Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat
luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari preparat ini cukup
besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam
penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi kortikosteroid merupakan
pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.1,2 Kortikosteroid adalah derivat dari
hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi
volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh.3,4
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan
tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas
antiinflamasinya, misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat
dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. Berdasarkan cara
penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid
topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu dan
merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan
banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,
melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. 3,4,5
Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai
antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak
digunakan dalam bidang dermatologi. Dibidang dermatologi pada umumnya lebih ditekankan
sebagai obat antialergi. Terapi dengan obat ini bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi
pengendalian atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi korteks adrenal. Sejak kortikosteroid
digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai
penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit
berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat
ditekan berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens-Jhonson yang
berat dan nekrolisis epidermal toksik.3,6
BAB II
KORTIKOSTEROID
1. DEFINISI
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya
tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi,
metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian
korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata
mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata
menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan
glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar
dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang
merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.3,9
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang
berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan
sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik
dan kortikosteroid topikal.1,3,9
10
2. FARMAKOLOGI
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D
(Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan
pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10
dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk
glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1
cincin pentana.2,3,9,11
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari plasma.
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim
diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan
19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari
luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH.9
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus
menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang
tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya
kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.1,9
Kecepatan sekresi Kadar plasma
dalam keadaaan (μg/100ml)
optimal (mg/hari) Jam 08.00 Jam 16.00
Kortisol 20 16 4
Aldosteron 0,125 0,01 -
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu hari yaitu
sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur. Pada pagi hari
kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang membuat orang menjadi
lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol mengikuti
kurva dimana dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu
pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan cukup.12
Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan
sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau
struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi epidermal,
re-epitalisasi lambat), produksi fibrolas mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal,
striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis,
purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat
glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui
proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen
tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan
protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi,
menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang.
Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang
dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.3,11
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai. Efektifitas
kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi. Potensi kortikosteroid
ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada kulit hewan percobaan
dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak
berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi
dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal
mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan.
Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten.
Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di
antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik
penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal,
misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah
ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14
kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali
yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali
melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi
dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya
sedikit sawar untuk penetrasi.2,3,11
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang
terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa
menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan
kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.
Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menginhibisi
pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang
turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan
menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit. 2,3,11
4. KLASIFIKASI
Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya
potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan
penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-inflamasinya. Sediaan kortikosteroid
sistemik dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, potensi
glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi mineralokortikoid. 1,2,5,6,9
Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid 15
Potensi Dosis
Lama
Kortikosteroid Glukokortikoi ekuivalen
Mineralkortikoid kerja
d (mg)*
Glukokortikoid
Kortisol 1 1 S 20
(hidrokortison)
Kortison 0,8 0,8 S 25
6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4
Prednisone 0,8 4 I 5
Prednisolon 0,8 4 I 5
Triamsinolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0,75
Deksametason 0 25 L 0,75
Mineralokortikoid
Aldosteron 300 0.3 S -
Fluorokortison 150 15.0 I 2.0
Desoksikortikosteron 20 0.0 - -
asetat
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)
Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan
deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan kortikosteroid
mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut kekuatan (potensi) dari
yang paling lemah sampai yang paling kuat. Parametason, betametason, dan deksametason
mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh 36-72 jam. Sedangkan kortison dan
hidrokortison mempunyai waktu paruh paling singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat
semakin kuat potensinya semakin besar efek samping yang terjadi.5
Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi,
antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk
menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan
biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari
suatu agen. Kombinasi ini digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan
besar, diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super
poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).2
Berikut tabel penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis :2,3,6,11
Cyclocort ointment
Golongan II: (potensi Diprosone ointment 0,1% amcinonide
tinggi) Elocon ointment 0,05% betamethasone
Florone ointment dipropionate
Halog ointment 0,01% mometasone fuorate
Halog cream 0,05% diflorasone diacetate
Halog solution 0,01% halcinonide
Lidex ointment
Lidex cream
Lidex gel 0,05% fluocinonide
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream 0,05% diflorasone diacetate
Topicort ointment 0,05% betamethasone
Topicort cream dipropionate
Topicort gel
0,25% desoximetasone
Aristocort A ointment
Golongan III: (potensi Cultivate ointment 0,05% desoximetasone
tinggi) Cyclocort cream
Cyclocort lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Diprosone cream 0,005% fluticasone propionate
Flurone cream 0,1 amcinonide
Lidex E cream
Maxiflor cream 0,05% betamethasone
Maxivate lotion dipropionate
Topicort LP cream 0,05% diflorosone diacetate
Valisone ointment 0,05% fluocinonide
0,05% diflorosone diacetate
Aristocort ointment 0,05% betamethasone
Golongan IV: (potensi Cordran ointment dipropionate
medium) Elocon cream 0,05% desoximetasone
Elocon lotion 0,01% betamethasone valerate
Kenalog ointment
Kenalog cream 0,1% triamcinolone acetonide
Synalar ointment 0,05% flurandrenolide
Westcort ointment 0,1% mometasone furoate
Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya:1,6
Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Erupsi alergi obat ringan Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
SJS berat dan NET Deksametason 6x5 mg
Eritrodermia Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Reaksi lepra Prednison 3x10 mg
DLE Prednison 3x10 mg
Pemfigoid bulosa Prednison 40-80 mg
Pemfigus vulgaris Prednison 60-150 mg
Pemfigus foliaseus Prednison 3x20 mg
Pemfigus eritematosa Prednison 3x20 mg
Psoriasis pustulosa Prednison 4x10 mg
Reaksi Jarish-Herxheimer Prednison 20-40 mg
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman, tidak
bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak disesuaikan dengan
berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis ditingkatkan
sampai ada perbaikan.6
7. MONITOR
Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan kortikosteroid untuk
mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat personal dan keluarga dengan
perhatian khusus kepada penderita yang memiliki predisposisi diabetes, hipertensi,
hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang terpengaruh dengan pengobatan steroid. Tekanan
darah dan berat badan harus tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama perlu
dilakukan pemeriksaan mata, test PPD, pengukuran densitas tulang spinal dengan menggunakan
computed tomography (CT), dual-photon absorptiometry, atau dual-energy x ray absorptiometry
(DEXA).2
Sedangkan selama penggunan kortikosteroid tetap perlu dilakukan evaluasi diantaranya
menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi, nyeri abdomen, demam, gangguan tidur
dan efek psikologi. Penggunaan glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan terjadinya
efek yang serius terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di
monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap diukur dengan
regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang menggumpal. Selain itu,
pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan terjadinya katarak dan glaukoma.2
Berikut hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka panjang 2
No Efek samping Monitor
.
1. Hipertensi Tekanan darah
2. Berat badan meningkat Berat badan
3. Reaktivasi infeksi PPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)
4. Abnormalitas metabolik Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan
hiperlipidemia)
5. Osteoporosis Densitas tulang
6. Mata
Katarak Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)
Glaukoma Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke
7. Ulkus peptik enam)
Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton
8. Supresi kelenjar adrenal pump inhibitor
Dosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol
pada jam 8 pagi sebelum tapering off.
8. EFEK SAMPING
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat
luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan
cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.6
Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.1
Tempat Macam efek samping
1. Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.
2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
3. Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah
tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh
4. Tulang diri), nafsu makan bertambah.
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang
5. Kulit panjang.
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura,
6. Mata telangiektasis.
7. Darah Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
8. Pembuluh darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
9. Kelenjar adrenal Kenaikan tekanan darah
bagian kortek Atrofi, tidak bisa melawan stres
10. Metabolisme
protein, KH dan Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi,
lemak obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
11. Elektrolit
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia
12. Sistem immunitas kor)
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek,
keganasan dapat timbul.
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat menopause.
Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan, buffalo hump,
penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura, dermatosis
akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala,
psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan
aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.6
Gangguan tidur
Meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan berat badan
Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari
kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik
yang pinggul.
Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama1
Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka
kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di
bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan
setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti
infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang
kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru.
Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul bersama
dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien
dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50%
dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.
Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika
steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).
Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
Kenaikan lemak darah (trigliserida).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan
gagal jantung.
Kegoyahan dan tremor.
Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak
subcapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan,
delirium atau depresi.
Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya diperiksa
tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40 tahun dan
pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap kadar Na dan K
dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3bulan
sekali).6
Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :3,11
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,
tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin
merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa
dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan
pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih
paten. Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.3,11
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu3,11
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-
epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam kortikosteroid. Pada
pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya
pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk
mencegah terjadi efek tersebut, yaitu :6
Diet tinggi protein dan rendah garam
Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K
Obat anabolik
ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik yaitu
synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat
diberikan seminggu sekali
Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
Antasida
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yang
sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan preparat
intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai
life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan
hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive purified
derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.18
BAB III
RINGKASAN
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal..
Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.1,2,3,10
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super poten,
potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi sintesis protein yang
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada
kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka serta mengurangi akses dari
sejumlah limfosit ke daerah inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan vasokontriksi.
Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.1,2,3,10
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan
sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif
harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit. (2) Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3)
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak
membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar. (4) Bila pengobatan diperpanjang sampai 2
minggu atau lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal
potensial akan bertambah. (5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid
bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-
inflamasinya. (6) Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis
besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.9
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan
berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Dapat dibagi
beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping lokal yang terjadi
meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis
setempat, hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.3,10