Anda di halaman 1dari 4

Ayat-Ayat Makiyah dan Madaniyah

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullaahu

Al-Qur’an turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara berangsur-


angsur dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun dan sebagian besar diterima oleh
Rasulshallallaahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

ً‫ث َونَ َّز ْلنَاهُ تَ ْن ِز ْيال‬ ِ َّ‫َوقُرْ َءانًا فَ َر ْقنَاهُ لِتَ ْق َرأَهُ َعلَى الن‬
ٍ ‫اس َعلَى ُم ْك‬

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

Oleh karena itu, para ulama rahimahumullaahu membagi Al-Qur’an menjadi dua:

1. Al-Makiyah: ayat yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam


sebelumhijrah ke Madinah.

2. Al-Madaniyah: ayat yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa


sallamsetelah hijrah ke Madinah.

Berdasarkan hal tersebut maka firman Allah ‘Azza wa Jalla:

‫ْت لَ ُك ُم ا ِإل ْسالَ َم ِد ْينًا‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬


ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬
ُ ‫ضي‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (Al-
Maa’idah: 3), termasuk ayat Madaniyah walaupun turun kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallampada haji wada’ di Arafah.

Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dari ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu bahwa


dia berkata: Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunnya ayat tersebut
kepada Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam yaitu saat beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam berada di Arafah pada hari Jum’at.

Perbedaan Surat Makiyah dan Madaniyah dari Sisi Konteks Kalimat dan
Tema

Perbedaan dari segi konteks kalimat:

- Sebagian besar surat Makiyah mempunyai cara penyampaian yang keras dalam
konteks pembicaraan karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas adalah
pembangkang lagi sombong dan hal tersebut sangat pantas bagi mereka. Bacalah
surat Al-Muddatstsir dan Al-Qamar. Sedangkan sebagian besar surat Madaniyah
mempunyai penyampaian lembut dalam konteks pembicaraan karena ditujukan
kepada orang-orang yang mayoritas menerima dakwah. Bacalah surat Al-
Ma’idah!
- Sebagian besar surat Makiyah pendek dan di dalamnya banyak terjadi
perdebatan (antara para Rasul dengan kaumnya), karena kebanyakan ditujukan
kepada orang-orang yang memusuhi dan menentang, sehingga konteks kalimat
yang digunakan disesuaikan dengan keadaan mereka. Baca surat Ath-Thur!
Adapun surat Madaniyah kebanyakan panjang dan berisi tentang hukum-hukum
tanpa ada perdebatan karena keadaan mereka yang menerima. Baca ayat dain
(ayat tentang hutang) pada surat Al-Baqarah (ayat 282).

Perbedaan dari segi tema:

Sebagian besar surat Makiyah bertemakan pengokohan tauhid dan aqidah yang
benar, khususnya berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan penetapan iman kepada
Hari Kebangkitan karena kebanyakan yang diajak bicara mengingkari hal itu.
Sedangkan sebagian besar ayat Madaniyah berisi perincian ibadah-ibadah dan
mu’amalah karena keadaan manusia waktu itu jiwanya telah kokoh dengan tauhid
dan aqidah yang benar, sehingga membutuhkan perincian tentang berbagai ibadah
dan mu’amalah.

Dalam ayat Madaniyah banyak disebutkan tentang jihad, hukum-hukumnya dan


keadaan orang-orang munafiq karena keadaan yang menuntut demikian dimana
pada masa tersebut telah disyari’atkan jihad dan mulai bermunculan orang-orang
munafiq. Berbeda dengan isi ayat Makiyah.

Beberapa Faedah Mengetahui Surat Madaniyyah dan Makkiyyah

Mengetahui surat Madaniyah dan Makiyah merupakan salah satu bidang ilmu Al-
Qur’an yang penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat:

- Bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an Allah ‘Azza wa Jalla


mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka baik dengan penyampaian
yang keras maupun lembut.

- Tampaknya hikmah pembuatan syari’at ini. Hal tersebut sangat nyata dimana
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai keadaan umat pada
masa itu dan kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakan syari’at yang
diturunkan.

- Pendidikan terhadap para da’i di jalan Allah ‘Azza wa Jalla dan


pengarahan bagi mereka agar mengikuti metode Al-Qur’an dalam tata cara
penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari perkara yang paling
penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai tempatnya.

- Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh


(hukum yang dihapus). Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniyah dan
Makiyah yang keduanya memenuhi syarat -syarat naskh (penghapusan) maka ayat
Madaniyah tersebut menjadinasikh bagi ayat Makiyah karena ayat Madaniyah
datang belakangan setelah ayat Makiyah.

Hikmah Turunnya Al-Qur’an secara Berangsur-angsur


Telah jelas dari pembagian Al-Qur’an menjadi ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah
menunjukkan bahwa Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-
Qur’an dengan cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, di antaranya:

1. Pengokohan hati Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan firman


Allah ‘Azza wa Jalla:

‫ك بِ َمثَ ٍل‬ َ َ‫ َوالَ يَأْتُوْ ن‬.ً‫ك َو َرتَّ ْلنَاهُ تَرْ تِ ْيال‬


َ ‫َوقَا َل الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوا لَوْ الَ نُ ِّز َل َعلَ ْي ِه ْالقُرْ َءانُ ُج ْملَةً َوا ِح َدةً َك َذلِكَ لِنُثَبِّتَ بِ ِه فُؤَ ا َد‬
‫ق َوأَحْ َسنَ تَ ْف ِس ْيرًا‬ ِّ ‫إِالَّ ِج ْئنَاكَ بِ ْال َح‬

“Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja?’, demikianlah (yaitu demikianlah Kami turunkan
secara berangsur-angsur) supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
(membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu
yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqaan: 32-33)

2. Memberi kemudahan bagi manusia untuk menghafal, memahami serta


mengamalkan serta mengamalkannya karena Al-Qur’an dibacakan kepada
mereka secara bertahap.Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

ً‫ث َونَ َّز ْلنَاهُ تَ ْن ِز ْيال‬ ِ َّ‫َوقُرْ َءانًا فَ َر ْقنَاهُ لِتَ ْق َرأَهُ َعلَى الن‬
ٍ ‫اس َعلَى ُم ْك‬

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

3. Memberikan semangat untuk menerima dan melaksanakan apa yang telah


diturunkan di dalam Al-Qur’an karena manusia rindu dan mengharapkan
turunnya ayat, terlebih lagi ketika mereka sangat membutuhkannya.

Seperti dalam ayat-ayat Ifk dan Li’an.

4. Penetapan syari’at secara bertahap sampai kepada tingkatan yang


sempurna.

Seperti yang terdapat dalam ayat khamar yang mana manusia pada masa itu hidup
dengan khamr dan terbiasa dengan hal tersebut, sehingga sulit jika mereka
diperintahkan secara spontan meninggalkannya secara total.

Maka untuk pertama kali turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla yang menerangkan
keadaan mereka:

‫اس َوإِ ْث ُمهُ َما أَ ْكبَ ُر ِم ْن نَّ ْف ِع ِه َما‬


ِ َّ‫ك َع ِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر قُلْ فِ ْي ِه َما إِ ْث ٌم َكبِ ْي ٌر َو َمنَافِ ُع لِلن‬
َ َ‫يَسْأَلُوْ ن‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada


keduanya itu terdapat dosa besar dan berupa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.’” (QS. Al-Baqarah: 219)
Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau
menerima pengharaman khamr, dimana akal menuntut untuk tidak membiasakan
diri dengan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya.

Kemudian yang kedua turun firman Allah ‘Azza wa Jalla:

َ‫صلَوةَ َوأَ ْنتُ ْم ُس َكا َرى َحتَّى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُوْ لُوْ ن‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا الَ تَ ْق َربُوا ال‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (QS. An-
Nisaa’: 43)

Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk untuk membiasakan meninggalkan


khamar pada keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat.

Kemudian tahap ketiga turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

. َ‫صابُ َواألَ ْزالَ ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَ ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواألَ ْن‬
‫صلَو ِة‬ َّ ‫ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هللاِ َو َع ِن ال‬ ْ ْ َ ‫َاوةَ َو ْالبَ ْغ‬
ُ َ‫ضا َء فِي ال َخ ْم ِر َوال َم ْي ِس ِر َوي‬ َ ‫إِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ال َّش ْيطَانُ أَ ْن يُوْ قِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعد‬
ُ‫غ ْال ُمبِيْن‬
ُ َ‫ َوأَ ِط ْيعُوا هللاَ َوأَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواحْ َذرُوا فَإ ِ ْن تَ َولَّ ْيتُ ْم فَا ْعلَ ُموا أَنَّ َما َعلَى َرسُوْ لِنَا ْالبَال‬. َ‫فَهَلْ أَ ْنتُ ْم ُّم ْنتَهُوْ ن‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi,


beribadah kepada berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
arak atau berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan
taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhati-hatilah. Jika kamu
berpaling, maka ketahuilah sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. Al-Maa’idah: 90-91)

Dalam ayat di atas terdapat larangan meminum khamar pada semua keadaan, hal
itu sempurna setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia
kemudian diperintah untuk membiasakan diri meninggalkan khamar pada keadaan
tertentu.

(Dinukil dari ‫ أصول في التفسير‬karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih


Al-‘Utsaimin, edisi Indonesia: Bagaimana Kita Memahami Al-Qur’an,
penerjemah: Muhammad Qawwam, LC., Abu Luqman, penerbit: Cahaya Tauhid
Press Malang, cet. ke-1 Muharram 1427H/Pebruari 2006M, hal. 33-38, untuk
http://almuslimah.co.nr)

Anda mungkin juga menyukai