Anda di halaman 1dari 17

TORSIO TESTIS

I. PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir
yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke
testis dan epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler
yang murni dan memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak
ditangani dalam waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat
menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis. 1,2
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’.
Hal ini disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi
pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah
usia 25 tahun.4 Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien
dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun kondisi tersebut juga harus
dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.2,5
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan
diagnostik yang tepat.5 Sekitar dua per tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan
fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.6 Keterlambatan dan
kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang
berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan
jaringan disekitarnya. 2,3,4
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera
dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan
menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio.5 Adapun
penyebab tersering hilangnya testis setelah torsio adalah keterlambatan dalam
mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan
keterlambatan terapi (13%).7
II. ANATOMI
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan
ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum
dengan axis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih
rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior
kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler.
Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak
disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan
epididymis berasal dari arteri renalis.
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di
dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan
mengenai proses ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan
intraabdominal. Faktor endokrine dan axis hypothalamus-pituitary-testis juga
berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17 kehamilan,
testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal
interna.
Gambar anatomi testis dan spermatic cord

III. INSIDEN
Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada
usia dewasa muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus.
Puncak insiden terjadi pada usia 13-15 tahun.1,8 Terdapat kecenderungan
penurunan insiden sesuai dengan peningkatan usia. Lee dkk menemukan 26%
pasien dengan torsio testis di atas usia 21 tahun.
Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin disebabkan
karena testis yang membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas.9 Testis kiri lebih
sering terjadi disbanding testis kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena
secara normal spermatic cord kiri lebih panjang. Pada kasus torsio testis yang
terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi
postnatal.2
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti. Trauma
terhadap scrotum bias merupakan factor pencetus, sehingga torsio harus
dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan nyeri setelah trauma bahkan pada
trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun. Dikatakan pula bahwa spasme
dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula menjadi factor
pencetus.
Dalam salah satu literature disebutkan bahwa torsio testis lebih sering
terjadi pada musim dingin, terutama pada temperature di bawah 2C. Selain karena
trauma, 50% kasus torsio testis terjadi pada saat tidur.1 Hanya 4-8% kasus torsio
testis disebabkan oleh karena trauma. Faktor predisposis lain terjadinya torsio
meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor
testis, testis yang terletak horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan
dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.7
Longo dkk mengungkapkan hubungan antara torsio testis dengan
peningkatan kadar testosterone dan elevasi serta rotasi testis selama siklus respon
seksual.

V. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu
intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika
vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic
cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan
investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika
vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi
yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’
deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord
sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja
dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis
vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari
gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang
bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada
kondisi undesensus testis.

Gambar A. Ekstravagina torsio


B Intravagina torsio

VI. GEJALA KLINIS


Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa
timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut
derajat kelainan. Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari
sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis yang berulang sebelumnya.2,10
Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak berhubungan dengan luasnya
serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat
pula timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala
yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat
berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis.10
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
 Nyeri perut bawah
 Pembengkakan testis
 Darah pada semen

VII. DIAGNOSIS
VII.1. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan
penyebab akut scrotum lainnya.7 Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan
tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum
sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada
palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang
terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta
tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena
adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum
disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan
pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak
berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya
refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis.7

VII.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis
torsio testis masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis
yang nyata.6,9 Dalam hal ini diperlukan guna menentukan diagnosa banding pada
keadaan akut scrotum lainnya. Urinalisis biasanya dilakukan untuk
menyingkirkan adanya infeksi pada traktus urinarius. Pemeriksaan darah lengkap
dapat menunjukkan hasil yang normal atau peningkatan leukosit pada 60% pasien.
Namun pemeriksaan ini tidak membantu dan sebaiknya tidak rutin dilakukan.
Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat membedakan
proses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum. 2
Modalitas diagnostik yang paling sering digunakan ialah Doppler
ultrasonografi (USG Doppler) dan radionuclide scanning dengan menggunakan
technetum 99m (99mTc) pertechnetate dengan akurasi diagnostik 90%. Kedua
metode tersebut digunakan untuk menilai aliran darah ke testis dan membedakan
torsio dengan kondisi lainnya.

