PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit ini tiap
tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60
tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Di Indonesia sendiri
kira-kira sekitar 1000 orang diketahui terkena hiperparatiroidisme tiap tahun. Wanita
yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas diambil judul makalah adalah Asuhan Keperawatan
Teooritis pada pasien Hipertiroidisme
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang
dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroidisme primer. Jika jumlah yang disekresi
lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut
hiperparatiroidisme sekunder. Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar
paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler.
B. KLASIFIKASI
1. HIPERPARATIROID PRIMER
a. DEFENISI
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai
konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion
kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini
adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium.
Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu
ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi
resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak
pengangkatan, resiko menjadi hilang.
b. ETIOLOGI
c.PATOFISIOLOGI
Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum
biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl).
Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal.
Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH
tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma
paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (15-20mg/dl). Salah satu
kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir
karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar
PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan
untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion
kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum
didirikan diagnosis. Uji coba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan
diagnosis. Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar
ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam
urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan
pengobatan dengan cara operasi.
f. PENATALAKSANAAN
Penyembuhan
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama
untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau
tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar
kalsium:
a. Memaksakan cairan
b. Pembatasan memakan kalsium
c. Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan
larutan ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
d. Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e. Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f. Operasi paratiroidektomi
g. Obati penyakit ginjal yang mendasarinya
2. HIPERPARATIROID SEKUNDER
a.DEFENISI
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan
karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan
dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 5) Hipersekresi hormon paratiroid pada
hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium
terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780) Hiperparatiroidisme sekunder
adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi
penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum
dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi
overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat
mengalami gejala hiperkalsemia.
b. ETIOLOGI
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon
paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi
vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan
penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan
produksi hormon paratiroid.
c.PATOFISIOLOGI
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi
adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara langsung.
d. MANIFESTASI KLINIS
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium
serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum
rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan
pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum
tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang
disebabkan oleh hiperkalsemia.
e.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan level
hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya
mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon
paratiroid.
f. PENATALAKSANAAN
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk
perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium
dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar
cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis
renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan
sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah
hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang
mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen
kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level
cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon
paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan
calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk
mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi.
Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah
pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang,
pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
3. HIPERPARATIROID TERSIER
a.DEFENISI
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder
yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
b. ETIOLOGI
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur
mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.
c.PATOFISIOLOGI
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal.
Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus
mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam
level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid
menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar
kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar
phosfat sering naik.
d. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang
kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme
sekunder akut.
e.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total
kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar
paratiroid
C. FAKTOR PENCETUS
D. PATOFISIOLOGI
Sekitar 6-10 % kasus berawal dari adenoma pada lobus inferior kelenjar paratiroid.
Adenoma paratiroid bisa terdapat di thymus, tiroid, pericardium, esophagus bagian
belakang. Adenoma biasa beratnya 0,5-5 gram tapi bisa juga beratnya 10-20 gram.
Chief cells sering dominan pada hiperplasia atau adenoma. Adenoma kadang-kadang
encapsulated berbentuk lingkaran dengan jaringan sekitar. Dengan hiperplasia chief
cell, pembesaran bisa asimetrik yang terlihat sangat nyata. Karsinoma paratiroid
biasanya karakternya tidak agresif. Daya hidup jangka panjang tanpa rekurens jika
operasi yang dilakukan dalam mengangkat kelenjar tanpa menimbulkan rupture dari
kapsul. Karsinoma paratiroid yang rekuren biasanya tumbuhnya lambat dengan
penyebarannya ke leher, dan operasi untuk koreksi ulang mungkin dapat dilakukan.
Karsinoma paratiroid akan lebih agresif jika ada metastasis (ke paru, hepar, dan
tulang) ditemukan pada saat permulaan operasi. Jika kadar kalsium antara 3,5-3,7
mmol / L (14-15 mg / dL) merupakan tanda awal adanya karsinoma dan tindakan
yang harus dilakukan adalah mengangkat kelenjar yang abnormal dengan perhatian
akan rupturnya capsul.
Pada hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan
hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus
intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion
kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia
kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia.
Resorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek
langsung dari peningkatan PTH. Dalam non hiperparatiroid hiperkalsemia, tidak ada
kompensasi ginjal dan traktus intestinal pada kalsium yang normal. Mekanisme ini
tidak berlaku pada saat peningkatan PTH bersamaan dengan hiperkalsemia. Pada
saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium
secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap
pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab
dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ. Kadar vitamin D dalam tubuh
dapat berkurang pada keadaan hiperparatiroid, yang mungkin mengurangi kadar
kalsium dalam sirkulasi. Metabolisme vitamin D dapat menjadi gangguan pada gagal
ginjal kronik, yang menghambat absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
Penipisan kadar kalsium yang progressive dari tulang oleh PTH dan penurunan
absorpsi gastrointestinal dari usus mengarah ke osteomalasia dan osteitis fibrosa
cystica tahap lanjut ( sangat jarang dijumpai sekarang). Peranan fosfat serum juga
sangt penting. Reabsorpsi tubular ginjal untuk fosfat berkurang karena PTH, awal
untuk hiperfosfaturia dan penurunan kadar fosfat serum. Hipofosfatemia sebenarnya
dapat memperburuk hiperkalsemia dengan meningkatkan sekresi bentuk aktif
vitamin D di ginjal.
E. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim ginjalatau
nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini, komplikasi ke ginjal dapat
berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat
atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode berulang dari nefrolitiasis
atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus urinarius,
infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal dan retensi fosfat.
F. KOMPLIKASI
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi
pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7
mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat
membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang
penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal
terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang
mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
Foto Rontgen:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pencegahan Komplikasi
o Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat
mencegah pembentukan batu ginjal.
o Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan
memperlambat pengraphan tulang.
Hiperparatiroid
Peningkatan Ca di darah
Efek pada syaraf Efek di ginjal efek di tulang efek di gastrointerstinal Penimbunan Ca di ektra sel
Ggn neuro muskuler Hiperkalsiuria kadar Ca di tulang menipis penurunan reabsorbsi Ca terbentuk nodul jaringan sub kutis
MK: ketidak
obstruksi saluran kemih nyeri tulang dan sendi muntah
seimbangan nutrisi
MK : ggn rasa nyaman
Mk : ketidak
nyeri gerakan tubub kurang
seimbangan cairan
MK : IMOBILITAS FISIK
BAB III
Beberapa riwayat kesehatan yang dapat diperoleh dari pasien antara lain:
1. Data Subyektif
Data subyektif berikut diperoleh dari pasien :
Adanya ketidaknyamanan ( nyeri tulang ), lemah atau parestesia.
Pola eliminasi ( konstipasi, poliuria )
Penggunaan obat
Riwayat diet
Pengetahuan mengenai kondisi
2. Data oyektif
Data obyektif meliputi hal- hal berikut :
Status mental ( tanda- tanda perubahan perilaku )
Asupan dan keluaran setiap 8 jam
Berat badan tiap hari
Kelemahan otot –otot
Kadar elektrolit ( kalsium, fosfor )
Keadaan kulit, rambut, dan kuku
Klien mungkin menunjukkan perubahan psikologis seperti letargi, mengantuk, penurunan
memory, dan labilitas emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang
merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroid. Hasil
pemeriksaan pada hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium
serum; penurunan kadar serum anorganik, sedangkan kadar kalsium dan fosfat urine akan
mengalami peningkatan.
Pada pemeriksaan radiology, akan tampak penipisan tulang dan berbentuk kista dan
trabekula pada tulang.
Kriteria Hasil:
- Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
- Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri )
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC: Pain management
- Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.
- Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
- Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
- Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, distraksi,aplikasi panas-dingin, masase, dll)
- Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri
Keterangan Skala
1. Tidak melakukan
2. Jarang melakukan
3. Kadang melakukan
4. Sering melakukan
5. Selalu melakukan
Kriteria Hasil
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak menunjukkan
NIC : Activity Teraphy
Kriteria Hasil
- Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
- TD,nadi, Suhu dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan
Keterangan Skala
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak pernah menunjukkan
Kriteria Hasil
1. Tidak menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition management
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Kriteria Hasil
1. Selalu menunjukkan
2. Sering menunjukkan
3. Kadang mennjukkan
4. Jarang menunjukkan
5. Tidak pernah menunjukkan
NIC : Reality orientasi