Anda di halaman 1dari 9

A.

PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998


Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :

1. Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum


2. Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde
baru yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan
kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )
4. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.
5. Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.

Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan
yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di
Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan
terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya
adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi
rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad
untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri
dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei
1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-
undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden
maksimal 2 periode.
Usaha dalam bidang ekonomi adalah :
1. Merekapitulasi perbankan
2. Merekonstruksi perekonomian Indonesia
3. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
4. Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.000
5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF
Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan
masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah
kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum
bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah
dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.
B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK
REFORMASI
1. KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
Sejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam
membayar gaji karyawan. Sementara itu harga sembako semakin tinggi sehingga banyak
karyawan yang menuntut kenaikan gaji pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada
memPHKkan karyawannya.
Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran
mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi dalam
masyarakat.Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat
menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk
menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.
2. KONDISI EKONOMI
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor
kebijakan yang harus digarap yaitu :
a. Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri
seefisien mungkin
b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang
terjangkau
c. Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi,
angkutan, dengan harga yang terjangkau
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau
e. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula.
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.

Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu
menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas
hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Garis waktu

* 22 Januari 1998
o Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.

* 12 Februari
o Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.

* 10 Maret
o Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan
menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

* 4 Mei
o Harga BBM meroket 71%, disusul 3 hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6
meninggal.

* 8 Mei
o Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.

* 9 Mei
o Soeharto berangkat seminggu ke Mesir.

* 12 Mei
o Tragedi Trisakti, 4 Mahasiswa Trisakti terbunuh.

* 13 Mei
o Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
o Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir,
memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan
masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden.
o Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
* 14 Mei
o Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia, demonstran
mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.

* 18 Mei
o Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun dari
jabatannya sebagai presiden.
o Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar hukum;
Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
o Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ, Forum Kota, UI dan HMI MPO memasuki
halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR

Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR


Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR

* 19 Mei
o Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan
pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya.
o Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu
dengan Soeharto.
o Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
o Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.

* 20 Mei
o Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara
bersiaga di kawasan Monas.
o 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X.
Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
o Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau
DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
o Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita, milyuner kayu
Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.

Pernyataan pengunduran diri


Pernyataan pengunduran diri

* 21 Mei
o Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB
o Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
o Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan
presiden.
o Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama
mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

* 22 Mei
o Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
o Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
o Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai
simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung
DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru.
Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya

Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga
melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan
Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut
dari Indonesia pada Oktober 1999.

Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa
pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

GusDur
Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan
Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan
presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden.
Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih
kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil
presiden.

Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang


makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman
Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.

Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur
untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman
Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati
Soekarnoputri.

Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi
Presiden Indonesia ke-5.

Megawati
Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena
merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang
lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan
yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring
dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat
sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.

Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan


pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai
presiden.

Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung pertamanya.
Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas
penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat,
Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya.

Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan
pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia.
Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan
pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan presiden.
Oleh : Risal Suaib S.I.P

Pasca runtuhnya rezim politik Orde Baru-nya Suharto yang otoriter di tahun 1998. Indonesia,
kemudian memasuki masa Reformasi, yang lantas disebut juga “Orde Reformasi”. Orde
Reformasi dicirikan dengan terjadinya apa yang oleh O’Donnell dan Schmitter disebutnya fase
“liberalisasi politik”. Fase ini secara teoritis sebagai fase transisi dari otoritarianisme entah
menuju kemana”.

Apa yang disebut liberalisasi adalah proses pendefinisian ulang dan perluasan hak-hak.
Liberalisasi merupakan proses mengefektifkan hak-hak yang melindungi individu dan
kelompok-kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh negara.
Liberalisasi politik awal pasca Orde Baru ditandai antara lain terjadinya redefinisi hak-hak
politik rakyat.

Ketika Orde Baru tumbang, setiap kalangan menuntut kembali hak-hak politiknya yang selama
bertahun-tahun dikerangkeng oleh negara. Konsekuensi dari liberalisasi politik ditandai dengan
terjadinya ledakan partisipasi politik. Ledakan ini terjadi dalam bentuk yang beragam. Pada
tataran akar rumput (grass root), ledakan partisipasi politik banyak mengambil bentuk huru-hara,
kekerasan massa, amuk massa, atau praktek penjarahan kolektif. Sementara ledakan partisipasi
politik di kalangan elit politik ditandai dengan maraknya pendirian partai politik.

