ORANG
KE LIMA Karya Syaiful Affair
ADEGAN I
ORANG I (Sambil Membersihkan Sepatu)
Ada tempat yang lebih tinggi?
ORANG III
Yang kemarin masih juga kotor.
ORANG III
Kamu suruh dia lagi?
ORANG II
Kamu sendiri yang mau, kan?
ORANG III
Sudah saya bilang berkali-kali, masih juga tidak faham kamu.
ORANG II
Kalau saya yang pegang tambah kotor, kamu tahu itu.
ORANG IV (Memotong)
Terpaksa.
ORANG III
Sudah saya bilang, kan?
ORANG III
Yang bersih sudah kotor lagi.
ORANG II
Bagaimana dengan mereka?
ORANG IV
Terpaksa. Terpaksa.
ORANG II
Masak tidak ada lagi?
ORANG II
Yang tidak terpaksa, maksud saya.
ORANG I (Bergerak)
Bisa tambah sulit, ini.
ORANG III
Kita juga nanti bisa, hanya saja kita tidak mau tergesa-gesa.
ORANG II
Kemarin saya sendiri yang menghadapi mereka, kalian cuma diam. Apalagi kamu,
selalu sibuk dengan urusanmu sendiri.
ORANG I
Itu, kan untuk persiapan kita juga.
ORANG II
Hah!
ORANG III
Saya kira, mungkin begitu.
ORANG II
Katanya kamu mau lebih ...
ORANG I
Jadi, ada ini?
ORANG III
Tidak ada yang tidak koyak, semua kotor itu.
ADEGAN II
ORANG III (Membalik-Balik Topi)
Kau yakin? Kok rasanya sama saja, ini?
ORANG I
Masih ada, ya?
ORANG II
Mau?
ORANG I
Ada lagi?
ORANG II
Saya sudah makan tadi, ini cuma iseng saja kok.
ORANG III
ADEGAN III
ORANG I (Sambil Memegang Sepatu)
Sudah hampir selesai.
ORANG II
Yakin sudah? Kok?
ORANG I
Sudah saya periksa tadi.
ADEGAN IV
ORANG II
Ya?
ORANG III
Sudah ketemu?
WANITA
Tempat saya dimana?
ORANG III
Loh, kamu sudah bisa istirahat?
WANITA
Kemarin kalian yang meminta,kan? Waktu saya sempit ini.
ORANG II
Ada korek apinya?
Setiap kali saya datang buat dia, selalu saja tidak ada. Dan baru kembali kalau saya
sudah hilang gairah untuk bicara.
Bagaimana?
WANITA
Baru lagi?
ORANG I
Siapa bilang ...
WANITA
Oh...
ORANG II
Dia tidak ingat. Biasa.
WANITA
Saya lihat seperti bukan, sih.
ORANG I
Bagaimana ya?!
WANITA
Kamu sendiri kelihatan tidak yakin itu. Sebaiknya memang jangan cepat-cepat yakin
dulu, nanti malah seperti mereka.
ORANG III
Mereka dulu begitu?
ORANG III
Dia tidak bilang kamu terpengaruh sudah?
ORANG I
Kemarin juga dia bilang begitu.
WANITA
Jadi, dia bilang juga begitu? Saya tahu, dia memang bisa membaca apa-apa yang tidak
orang lain bisa baca. Saya kenal dia kira-kira ada lima tahun sudah.
ORANG II
Dimata kamu apa dia sekarang ada perubahan?
WANITA
Perubahan dia sekarang, cuma selamanya tidak akan pernah bisa berubah.
WANITA
Bukan dia. Dia maksud saya. Dia seperti frustrasi sekarang. Terakhir saya bertemu dia
masih seperti dulu, tidak banyak bicara tapi energik, tidak pernah putus semangat,
juga tidak pernah tidak merokok. Tapi sekarang dia sudah berhenti merokok, kan? Dia
bilang begitu, kok sama saya. Tapi saya tidak tahu, benar apa tidak apa yang dia
bilang itu. Tapi saya yakin dia masih ramah dan tidak kasar. Tidak seperti mantan
suamiku dulu itu, uhk gila! Dia bilang sama saya waktu itu supaya saya jangan terlalu
cape, juga tidak perlu diet, nanti malah sakit, katanya?
Dia bilang, gembrot begini juga cantik, kok? Dia bilang juga rambut saya ini tidak
usah dipotong, apalagi di rebounding, katanya biarkan saja seperti ini, biar seperti
gadis keraton, katanya. Hemm ... dia memang laki-laki sejati. Oh ya dia juga bilang,
kalau saya tidak bisa berhenti merokok juga tidak apa-apa, katanya. Asal jangan ...