VIII. DIANOSIS BANDING


Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai
penyebab dari akut scrotum, antara lain :
 Epididymio-orchitis
 Hydrocele
 Varicocele
 Hernia incarserata
 Tumor testis
 Torsio appendix testis/epididymis
 Edema scrotum idiopatik

IX. PENATALAKSANAAN
IX.1. REDUKSI MANUAL
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan
pemulihan aliran darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan
eksplorasi pembedahan. Pada waktu yang sama ada kemungkinan untuk
melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat dilakukan operasi elektif
selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh karena sering
menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset
timbulnya nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya
onset nyeri, maka dapat diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi
lokal. Prosedur ini merupakan terapi non invasif yang dilakukan dengan sedasi
intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml Lidocain atau Xylocaine 2%).
Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah midline, sehingga detorsi
dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari
360o, sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh
terhadap testis yang mengalami torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika
detorsi manual berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif
dalam waktu 48 jam. Dalam literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual
hanya memberikan angka keberhasilan 26,5%. Sedangkan penelitian lain
menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.

IX.2. PEMBEDAHAN
Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual
tidak berhasil dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera
dilakukan. Pada pasien-pasien dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang
serta dengan pemeriksaan klinis yang mengarah ke torsio sebaiknya segera
dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik diperoleh bila operasi dilakukan
dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4 hingga 6 jam biasanya
nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk
melihat testis secara langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin
ditimbulkan bila dilakukan insisi inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak
testis yang mengalami torsio. Selanjutnya testis direposisi dan dievaluasi
viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi orchidopexy, namun jika
testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah timbulnya
komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis kontralateral.
Oleh karena abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy
pada testis kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya
torsio di kemudian hari.

X. KOMPLIKASI
Torsio dari testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu
kegawat daruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara
onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan
menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai
darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis.
Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah torsio dikoreksi.
Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih.
Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi :
 Infark testis
 Hilangnya testis
 Infeksi
 Infertilitas sekunder
 Deformitas kosmetik

Gambar testis yang mengalami nekrosis

XI. PROGNOSIS
Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera
dalam 5-6 jam, maka akan memberikan prognosis yang baik dengan angka
pertolongan terhadap testis hampir 100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan
gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk dilakukan tindakan pembedahan
juga meningkat. Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam, torsio sudah dapat
menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya sudah
terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak
memberikan jaminan untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun
tindakan ini dapat menurunkan kemungkinan timbulnya hal tersebut.
Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh penyelamatan testis
yang segera serta insiden terjadinya atrofi testis, dimana hal tesebut berhubungan
secara langsung dengan durasi dan derajat dari torsio testis. Keterlambatan
intervensi pembedahan akan memperburuk prognosis serta meningkatkan angka
kejadian atrofi testis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah
, keadaan umum lemah.- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-
muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit
- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita
penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital : Biasanya stabil
- Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
- Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa
Genetalia : Tidak ada perubahan
- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan
membesar
- Auskultasi
- Perkusi
d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
- Biologis
Pola makan dan minum
Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan
Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai
dengan menurunnya indeksi
Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala
Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien
- Psikologi
Perubahan status emosional
- Sosial
Berhubungan dengan pola interaksi
- Spiritual
Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.
- Pemeriksan diagnostik
Laboratorium
- Hb dan leukosit
Radiologi

II. PENGUMPULAN DATA


a. Data Obyektif 
b. Data Subyektif 

III. ANALISA DATA


Problem, symptom, etiologi 

IV. PERIORITAS MASALAH


-

V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL 


1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah 
2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala 
3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia 
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 
5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri 

VI. RENCANA KEPERAWATAN 


1. Dehidrasi dapat terpenuhi 
2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi 
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual
muntah lagi 
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga 
5. Personal hygiene dapat terpenuhi 