Sebagai perwujudan dari ledakan partisipasi politik itu, para elit politik berlomba-lomba
mendirikan kembali partai politik, sehingga jumlah partai politik banyak. Klimaks dari pendirian
partai politik adalah diselenggarakannya pemilu di tahun 1999. Inilah pemilu pertama pasca
Orde Baru dan pemilu kedua setelah pemilu 1955, yang oleh para pengamat asing disebut
sebagai pemilu paling bersih.

Pemilu 1999 juga dijadikan tonggak awal Orde Reformasi. Sebagai orde transisi politik di
Indonesia, maka sistem politik Indonesia di masa reformasi dianggap sebagai sistem politik yang
juga bersifat transisi. Pertanyaan mendasar kemudian adalah, sampai kapan sistem politik
Indonesia berkutat pada tataran transisi?

Kran demokrasi yang tertutup rapat selama 32 tahun, berimbas pada meledaknya partisipasi
politik. Ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena banyak kalangan yang telah
memperhitungkan sebelumnya. Sebuah sistem politik yang sangat akut ini sedang mencari
format terbaik, guna terciptanya sebuah sistem yang sehat seperti yang digambarkan oleh David
Easton.

Sebuah sistem merupakan sebuah keseluruhan yang saling berinteraksi di dalamnya, di mana
terdiri atas sub-sub sistem. Jadi sebagai sebuah keseluruhan, sistem politik Indonesia perlu
adanya sebuah evaluasi ulang atas fungsi-fungsi lembaga berdasarkan aturan yang telah ada.
Proses input sebuah kebijakan haruslah kebutuhan mendasar sebuah masyarakat yang ditafsirkan
sebagai doa-doa makhluk terhadap Tuhannya, ibarat sebuah harapan.
Sehingga proses yang berjalan merupakan transformasi nilai-nilai kemanusiaan. Bukan berarti
menafikan bahwa akan ada benturan kepentingan di dalamnya, atau doa-doa tidak berakomodasi
sepenuhnya, akibat begitu banyaknya masyarakat Indonesia yang menjadi pengemis akibat
keganasan sebuah rezim yang ‘menyulam’ lidah-lidah rakyat dengan benang sutra.

Reformasi yang terjadi pun adalah sebuah negosiasi kekuasaan elit lama yang merasa kecewa
atas seniornya, sehingga regulasi yang berjalan harus dibayar dengan kelaparan di berbagai
daerah. Perubahan adalah sebuah keniscayaan, reformasi yang terjadi juga sebuah keniscayaan
yang tidak pernah diharapkan akan seperti ini, masyarakat pun kecewa dengan hal ini dan merasa
sakit. Sebagai salah satu bagian dari sebuah sistem politik maka yang hadir adalah sebuah sistem
politik yang tidak lagi menarik. Politisi terperangkap pada keistimewaan akan dirinya sehingga
tidak lagi menganggap rakyat adalah bagian dari dunianya, yaitu politisi sebagai pelayan bagi
umatnya, atau biasa disebut oleh kalangan agamawan sebagai sosok nabi.

Masa sekarang ini pun sistem politik Indonesia masih mengalami krisis yang memprihatinkan.
Pasca reformasi yang harapannya akan ada format baru bagi dunia politik ternyata mengalami
kebuntuan. Hal ini dapat dilihat dari partai politik yang menjadi bangunan dasar demokrasi,
belum mampu untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan yang terlihat hanyalah pada
kuantitas partai, tapi masih menggunakan pola lama, artinya belum ada perubahan yang
mendasar dari reformasi yang dicita-citakan.

Sistem politik ini merupakan bagian dari sebuah sistem yang besar, sehingga hal ini berimbas
pada sektor yang lain. Seperti sebuah virus yang menjangkiti sebuah bangsa, maka diperlukan
seorang dokter dengan jarum suntik di tangannya untuk menyembuhkan bangsa ini. Jarum suntik
ini adalah pendidikan politik yang merata, karena partisipasi politik masyarakat belumlah cukup.
Untuk itu dibutuhkan teropong yang lebih besar buat melihat masalah yang hadir.

Transformasi nilai yang saya maksud di atas tadi adalah puncak tertinggi nilai-nilai universal,
yaitu filsafat politik. Filsafat politik sebagai nilai-nilai universal adalah konstitusi tertinggi
kemanusiaan, yang membawa kita pada kemakmuran bersama. Jika mencoba membawanya pada
realitas politik, maka haru ada sebuah kedinamisan dan keadilan pengetahuan atau yang
dibahasakan oleh Muhammad Hatta pendidikan politik, guna pencapaian cita-cita filsafat politik.

Legitimasi yang hadir saat ini adalah semu, karena tampil sebagai topeng, rezim yang hadir pun
hanya menjadikannya tiket menuju kelas yang lebih tinggi, setelah sampai ditujukan dengan
mudah untuk membuangnya ke dalam keranjang sampah. Kondisi yang seperti ini terjadi tidak
lain akibat pengetahuan masyarakat yang masih kurang terhadap politik. Pemahaman atas politik
masih jauh dari harapan para filosof, sementara ilmu politik begitu dinamis dan terus
berkolaborasi dengan konteks budaya yang ada.

Keberagaman budaya yang ada pada bangsa kita sangat berpengaruh pada perangkat politik yang
ada pula, perangkat politik yang sangat penting saya kira adalah partai politik yang melakukan
adaptasi sebagai jawaban atas tantangan modernitas. Oleh karena itu dibutuhkan partai yang
modern pula mengingat kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Bukan hanya itu partai
pulalah yang harus menggantikan tanggung jawab negara untuk memberikan pendidikan politik
bagi masyarakat luas.
Sudah saatnya partai politik menebus budi atas suara yang telah diberikan padanya oleh rakyat,
dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menuju kemakmuran bersama. Kemudian tantangan
yang kedua adalah, partai politik harus belajar untuk mandiri dalam banyak hal, mengingat
kondisi bangsa yang carut-marut. Untuk pembiayaan kampanye saja negara masih harus
menanggungnya, ini memperlihatkan bahwa partai politik masih sangat dimanjakan.

Banyaknya bencana kemanusiaan yang melanda bangsa ini, seharusnya partai politik
memperlihatkan eksistensinya pada rakyat, bukan hanya pada momen tertentu saja. Dari sini
dapat dikatakan bahwa partai politik belum mampu menjalankan fungsinya di dalam masyarakat.
Oleh karena dibutuhkan kedinamisan maupun keseimbangan komponen-komponen yang ada
dalam sebuah sistem, maka komponen-komponen tersebut harus menjalankan fungsinya dengan
baik. Sistem ini pun tidak terlepas dari pengaruh yang hadir dari luar.

Logika politik luar negeri yang ada pun membenarkan asumsi tersebut, di mana politik luar
negeri merupakan cerminan politik dalam negeri. Sehingga dibutuhkan kondisi politik yang kuat
untuk dapat menunjukkan eksistensi bangsa pada lingkup global. Pendidikan politik yang adil
serta memanusiakan manusia adalah cita-cita kemakmuran itu, dan sebagai sebuah sub-sistem
dari sistem yang lebih besar, yaitu dunia politik yang humanis telah menjadi kebutuhan yang
meniscayakan sebuah bangsa yang kuat.

Perlu diingat bahwa pendidikan politik itu bukan hanya pada masyarakat saja, tapi juga bagi elit
politik sebagai pemegang peran penting dalam sebuah kebijakan. Hal ini menjadi sangat penting
melihat realitas politik yang ada di Indonesia bahwa elit yang hadir bukanlah orang-orang yang
begitu paham dengan politik. Sehingga kebijakan yang lahir pun tidak lagi menjadi alat untuk
mensejahterakan rakyat, tapi sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan dan menjadi budak
nafsu keserakahan binatang.

Jadi sistem politik Indonesia harus dilihat sebagai sebuah keseluruhan yang saling
mempengaruhi, bukan ditafsirkan secara sempit sebagai sebuah kesalahan sebuah rezim atau
kejahatan elit politik semata.

http://desaku.blogdetik.com/2008/11/06/sistem-politik-di-indonesia-pasca-reformasi/

Anda mungkin juga menyukai