Anda di halaman 1dari 7

Perkawinan dlm Hukum Adat > meliputi

kepentingan dunia lahir dan dunia gaib


HAZAIRIN:
Perkawinan merupakan rentetan perbuatan-
perbuatan magis, yg bertujuan untuk
menjamin ketenangan, kebahagiaan, dan
kesuburan.

A. Van Gennep
Perkawinan sebagai suatu rites de passage (upacara
peralihan) > peralihan status kedua mempelai
Peralihan ini terdiri dari 3 tahap:
- rites de separation
- rites de merge
- rites de aggregation

Djojodigoeno:
Perkawinan merupakan suatu paguyuban
atau somah (Jawa: keluarga), dan bukan
merupakan suatu hubungan perikatan atas
dasar perjanjian.
> Hubungan suami-istri sebegitu eratnya,
sebagai suatu ketunggalan
Cth: Adanya harta gono-gini, adanya istilah
garwa (Jawa), adanya perubahan nama
setelah kawin menjadi nama tua

PERTUNANGAN
Suatu fase sebelum perkawinan, dimana pihak laki-
laki telah mengadakan prosesi lamaran kepada pihak
keluarga perempuan dan telah tercapai kesepakatan
antara dua belah pihak untuk mengadakan
perkawinan.
Pertunangan baru mengikat apabila pihak laki-laki tlh
memberikan kpd pihak perempuan tanda pengikat yg
kelihatan (Jawa: peningset atau panjer).

Beberapa alasan / motif pertunangan:


- Ingin menjamin perkawinan yg dikehendaki
dapat berlangsung dlm waktu dekat.
- Untuk membatasi pergaulan pihak yg telah
diikat pertunangan
- Memberi kesempatan bagi kedua belah
pihak untuk lebih saling mengenal
Akibat pertunangan:
> Kedua belah pihak telah terikat untuk
melangsungkan perkawinan
Tetapi, walaupun sudah terikat dlm pertunangan
bukan berarti kedua mempelai harus melaksanakan
perkawinan. > Tetap dimungkinkan tjdnya
pembatalan pertunangan
Kemungkinan pembatalan pertunangan:
1. Oleh kehendak kedua belah pihak
2. Oleh kehendak salah satu pihak
- Jk dilakukan pihak yg menerima tanda tunangan
> mengembalikan tanda tunangan sejumlah
atau berlipat dari yg diterima
- Jk dilakukan pihak yg memberi tanda tunangan
> tanda tunangan tdk dikembalikan

Perkawinan tanpa pertunangan:


- kawin lari
- kawin rangkat

PERKAWINAN
dan Sifat Genealogis
Perkawinan dlm sistem PATRILINEAL
Perkawinan dlm sistem MATRILINEL
Perkawinan dlm sistem PARENTAL

1. Perkawinan Patrilineal
Perkawinan dg pembayaran “JUJUR”
Jujur > sbg tanda diputuskannya hubungan si isteri
dg persekutuannya
Setelah perkawinan, si isteri masuk sepenuhnya ke
dalam keluarga / persekutuan si suami
Sistem pembayaran jujur:
- Secara kontan
- Dibayar dikemudian hari
- Tidak dibayar

Jika Jujur dibayar di kemudian hari:


(Bali: “Nunggonin,” Batak: “Mandinding.”)
> Hubungan antara menantu laki-laki dg keluarga
isteri spt “buruh” dan “majikan”.
> Si laki-laki harus memberikan jasanya pd keluarga
mertuanya, ttp ia tdk masuk ke keluarga isterinya
(tetap sbg anggota persekutuan asalnya)
> Selama jujur belum dibayar, anak yg lahir akan
masuk mjd anggota persekutuan keluarga isteri.
> Jk jujur tlh dibayar, anak-anak stl pembayaran jujur
tsb masuk ke keluarga laki-laki

Jk jujur tdk dibayar:


> Dimaksudkan agar si laki-laki masuk ke keluarga
isteri
> Sehingga anak yang dilahirkan nanti mjd penerus
keturunan / clan dari bapak mertua laki-laki
tersebut.

Dalam perkawinan sistem patrilineal dikenal kawin


ganti suami (levirat)/ kawin ganti isteri (sororat)
> Jika suami mati, maka si isteri yg menjada harus
kawin lagi dg saudara almarhum suaminya, atau jika
si isteri mati mk si suami harus kawin dg saudara
almarhum isterinya

Perbedaan Jujur dan mas kawin / mahar


Jujur
Mahar
Konsep adat
Kewajiban kerabat pria yg
dilakukan pada saat
Konsep Islam
Kewajiban mempelai pria
kepada mempelai wanita
dilakukan pada saat
pelamaran kepada kerabat
wanita utk dibagikan kpd
marga pihak perempuan
Dilakukan pd saat pelamaran
Tdk bisa dihutang
kepada mempelai wanita
(individu)
Dilakukan stl akad nikah
Bisa dihutang

2. Perkawinan Matrilineal
Merupakan kebalikan perkawinan jujur
Dilakukan dlm rangka mempertahankan keturunan
pihak isteri
Pihak pria tdk membayar jujur kpd pihak perempuan,
bahkan utk daerah Minagkabau proses pelamaran
dilakukan oleh pihak perempuan kpd pihak laki-laki.

Suami turut berdiam di rumah isteri dan keluarga


isteri.
Ttp suami tidak masuk ke dalam keluarga isterinya,
melainkan tetap masuk keluarganya sendiri.
Anak-anak keturunan dari perkawinan tersebut
nantinya akan masuk ke dalam clan isterinya, dan si
ayah tdk mempunyai kekuasaan terhadap anak-
anaknya.