WANITA (Sadar)
Ya?!
WANITA
Oh, itu. Dia juga bilang, katanya kita kalau bisa jangan terlalu berisik dulu, soalnya
dia bilang begini,
WANITA
Husssy! Sssst ...!
ORANG I (Sadar)
Maaf, maaf.Tapi, kenapa sekarang belum juga?!
ORANG I
Lalu yang kita lakukan sekarang ini, apa jadi?
ORANG II (Menyindir)
Membersihkan lagi, seperti biasa.!
ORANG II
Sama saja, kan?
ORANG II
Pendapat saya?
ORANG III
Punya?
ORANG II
Kamu mau dengar?
ORANG II
Geser!
ORANG III
Kita sudah lebih dulu di gusur, ingat?
ORANG II
Habis?
ORANG III
Coba Tanya dia.
ORANG II
Ah malas!
ORANG III
Loh, lalu bagaimana, dong?
ORANG II
Sudah geser saja, titik!
ORANG III
Bagaimana ini?
ORANG II
Paksa saja!
ORANG III
Kasar itu ...
WANITA (Menyela)
Apa saya bilang.
ORANG I
Apa?
WANITA
Dia tidak suka yang tergesa-gesa dan kasar begitu.
WANITA
Dia tidak mau kalau buru-buru. Dan dia tidak mau kalau hasil kerja kita nanti juga
karena buah terpaksa.
ORANG II
Apa mau kita teruskan saja hasil kerja mereka itu? Masak kebobrokan harus
dipertahankan? Masak kecurangan harus dibiarkan selamanya? Malu dong! Lagipula
selama ini kita sudah lama menunggu, masak masih dibilang terburu-buru? Lalu yang
tidak terburu-buru itu yang bagaimana? Lagi pula kalau terlalu lama bisa jadi malas
kita, jadi jenuh/ Bisa-bisa dunia menuduh kita lamban! Selama ini, kan tuduhan itu
yang selalu kita terima, ya kan?
Saya yakin, dia juga tahu apa yang harus kita lakukan nanti. Dan itu semua memang
sudah kita rencANAKan bersama-sama, kok? Tapi sekarang apa? belum lagi sampai,
lagaknya sudah seperti penguasa, main atur semaunya. Jangan-jangan malah dia yang
mau sampai sendiri.
Dia kan tahu, kita sudah habis-habisan selama ini. Sama-sama berjuang, tidak main
rahasia-rahasiaan, tidak ada curiga-curigaan, tidak harus bisik-bisikkan seperti tadi.
Apa itu, cuma mendorong kita untuk jadi saling mencurigai satu sama lain saja. Dia
juga yang bilang begitu dulu, kan?
Katanya kita jangan sampai mengikuti apa yang pernah mereka alami seperti itu.
Karena mereka sekarang sedang lupa dan terbuai dengan kenikmatan-kenikmatan
hasil serakahnya!Itu memang bisa terjadi pada siapa saja yang sudah menjadi tinggi.
Nah, itu kan artinya kita tidak harus berlama-lama diam di bawah dan hanya
mengawasi saja. Tapi juga harus cepat bergerak. Tujuan kita, kan mau memperbaiki,
bukan membiarkan saja rusak! Dia sendiri yang bilang begitu, kok dulu?!
ORANG I
Begitu, betul?
ORANG III
Saya malah tidak pernah dengar itu.
ORANG II
Pernah kamu. memang tidak persis begitu.
ORANG I
Kita harus mengakui dia memang lebih baik dibanding yang lain. Bahkan musuh-
musuhnya sendiri mengakui itu.
ORANG II
Kalau itu, saya memang sudah tahu.
WANITA
Mudah-mudahan saja saya salah menilai.
ORANG III
Kamu tidak betul-betul kenal dia kalau begitu.
WANITA
Tapi dia memang tidak mau di paksa.
ORANG II
Akhirnya kita yang terpaksa.
WANITA
Dia mau yang elegant, wajar, tapi menggigit.
ORANG I
Itu saya sudah tahu, memang jurus dia itu.
WANITA
Hebat, kan?
ORANG III
Tidak ada memang yang mirif dengan dia.
ORANG II
Loh? Sama dia itu, loh!
ORANG III
Yang mana? Siapa?
ORANG II
Yang gugur itu, loh?
WANITA (BERANJAK)
Saya harus pergi.
ORANG III
Tapi dia belum datang, ini?!
WANITA
Bilang saja nanti kalau dia datang, saya sudah kesini.
ORANG II
Selepas nanti, kamu kesini lagi?
ORANG II
Tanyakan dia, tuh!
ORANG I
Tidak usah, nanti saja.
