Pernahkah Anda dikata orang munafiq? Atau mungkin Anda pernah mengatakan
pada orang bahwa dia munafiq? Atau mungkin Anda pernah mendegar seseorang
menuduh orang lain dengan kata munafiq? Apapun jawaban Anda yang jelas perlu
dipertanyakan, apakah Anda mengerti arti dan maksudnya. Apakah Anda
mengerti batasan-batasannya, mengerti macam-macam nifaq sebagaimana yang
disampaikan Al Qur’an.
Sahabat Hudzaifah r.a pernah berkata: “Orang-orang munafik sekarang lebih jahat
(berbahaya) daripada orang munafik pada masa Rasulullah saw.”
Pernyataan sahabat Hudzaifah r.a itu diucapkannya pada 14 abad yang lampau.
Jika demikian, bagaimana dengan orang-orang munafik pada abad ini?
Allah telah menyebut kata an nifaq dan kata jadiannya di dalam Al Qur’an
sebanyak 37 kali dalam surat yang berbeda. Yaitu, di dalam surat ‘Ali Imran, Al
Hasyr, At Taubah, Al Ahzab, Al Fath, Al Hadid, Al Anfal, Al Munafiqun, An
Nisaa, Al Ankabut, dan At Tahrim.
Macam-Macam Nifaq
Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, sifat nifak itu terbagi menjadi dua macam:
Nifak jenis ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama (millah). Pelaku nifaq
i’tiqadi ini ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Orang
seperti ini di dalam hatinya mendustakan kitab-kitab Allah dan para malaikat-Nya,
atau mendustakan salah satu asas dari asas Ahlussunnah. Dalil nifaq i’tiqadi ini
adalah firman Allah Subhananu wa Ta’ala : “Di antara manusia ada yang
mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,’ padahal mereka
itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu
Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta.” (Al Baqarah 8-10)
Dalil mengenai nifaq ‘amali ini adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim: “Ada tiga tanda
orang munafiq: jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya
ia khianat.”
Berikut ini ketiga puluh karakter orang-orang munafiq tersebut. Kemudian akan
diperinci penjelasannya satu persatu:
Imam Ibnu Taimiyyah berkata: “Al Kidzb (dusta) adalah salah satu rukun
(elemen) dari kekufuran.” Selanjutnya beliau menuturkan bahwa jika Allah
menyebut nifak dalam Al Qur’an, maka Dia menyebutkannya bersama dusta (al
kidzb). Dan apabila Allah menyebut al kidzb, maka kata nifak disebutkan
bersamanya. “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”(QS. Al Baqarah : 9-10).
”Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (QS. Al Munafiqun: 1)
Demikian juga apabila Allah menyebut tentang nifak, maka disebut pula qillatudz
zikr (sedikit berdzikir kepada Allah). “Sesungguhnya orang-orang munafik itu
menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali “(QS. An Nisaa :142).
Sedangkan jika Allah meyebut tentang iman, disebut juga dzikrullah (mengingat
Allah). ”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun : 9).
Di dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Tanda
orang munafiq ada tida, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta.”
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq,
juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al
Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai).
Keduanya dari Abu Hurairah r.a)
“Celakalah bagi orang yang berbicara (bercerita) lalu berbohong agar orang-
orang tertawa dengan cerita dustanya itu. Celaka baginya, celaka baginya,
celaka baginya.”
2. Khianat
Dalil yang mendasari karakter ini adalah sabda Rasulullah saw : “Dan apabila
berjanji, dia berkhianat.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman,
Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm.
46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abdullah bin amr bin Al ‘ash)
Sementara itu, mengenai pertengkaran dengan orang kafir, dalam hal ini ada
hadits Nabi SAW yang menyebutkan: “Peperangan itu tipu muslihat.”
( Diriwayatkan oleh Abu Daud pada Kitab Al Adab, Bab Al “idah, nomor 4996.
Dan Imam Al Baihaqi (10/198) dari jalan Ibrahim bin Thahan dengan isnad yang
sama, dalam Kitab Asy Syahadat, Bab Man Wa’ada Ghairuhu. Hadits ini dha’if
karena perawi yang majhul, yaitu Abdul Karim bin Abdullah bin Syaqiq. Lihat
Kitab Sunan Abu daud, hadits nomor 4996).
Ali bin Abi Thalib sendiri dalam menghadapi musuh kafir menerapkan strategi
dengan landasan hadits tersebut. Apabila orang-orang kafir telah berkhianat, lalu
kita mempermainkan dan mengadakan tipu muslihat terhadap mereka, maka hal
itu mempunyai landasan serta tidak termasuk khianat dan lacur. Hal ini tergolong
dalam kategori strategi dan tipu muslihat terhadap musuh Islam.
4. Ingkar Janji
Rasulullah SAW bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia
dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia
berkhianat.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ingkar janji adalah sifat yang dapat merusak dan memporak-porandakan seluruh
rencana. Ingkar janjji juga merupakan perilaku buruk yang dapat melunturkan
kepercayaan dan kesetiaan masyarakat kepada seseorang. Seperti kurang disiplin
dalam menepati waktu. Bahkan, keterlambatan seakan-akan telah menjadi sesuatu
yang biasa. Oleh sebab itu, barangsiapa berjanji kepadamu dengan menentukan
tempat dan waktu kesepakatan, kemudian mengingkari janji tersebut tanpa ada
udzur syar’i, maka di dalam jiwanya telah bercokol cabang kemunafikan.
