Anda di halaman 1dari 25

PT.PLA.B.2.8.

2008

PEDOMAN TEKNIS

PEMANFAATAN
ALAT PENGOLAHAN PUPUK ORGANIK (APPO)
TAHUN 2008

DIREKTORAT PENGELOLAAN LAHAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN LAHAN DAN AIR
DEPARTEMEN PERTANIAN
KATA PENGANTAR

Pedoman teknis Pengelolaan Alat Pengolahan Pupuk Organik


(APPO) ini diperuntukkan bagi para petugas Dinas Pertanian
Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk menindaklanjuti pengadaan
APPO pada tahun 2006 serta menjawab kebutuhan daerah atas
adanya pedoman teknis dalam pengelolaan APPO.

Alangkah baiknya Alat Pengolahan Pupuk Organik tersebut


dioperasionalkan dan dimanfaatkan untuk mencacah dan
menghaluskan jerami serta bahan organik lainnya yang tersedia di
lokasi dan selanjutnya bahan organik tersebut dikembalikan ke
lahan pertanian dalam rangka menunjang peningkatan kandungan
bahan organik tanah.

Kami menyadari bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan,


oleh karena itu kami mengharapkan masukan dan saran dari
berbagai pihak yang terkait demi tercapainya program ketahanan
pangan. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat dalam
kegiatan usahatani khususnya di lahan sawah berbahan organik
rendah dan di samping itu juga dapat disosialisasikan kepada petani.

Jakarta, Januari 2008


Direktur,

Ir Suhartanto MM
NIP 080 048 854
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

DAFTAR ISI
Halaman

I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . 1
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Maksud dan Tujuan . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
C. Sasaran .. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
D. Istilah dan Pengertian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

II. RUANG LINGKUP KEGIATAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6


1. Operasional dan Pemeliharaan . . . . . . . . . . . . . . . 6
2. Proses Pengomposan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
3. Pemantauan dan Evaluasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

III. TEKNIK PENGOPERASIAN APPO. . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

IV. PROSES PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10


1. Persiapan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2. Tahapan Pembuatan Kompos . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

V. PENGELOLAAN APPO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
A. Status Pengelolaan APPO. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

i
(.....lanjutan)
Halaman

B. Operasional dan Pemeliharaan APPO . . . . . . . . . . . 15


C. Pemantauan dan Evaluasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
D. Pelaporan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19

VI. INDIKATOR KINERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20


1. Indikator Keluaran (outputs) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
2. Indikator keberhasilan (outcomes) . . . . . . . . . . . . . . 20
3. Indikator manfaat (benefits) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
4. Indikator dampak (impact) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

VII. PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

LAMPIRAN

ii
I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penggunaan pupuk kimia terutama pupuk urea, SP-36, ZA


dan KCl serta pestisida selama kurang lebih 30 tahun secara
terus-menerus oleh petani tanaman pangan pada lahan
sawah cenderung melampaui anjuran rekomendasi sehingga
berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah, pemberian
bahan organik dan pupuk kompos.

Berdasarkan hasil kajian/penelitian yang telah dilaksanakan


oleh Badan Litbang Pertanian (Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat) pada lahan sawah beririgasi di Jawa
menunjukkan bahwa nilai kandungan bahan organik dalam
tanah tergolong rendah (1-2 %). Padahal dalam kondisi
normal kesuburan lahan sawah seharusnya mengandung
bahan organik antara 3 – 5 %.

Rendahnya kandungan bahan organik pada lahan-lahan


sawah ini cenderung menyebabkan penggunaan pupuk
menjadi tidak efektif karena kemampuan akar tanaman untuk
dapat menyerap hara pupuk menurun. Sebagai akibat lebih
luas adalah menurunnya produktivitas tanaman sehingga
secara nasional dapat menggangu Program Nasional
Ketahanan Pangan.
1
Degradasi lahan sawah yang disebabkan oleh kandungan
bahan organik ini perlu segera diupayakan peningkatan
kesuburannya melalui pemberian bahan organik dan kompos
ke dalam lapisan olah tanah.

