karakteristik PPN yang bersifat netral terhadap pola produksi , distribusi dan pola konsumsi. Namun dalam pelaksanaanya, netralitas PPN tidak sepenuhnya diterapkan. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini : a. Terdapat sejumlah barang merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap anggota masyarakat seperti beras, jagung, gandum dan sejenisnya. b. Pemerintah tidak bermaksud memberi beban pajak yang berlebihan kepada rakyatnya sehingga apabila suatu barang sudah dikenakan pajak oleh pemerintah daerah maka tidak akan dikenakan pajak dengan sifat yang sama oleh pemerintah pusat , seperti makanan dan minuman yang disediakan di restoran. c. PPN dikenakan atas penyerahan BKP yang dihitung berdasarkan jumlah yang nyata, bukan suatu jumlah berdasarkan penilaian, seperti penyerahan kertas saham yang tidak mungkin dikenakan PPN karena nilai nominalnya berbeda dengan nilai fisiknya apalagi dibandingkan dengan nilai intrinsiknya. Oleh karena itu, dalam pasal Pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 ditetapkan barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pengertian mengenai Barang Kena Pajak sebagaimana telah diterangkan di atas masih dibatasi oleh pasal 4A UU PPN 1984. Dengan UU No.18 Tahun 2000, pasal 4A UU PPN 1984 yang tadinya hanya terdiri dari satu ayat diubah menjadi tiga ayat. Pasal 4A ayat 1 menegaskan bahwa jenis barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan peraturan pemerintah nomor 144 Tahun 2000. Selanjutnya, dalam pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984 menegaskan bahwa penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Sesuai dengan memori penjelasan pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 huruf a jo. Pasal 2 PP Nomor 144 Tahun 2000, yang dimaksud dengan barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti: 1) Minyak mentah (crude oil) 2) Gas bumi , tidak termasuk gas bumi gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat. 3) Panas bumi 4) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit. 5) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara Hal ini berarti bahwa sejak 1 Januaru 2001, batubara yang sudah melalui proses pengolahan berupa pemecahan, disliming, konsentrasi, dan penyaringan dari bahan galian atau sizing, bukan BKP. 6) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit. b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam memori penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b yang kemudian diadaptasi oleh pasal 1 jo. Pasal 3 PP No. 144 Tahun 2000. Selanjutnya, penjabaran lebih lanjut mengenai hal ini dilakukandalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001 tanggal 27 Desember 2001 tentang Barang-barang kebutuhan pokok yang atas impor dan penyerahannya tidak dikenakan pajak pertambahan nilai, yang berlaku surut sejak 1 Januari 2001. Peraturan pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ./2002 tanggal 4 Februari 2002. Adapun petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.51/2002 tanggal 4 Februari 2002. Dalam peraturan pelaksaanaan ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang meliputi: 1) Beras dan gabah Yaitu segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras hitam, atau beras ketan putih, sepanjang berbentuk sebagai berikut: a) Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih b) Beras dan gabah yang digiling c) Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak d) Beras pecah e) Menir (groats) dari beras 2) Jagung Yaitu segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), sepanjang berbentuk sebagai berikut: a) Jagung yang telah dikupas/jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan b) Menir (groats) /beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran 3) Sagu Yang berbentuk: a) Empulur sagu b) Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu 4) Kedelai Yaitu segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam, sepanjang berbentuk kacang kedelai pecah atau utuh 5) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, baik yang berbentuk curah maupun briket. c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Pengecualian untuk kelompok ini ditujukan untuk menghindari pajak berganda, karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. Lebih lanjut, dalam ketentuan pasal 4 PP Nomor 144 Tahun 2000 ditambahkan kalimat “baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkann oleh usaha jasa boga atau catering. d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Uang dan surat berharga tidak dikenakan PPN karena antara nilai nominal dengan nilai fisiknya berbeda. Selain itu, dalam memori penjelasan bagian umum UU No. 18 Tahun 2000, menegaskan bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai barang-barang yang tidak dikenakan pajak antara lain barang-barang yang merupakan alat tukar. Uang dan emas batangan dikelompokkan sebagai alat tukar sehingga tidak dikenakan PPN.