Anda di halaman 1dari 11

BAB II

MATERI DAN METODA PELAKSANAAN

2.1. Materi Program


Degradasi merupakan suatu proses penguraian dan penghancuran bahan-bahan
organik oleh bakteri-bakteri baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai
dengan media perantaranya. Sampah pada umumnya mampu terdegradasi
tergantung kepada jenis sampah dan juga tanahnya (Kartika, 2009).
Sampah telah menjadi masalah klasik di dalam kehidupan manusia yang
bermukim menetap. Selain menimbulkan bau tidak sedap, sampah pun berpotensi
menimbulkan berbagai penyakit yang membahayakan kesehatan. Indonesia
memiliki sekitar 460 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang masih
menggunakan sistem open dumping, yaitu pembuangan sampah dengan cara
ditimbun di tanah lapang terbuka, sudah tidak layak lagi diterapkan. (Kartika,
2009).
Sampah merupakan konsep buatan manusia, yaitu material sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Dalam proses-proses alam tidak ada
sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada
pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase
yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi.
Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam
jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah),
misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang
kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi (Anonim a, 2010).
Sampah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tak berharga.
Meski setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah, manusia pula yang paling
menghindari sampah. Selama ini sampah dikelola dengan konsep buang begitu
saja (open dumping), buang bakar (dengan incenerator atau dibakar begitu saja),
gali tutup (sanitary landfill), ternyata tidak memberikan solusi yang baik, apalagi
jika pelaksanaannya tidak disiplin. Dampak sosial yang timbul akibat
pembuangan/penimbunan sampah sampai saat ini belum banyak mengubah
pandangan para pengambil kebijakan dan operatornya. Apabila sampah tidak

4
dikelola dengan baik selain menyebabkan kota menjadi kotor dan kumuh juga
dapat menyebabkan pendangkalan sungai yang akan berakibat timbulnya bencana
banjir. Selain itu akan muncul lalat, penyakit dan bau busuk. Sedangkan apabila
ditangani dengan baik dan profesional, disamping membuat kota menjadi bersih
dan kondisi lingkungan menjadi lebih baik, sampah juga mendatangkan lapangan
kerja baru yang cukup besar serta pendapatan (Komalasari, 2010).
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-
rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan
merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan
lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap
harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah
tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana
95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang
dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik
menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
(Rohendi, 2005).
Untuk mendaur ulang sampah anorganik, kita bisa membuat sendiri di
rumah atau untuk yang lebih profesional lagi dapat digunakan peralatan canggih
di pabrik-pabrik besar. Sampah yang bisa didaur ulang sendiri adalah misalnya
botol plastik. Botol plastik dapat diubah bentuknya menjadi kerajinan tangan dan
dapat dijual. Pastinya ini akan menambah penghasilan. Untuk pengelolaan yang
lebih profesional, biasanya adalah sampah-sampah logam yang berbentuk kaleng
atau besi. Kaleng atau besi ini dilebur untuk kemudian dibentuk menjadi berang
lain. Ini sangat menghemat penggunaan logam karena tidak perlu menambang
logam yang baru (Anonim b, 2010).
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai
bahan organik serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara
umum, manfaat pupuk organik adalah: memperbaiki struktur dan kesuburan

5
tanah, meningkatkan daya simpan dan daya serap air, memperbaiki kondisi
biologi dan kimia tanah, memperkaya unsur hara makro dan mikro serta tidak
mencemari lingkungan dan aman bagi manusia.
Limbah pertanian yang dapat dijadikan sumber pupuk organik adalah
jerami padi, sekam/arang sekam, brangkasan kacang tanah dan kedelai, daun dan
batang jagung, serbuk gergaji, sampah kota serta kotoran ternak (sapi, kerbau,
domba, kambing, ayam). Kandungan hara kotoran ternak dan limbah pertanian
sangat beragam, dan begitu juga perbandingan antara karbon dan nitrogen (C/N
ratio). Bahan organik yang optimal untuk pembuatan kompos atau pupuk organik
secara aerobik memiliki C/N ratio 25-30.
Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dicari alternatif jalan keluar
untuk memanfaatkan sampah atau mengelola sampah dengan cara lain. Salah satu
alternatif adalah dengan pembuatan kompos jerami yang tidak dipakai sehabis
dipanen.
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan
yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan
kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki
nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama,
sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena
menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan
dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama
bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih
singkat dibandingkan cara konvensional (Anonim d, 2010).
Defenisi lain menyebutkan bahwa kompos adalah hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses

6
ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos akan mengembalikan kesuburan
tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur.
Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh
lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos
(Anonim e, 2010).

Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan–bahan organik atau proses


perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan
bantuan mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran sapi
dan bahan seperti serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi
dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan
sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos,
selain ditambah serbuk gergaji, atau sekam, jerami padi dapat juga ditambahkan
abu dan kalsit/kapur. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di
petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium, di samping itu
kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic,
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Kompos berfungsi meningkatkan Daya Cengkam Air Tanah (Water
Holding Capasity) selain kesuburan biologi, kimia dan phisik tanah. Semakin

7
banyak kompos digunakan di Daerah Aliran Sungai maka Air yang
di”pegang”tanah akan semakin banyak. Tanah yang semakin subur menghasilkan
tanaman yang semakin sehat, berarti dapat menahan air lebih banyak lagi.
Penghijauan di bantaran kali dan Daerah Aliran Sungai akan semakin berhasil
dengan kompos ini (Komalasari, 2010).
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi:
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan:
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

8
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium
yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang
ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan
dengan NPK.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan
mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang
dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik
disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah
pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos
bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu
yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia
dan selera si pembuat (Anonim d, 2010).
Terdapat beberapa metoda pembuatan kompos yang umum dilakukan,
yaitu: Wind Row system, Aerated Static Pile, dan In Vessel. Namun berdasarkan
prosesnya, beberapa metode pengomposan yang dapat dikembangkan antara lain:
a) Pengomposan dengan proses anaerobic, Merupakan proses pengomposan yang
tidak memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan diperam
dalam tanah, dimasukkan tempat yang tertutup rapat, dsb. Proses pengomposan
ini biasanya membutuhkan waktu total sekitar 3-4 bulan atau lebih. b)
Pengomposan dengan proses aerobic, Merupakan proses pengomposan yang
memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan membuat

9
terowongan (windrow) yang akan melewatkan udara dingin yang mengandung
oksigen, sehingga terjadi pelapukan sampah. Proses pengomposan ini biasanya
membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada proses pengomposan secara
anaerobic, yaitu sekitar 55 hari. c) Pengomposan dengan proses fermentasi
menggunakan EM4 (bioactivator), Merupakan metode pengomposan dengan
bantuan zat EM4 untuk fermentasi dan waktu pengomposan dapat dipercepat
sehingga hanya memerlukan waktu 3-4 hari dan bahkan bisa ekspress 24 jam.
Salah satu metode ini juga dikenal dengan nama BOKASHI. Ada 3 macam
BOKASHI yaitu BOKHASI Biasa, BOKHASI Pupuk Kandang Tanah dan
BOKASHI Ekspress. d) Pengomposan dengan menggunakan cacing (Vermi
Composting) Merupakan proses pengomposan yang menggunakan cacing. Dalam
proses ini sampah-sampah yang mengandung bahan organik akan menjadi bahan
makanan cacing dan kompos akan dihasilkan dari kotoran-kotoran hasil
pencernakan cacing tersebut. Metode ini telah berhasil dikembangkan di Bandung
(oleh Ir. Budi Listyawan, PT.Kartika Pradiptaprisma) dalam berbagai skala yaitu
skala Rumah Tangga atau Modul Persada dengan jumlah sampah terserap 0,10
m3/hari, Modul Alam dengan sampah terserap 0,50 m3/hari, Modul Asri dengan
sampah terserap 2 m3/hari, Modul Lestari dengan sampah terserap 10 m3/hari dan
skala Kawasan dengan sampah terserap 15 m3/hari (Anonim c, 2010).
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan
organik dapat dikomposkan. Daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa
kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa
dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk
kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos (Anonim
e, 2010).
Tanah dinyatakan subur bila dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah
cukup dan seimbang serta mempunyai aerasi yang optimum. Tanah yang terus
menerus ditanami tingkat kesuburan tanahnya akan semakin berkurang karena
sebagian besar hara yang terdapat didalamnya akan diangkut keluar oleh tanaman.
Hara yang ditambahkan dari pupuk melalui pemupukan merupakan suplai terbesar
dari suatu sistem tanah. Unsur hara yang ada di dalam tanah sangat dibutuhkan
tanaman untuk dapat hidup dan berkembang biak. Dengan bantuan energi dari