Bahan organik dapat diperoleh dari hasil pengolahan jerami


dan/atau sisa tanaman pasca panen dengan menggunakan
alat pengolah pupuk organik (APPO) untuk mempercepat
waktu proses dekomposisi guna menghasilkan pupuk organik
berupa kompos. Penelitian Departemen Pertanian
menunjukkan penggunaan alat pengolah pupuk organik
dapat menghemat waktu dekomposisi sekitar 10- 15 hari,
karena dengan alat ini luas penampang bahan jerami yang
bersentuhan dengan oksigen untuk didekomposisi semakin
tinggi, dan peluang mikroba untuk mendekomposisi lebih
besar. Hal ini akan dipercepat apabila pada bahan organik
atau jerami ditambahkan sumber protein berupa gula merah
atau dekomposer.

Demikian halnya dengan penyuluhan kepada para petani


dianggap penting agar petani mengembalikan jerami
dan/atau sisa tanaman usai panen serta penggunaan pupuk
organik untuk mengembalikan kesuburan tanah sawah.

Salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Pengelolaan


Lahan adalah pengadaan Alat Pengolah Pupuk Organik
2
(APPO) yang dapat dimanfaatkan petani/ kelompok tani.
Dalam TA 2006, Direktorat Pengelolaan Lahan telah
mendistribusikan APPO sebanyak 81 unit kepada 75
kabupaten/kota di 14 propinsi serta telah melatih para
petugas Dinas Pertanian Kabupaten/kota, menejer, operator,
PPL dan Kepala Cabang Dinas (KCD) Pertanian di setiap
kabupaten/kota yang menerima alat tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk lebih
bermanfaat bagi petani dalam mengelola lahan, maka APPO
yang telah diterima dapat dimanfaatkan sebaik- baiknya
untuk menyiapkan bahan pembuatan kompos.

A. Maksud dan Tujuan

Pemanfaatan APPO dimaksudkan sebagai sarana untuk


menfasilitasi petani/ kelompok tani di tingkat lapang untuk
dapat melaksanakan penggunaan pupuk organik di lahan
sawah dalam upaya perbaikan kesuburan tanah sawah
dengan bimbingan petugas/penyuluh lapangan.

Tujuan pedoman ini adalah sebagai acuan dan masukan


bagi petugas lapangan dan petani untuk memanfaatkan
APPO secara optimal.

3
B. Sasaran
Sasaran kegiatan Pemanfaatan APPO adalah propinsi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan dan Gorontalo
C. Pengertian
1. Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) merupakan Alat
dan Mesin Pertanian (Alsintan) yang berfungsi sebagai
pencacah jerami, rumput, dan sisa panen lainnya.
2. Kelompok Tani Pengelola APPO adalah kelompok tani
yang bersedia dan mampu mengelola APPO dengan
sebaik- baiknya untuk menghasilkan kompos guna
memperbaiki kesuburan lahan usahataninya
3. Operator adalah orang yang ditugaskan oleh kelompok
tani untuk mengoperasionalkan APPO di wilayah tersebut
dan bertanggung jawab pada kelompok tani.
4. Pertanian organik adalah suatu sistem produksi
pertanian yang holistik dan terpadu dengan cara
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-
ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan
dan serat yang cukup berkualitas dan berkelanjutan
(BP2HP Deptan, 2000).
5. Bahan organik adalah sisa tanaman pasca panen, daun,
dan kotoran hewan yang dimanfaatkan sebagai bahan
baku dalam proses pembuatan kompos.
4
6. Kompos adalah jenis bahan organik yang telah
mengalami proses pelapukan/penguraian dari sisa-sisa
tumbuhan atau hewan dan siap digunakan sebagai
pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah.

II. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup kegiatan pengelolaan Alat Pengolah Pupuk


Organik (APPO) sebagai berikut :
1. Operasional dan pemeliharaan APPO pengadaan Ditjen
PLA TA 2006 yang telah didistribusikan kepada Kelompok
tani sebanyak 81 unit, tersebar di 75 kab/kota dan 14
propinsi.
2. Proses pembuatan kompos.
3. Bimbingan, pemantauan dan evaluasi pemanfaatan APPO.
Kegiatan bimbingan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan
oleh dinas pertanian kabupaten/kota, propinsi dan pusat
untuk mengetahui kinerja operasional APPO, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan tanggapan
petani terhadap APPO, serta manfaat yang diperoleh.

III. TEKNIK PENGOPERASIAN APPO

APPO pengadaan Ditjen PLA TA. 2006 terdiri dari beberapa


komponen sebagai berikut :
A. Mesin penghancur, merupakan rangkaian :
5
1. silinder penghancur
2. pemasukan dan pengeluaran bahan organik
Fungsi mesin penghancur adalah mencacah,
menghancurkan dan menghaluskan bahan organik.

B. Motor/mesin penggerak
Motor/ mesin penggerak APPO berkekuatan 13,5 HP
merk YANMAR.

Sebelum mengoperasikan alat, terlebih dahulu diperhatikan


masing-masing rangkaian terpasang dengan baik, khususnya
setiap baut/mur jangan sampai kendor dan sabuk tegangan
V-Belt jangan terlalu kencang maupun kendor.

Setelah pengoperasian alat harus dibersihkan dan jangan


memaksakan kerja alat diluar batas kemampuannya.
Bilamana ada kelainan suara/bunyi yang aneh, mesin cepat
dimatikan dan periksa peralatan secara lengkap.

Silinder penghancur adalah bagian dari mesin penghancur dan


terdiri dari 36 buah pisau (baris 3). Agar pisau tahan lama dan
tidak mudah rusak, bahan organik yang akan dicacah benar-
benar bahan organik lunak (dalam hal ini jerami) dihindari
bahan organik yang terlalu keras dan besar. Setelah
pemakaian, alat dibersihkan dan manakala pisau sudah mulai
tumpul dapat diasah kembali.
6
Pemasukan barang adalah bagian dari mesin penghancur
terdiri dari lubang/kotak pemasukan bahan organik, saringan
pengeluaran. Tempat pemasukan bahan organik juga
berfungsi untuk mengontrol jumlah bahan organik yang masuk
sesuai kapasitas mesin agar tidak overload. Pemasukan bahan
organik selaras dengan lobang pengeluaran (produksi) dan
saringan. Setelah penggunaan alat agar dibersihkan dengan
tujuan untuk menghindari kerusakan alat lebih cepat akibat
pengaratan.

Gambar 1. Operator sedang memasukkan jerami ke dalam mesin


pencacah (APPO )

7
Cara kerja motor/mesin penggerak adalah sebagai berikut :
1. Periksa terlebih dahulu oli mesin dan air pendingin
serta bahan bakar sebelum menghidupkan mesin.
2. Nyalakan mesin penggerak sekitar 5 menit sebelum
diberikan beban.
3. Bahan organik yang diolah sebaiknya dekat dengan
mesin.
4. Selama pencacahan sebaiknya bahan organik sudah
dipisahkan antara bahan yang akan dicacah dengan
dahan kayu yang keras, besi atau batu agar tidak
merusak mata pisau.
5. Bahan organik yang akan dicacah dimasukkan melalui
corong atas dan keluar melalui corong bawah.
6. Setelah bahan organik difermentasi dan menjadi pupuk
organik dapat dihaluskan dengan memakai mesin yang
sama.
7. Hasil pengomposan akan lebih baik apabila diayak
dengan mesin pengayak.