VII. INTERVENSI KEPERAWATAN 


1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah 
- Memberikan masukan cairan intravena 
- Anjurkan untuk banyak minum 
- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang
merangsang mual muntah 
- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien 
- Mengobservasi vital sign pasien 
2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia 
- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran
BB setiap hari, pemeriksaan lab. dan antropometri 
- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan
fungsi hati. 
- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium 
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan 
- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan
nyaman pada waktu makan
3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala 
- Kaji kebiasaan tidur pasien. 
- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan 
- Mengatur suhu kamar pasien 
- Kolaborasi dengan dokter 
4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 
- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik 
- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa
lelah 
- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri 
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri 
- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya 
- Bantu pasien untuk merawat dirinya 
- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya 
- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene
- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri
DAFTAR PUSTAKA

1. Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B, Oates.R.D, Babayan.R.K


(eds), Handbook of urology: diagnosis and Therapy, 3 rd ed, Lippincot
William&Wilkins; Philadelpihia 2004: 369-72.
2. Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas
Jefferson University, available in
http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm, Dec 13, 2006
3. Anonym : Testicular torsion, available in http://en.wikipedia.org/wik/
Testicular_torsion, May 07, 2007
4. Cuckow.P.M, Frank.J.D : Torsion of the testis, BJU International 2000; 86
(3) : 349
5. Galejs.L.E, Kass.E.J : Diagnosis and Treatment of the Acute Scrotum, Am
Fam Physician J 1999; 59 (4): 231-3.
6. Minevich.E : Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric
urology, available in http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm, Feb 9,
2007
7. Ringdahl.E, Teague.L : Testicular Torsion, Am Fam Physician J 2006 ; 74
(10): 214-9.
8. Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In: Reynard.J,
Brewster.S, Biers.S (eds), Oxford Handbook of Urology, Oxford University
Press, New York 2006: 452
9. Grechi. G, Li Marzi.V :Torsion of the Testicle. In: Graham.S.D (ed), Glenn’s
Urologic Surgery, Fifth ed, Lippincot-Raven, Philadelphia 1998 : 535-8
10. Leape.L.L : Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology,
W.B. Saunders Company; Philadelphia 1990: 429-36
11. Anonym : Urologic Emergencies, available in
http://www.urologychannel.com/ emergencies/torsion.shtml,
12. Ahmad.SN, Nisar C, Parray.FQ, Wani.RA : Torsion of undescended testis,
Ind J of Surg 2006 ; 68 (02): 106-7.
13. Allan.W.R, Brown.R.B : Torsion of the Testis, Brit Med J 1966 ; 1: 1396-7.
14. Kadish.H.A, Bolte.R.G : A Retrospective Review of Pediatric Patient With
Epididymitis, Testicular Torsion, and Torsion of Testicular Appendages, J of
Am Acad of Ped 1998 ; 102 (1): 73-6.
15. Muttarak.M : Clinics in Diagnostic Imaging, Singapore Med J 1999 ; 40
(01): 43-5.
16. Beasley.S.W, McBride.C.A : The risk of metachronus (asynchronous)
contralateral torsion following perinatal torsion, NZM J 2005 ; 118 (1218)
17. Clark. P : On the Testicle. In Clark.P (ed), Operation in Urology, Churchill
Livingstone, New York 1985 : 123-34
18. Kaplan. G.W, Silber.I : Neonatal Torsion-To Pex or Not?. In King.L.R (ed),
Urologic Surgery in Neonatus & Young Infants, W.B.Saunders Company,
Philadelphia 1988 : 386-95
19. Boddy. A.M, Madden.N.P : Testicular Torsion. In Whitfield.H.N (ed),
Rob&Smith Operative Surgery: Genitourinary Surgery, Vol 2, Operation in
Urology, Churchill Fifth ed, Butterworth-Heinemann, London 1993: 741-3
20. Anonym : Testicular torsion Health Article, available in
http://www.healthline.com/adamcontent/ testicular_torsion, Oct 20, 2005

Anda mungkin juga menyukai