Anda di halaman 1dari 3

PENGELOMPOKAN ANAK BERDASARKAN KECERDASANNYA

SEBUAH STUDI KASUS


OLEH: AMIR HAMZAH

Abstrak

Masih belum menjadi program di sekolah-sekolah dasar di Indonesia mengelompokan anak berdasarkan
tingkat kecerdasannya, pada umumnya sekolah memberikan perlakuan yang sama terhadap semua
siswa sejak mereka duduk di kelas satu sampai lulus dari kelas enam. Hal itu menyebabkan terjadinya
ketimpangan di dalam kelas karena anak yang memiliki kemampuan terbatas akan mengalami banyak
kesulitan dalam mengejar pelajaran dibandingkan dengan anak yang memang sudah memiliki bakat
kecerdasan. Bisa juga terjadi kebosanan bagi sebagian anak yang sudah memahami pelajaran terlebih
dahulu ketika harus mengulang-ulang . Sedangkan upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi anak
yang terlambat dalam belajar dengan program remedial dan pengayakan masih belum menemukan
bentuk yang tepat sehingga belum bisa mengantarkan anak yang kurang pandai untuk bersaing.
Demikian pula dalam hal mengatasi anak yang cerdas supaya tidak jenuh dengan percepatan kelas,
masih mengalami banyak kendala dalam penanganannya supaya bisa beradaptasi dengan tepat. Ada
kemungkinan terjadi ketidakcermatan oleh guru dalam memahami bakat dan kemampuan anak
sehingga terdapat beberapa anak yang sebenarnya cerdas dan bisa melompat ke kelas yang lebih tinggi
justru tidak mendapatkan perhatian yang benar sehingga terkesan biasa-biasa saja.

Latar Belakang

Di Philippina terdapat pengelompokan anak di sekolah dasar berdasarkan tigkatan


kecerdasannya, sekolah-sekolah dasar negeri maupun swasta mengelompokkan anak berdasarkan tiga
tingkatan, antara lain: 1) anak yang tergolong rendah kecerdasannya dimasukkan dalam kelas low ,
2) kelas aferage atau kelas rata-rata yang ditempati oleh anak yang memi liki kemampuan sedang atau
rata-rata berdasarkan standar kecerdasan minimal dan 3) kelas gate atau kelas istimewa yang ditempati
oleh anak yang memiliki kemapuan di atas rata-rata.

Untuk menentukan bagian-bagian tersebut sekolah mengadakan tes kecerdasan kepada semua
peserta murid baru sebelum mereka menempati kelas-kelas yang telah ditentukan. Disamping tes
kecerdasan juga diadakan tes bakat, minat dan kemampuan yang menentukan apakah anak tersebut
tergolong cerdas dan memiliki keunggulan-keunggulan lainnya atau hanya tergolong pandai saja.
Keadaan ini harus dipahami dan diterima oleh orang tua murid sebagai kenyataan yang objektif.
permasalahan

Pengelompokan anak secara acak yang diterapkan di Indonesia sesuai dengan teori yang
dikembangkan oleh Blank , bahwa “perbedaan dalam banyak materi yang dipelajari tidak disebabkan
oleh kwalitas bawaan yang dimiliki oleh peserta didik tetapi disebabkan oleh kesalahan dalam system
pendidikan, semakin ideal suatu system pendidikan, semakin sedikit perbedaan yang timbul dalam
dalam pengajaran, dan sebaliknya “ ( dalam Nurlela, 2003: 38) Gagasan tersebut kemudian
diterjemahkan oleh para ahli pendidikan ke dalam bentuk kurikulum yang dikenal dengan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) dengan empat karakteristik , pertama, KBK didasarkan hanya pada satu hasil
pendidikan dan pelatihan yang spesifik , kedua, KBK menyediakan kegiatan belajar, materi dan kegiatan
yang berkualitas tinggi, dirancang dengan cermat, pengajaran yang berpusat pada peserta didik yang
dirancang untuk menguasai setiap unit pengajaran, ketiga, KBK menyediakan waktu yang cukup untuk,
keempat, KBK menuntut semua murid untuk sepenuhnya menguasai suatu unit pelajaran.

Mengapa KBK hanya berumur dua tahun, kemudian dianggap tidak berhasil dan diganti oleh
kurikulum yang baru yaitu KTSP ? Indikasi ini sebenarnya sudah dibaca sejak awal oleh tokoh-tokoh
pendidikan antara lain oleh Basuki dan Nurlaela , (2003:38) yang menyatkan terdapat dua
perkembangan yang membuat metode pengajaran dalam KBK menjadi tidak efektif, yaitu; meningkatnya
jumlah peserta didik secara besar-besaran dan semakin kompleknya materi/ keahlian yang harus
dipelajari. Kemudian Syaifullah Syagala (2007:57) menyatakan terdapat 10 syarat agar peserta didik
berhasil dalam belajarnya, antara lain: (1) kemampuan berfikir yang tinggi bagi siswa, yang ditandai
dengan berpikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (scholastic aptitude tes); (2) menimbulkan minat
yang tinggi terhadap meta pelajaran (interest inventory); (3) bakat dan minat khusus pada siswa dapat
dikembangkan sesuai dengan potensinya (di fferential aptitude test); (4) menguasai bahan-bahan dasar
yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran si sekolah yang menjadi lanjutannya(achievement test);
(5) menguasai salah satu bahasa asing, terutama bahasa Inggris (English comprehension test) (6)
stabilitas psikis (tidak memiliki masalah dengan penyesuaian diri dan seksual); (7) kesehatan jasmani; (8)
lngkungan yang tenang; (9) kehidupan ekonomi yang memadai; (10) menguasai teknik belajar di sekolah
maupun di luar sekolah.