IV. PROSES PENGOMPOSAN


Proses pengomposan bahan organik menjadi kompos
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

A. Persiapan bahan dan alat untuk pengomposan

8
1. Pengumpulan jerami, sisa pasca panen dan
dicacah secara tradisional.
2. Menyiapkan parang/sabit, cetakan kompos jika
diperlukan, plastik penutup (terpal), ember untuk
menyiram, tali, sekop garpu/cangkul, air. Untuk
pengomposan dalam jumlah besar mungkin
juga diperlukan saung kompos dan mesin
pencacah bahan organik.

B. Tahapan pembuatan kompos


1. Bahan organik yang berasal dari sisa pasca
panen (jerami), daun, ranting dan sebagainya
terlebih dahulu dikumpulkan pada petakan / di
pematang sawah.
2. Bahan organik kemudian dicacah, baik secara
manual maupun mekanis, dan dihaluskan dengan
tujuan memperkecil ukuran, sehingga luas
permukaannya meningkat per satu volume
tertentu untuk mempercepat proses pelapukan.

9
Gambar 2.
Pencacahan
bahan organik
secara mekanis
(poin 4.2.2.)

3. Masukkan air ke dalam bak/ember. Sediakan air


kira-kira cukup untuk membasahi jerami hingga
kadar airnya kurang lebih 60%. Volume air yang
diperlukan kurang lebih 300 liter untuk setiap 1 m³
bahan organik.
4. Masukkan dekomposer ke dalam air sesuai dosis
yang diperlukan. Aduk hingga tercampur merata.
5. Sediakan bedeng tempat fermentasi. Disesuaikan
ukuran dengan bahan-bahan yang tersedia.
6. Masukkan bahan organik secara bertahap,
dimana setiap ketebalan 15 – 20 cm disiramkan
dekomposer yang telah diencerkan secara merata
di atas permukaan tumpukan bahan organik.
Bahan organik tersebut diinjak-injak agar terjadi
pemadatan.

10
4.2.6

4.2.4. & 4.2.6. 4.2.6

Gambar 3. Proses pemasukan bahan organik ke dalam bedeng,


pemberian aktifator/dekomposer dan bahan organik
diinjak-injak.

7. Proses di atas dilakukan secara berulang-ulang


sampai penuh dengan bahan organik.
8. Setelah penuh, tumpukan bahan organik ditutup
dengan plastik rapat-rapat agar suhu dan
kelembaban terkendali. Ikat dengan tali plastik
agar tidak mudah lepas. Jika perlu bagian atas
tumpukan diberi pemberat atau batu agar plastik
11
penutup tidak terbuka karena angin dan terlindung
dari air.

4.2.8 4.2.9

Gambar 4. Bahan organik yang sudah disirami


aktifator/dekomposer disimpan di dalam
plastik/terpal untuk diproses menjadi kompos.

9. Tutupi bagian bawah plastik dengan tanah/lumpur


untuk menjaga kelembaban. Tumpukan bahan
dibiarkan selama 7 - 10 hari kemudian dibuka,
diamati dan bahan organik dibolak-balik untuk
penyaluran aerasi, meningkatkan oksigen dan
mencampur bahan organik secara rata agar
kompos menjadi matang. Hal tersebut dilakukan
sampai 4 minggu hingga kompos matang siap
digunakan.

12
V. PENGELOLAAN ALAT PENGOLAH PUPUK ORGANIK
(APPO)

A. Status Pengelolaan APPO


1. Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) berupa Alat dan
Mesin Pertanian (Alsintan) yang pengadaannya
bersumber dari dana APBN TA 2006, statusnya
merupakan aset pemerintah pusat (Alsintan milik
Pemerintah).
2. APPO tersebut secara administratif telah diserahkan oleh
Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air kepada
Dinas Pertanian kabupaten melalui berita acara serah
terima pada bulan Desember 2006, akan tetapi
memperhatikan jenis MAK pengadaan alat tersebut
termasuk Belanja Modal, maka status pemilikan APPO
tersebut masih menjadi aset milik Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan dan Air.
3. Mengingat APPO tersebut merupakan suatu alat
yang masih baru, atas dasar pertimbangan teknis
maka dalam 4 musim tanam terhitung sejak Januari
2007 sampai dengan Desember 2008 alat tersebut
masih dalam taraf uji coba untuk kemudian
dievaluasi sebelum ditetapkan pola pendayagunaan
yang terbaik. Apabila dalam taraf uji coba tersebut

13
terdapat permasalahan, maka penempatan APPO
dikelompok tani dapat ditinjau kembali.