ORANG III
Terimakasih.
WANITA
Sudah, saya pergi sekarang.
ADEGAN V
ORANG II
Korek api.
ORANG III
Hati-hati.
ORANG III
Kok belum datang juga, ya?
10.
ORANG I (Memperlihatkan Sepatunya)
Saya kira sudah ini. Coba lihat.
ORANG III
Masih.
ORANG I
Masih apa?
ORANG III
Belum pantas,
ORANG III
Semua orang pasti sependapat dengan saya.
ORANG I
Tolong, lampunya diterangi lagi...
ORANG II
Ya.
ORANG I
Kurang terang itu.
ORANG II
Begini, bagaimana?
ORANG I
Nah.
ORANG II
Sudah?
ORANG II
Masih sama seperti kemarin.
ORANG III
Belum baca?
ORANG I
Bosan.
ORANG III
Ya.
ORANG I
Itu-itu saja
ORANG II
Begitu memang.
ORANG III
Ya.
ORANG II
Tepat seperti yang kemarin dia bilang.
ORANG III
Dia kemana, ya?
ORANG II
Apa tidak meninggalkan pesan?
ORANG III
Biasanya sama dia.
ORANG II Ada?
ORANG III
Biasa, itu.
ORANG II
Tenang, baca saja terus ...
ORANG I
Ya. Masak ketinggalan terus?
ORANG III
Kok, seperti terbitan miggu lalu, ini ...?!
ORANG I
Baca saja, sudah.
ORANG II
Loh, yang itu sudah kamu baca?
ORANG III
Isinya sudah bisa saya terka. Kalaupun terus saya baca, pasti tetap saja saya di
katakan ketinggalan informasi, dan orang lain lebih dahulu tahu. Padahal mereka
tidak mengerti apa artinya saya menerka.
Saya pergi.
ADEGAN VI
ORANG I
Sudah ketemu?
ORANG I
Saya cuma Tanya.
ORANG II
Belum.
ORANG I
Jawab begitu, kan tidak susah.
ORANG II
Iya, tadi saya sudah jawab. Belum.
ORANG I
Mudah-mudahan bisa cepat ketemu. Sibuk saya, tidak bisa membantu. Kamu lihat
sendiri ini. Maaf.
ORANG II
Hmm.
ORANG I
Ini saya kerjakan juga untuk kita semua nantinya.
ORANG II
Hmm.
ORANG I
Dia yang bilang begitu, kamu juga tahu, kan?
ORANG II
Hmm.
ORANG I
Kamu ada kan waktu itu?
ORANG II
Hmm.
ORANG I
Memang, tidak perlu kita rahasia-rahasiaan. Tidak bagus buat yang tinggi.
ORANG II
Hmm.
ORANG I
Kita semua, kan sefaham.
ORANG II
ORANG I
Filling saya, rasanya sebentar lagi kita sampai.
ORANG II
Wah!
ORANG I
Sudah?
ORANG II
Pinjam korek api!
ORANG I
Tadi?!
ORANG II
Mudah-mudahan ini.
ADEGAN VII
ORANG I (Antusias)
Ada tempat yang lebih tinggi?
ORANG II
Yang kemarin masih juga kotor?
ORANG I
Ya.
ORANG II
ORANG II
Juga kelihatan kurang kotor.
ORANG I
Bagaimana ini?
ORANG I
Wah, kelihatannya dia memang betul begitu.
ORANG II
Begitu bagaimana?
ORANG I
Yang di katakan teman kita kemarin itu.
ORANG II
Apa?
ORANG I
Frustrasi.
ORANG II
Loh ...
ORANG I
Lihat saja, itu.
ORANG II
Tanya sana.
ORANG I
Kemarin dia bilang, sekarang kamu agak frustrasi, betul?
ORANG II
Kok, diam saja?
ORANG II
Kamu saja.
ORANG IV (Diam)
ORANG I
Yang kemarin masih juga kotor? Betul?
ORANG IV (Diam)
ORANG IV (Diam)
ORANG II
Bagaimana kamu ini? Dia diam, kok!?
ORANG I
Artinya sama saja. Karena dalam diamnya itu tersimpan jawaban yang kita tanyakan.
ORANG II
Ngarang!
ORANG I
Sabar, sabar.
ORANG II
Ditanya, malah diam terus.
ORANG I
Kita tunggu saja teman kita itu, biar nanti dia yang menanyakan.
ORANG II
ORANG I
Sudah, sabar lagi saja. Toh sabar itu kan milik kita sendiri, bukan pinjam milik orang
lain.
ORANG I
Biasa.
ORANG II
Kemana?
ORANG I
Cari yang terbitan hari ini.
ORANG II
Percuma. Dia pasti tetap saja ketinggalan.
ORANG I
Biar saja, mungkin itu bisa membuat hatinya tidak penasaran?
ORANG IV
Terpaksa.
ORANG I
Banyak masih?
ORANG II
Mau?
ORANG I
Tidak. Terimakasih.
ORANG I
Tidak. Terimakasih.
ORANG II
Sudah makan?
ORANG I
Nanti saja.
ORANG I
Sudah, biarkan saja dulu.
ORANG II
Saya sudah ingin cepat keluar dari ini semua.
ORANG I
Saya kira sedikit lagi.
ORANG I
Saya rasa tidak.
ORANG II
Sudah, istirahat dulu, makan ini.
MENYORONGKAN MAKANAN
ORANG I
Selera makan saya belum kembali.
ORANG I
Ada tempat yang lebih tinggi?
ORANG II
Yang kemarin masih juga kotor?
ORANG III
Saya bawa yang baru.
ORANG II
Sudah tahu, saya.
ORANG III
Dia?
ORANG II
Baru saja tidur.
ORANG III
Tahu dari dia lagi?
ORANG II
Kamu bawa apa lagi, itu?
ORANG I
Cuma topi itu?
ORANG III
Ya. Baca ini, rasanya benar saya ketinggalan lagi.
ORANG II
Dia juga sudah tahu.
ORANG III
Dia bilang bagaimana?
ORANG II
Seperti biasa.
ORANG III
Terpaksa?
ORANG I
Ya, itu terpaksa.
ORANG III
Bagaimana?
ORANG II
T. e. r. p. a. k. s. a.
ORANG I
Mungkin betul, dia frustrasi.
ORANG II
Dia sering tidur, akhir-akhir ini.
ORANG I
Itu kalau dia sudah kecapean.
ORANG III
Ya, sudah.
ORANG II
Sebaiknya kita siap-siap saja lagi, siapa tahu?
ORANG I
Ya, mudah-mudahan. Dia tidak terlalu loyo, kok.
ORANG II
Di luar sana, tadi kamu sempat bertemu dia?
ORANG III
Di luar sana dia seperti biasa, pura-pura tidak kenal.
ORANG I
Itu, kan sudah strategi kita,memang.
ADEGAN IX
BAHKAN SEBELUM LAMPU DIATAS PANGGUNG MULAI MENYALA,
SUARA-SUARA RIUH SUDAH TERDENGAR LEBIH DAHULU. DAN KETIKA
LAMPU NYALAH PERLAHAN TAMPAK PANGGUNG SUDAH DIPENUHI
ORANG BANYAK YANG MEMBAWA BERAGAM SPANDUK, MEREKA
MONDAR-MANDIR BAHKAN ADA YANG BERJOGET DAN BERNYANYI.
MAKIN LAMA MEREKA BERTAMBAH BANYAK, LALU BERPUTAR-PUTAR
UNTUK KEMUDIAN EXIT.
ADEGAN X
LAMPU NYALAH SEMPURNA, MASUK KEMBALI ORANG BANYAK TADI,
BAHKAN BERTAMBAH BANYAK JUMLAHNYA, TETAP MEMBAWA
SPANDUK SAMBIL MENERIAKKAN SLOGAN-SLOGAN YANG TERDENGAR
TIDAK JELAS.
ADEGAN XI
ADEGAN XII
DARI SAYAP PANGGUNG SEBELAH KIRI MASUK LAGI SEKELOMPOK
ORANG MEMAKAI TOPENG, MEREKA KEMUDIAN MEMBAUR DENGAN
ORANG BANYAK YANG MEMBAWA SPANDUK. SALAH SATU YANG
BERTOPENG TAMPAK MENGIBAR-NGIBARKAN BENDERA YANG
DIKELUARKANNYA KEMUDIAN KETIKA DIA SUDAH BERADA DIDALAM
KELOMPOK ORANG BANYAK. BENDERANYA BERWARNA TERANG
MENYALA UNTUK KEMUDIAN DIA GUNAKAN BUAT MELINGKUP
ORANG-ORANG YANG MEMBAWA SPANDUK, MAKA KEMUDIAN YANG
TAMPAK OLEH PENONTON HANYA EMPAT ORANG BERTOPENG
DENGAN MASING-MASING MEMEGGANG UJUNG BENDERA TERANG
YANG MEREKA BAWA. MEREKA TAMPAK TAMBAH SEMANGAT.
