeneralisasi).
Uji Regresi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabelnya
berpengaruh signifikan terhadap variabel independen secara partial berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependent.
8

HASIL PENGOLAHAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Normalitas pada 10 Bank Devisa terbesar di Indonesia

Berikut diagram normalitasnya:

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: DPK


1.0

0.8
Expected Cum Prob

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob

Gambar 1
Diagram Scatter Plot Normalits DPK pada 10 Bank Devisa.

Dengan melihat Gambar 1 di atas maka dapat disimpulkan bahwa uji normalitas
terpenuhi, karena titik-titik plot berada di sekitar garis diagonal.

Hasil Uji Multikolinearitas pada 10 Bank Devisa

Tabel 1
Hasil Uji Multikolinearitas DPK pada 10 Bank Devisa
periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008
Coefficients
Unstandardized Standardized Collinearity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 19598663,32 425896390 0,046 0,964
INFLASI 7330481,864 6950466,18 0,369 1,055 0,305 0,347 2,88
KURS 47382,476 45235,483 0,253 1,047 0,308 0,729 1,37
SBI -
-15606280,4 13125172,2 -0,375 1,189 0,249 0,427 2,34
Sumber: data diolah penulis

Berdasarkan tabel di atas DPK pada 10 Bank Devisa menunjukkan bahwa tidak
ada variabel yang memiliki tolerance kurang dari 10% yang berarti tidak ada korelasi
9

antar variabel. Hasil perhitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) juga
menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF
lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
bebas dalam model tersebut.

Hasil Uji Autokorelasi pada 10 Bank Devisa

Tabel 2
Dependent Variabel DPK pada 10 Bank Devisa
Model Summary
R Adjusted Std. Error of Durbin-
Model R Square R Square the Estimate Watson

1 0,438(a) 0,192 0,064 73875322,67 0,124


Sumber: data diolah penulis

Nilai Durbin - Watson sebesar 0,124 sedangkan dari tabel D-W (α 0,05 : n : 23 )
nilai terdekat dalam tabel; k : 3 ) diperoleh dL : 1,078. dU : 1,660. Karena nilai DW <
dU (0,124 < 1,660), maka dapat dikatakan bahwa terjadi autokorelasi. dari tabel di atas
juga dapat diketahui koefisien determinasi R Square adalah 19,2%. Hal ini
menunjukkan variabel DPK dapat dijelaskan oleh variabel SBI, Inflasi, Kurs sebesar
19,2% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Hasil Uji Heterokedastisitas pada 10 Bank Devisa

Scatterplot

Dependent Variable: DPK


R e g r e s s io n S ta n d a r d iz e d P r e d ic te d V a lu e

-1

-2

-1 0 1 2
Regression Studentized Residual

Gambar 2
Diagram Scatter Plot pada DPK Pada 10 Bank Devisa
periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008

Dari grafik scatter plot pada DPK Pada Bank UOB Buana periode Triwulan I 2003
– Triwulan III 2008 tampak titik-titik tidak membentuk suatu pola tertentu. Diagram
pencar di atas ternyata tidak membentuk pola tertentu. Dengan demikian dapat diambil
10

kesimpulan bahwa regresi tidak mengalami gangguan heterokedastisitas sehingga model


regresi tersebut layak digunakan untuk memprediksi DPK berdasarkan input dari
variabel bebas yaitu Inflasi, Kurs Rupiah terhadap USD, Tingkat Suku Bunga SBI.

Hasil Uji Korelasi dan Regresi


Tabel 3
Hasil Uji Korelasi dan Regresi
Correlations
DPK INFLASI KURS SBI
Pearson DPK 1 0,21 0,359 -0,062
Correlation INFLASI 0,21 1 0,459 0,733
KURS 0,359 0,459 1 0,169
SBI -
0,062 0,733 0,169 1
Sig. (2-tailed) DPK . 0,168 0,046 0,390
INFLASI 0,168 . 0,014 0
KURS 0,046 0,014 . 0,22
SBI 0,390 0 0,22 .
N DPK 23 23 23 23
INFLASI 23 23 23 23
KURS 23 23 23 23
SBI 23 23 23 23
Sumber: data diolah penulis

Analisis korelasi dari hasil output SPSS adalah sebagai berikut:


1. Koefisien korelasi Inflasi dengan DPK adalah sebesar 0,168 Berarti keeratan
korelasi antara variabel Inflasi dengan DPK. Nilai p-value pada kolom sig (2-
tailed) 0,168 > 0,05 level of significant (α) berarti Ha ditolak dan Ho diterima.
Artinya, Inflasi tidak berkorelasi dengan DPK.
2. Koefisien korelasi Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika dengan DPK adalah
sebesar 0,046. Berarti keeratan korelasi antara variabel Inflasi dengan DPK kuat.
Nilai p-value pada kolom sig (2-tiled) 0,046 < 0,05 level of significant (α)
berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya, Kurs berkorelasi dengan DPK.
3. Koefisien korelasi Tingkat Suku Bunga SBI dengan DPK adalah sebesar 0,39.
Berarti keeratan korelasi antara variabel Inflasi dengan DPK kuat. Nilai p-value
pada kolom sig (2-tiled) 0,39 > 0,05 level of significant (α) berarti Ha ditolak
dan Ho diterima. Artinya, Tingkat Suku Bunga SBI tidak berkorelasi dengan
DPK.
11

Hasil Uji Hipotesis

Ha ditolak Ha ditolak
Ho diterima

- 2.093 0 2,093
Gambar 3
Hasil Uji Hipotesis pada 10 Bank Devisa
periode Triwulan I 2003 – Triwulan II 2008

Pengujian X1 terhadap Y:
1. Hipotesis :
Ho : tidak terdapat pengaruh X1 terhadap Y
Ha : terdapat pengaruh X1 terhadap Y
2. Ketentuan (berdasarkan DPK)
Ho : ditolak, jika probabilitas < 0,05
Ha : diterima, jika probabilitas < 0,05
3. Kesimpulan

Tabel 4
Hasil Uji t pada 10 Bank Devisa
Variabel t hitung t tabel Sig. Kesimpulan
(Constant) 0,046 2,093 0,964 Tidak Signifikan
Inflasi 1,055 2,093 0,305 Tidak Signifikan
Kurs 1,047 2,093 0,308 Tidak Signifikan
SBI -1,189 2,093 0,249 Tidak Signifikan
Sumber: data diolah penulis

Harga t untuk variabel Inflasi adalah 1,055 dengan probabilitas / signifikan 0,305,
probabilitas 0,305 > 0,05 Ho diterima, tidak ada pengaruh X1 (Inflasi) terhadap (Y)
DPK. Pengujian X2 dan X3 terhadap Y sama pengujiannya seperti di atas. Dan
kesimpulannya dapat dilihat pada tabel 4 di atas.
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa secara partial seluruh variabel
independent (Inflasi, Kurs, SBI) berpengaruh lemah / tidak signifikan terhadap DPK.
Sedangkan untuk uji model regresi berganda yaitu Yi = βo + β1x1 + β2x2 + β3x3,
signifikan / probabilitas > 0,05 atau berpengaruh lemah secara signifikan. Seperti tabel
5 di bawah ini :
12

Tabel 5
Tabel Anova DPK pada 10 Bank Devisa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 24582310183379770,00 3 8194103394459920,00 1,501 0,246(a)
Residual 103693702704993300,00 19 5457563300262800,00
Total 128276012888373100,00 22
Sumber: data diolah penulis

Berdasarkan output dari tabel ANOVA di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung
sebesar 1,501 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,246. Adapun apabila kita lihat
nilai F tabel dengan taraf nyata sebesar 5% akan menghasilkan F3;19;0,05 = 3,127 (lihat
tabel nilai statistic F dengan derajat bebas v1 = 3 dan v2 = 19 pada taraf signifikansinya
0,05). Perbandingan keduanya menghasilkan nilai F hitung < F tabel. Karena nilai F
hitung < F tabel (1,501 < 3,127) dan Sig. > α (0,246 > 0,05), maka disimpulkan bahwa
kita menerima Ho, yang artinya tidak terdapat hubungan linier pada model regresi linier
berganda antara variabel independent dengan variabel dependen. Selanjutnya model
dimasukkan angka-angkanya dari tabel coefficient, yaitu:

Tabel 6
Tabel Coeficients DPK pada 10 Bank Devisa
Coefficient
Unstandardized Standardized Collinearity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 19598663,32 425896390 0,046 0,964
INFLASI 7330481,864 6950466,18 0,369 1,055 0,305 0,347 2,88
KURS 47382,476 45235,483 0,253 1,047 0,308 0,729 1,37
SBI -15606280,4 13125172,2 -0,375 -1,189 0,249 0,427 2,34
Sumber: data diolah penulis

Model regresi yang terbentuk dari hasil analisis di atas adalah :


DPK = 19598663,32 + 7330481,864 Inflasi + 47382,476 Kurs -15606280,4 SBI
Βo = 19598663,32 artinya apabila nilai β1 β2 β3 = 0, harga DPK sebesar Rp
19.598.663,32 juta.
β1 = 7330481,864 artinya variabel bebas Kurs dan SBI konstan, maka setiap kenaikan
Inflasi sebesar 1 % akan menaikkan DPK sebesar Rp 7.330.481,864 juta.
β2 = 47382,476 artinya variabel bebas Inflasi dan SBI konstan, maka setiap kenaikan
Kurs sebesar 1 % akan menaikkan DPK sebesar Rp 47.382,476 juta.
β3 = -15606280,4 artinya variabel bebas Inflasi dan Kurs konstan, maka setiap
kenaikan SBI sebesar 1 % akan menurunkan DPK sebesar Rp 15.606.280,4 juta.

Intrepretasi Hasil Penelitian


Berdasarkan analisis dan pembahasan output regresi dengan program SPSS for
Windows di atas maka terlihat bahwa dari tiga variabel independent yang digunakan
dapat di jelaskan sebagai berikut :
13

Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh kecil terhadap Dana Pihak Ketiga di 10 Bank
Devisa pada periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008. Variabel bebas Tingkat
Inflasi memiliki pengaruh sebesar Rp 7.330.481,864 juta. Adapun besarnya pengaruh
Inflasi terhadap DPK di 10 Bank Devisa adalah pengaruh yang positif atau searah.
Artinya apabila Tingkat Inflasi naik 1% maka DPK di 10 Bank Devisa akan naik
sebesar Rp 7.330.481,864 juta. Begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi kemungkinan
dengan kenaikan inflasi maka banyak masyarakat yang tidak mau membelanjakan
uangnya karena inflasi naik berarti harga barang mahal sehingga mereka lebih suka
menyipan uangnya di bank.
Tingkat Kurs mempunyai pengaruh kecil terhadap Dana Pihak Ketiga di 10 Bank
Devisa pada periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008. Variabel bebas Tingkat Kurs
memiliki pengaruh sebesar Rp 47.382,476 juta.. Adapun besarnya pengaruh Kurs
terhadap DPK di 10 Bank Devisa adalah pengaruh yang positif atau searah. Artinya
apabila Tingkat Kurs naik 1% maka DPK di 10 Bank Devisa akan naik sebesar Rp
47.382,476 juta.. Begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi kemungkinan dengan kenaikan
Kurs (Rupiah menguat) maka banyak masyarakat yang lebih suka menyimpan uangnya
di bank.
Tingkat Suku Bunga SBI merupakan penentu Dana Pihak Ketiga di 10 Bank
Devisa pada periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008. Variabel bebas Tingkat Suku
Bunga SBI memiliki pengaruh yang paling kuat yaitu sebesar Rp 15.606.280,4 juta.
Adapun besarnya pengaruh Suku Bunga SBI terhadap DPK di 10 Bank Devisa adalah
pengaruh yang negative atau berlawanan. Artinya apabila Tingkat Suku Bunga SBI naik
1% maka DPK di 10 Bank Devisa akan turun. Begitu juga sebaliknya.

Jumlah DPK pada 10 Bank Devisa


Berdasarkan semua data tersebut diatas tentang besarnya jumlah DPK pada 10
Bank Devisa maka dapat dibuat grafik rata-rata pertahun periode tahun 2003 – 2008,
sebagai berikut :
Jum lah DPK pada 10 besar Bank Devisa

600.000.000

500.000.000

400.000.000

300.000.000

200.000.000

100.000.000

-
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun

Gambar 4
Grafik Perkembangan DPK pada 10 besar Bank Devisa
Periode tahun 2003 – tahun 2008
14

Dari Grafik di atas nampak bahwa dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008,
secara akumulatif jumlah DPK pada 10 Bank Devisa terbesar di Indonesia, setiap
tahunnya selalu terjadi kenaikan, walaupun fluktuasi Inflasi, Kurs Rupiah terhadap
Dolar, dan suku bunga SBI juga berpengaruh terhadap DPK beberapa Bank. Hal ini
menandakan bahwa dari tahun ketahun kepercayaan masyarakat terhadap Bank Devisa
semakin meningkat.

PENUTUP

Kesimpulan
Dengan melihat hasil Pengujian pada penelitian maka dapat disimpulkan bahwa
variabel Nilai Kurs Rupiah terhadap Dolar, variabel Inflasi, dan variabel Suku Bunga
SBI berpengaruh lemah terhadap DPK pada Bank Devisa di Indonesia. Hanya ada
beberapa Bank saja yang DPK-nya dipengaruhi kuat oleh variabel Inflasi, Kurs Rupiah,
dan Suku bunga SBI. Seperti contohnya pada Bank Permata, Bank Pan Indonesia, dan
Bank UOB Buana.
Berdasarkan nilai R Square pada pengujian Durbin Watson, variabel DPK dapat
dijelaskan oleh variabel Nilai Kurs, Inflasi dan Suku Bunga SBI sebesar 19,2%.
Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Sebagian besar variabel Inflasi dan variabel Kurs Rupiah terhadap Dolar
berpengaruh positif atau searah terhadap DPK, artinya apabila Inflasi meningkat maka
DPK juga mengalami peningkatan. Begitu pula apabila kurs Rupiah terhadap Dollar AS
menurun maka DPK juga mengalami penurunan. Sedangkan variabel Tingkat Suku
Bunga SBI berpengaruh negatif atau berlawanan terhadap DPK, artinya apabila tingkat
suku bunga SBI meningkat maka DPK akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila
tingkat suku bunga SBI menurun maka DPK nilainya akan mengalami peningkataan.
Dalam hal simpanan dan investasi dana, dapat dipastikan bahwa jumlah Dana
Pihak Ketiga setiap tahun selalu menunjukkan grafik yang meningkat. Hal ini
menunjukkan selama tingkat perekonomian di Indonesia cukup stabil dan tidak
mengalami goncangan krisis moneter seperti pada tahun 1997, maka tingkat
kepercayaan masyarakat di Indonesia untuk menyimpan dan menginvestasikan uang
atau dananya pada Perbankan di Indonesia khususnya Bank Devisa semakin meningkat.

Saran
Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan diantaranya periode pengamatan
dan kemungkinan masih terdapat variabel lain yang mempengaruhi jumlah DPK pada
10 besar Bank Devisa di Indonesia. Oleh karena itu, hasil penelitian ini belum dapat
mengungkap lebih jauh pengaruh variabel ekonomi makro terhadap DPK untuk jangka
pendek.
Atas kelemahan atau keterbatasan penelitian ini, maka beberapa saran untuk
penelitian mendatang yaitu dengan menggunakan variabel DPK data bulanan, atau
mungkin dengan menambahkan periode waktu pengamatan. Dan juga menambah
variabel bebas lainnya yang kemungkinan mempengaruhi jumlah DPK. Peneliti juga
menyarankan untuk penelitian mendatang menggunakan data Primer, dengan maksud
untuk mengetahui secara pasti variabel atau hal apa saja yang memiliki pengaruh kuat
terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga pada Bank Devisa di Indonesia.
15

DAFTAR PUSTAKA

Adler, M., dan Dumas, B. 1984. Exposure to currency risk: Definition and
Measurement. Financial Management.

Alan I Tucker, Jeff Madura dan Thomas Chiang, 1991. International Financial Market,
West Publishing comphany, St Paul.

Alhusin, Syahri. 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan Menggunakan SPSS 10 for
Windows. Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifin, Sjamsul. 1998, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan: Efektifitas Kebijakan
Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah Di Masa Krisis.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
V. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bank Indonesia. 1998, “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia”, Jakarta

Boediono, 1995, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5: Ekonomi Moneter.
BPFE, Yogyakarta.

Bortov, E., dan Bodnar,G.M 1994. Firm Valuation, Earning Expectation and the
Exchange Rate Exposure Effect. Journal of Finance.

Dornbusch, R dan S. Fisher 1980. Exchange Rate and Current Account, American
Economic Review.

Edward, S dan M.S. Khan, 1985 Interest Rate Determination In Developing Countries
IMF staff Paper.

Gavin, M 1989, The Stock Market and Exchange Rate Dynamics, Journal of
International Money and finance.

Gujarati, D., 1995, Basic Econometric 3rd edition, Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Gunawan, Anton H., 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Khoo, A. 1994. Estimation of Foreign Exchange exposure: an Aplicaton to Mining


Companies in Australia. Journal of International Money and Finance.

Kompas Online, 1998a, "Laporan Akhir Tahun Bidang Ekonomi," Senin 21 Desember
1998.
16

Kompas Online, 1998b, "Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi," Sabtu 22
November 2008.

Mac Donal, R. And M.P. Taylor, 1993, The Monetary Approach to The Exchange Rate:
Rational Expectation, Long Run Equilibrium and Forecasting, IMF Staff Paper.

Ma, C.K., dan Kao, W 1990. On Exchange Rate Changes and The Distribution of
Industry Value. Journal of International Business Studies.

Mussa, M, 1976, The Exchange Rate, The Balance of Payment and Monetary and
Fiscal Policy Under a Regime of Controlled Floating, dalam The Economy of
Exchange Rate: Selected Studies, J. Frenkel dan Harry G Jhonson (editor)
Addison and Wesle, USA.

Nopirin, 1996, Ekonomi Moneter, Buku I dan II BPFE - UGM. Yogyakarta.

Peraturan Bank Indonesia, Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.

Priyatno, D. (2008). SPSS Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta. Percetakan
MediaKom.

Santoso, S (2002). SPSS Ver. 10. Jakarta. Percetakan PT. Gramedia.

Shapiro, A. 1975, Exchange Rate Changes, Inflation, and The Value of Multinational
Corporation. Journal of Finance.

Suhaedi, 2000. Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.2 No.4 Bank Indonesia, Jakarta.

Triandaru, S. dan Budisantoso, T. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain edisi ke-
2, Jakarta: Salemba Empat.

Undang Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

www.bi.go.id

Anda mungkin juga menyukai