B. Operasional dan Pemeliharaan APPO

1. Ketentuan Umum
a. Kelompok tani harus mengoperasionalkan dan
memelihara APPO secara swadaya dan swadana.
Hasil kegiatan operasional tersebut wajib dilaporkan
kepada Kepala Dinas pertanian Kabupaten/Kota
melalui petugas lapangan
b. Dinas Pertanian kabupaten/kota harus melakukan
pembinaan, bimbingan dan pemantauan terhadap
kinerja operasional APPO tersebut dengan
menggunakan dana APBD kabupaten/kota
c. Dinas Pertanian kabupaten/Kota menyampaikan
laporan periodik pemanfaatan APPO tersebut kepada
Dinas Pertanian Propinsi dan tembusan ke pusat
(Direktorat Pengelolaan Lahan).
d. Apabila APPO beroperasi maksimal, maka dalam satu
musim tanam diperkirakan dapat beroperasi selama
30 hari, dengan lama operasi sekitar 6 -8 jam per hari
dan kapasitas 1 ton per jam, sehingga jumlah jerami
yang dikerjakan sebanyak 240 ton per musim tanam.
Dengan demikian jangkauan pelayanan 1 unit APPO
mencapai luas 48 ha (satu kelompok tani)
14
e. Biaya operasional dan pemeliharaan APPO, termasuk
bahan bakar dan biaya operator dibebankan kepada
kelompok tani. Untuk itu operator menyusun rencana
kerja dan analisis biaya yang dibutuhkan.

2. Operasional APPO
a. Ketua kelompok tani melakukan sosialisasi kepada
anggotanya tentang operasional APPO dan
mendaftar petani yang akan mencacahkan jerami
setelah panen.
b. Operasional APPO untuk melayani permintaan petani
anggota kelompok tani dan sekitarnya untuk
mencacah jerami dan bahan organik lainnnya yang
sesuai
c. Kelompok tani pengelola APPO wajib melakukan
pemeliharaan dan pengamanan serta menyimpannya
dengan baik untuk menghindari dari kerusakan dan
tindakan pencurian
d. Pengelola APPO melakukan pencatatan mengenai
kegiatan operasioanl APPO meliputi, jumlah (ton)
jerami yang dicacah, bahan bakar yang digunakan
(liter), luas areal asal jerami, jumlah petani, lama alat
beroperasi setiap hari, jumlah bahan pelumas/oli
(liter), penggantian suku cadang dll, serta melaporkan
hasil kegiatan operasional kepada Dinas Pertanian
Kabupaten/ Kota.
15
C. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi penggunaan APPO yang
didistribusikan ke 14 propinsi dilakukan oleh petugas dari
Dinas Pertanian Kabupaten/Kota; Dinas Pertanian Propinsi
dan Direktorat Pengelolaan Lahan, untuk mengetahui
sejauhmana operasional penggunaan APPO tersebut oleh
kelompok tani di lapangan untuk mengolah jerami menjadi
pupuk organik yang akan dipakai petani untuk meningkatkan
kesuburan tanah sawah.

Pemantauan meliputi aspek teknis APPO, ketersediaan


bahan baku (jerami, seresah dan daun-daunan lainnya),
minat petani, jumlah pupuk yang dicacah, serta analisis biaya
(bahan bakar, operator, dan lain-lain) serta tarif yang
dikenakan pada petani.