3. Perkawinan Parental
Si suami masuk ke dalam keluarga isterinya, dan
sebaliknya.
Shg akibat adanya perkawinan, baik suami maupun
isteri mjd mempunyai dua kekeluargaan.
Dikenal pemberian hadiah perkawinan dr pihak laki-
laki kpd pihak perempuan, ttp bukan berfungsi sbg
jujur melainkan lbh kpd sumbangan biaya perkawinan
dari pihak laki-laki.

SISTEM PERKAWINAN
Ada tiga macam:
1. Sistem Endogami
2. Sistem Eksogami
3. Sistem Eleutherogami
3. Sistem Eleutherogami

1. Sistem Endogami
Berlaku di daerah toraja
Orang hanya diperbolehkan kawin
dengan seorang dari sukunya
sendiri

2. Sistem Eksogami
Tdp di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau,
Sumatera Selatan, Buru, dan Seram
Orang hanya diperbolehkan kawin dengan seorang di
luar clan keluarganya

3. Sistem Eleutherogami
Paling banyak diterapkan di daerah-daerah di
Indonesia
Sistem dimana tdk mengenal larangan-larangan
seperti pada sistem endogami maupun eksogami

UU No. 1 Th 1974
Perkawinan diatur secara unifikasi
Hk adat ttg perkawinan dikesampingkan, krn yg
digunakan adl hk agama (psl 2 ayat 1)
Perkawinan dikonsepkan sebagai suatu perjanjian (psl
6 ayat 1)

HARTA PERKAWINAN
UU 1 / 74: Psl 35-37
Terdiri dari (psl 35):
1. Harta bersama
2. Harta bawaan
2. Harta bawaan
1. Harta bersama > Adalah hak bersama suami dan
istri, digunakan atas perjanjian kedua belah pihak.
(Psl 36 ayat 1)
2. Harta bawaan > Hak sepenuhnya masing2 pihak
(Psl 36 ayat 2)

Menurut Konsep Hk Adat


Harta Perkawinan:
1.
Harta Bersama / Harta Pencarian
(Jawa: harta gono-gini, Minangkabau: harta suarang, dll)
Meliputi segala kekayaan yang diperoleh suami atau isteri atau
kedua-duanya secara bersama-sama, selama berlangsungnya
perkawinan.
2.
Harta Bawaan / Harta Asal
(Jawa: gawan, Lampung: sesan, dll)
Meliputi: harta / barang yg diperoleh suami / istri sebelum
mereka menikah, harta / barang yang diperoleh dari warisan
atau hibah.
3.
Harta Pusaka / Harta peninggalan (hny utk daerah tertentu, spt:
Batak, Minangkabau)
Penguasaan harta perkawinan > bergantung sistem kekerabatannya.

Masyarakat Patrilinieal:
> Istri kedudukannya tunduk pd hukum kekerabatan
suami
> Shg semua harta perkawinan dikuasai oleh suami
> Tdk ada pemisahan harta yg penguasaannya
berbeda-beda
> Semua harta, meliputi harta pencarian (bersama),
harta bawaan (harta hasil warisan dan hadiah),
hingga harta pusaka (harta peninggalan)
penguasaannya (hak mengaturnya) dipegang oleh
suami.

Masyarakat Matrilineal:
> “Harta tepatan tinggal, harta pembawaan kembali, harta
suarang dibagi, harta sekutu dibelah.”
> Terdapat pemisahan kekuasaan thd harta perkawinan.
> Harta pusaka adalah harta milik bersama kerabat,
penguasaannya dipegang oleh Mamak Kepala
Waris.
> Suami atau istri hanya mempunyai hak pakai saja (cth:
hak utk mengusahakan dan menikmati hasil
panen dari tanah pusaka, hak mendiami rumah
gadang) dan bukan memilikinya
> Harta bersama (harta suarang) dikuasai secara
bersama oleh suami dan istri
> Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing.

Masyarakat Parental:
> Kedudukan suami – istri sejajar
> Hanya dibagi mjd: harta bersama dan harta bawaan
> Harta bersama dikuasai bersama untuk
kepentingan bersama
> Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing

PERCERAIAN
Dalam pandangan adat adalah suatu hal yang semaksimal
mungkin harus dihindari.
Masyarakat patrilineal cenderung tdk mengenal
(mengharamkan sama sekali) perceraian
Sebab-sebab dimungkinkannya perceraian:
1. Istri berzinah > Adalah suatu delik adat. Si istri /
keluarganya wajib membayar uang delik, mengembalikan
jujur, dan kehilangan hak atas harta bersama / gono-gini.
2. Ketidakmampuan istri / suami untuk menghasilkan
keturunan
3. Suami meninggalkan isteri dalam waktu yg sangat lama /
isteri berkelakuan tidak sopan
4. Adanya kesepakatan bersama untuk bercerai

> Harta Bersama


Harta bersama diatur menurut hukum masing-masing (hk
Islam, Adat, atau B.W) > Pasal 37
Dlm masyarakat patrilineal tdk mengenal perceraian, shg jk
tjd mrp pelanggaran adat, shg istri tdk berhak menuntut
Akibat Perceraian thd Harta
Perkawinan
tjd mrp pelanggaran adat, shg istri tdk berhak menuntut
bagian harta bersama (maupun jg thd harta bawaannya)
Pada masyarakat parental, dan pada umumnya, harta
bersama dibagi antara kedua belah pihak, masing-masing
separuh.
Jika salah satu pihak meninggal > berada di bawah
kekuasaan pihak yg masih hidup, utk kemudian diwariskan
kpd anak-anaknya. Jk tdk ada anak, dibagikan kpd kerabat
pihak yg meninggal.

Anda mungkin juga menyukai