Pada dasarnya pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui
pengembangan berbagai sarana dan prasana yang di sesuaikan dengan bentuk dan model, namun
usaha pemerintah selama bertahun-tahun tersebut masih belum menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan, tertama sekolah-sekolah yang berada di wilayah pinggiran tampak sangat kesulitan
untuk mengejar ketertinggalannya dengan sekolah-sekolah yang terdapat di pusat-pusat kota. Untuk
mengatasi masalah ini perlu diambil sikap yang lebih cerdas untuk mengatasi ketimpangan tingkat
kemampuan anakl didik yang semakin tidak stabil.
Pembahasam

Selama ini pemerintah terkesan masih berkutat dalam masalah konsep pendidikan yang akan
diterapkan, sudah menjadi kebiasaan setiap kali ganti mentri pendidikan maka ganti pula kebijakannya,
entah apa yang menjadi tolok ukur atau dasar pemikiran dari perubahan-perubahan yang terlalu cepat
sebelum mendapatkan hasil evaluasi yang memadai. Kasus terbaru adalah bergantinya kurikulum KBK
(kurikulum berbasis kompetensi) yang diluncurkan pada tahun 2004 kemudian selang dua tahun
berikutnya diganti dengan kurikulum KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) padahal spririt dari
keduanya sama saja, kemudian pertanyaanya berapa banyak biaya yang harus dipikul pemerintah dalam
mengganti kurikulum tersebut yang hanya berselang dua tahun. Mungkin akan lebih baik hasilnya jika
pemerintah lebih berkonsertasi pada substansi permasalahan yang dialami oleh semua jenjang
pendidikan yang ada di Indonesia daripada hanya berkutat pada konsep –konsep pembelajaran yang
juga tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Tuntutan jaman yang semakin ketat
mengharuskan pemerintah segera mengambil sikap tidak hanya secara politis tepati lebih kepada hal-
hal yang bersifat praktis. Salah satu contoh yang masih popular sekarang adalah bagaimana pemerintah
berusaha menggenjot minat masyarakat untuk lebih memilih sekolah-sekolah kejuruan, tetapi di lain
pihak juga masih terus menerus mengembangkan sekolah-sekolah umum, sementara kesadaran
masyarakat masih belum terbangun terhadap pentingnya keterampilan yang untuk memperoleh
lapangan kerja yang layak. Mengapa tidak lansung saja sekolah-sekolah umum memiliki kurikulum yang
juga terintegrasi dengan kurikulum yang memungkinkan anak memiliki kecakapan yang cukup untuk
bekal hidupnya di masa yang akan datang? Kenyataan yang terjadi, sekolah-sekolah kejuruan yang
menawarkan ketrampilan –keterampilan yang jelas dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari masih
belum banyak menarik minat siswa, biasanya sekolah tersebut dipilih jika sudah tidak mendapatkan
tempat di sekolah-sekolah umum ( the second choice)@memang ada alasan yang bisa dipahami bahwa
pemerataan merupakan prioritas utama untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang cerdas dan
merata di seluruh tanah air, akan tetapi tuntutan jaman semakin tinggi untuk dapat berkompetisi di
dunia Internasional. Masyarakat tidak hanya sekedar bisa bebas buta aksara tetapi harus lebih cerdas
menghadapi tantangan jaman yang semakin sulit.

HASIL OBESERVASI DI PHILIPINA

Setelah melakukan observasi di sekolah dasar di Philipina, tepatnya di kota Naga tempat ditugaskan
studi banding beberapa guru SD dari Indonesia, ditemukan suatu ciri yang menonjol dari pada yangada
di Indonesia. Sekolah-sekolah dasar negeri maupun sekolah swasta mengelompokkan anak berdasarkan
tingkat kecerdasannya antara lain: 1) anak yang tergolong rendah kecerdasannya dimasukkan dalam
kelas low 2) kelas aferage atau kelas rata-rata yang ditempati oleh anak yang memi liki kemampuan
sedang atau rata-rata berdasarkan standar kecerdasan minimal 3) kelas gate atau kelas istimewa yang
ditempati oleh anak yang memiliki kemapuan di atas rata-rata.

Untuk menentukan bagian-bagian tersebut sekolah mengadakan tes kecerdasan kepada semua peserta
murid baru sebelum mereka menempati kelas-kelas yang telah ditentukan. Hal ini tentu harus disadari
dan diterima secara bijaksana oleh orang tua maupun wali murid.

Anda mungkin juga menyukai