10
sinar matahari, hara dari dalam tanah ditambah dengan karbon dioksida dari udara
ini diubah menjadi senyawa komplek untuk membentuk batang, daun, dan bulir-
bulir padi/beras. Padi/beras akan dipanen dan dibawa ke tempat lain, sedangkan
jerami sisa-sisa panen umumnya dibakar.
Pada umumnya, sehabis panen padi, petani membakar jeraminya karena
dianggap mengganggu dalam pengolahan lahan terutama jika menggunakan
traktor. Sebagian petani meletakkan jeraminya diatas pematang-pematang, yang
apabila sering hujan maka tanah pada pematang tersebut malah menjadi terkikis
terbawa air hujan. Petani tidak menyadari bahwa dengan pembakaran jerami,
maka terjadi kehilangan bahan organik yang cukup tinggi pada lahannya pada
setiap musim tanam. Disamping itu, pembakaran jerami juga menghasilkan asap
dan CO2 yang kurang baik bagi kesehatan.
Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa panen sebaiknya jangan dibakar,
tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi ke tanah. Kompos jerami ini
secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat
laun akan mengembalikan kesuburan tanah. Di dalam jerami terdapat beberapa
unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti Nitrogen dan Kalium sehingga
dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang karena jerami
yang dibakar tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan pupuk KCl
sebanyak 1 sak (50 kg). Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan sawah,
petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan pupuk
KCl.
Dilihat dari segi recycle, tentu sangatlah jelas bahwa limbah jerami dapat
didaur ulang kembali menjadi barang yang lebih bermanfaat khususnya bagi
penyediaan unsur hara tanah, dari segi reuse, penggunaan limbah jerami dapat
dipergunakan secara terus menerus untuk dapat memenuhi kebutuhan unsur hara
tanah, dilihat dari segi reduce, dengan menggunakan limbah jerami dapat
mengurangi tingkat polusi, karena penggunaan limbah jerami dapat menimbulkan
polutan apabila dibakar sehingga dapat menimbulkan polusi udara dan dapat
berakibat pada pemanasan global yang akan berakibat buruk pada bumi kita.
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat
menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik

11
sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500, dengan pupuk kompos jerami 1 kg
yang dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat
biaya operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan.
Pembuatan pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi.
Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami
menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan
kimiawi jerami. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain
dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan
warna.
Suhu tumpukan jerami akan meningkat dengan cepat sehari/dua hari
setelah inkubasi. Suhu akan terus meningkat selama beberapa minggu dan
suhunya dapat mencapai 65-70oC. Pada saat suhu meningkat, mikroba akan
dengan giat melakukan penguraian/dekomposisi jerami. Akibat penguraian
jerami, volume tumpukan jerami akan menyusut. Penyusutan ini dapat mencapai
50% dari volume semula. Sejalan dengan itu wana jerami juga akan berubah
menjadi coklat kehitam-hitaman. Kompos jerami yang sudah memiliki ciri-ciri
demikian berarti sudah cukup matang dan siap diaplikasikan ke sawah. Kompos
jerami diaplikasikan di tempat di mana jerami tersebut diambil.
Jika dikembalikan langsung ke lahan sawah, pembusukan jerami
membutuhkan waktu sekitar 1,5-1 bulan. Jika ingin melakukan penanaman segera
maka yang dilakukan adalah menjadikan jerami sebagai bahan baku pembuatan
pupuk organik (kompos). Dengan pengomposan, waktu dekomposisi jerami
menjadi kompos menjadi lebih singkat.
Cara pembuatan kompos jerami ini adalah sebagai berikut yaitu bahan
yang diperlukan antara lain jerami padi segar 1 m3 (1 m x 1 m X 1m), Urea 2 kg
dan SP-36 1 kg atau NPK 2-3 kg, Kapur 1 kg, pupuk kandang 20 kg dan starter
trichoderma 0,5 kg.
Cara Pembuatannya adalah 1). Jerami segar direndam selama 1 malam.
Perendaman ini bertujuan agar jerami tetap lembab. 2). Bahan aktif (Urea, SP-36,
kapur, pupuk kandang, starter trichoderma) dicampur dan diaduk sampai rata dan
dibagi atas 4 bagian. 3). Jerami ditumpuk 1 m3 dibagi atas 4 lapisan. Pada lapisan
jerami pertama (1/4 bagian jerami) ditaburkan bahan aktif 1/4 bagian dan

12
dipercikkan air untuk menjaga kelembabannya. 4). Setelah itu, ditumpukkan
kembali lapisan jerami kedua (1/4 bagian jerami) dan ditaburkan kembali bahan
aktifnya ¼ bagian. Demikian seterusnya hingga jerami habis. Tinggi tumpukan
jerami sebaiknya kurang dari 1, 5 m agar memudahkan dalam pembalikannya. 5).
Ditutup tumpukan tersebut dengan plastik agar terlindung dari hujan dan panas,
atau dapat juga diletakkan ditempat yang terlindung. 6). Dilakukan pembalikkan
tumpukan jerami setiap minggu. 7). Kelembaban tumpukan jerami dijaga agar
kadar airnya 60 - 80 % dengan cara menyiram/memercikkan air (kalau diremas
jeraminya maka air tidak menetes). 8). Kompos siap digunakan setelah 3 - 4
minggu.
Ciri-ciri Kompos yang sudah siap digunakan adalah berwarna coklat gelap
sampai hitam, remah/gembur, bersuhu dingin dan tidak berbau atau berbau daun
lapuk. Kualitas kompos sangat tergantung kepada teknis pembuatan di lapangan.
Untuk itu beberapa hal harus diperhatikan yaitu Starter/biang trichoderma yang
digunakan harus yang berkualitas baik. Trichoderma bisa diperoleh dari
laboratorium BPTPH atau Dinas Pertanian setempat atau Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu.
Pembalikan kompos dilakukan tiap minggu karena mikro-organisme
pengurai jerami yaitu trichoderma perlu aerasi atau penghawaan agar dapat
bekerjasecara optimal. Selain itu trichoderma juga memerlukan kelembaban yang
tinggi untuk mengomposkan jerami.
Dari 1 ton jerami padi dapat diperoleh ½ ton sampai 2/3 ton kompos.
Dengan demikian jika kita ingin membuat 1 ton kompos, maka bahan baku jerami
yang disiapkan sekitar 1,5-2 ton jerami. Kandungan beberapa unsur hara untuk 1
ton kompos jerami padi adalah : unsur makro Nitrogen (N) 2,11 %, Fosfor (P2O5)
0,64%, Kalium (K2O) 7,7%, Kalsium (Ca) 4,2%, serta unsur mikro Magnesium
(Mg) 0,5%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144 ppm.

2.2. Metoda Pelaksanaan

13
Berdasarkan metode-metode pembuatan kompos yang dipaparkan diatas,
maka pelaksanaannya dalam program ini ialah dengan menggunakan metoda
Sistim Windrow. Windrow sistim adalah proses pembuatan kompos yang paling
sederhana dan paling murah. Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara
alami. Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan sangat dipengaruhi
oleh keadaan bahan baku, kelembaban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk
mencapai bagian tengah tumpukan bahan baku.
Idealnya adalah pada tumpukan bahan baku ini harus dapat melepaskan
panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan sebagai hasil
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Windrow sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang
telah berhasil dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang,
sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll. Untuk mengatur temperatur,
kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka dilakukan proses
pembalikan secara periodic. Inilah secara prinsip yang membedakannya dari
sistim pembuatan kompos yang lain.

14

Anda mungkin juga menyukai