6. Riya'
Di hadapan manusia dia shalat dengan khusyu tetapi ketika seorang diri, dia
mempercepat shalatnya. apabila bersama orang lain dalam suatu majlis, dia
tampak zuhud dan berakhlak baik, demikian juga pembicaraannya. Namun, jika
dia seorang diri, dia akan MELANGGAR HAL-HAL YANG DIHARAMKAN
Allah SWT.
7. Sedikit Berzikir
Firman Allah SWT:
"...Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka
menyebut Allah SWT kecuali sedikit sekali. (An-Nisa': 142)
8. Mempercepat Shalat
Mereka (orang-orang munafik) adalah orang yang mempercepat shalat tanpa ada
rasa khusyu sedikit pun. Tidak ada ketenangan dalam mengerjakannya, dan hanya
sedikit mengingat Allah SWT di dalamnya. Pikiran dan hatinya tidak menyatu.
Dia tidak menghadirkan keagungan, kehebatan, dan kebesaran Allah SWT dalam
shalatnya.
Jika seseorang menanyakan kepada orang munafik tentang sesuatu, dia langsung
bersumpah. Apa yang diucapkan orang munafik semata-mata untuk menutupi
kedustaannya. Dia selalu mengumpat dan memfitnah orang lain. Maka jika
seseorang itu menegurnya, dia segera mengelak dengan sumpahnya: "Demi Allah,
sebenarnya kamu adalah orang yang paling aku sukai. Demi Allah, sesungguhnya
kamu adalah sahabatku.
Apabila orang munafik membelakangi orang2 soleh, dia akan mencaci maki,
menjelek-jelekkan, mengumpat, dan menjatuhkan kehormatan mereka di majlis-
majlis pertemuan.
“…mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk
berbuat kebaikan…”
(Al-Ahzab: 19)
Apabila seseorang itu segar, kuat, mempunyai waktu luang, dan tidak memiliki
uzur say’i, namun tidak mahu mendatangi masjid/surau ketika mendengar
panggilan azan, maka saksikanlah dia sebagai orang munafik.
(Al-Baqarah: 11-12)
Secara Zahir mereka membenarkan bahawa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul
Allah, tetapi di dalam hati mereka, Allah telah mendustakan kesaksian mereka.
Sesungguhnya, kesaksian yang tampak benar secara Zahir itulah yang
menyebabkan MEREKA MASUK KE DALAM NERAKA. Penampilan zahirnya
bagus dan mempersona, tetapi di dalam batinnya terselubung niat busuk dan
menghancurkan. Di luar dia menampakkan kekhusyukan, sedangkan di dalam
hatinya main-main.
“Di antara mereka ada orang yang berkata: ‘Berilah saya izin (tidak pergi
berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.’
Ketahuilah bahawa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya
NERAKA JAHANNAM itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.”
(At-Taubah: 49)
23. Bakhil
Segala sesuatu selalu mereka ingat, kecuali Allah SWT. Oleh sebab itu, mereka
sentiasa ingat kepada keluarganya, anak-anaknya, nyanyian2, berbagai keinginan,
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi. Dalam fikiran dan batin
mereka tidak pernah terlintas untuk MENGINGAT (ZIKIR) ALLAH SWT,
KECUALI SEBAGAI TIPUAN SEMATA-MATA.
25. Mendustakan janji Allah SWT dan Rasul-Nya
(Al-Ahzab: 12)
Orang munafik lebih mementingkan zahir dengan mengabaikan yang batin, tidak
menegakkan solat, tidak merasa diawasi Allah SWT, dan tidak mengenal zikir…
Pada zahirnya, pakaian mereka demikian bagus menarik, tetapi batin mereka
kosong, rosak dan lain2.
Orang2 munafik selalu sombong dan angkuh dalam berbicara. Mereka banyak
cakap dan suka memfasih-fasihkan ucapan. Setiap kali berbicara, mereka akan
selalu mengawalinya dengan bila UNGKAPAN MENAKJUBKAN YANG
MEYAKINKAN AGAR TAMPAK SEPERTI ORANG HEBAT, MULIA,
BERWAWASAN LUAS, MENGERTI, BERAKAL, DAN BERPENDIDIKAN.
Padahal, pada hakikatnya dia tidak memiliki kemampuan apa pun. Sama sekali
tidak memiliki ilmu bahkan lagi terserlah kemunafikannnya.
(An-Nisa’: 108)
Orang munafik apabila mendengar berita bahawa seorang ulama yang soleh
tertimpa suatu musibah, dia pun menyebarluaskan berita duka itu kepada
masyarakat sambil menampakkan kesedihannya dan berkata: “Hanya Allahlah
tempat memohon pertolongan. Kami telah mendengar bahawa si fulan telah
tertimpa musibah begini dan begitu… semoga Allah memberi kesabaran kepada
kami dan beliau.” Padahal, di dalam hatinya dia merasa senang dan bangga akan
musibah itu.