D. Pelaporan
Operasional APPO agar selalu dilaporkan sejak mulai dari
diserah terimakan, dilaporkan ke Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota setiap sekali sebulan kemudian diteruskan
ke Dinas Pertanian Propinsi setiap dua bulan dan dilanjutkan
ke Direktorat Pengelolaan Lahan, Ditjen Pengelolaan Lahan
dan Air setiap 3 bulan. Format laporan sebagaimana
terlampir.

16
VI. INDIKATOR KINERJA

A. Indikator keluaran (outputs)


1. jumlah jerami yang dapat dicacah menjadi bahan
kompos (ton)
2. luas lahan petani yang telah menggunakan jerami
sebagai sumber kompos (ha)

B. Indikator Hasil (outcomes)


1. peningkatan kadar bahan organik tanah sawah.
2. efiensi penggunaan pupuk anorganik (kg/ha)

C. Indikator Manfaat (benefits)


1. termanfaatkannya pupuk organik dari bahan baku jerami
yang digunakan untuk perbaikan kesuburan tanah
sawah,
2. peningkatan produksi tanaman padi.

D. Indikator Dampak (impacts)


1. Petani dengan swadaya sendiri akan melakukan
perbaikan kesuburan tanah sawah milik petani,
2. Dengan adanya pengembalian bahan organik ke lahan
sawah, maka produksi padi milik petani akan bertambah
dan otomatis terjadi juga penambahan pendapatan
petani.

17
V. PENUTUP

Pemanfaatan APPO yang dibiayai melalui APBN Pusat TA 2006


akan memberikan hasil sebagaimana diharapkan apabila
dikelola dengan baik dan profesional. Melalui pertimbangan yang
cermat dengan memperhatikan kelayakan secara teknis, sosial
dan ekonomis di tingkat lapangan, maka penggunaan APPO
akan mudah diterima masyarakat petani. Pertanian organik
melalui penggunaan APPO akan tumbuh dan berkembang
secara mandiri di pedesaan, sehingga akan mampu
memperbaiki kesuburan tanah sawah secara bertahap dan pada
gilirannya akan meningkatkan produksi, pendapatan dan
kesejahteraan petani.

18
Lampiran 4.

FORMAT LAPORAN
PEMANFAATAN ALAT PENGOLAH PUPUK ORGANIK (APPO)

Waktu pengisian : ………………………...........................................


Nama pengisi : ....................................................................
Instansi : ....................................................................

1. Nama UPJA/Kelompok tani :


………………………………………………………….

2. Lokasi : - Desa : ……………………………………………………


- Kecamatan : ............................................
- Kabupaten : ...........................................
- Propinsi : ...........................................

3. Pengurus: - Manejer/Ketua : ...........................................


- Operator : ...........................................

4. Jumlah APPO diterima : ......... unit

5. Bahan baku APPO yang digunakan:.............................................


................................................................................................

6. Bahan baku berasal dari : anggota kelompok / di luar anggota


kelompok (* coret yang tidak perlu)

7. Pelaksanaan pekerjaan (periode waktu) : ............s/d...........

8. Banyaknya jerami yang diolah : ...................kg/hari


atau..................ton/hari

9. Banyaknya jerami per Ha : .........................ton/ha


10. Jumlah hari kerja :.........................hari/MT
dan .........................hari/tahun

11. Biaya operasional APPO : Rp................................ /hari


atau Rp................................ /MT

12. Biaya pemeliharaan APPO : Rp................................ /hari


atau Rp................................ /MT

13. Harga penjualan kompos : Rp................................/kg

14. Hasil keuntungan APPO : Rp................................../MT

15. Luas areal yang dikerjakan APPO : ............................ha

16. Kendala – kendala yang dihadapi dalam operasional APPO


(teknis/manejemen/sosial) dan cara penanganannya :
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................

17. Kerusakan dari bagian perangkat APPO yang sering terjadi :


................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
18. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan UPJA/kelompok tani :
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................
....................................................................

19. Sumber dana operasional dan pemeliharaan APPO serta


besarannya :
.................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................

20. Saran – saran :


................................................................................................
................................................................................................
................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai