Auguste Comte (1798-1857) sebagai peletak dasar dan bapak bagi ilmu
sosiologi politik menekankan pendekatan empiris melalui penelitian atau riset
terhadap studi masyarakat dan politik daripada hanya pengamatan inder
a semata. Peletakan dasar ilmu sosiologi politik secara empiris tersebut
menganalisis elemen struktural dan juga fungsional yang bergerak secara
dinamis di dalam masyarakat. Pada akhirnya analisis pada struktur dan fungsi
akan berdampak pada sistem pemerintahan yang tentunya terdiri dari lembaga-
lembaga (institusi).
Bila mengacu pada definisi-definisi di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa
mempelajari sosiologi tentu akan selalu berbicara mengenai politik, karena
sejatinya kedua disiplin ilmu tersebut memiliki keterkaitan yang sangat kuat.
Begitu pula bila kita mempelajari sejarah terbangunnya suatu negara bangsa
atau nation state, tentu kita akan perlu menganalisanya dari sudut pandang
masyarakat, negara, dan kekuasaan. Nation State atau negara bangsa
merupakan suatu unit politik yang utama dalam dunia moderen. Negara bangsa
yang telah berdiri sejak ratusan tahun lamanya tentu memiliki akar dukungan
masyarakat yang kuat, begitupula rasa nasionalisme yang tidak lekang dimakan
waktu memerlukan proses sosial menuju integrasi sosial dan nasional yang perlu
1
Suryadi, Budi, Sosiologi Politik: Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep (IRCiSoD: Jogjakarta,
2007), hal. 8.
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Di abad ke-16 dan ke-18, Tumbuhnya negara bangsa pertama kali merupakan
perkembangan dari pemerintahan sentralistis yang secara moderen dikelola oleh
bentuk pemerintahan monarki absolut di kurun abad ke16 dan abad ke-18. Pada
saat itu negara bangsa pertama banyak terbentuk berupa kerajaan-kerajaan
yang selanjutnya memberikan fondasi kuat bagi terbentuknya masyarakat berciri
khas budaya yang sangat terpelihara di tiap lapisan masyarakatnya.
Namun demikian sebaliknya, rasa nasionalisme yang kuat dapat muncul lebih
dahulu sebelum terbentukinya negara bangsa. Karena hakekat dari
nasionalisme adalah gerakan budaya, culture movement, sebagai koreksi dari
bentuk negara bangsa pertama yang otoriter dan tidak mengakui kedaulatan
rakyatnya. Divine Rights of King atau hak Tuhan seorang penguasa akan
digantikan oleh dorongan kuat dari masyarakat dalam bentuk nasionalisme
membentuk negara bangsa yang mengakui keberadaan hak-hak masyarakat
(kedaulatan) tanpa harus berserah diri pada keinginan penguasa.
Setelah negara bangsa baru terbentuk, kemudian sistem politik yang tadinya
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Menurut FX Adji Samekto (2007)2, sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum dan
dosen Fakultas Hukum Undip, nasionalisme merupakan persepsi identitas
seseorang terhadap kolektivitas politik yang terorganisasi secara teritorial. Ada
berbagai macam pendekatan untuk memahami nasionalisme. Yang paling
sederhana nasionalisme merupakan kesadaran bangsa, emosi kuat yang telah
mendominasi tindakan kebanyakan rakyat di berbagai negara sejak Revolusi
Prancis 1789.
Ide mengenai negara bangsa diawali oleh bangsa Eropa pada abad ke-16.
Charles Tilly (1975) dalam bukunya, The Formation of National States in
Western Europe, mensyaratkan kondisi-kondisi pembentukan negara bangsa,
2
FX Adji Samekto, Nasionalisme dan Kepedulian Penguasa.
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Perlu kita sadari bersama, bahwa negara bangsa yang dibangun atas dasar
kesepatakan atas nilai-nilai yang sangat lemah, akan rawan terhadap konflik
pemecah belah kesatuan. Sumpah pemuda memang telah menyepakati hal-hal
prinsip nasionalisme Indonesia, namun, sejarah telah membuktikan bahwa
semangat nasionalisme yang dibangun, kemudian diteruskan oleh Soekarno dan
Hatta pada masa kemerdekaan negara republik Indonesia di tahun 1945, belum
mampu menimbulkan semangat nasionalisme yang kuat di antara warga negara
Indonesia. Adanya keinginan dari sekelompok masyarakat di wilayah tertentu di
Indonesia, seperti kemunculan negara Indonesia Timur menyadarkan kita bahwa
benih-benih disintegrasi nasional masih dapat muncul ke permukaan bila nilai-
nilai nasionalisme tidak mengalami penguatan berarti.
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Salah satu isu yang kerap dimunculkan oleh gerakan separatisme adalah
keinginan kelompok tersebut untuk merdeka, melepaskan diri dari NKRI.
Terhitung, insiden 29 Juni 2007 mencatat penyusupan para penari Cakalele
membentangkan bendera RMS berukuran raksasa, telah mencoreng
kewibawaan simbol negara yaitu sosok Presiden SBY yang berdiri tepat di
depannya. Seolah mengekor insiden di Provinsi Maluku, Kongres Masyarakat
Adat Papua secara gegap gempita menyerukan Papua merdeka. Gelombang
reaksi pro dan kontra berdatangan dari dalam negeri maupun luar negeri.
3
Menurut Saiful Mujani, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY-Kalla
merosot drastis karena ’’Konsentrasi masyarakat sekarang terfokus pada prestasi ekonomi. Apalagi, kesulitan ekonomi
akibat mahalnya beras menjadi pendongkrak angka ketidakpercayaan publik,’’ Menurut Mujani, kecenderungan
penurunan tersebut diprediksi terus terjadi hingga berhenti pada angka popularitas 32 persen. Lihat Lembaga Survey
Indonesia, “Popularitas SBY dan Kalla Merosot,” Radar Lampung Online (28 Maret 2007)
http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=505&Itemid=2 (diakses 16 Juli 2007).
4
GNU/GLP, “Proyeksi Penduduk 2000-2025: Urbanisasi,” Free source GNU/GLP (15 Juli 2007) http://www.datastatistik-
indonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=923&Itemid=939 (diakses 16 Juli 2007). Menurut
sumber, tingkat urbanisasi di Indonesia akan mencapai 68 persent di tahun 2025. Pada saat itu, angka urbanisasi paling
besar akan terkonsentrasi pada empat provinsi seperti Jawa, Bali, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Banten.
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Menurut ahli antropologi, IM Lewis (1985), suku bangsa meruapan landasan bagi
terbentuknya bangsa, “istilah bangsa (nationa) adalah satuan kebudayaan, tidak
perlu membedakan antara suku bangsa dan bangsa karena perbedaannya
hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural atau fungsinya, segmen suku
bangsa adalah bagian dari segmen bangsa yang lebih besar, meski berbeda
ukuran namun ciri-cirinya sama.” Jelas di sini bahwa perdebatan prinsip
homogenitas dalam pembentukkan bangsa negara akan muncul karena
5
Saifuddin, Achmad Fedyani, Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya, posted by lukman sriamin (August 14, 2006) din
http://himpsijaya.org/2006/08/14/nasionalisme-ditinjau-dari akarnya/http://himpsijaya.org/2006/08/14/nasionalisme-
ditinjau-dari-akarnya/
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
Bila berbicara sentimen, emosi, dan perasaan, maka sebuah negara bangsa
moderen yang terbentuk akan melampaui ruang dan waktu, tidak terpaku di
mana seorang manusia berada, karena manusia tersebut akan senantiasa
melekatkan dirinya dengan identitas negara bangsanya. Imagined communities-
pun akan terbentuk dengan sendirinya, tanpa batas seperti yang dikemukakan
oleh Anderson, “orang-orang yang mendefinisikan diri mereka sebagai warga
suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu, atau bahkan
mendengar. Namun, dalam pikiran mereka hidup dalam suatu imajinasi tentang
kesatuan bersama.” Masyarakat imajiner seperti ini akan rela mengorbankan
jiwa dan raganya demi masyarakat imajiner bernama negara bangsa tersebut.
Kenyataan di tanah air tercinta, negara bangsa kita telah mengalami penurunan
pemahaman. Dimensi imajiner dari negara bangsa Indonesia telah pupus
digantikan oleh semangat global identitas internasional bernama kapitalisme.
Masyarakat Indonesia lebih senang mengidentikan diri dengan identitas popular
seperti rumah-rumah bergaya eropa, setelan “gaul” terkini, gaya hidup konsumtif
dengan dominasi warung-warung cepat saji semacam mc Donald dan starbucks.
Malu mengidentikkan diri dengan budaya khas Indonesia seperti rumah
panggung, gudeg, sarung batik, dan lainnya yang konon merupakan identitas
suku bangsa Indonesia.
Dari sisi politik, pemerintah perlu disadarkan bahwa mereke telah berandil besar
dalam memecah belah negara bangsa dengan prinsip otonomi daerah tanpa
ristania@gmail.com Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
http://raconquista.wordpress.com Fakultas Ekonomi Program Akuntansi S1 dan D3
2008
Artikel Minggu III
terlebih dahulu menekankan prinsip negara bangsa yang kuat. Alhasil, kita
semua harus meredefinisikan perbedaan menjadi kesepakatan. Bila perlu
sumpah pemuda kedua dilaksanakan demi memenuhi maksud tersebut.