ADEGAN XIII
UNTUK KEMUDIAN MASUK SEORANG WANITA TUA MENDEKATI
MEREKA, LALU BERUSAHA MENARIK KELUAR SALAH SEORANG YANG
BERADA DI DALAM LINGKUP BENDERA EMPAT ORANG BERTOPENG-
YANG DITARIK TAMPAK MENOLAK DIAJAK KELUAR, MEREKA BERDUA
KELIHATAN BERADU MULUT.
YANG DITARIK TETAP TIDAK MAU DI AJAK KELUAR, KEMUDIAN
MASUK LAGI KE DALAM LINGKUPAN KAIN BENDERA. WANITA TUA
KEHILANGAN ORANG YANG DITARIK. LALU MULAI TERIAK-TERIAK
MEMANGGIL NAMA ORANG YANG DITARIK TADI. SUASANA MAKIN
PANAS. SALAH SEORANG YANG BERTOPENG KEMUDIAN KELUAR DARI
KELOMPOK BERGERAK MENUJU SISI KIRI PANGGUNG, MENCOPOT
SEPATUNYA LALU MEMBERSIHKANNYA, LALU MEMAKAINYA
KEMBALI KEMUDIAN CEPAT
BERGERAK MASUK KEMBALI KEPADA KELOMPOKNYA.
WANITA TUA MAKIN BERTERIAK-TERIAK MEMANGGIL-MANGGIL.
ADEGAN XIV
MASUK KEMUDIAN SEORANG WANITA DARI KANAN PANGGUNG
DENGAN PAKAIAN WARNA GELAP MEMBAWA PAYUNG HITAM,
MENGHAMPIRI ORANG-ORANG BERTOPENG. MEREKA KEMUDIAN
NAMPAK BERKUMPUL DIANTARA PINGGIR PANGGUNG. WANITA
DENGAN PAYUNG HITAM KEMUDIAN KELIHATAN SEPERTI
MEMBERIKAN INFORMASI, LALU DIA EXIT.
ADEGAN XV
ADEGAN XVI
MASUK KEMUDIAN KELOMPOK LAIN DENGAN SERAGAM SEPERTI
PETUGAS KEAMANAN. MEREKA MASUK DARI BERBAGAI SUDUT
PANGGUNG. TAMPAK MASING-MASING PETUGAS MEMBAWA SEMACAM
ALAT PEMUKUL. SALAH SEORANG DARI PETUGAS MENGGUNAKAN
CORONG UNTUK BERBICARA DENGAN ORANG BANYAK YANG ADA DI
PANGGUNG. SEMENTARA PETUGAS-PETUGAS YANG LAIN MENYEBAR
BERUSAHA MENGUMPULKAN ORANG-ORANG BANYAK AGAR TIDAK
ADA YANG LOLOS MELARIKAN DIRI DARI MEREKA.
PARA PETUGAS MEMUKUL-MUKULKAN ALAT PEMUKULNYA KEPADA
SIAPA SAJA YANG BERPAPASAN DENGAN MEREKA. SETELAH
KEMUDIAN SUASANA TAMPAK DAPAT DIKENDALIKAN PARA PETUGAS,
KEMUDIAN MEREKA MENGGIRING ORANG BANYAK INI KELUAR
PANGGUNG. EXIT.
ADEGAN XVII
TINGGALAH YANG DIATAS PANGGUNG HANYA PETUGAS YANG
MEMBAWA CORONG DAN WANITA TUA. YANG MEMBAWA CORONG
TAMPAK MEMBERIKAN PENJELASAN-PENJELASAN. WANITA TUA
KELIHATAN PASRAH UNTUK AKHIRNYA NURUT. LAMPU BERUBAH
WARNA NORMAL. MEREKA BERDUA EXIT. BLACK OUT.
ADEGAN XVIII
KETIKA LAMPU NYALA KEMBALI, TAMPAK PANGGUNG SUDAH
MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DARI GEDUNG AULA ATAU
TEPATNYA SEPERTI RUANGAN UNTUK TEMPAT ORANG MENGADAKAN
RAPAT TERTUTUP. DI PODIUM SESEORANG SEDANG BERBICARA.
WAJAHNYA BEGITU KERAS NAMUN SIMPATIK, INI BISA DI LIHAT DARI
SETIAP KALI DIA BERHENTI BICARA SELALU DI SELINGI DENGAN
SENYUMAN DI WAJAHNYA. SEMENTARA GEMERINCING GELANG BESI
YANG DI KENAKANNYA TETAP SESEKALI TERDENGAR. ORANG
BANYAK DIHADAPANNYA KELIHATAN SERIUS MEMPERHATIKAN
SETIAP KALIMAT YANG KELUAR DARI MULUTNYA.
YANG DI PODIUM
Demikianlah, saudara-saudara, kita harus selalu melihat kedalam diri kita sendiri
dulu, kita koreksi dulu apa yang sudah dan belum kita miliki di diri kita sendiri dulu.
Karena kita harus mulai dengan diri kita sendiri dulu dan kita harus senantiasa
Kita harus tahu apa yang kurang dan apa yang belum betul. Nah, kalau semua itu
sudah kita temukakan, barulah kita ambil langkah-langkah kongkret untuk
menyempurnakannya. Kalau nantinya sudah, barulah kita tengok ke luar.
Saudara-saudara yang saya cintai, mengenai mereka yang belum juga faham dengan
program-program jangka panjang yang telah kita sepakati bersama itu, tidak usah
terlalu kita persoalkan dulu. Karena pada dasarnya yang penting ialah kita-kita ini
dulu, bagaimana untuk tetap bisa menjalankan maksud-maksud tujuan kita ini.
Mengenai mereka yang belum juga dapat menerima apa yang sedang kita kerjakan
ini, sebaiknyalah tidak usah terlalu kita pusingkan. Karena saya percaya, pada
akhirnya juga nanti mereka juga akan mengerti apa yang sebenarnya sedang kita
jalankan ini. Untuk itulah saudara-saudara saya undang datang ke tempat ini, agar
saudara-saudara tetap ingat apa yang seharusnya saudara-saudara lakukan di wilayah
tugas saudara-saudara masing-masing. Berikan terus penjelasan-penjelasan kepada
mereka yang masih kurang mengerti yang ada di wilayah kerja saudara-saudara
masing-masing.
Bahkan kalau perlu, adakan penataran-penataran di setiap tiga bulan sekali masa tugas
saudara-saudara masing-masing.Namun demikian saya percaya, tentu saudara-saudara
memiliki strategi-strategi tersendiri untuk menjalankan tugas kita yang sangat mulia
ini. Demikian saudara-saudara, kita senantiasa harus selalu meningkatkan
kesejahteraan orang banyak, sebelum mencukupi diri kita sendiri. Bukan begitu
saudara-saudara?
Saudara-saudara yang saya hormati. Sekali lagi mengenai mereka yang belum juga
mengerti apa yang kita maksudkan, tidaklah perlu kita ributkan dulu, itu biasa
saudara-saudara, sekali lagi, b.i.a.s.a.
Karena dalam suasana negeri seperti sekarang ini, di manapun sama saja,tidak mudah
untuk membangun bangsa, saudara-saudara. Pasti banyak halangan dan
pengorbanannya. Jadi yang terpenting untuk kita adalah bagaimana untuk tetap dapat
menjalankan program jangka panjang kita ini. Sementara bagi mereka yang nantinya
ketahuan, bukan hanya tidak mengerti, tapi malah ingin menggagalkan tujuan kita ini
dengan jalan kotor, tentulah saudara-saudara sekalian tahu apa yang patut dan pantas
untuk diberikan kepada mereka. Karena tidak seorangpun, apalagi kelompok yang
boleh merongrong kewibawaan negeri ini.
Karena kita sekarang ini baru mau mulai bangun, saudara-saudara, belum betul-betul
bangun.
ADEGAN XIX
KETIKA LAMPU MENYALA KEMBALI, SUASANA SUDAH BERGANTI
RUPA. DI PANGGUNG HANYA ADA EMPAT ORANG. SALAH SATU ADA DI
DEKAT MEJA TULIS. YANG SATU LAGI SEDANG MAKAN DI SUDUT
RUANGAN. JUGA TAMPAK YANG SEDANG MENGUTAK-ATIK LAMPU
MINYAK. SEMENTARA SATUNYA LAGI SIBUK DENGAN FIKIRANNYA
SENDIRI.
ORANG III
Yang kemarin masih juga kotor.
ORANG III
Kamu suruh dia lagi?!
ORANG II (Diam)
ADEGAN XX
MASUK WANITA DENGAN PAYUNG HITAM. TAMPAK TERGESA-GESA.
LANGSUNG MENGHAMPIRI SALAH SEORANG DIANTARA MEREKA.
MENARIK SALAH SEORANG MENGAJAKNYA KE SALAH SATU SISI
RUANGAN. WANITA BERBICARA SERIUS. ORANG YANG DIAJAK BICARA
DIAM MENDENGARKAN.
WANITA
Bagaimana?
ORANG IV (Menolak)
WANITA
Ya, sudah.
WANITA
Dia pasti mampu. Saya lihat dia lain dari yang ada.
ORANG II
Ya?
ORANG I (Kaget)
Ada tempat yang lebih tinggi??
WANITA
Bagaimana?
ORANG II
Oh ...
ADEGAN XXI
ANAK (Sambil Terus Menyeret)
Sudah hampir sampai, Mak.
ANAK
Di coba, ya Mak?
ADEGAN XXII
ORANG III
Mudah-mudahan mereka yang lebih dahulu mengerti.
ORANG II
Saya malah makin tak sabar.
WANITA
Apa saya bilang.
ORANG IV
Terpaksa.
ORANG III
Loh!
ADEGAN XXIII
ADEGAN XXIV
TOPENG II (Berat)
Tinggal sedikti saja, kok susah-susah begini.
TOPENG III
Dia kali ini pasti tepat waktu. Sudah saatnya.
TOPENG I (Diam)
TOPENG II
Betul di sini? Jangan-jangan bukan sekarang??
TOPENG I
Perasaan saya, kok mengatakan, jangan-jangan masih kotor, ini’
TOPENG III
Memang tidak kamu bersihkan, tadi?
TOPENG II
Saya sudah suruh dia bersihkan, kok sebelum saya makan.
TOPENG III
Wah! Kamu suruh dia lagi, jadi?!
TOPENG III
Bagaimana kamu ini?
TOPENG II
Saya harus pasang sekarang. Ya sekarang atau tidak sama sekali! lagi pula kalau nanti
tiba sudah saatnya kita tidak perlu repot-repot lagi. Kerja harus se-profesional
mungkin, karena kalau tidak, kita juga yang akan menanggung akibatnya. Kita juga
tahu selama ini kita senantiasa di awasi terus secara diam-diam. Jadi kita harus
tunjukan kepada dunia sekarang!
TOPENG III
Jangan sembrono!
Tidak harus selalu repot memikirkan sepatumu itu. Karena kamu bisa dengan leluasa
memasang berita di korannya dia, memberi tahukan kepada dunia bahwa sepatumu
selalu saja bersih! Juga pas untuk peristiwa apa saja dan dimana saja! Ini semua
supaya kita tidak perlu lagi harus selalu kejar-kejaran dengan rasa was-was seumur
hidup! Karena kalau saja terus merasa khawatir, saya takut, jangan-jangan apa saja
yang saya makan selama ini tidak bisa jadi daging, bisa-bisa malah jadi setan? Nah,
kalau saya jadi setan, mana mungkin setan bisa memperbaiki keadaan? Loh!?
TOPENG III
Sudah?
TOPENG II
Ya.
TOPENG III(Gelisah)
Apa tidak sebaiknya saya keluar dulu saja, ya? Cari yang terbit hari ini?
TOPENG II
Kamu sudah lihat?
TOPENG III
Maksud dia, berita hari ini, bukan sepatu.
TOPENG I
Percuma, kamu baca saja yang kemarin. Toh buat kamu tetap saja sama. Ketinggalan.
TOPENG III
Jadi kita tetap harus menunggu dia, ini?
TOPENG I
Bagaimana lagi?
TOPENG II
Bagaimana, kalau kita saja? Sendiri?
TOPENG III
Maksudnya?
TOPENG II
Revolusi.
TOPENG II
Atau yang lebih tepat lagi, kudeta!
TOPENG III
Kasar itu.
TOPENG I
Terlalu bahaya buat rakyat banyak.
TOPENG II
Kita tetap saja sama, kok bikin perubahan.
TOPENG III
Tapi bukan cuma itu, kita mau perbaikan.
TOPENG II
Ah, lama ini!
TOPENG III
Kalau begitu, saya pergi dulu.
TOPENG I
Loh!?
TOPENG II
Bagaimana kalau dia datang, nanti?
TOPENG I
Ya, bagaimana?
TOPENG IV
Terpaksa!
TOPENG III
Saya pasti lebih cepat kali ini. Jangan khawatir.
TOPENG I
Bilang dulu sama dia.
TOPENG III
Nah.
TOPENG I
Dia betul-betul frustrasi sepertinya, saya khawatir.
TOPENG II
Itu yang baru saya mau bilang.
TOPENG I
Apa saya bilang.
TOPENG I
Saya yakin, kali ini dia pasti bawa yang final.
TOPENG III
Saya pasti ketinggalan, ini. Babi!
TOPENG I
Saya jadi deg-deg-kan.
TOPENG III
Ah, saya sudah bisa duga, apa yang bakal dia sampaikan.?
TOPENG I
Apa?
TOPENG III
Sesuatu yang selalu membuat saya ketinggalan terus.
TOPENG II
Sudah, sudah. Lebih baik suruh dia cepat.
TOPENG I
Hati-hati.
TOPENG II
Sekarang sudah saatnya.
TOPENG IV
Terpaksa!
ADEGAN XXV
WANITA (Bicara Seperti Berbisik)
Mereka tahu!
TOPENG I
Wah!
TOPENG III
Bagaimana?
TOPENG II
Kudetanya jadi?
TOPENG III
Husssy!
TOPENG I
Mereka mencurigai kamu?
TOPENG II
Loh, ketahuan, ini?!
TOPENG III
Kita.
TOPENG I
Dia pucat. Diam dulu.
TOPENG II
Kehabisan rokok, barangkali?
TOPENG III
Goblok, tidak bisa membaca situasi.
TOPENG II (Tersinggung)
Bilang apa, kamu?
TOPENG III
Dasar babi.
TOPENG II (Tersinggung)
Apa!
TOPENG I
Sudah!
TOPENG II
Bicara se-enak perutmu saja! Kamu pikir saya babi? Babi!
TOPENG I
Sudahlah, mana ada babi seperti kamu?
TOPENG II
Habis, dia bilang saya babi.
TOPENG I
Kamu babi, bukan?
TOPENG II
Pasti bukan, dong!
TOPENG I
Ya, sudah tidak usah tersinggung, kecuali kalau kamu memang betul-betul babi, baru
boleh tersinggung kalau di bilang tikus. Karena babi bukan tikus.
TOPENG III
Kenapa?
TOPENG I
Wah! Mau pingsan dia!
WANITA
Tolong buka dulu itu, saya takut.
ORANG II
Kamu ketahuan, betul?
ORANG III
Wah, dia sepertinya kecolongan, ini?!
ORANG II
Tapi masih kelihatan segar, kok?
ORANG III
Jangan-jangan, habis dirampok sudah dia ini!
ORANG I (Lembut)
Sudah, bilang saja sama kita, apa kamu yang di rampok?
ORANG III
Kamu perlu di pijati dulu, apa?
Atau kalau mau makan dulu, saya masih ada sisa ini...
ORANG I
Cape, ya?
ORANG I (Iba)
Kasihan ...
ORANG III
Ya.
ORANG I
Tubuhnya sudah mulai bau amis ini.
ORANG IV
Terpaksa.
ORANG II
Tanyakan coba, apa dia masih punya kehormatan?
ORANG I
Bau-baunya masih ada itu?!
ORANG III
Saya, kok tidak membaui ya?!
ORANG I
Kehormatan kamu sudah di rampok, iya?
ORANG II
Kalau begitu, pasti kita sedang di tunggu!
ORANG I
Wah!
ORANG I
Tenang, tenang, dia cuma cape, ini.
ORANG III
Kalau sudah cape, ingin pensiun, bilang saja, nanti dicarikan penggantimu. Gampang
itu!
ORANG II (Mengharap)
Bagaimana?
ORANG II
Kok di ganggu?! Saya kan bertanya. Kalian juga butuh jawabannya,kan?
ORANG III
Aneh, seingat saya dulu dia tidak seperti ini. Dulu dia banyak bicara. Apa dia
sekarang di tugaskan untuk tutup mulut? Percuma saja kalau begitu, buat apa dia
selama ini ada bersama-sama kita, kalau sekarang dia tutup mulut begini! Babi!
ORANG I
Tahan.
ORANG III
Setan.
ORANG I
Bagaimana kamu ini, kok malah emosi begitu?
ORANG I
Ternyata memang betul. Kamu ini seperti yang dia bilang.
ORANG I
Loh!
ORANG II
Kamu dengar tidak, apa yang dia tanyakan tadi, heh!
ORANG II
Dengar ini, biar katanya kamu sekarang sudah bau amis, tetapi saya masih bisa
mencium bau asli kamu!
ORANG II
Jadi betul ini, kamu sekarang tidak mau bicara dengan kami?
ORANG I
Sudah, sudah. Jangan membentak-bentak begitu.
ORANG II
Bilang saja sudah. Kita disini semua, kawan! Sudah sejak tadi kami disini menunggu
kamu, kok sekarang kamu malah acuh begitu!
Saya pergi dulu, kalian hati-hati. Doa’kan saja semoga berhasil. Jangan rIbut-ribut
terus, kita sudah hampir pecah, percayakan saja ini kepada saya.
(Membuka Payungnya)
Percayalah!
(EXIT)
ADEGAN XXVI
ORANG II
Saya jadi serba salah.
ORANG III
Ditanya malah balik nasehati.
ORANG I
Sudahlah.
ORANG III
Memang, sudah.
ORANG IV
Terpaksa.
ADEGAN XXVII.
MASUK ANAK KECIL YANG MENYERET TAMBANG MENARIK WANITA
TUA YANG MERANGKAK. BERSAMAAN DENGAN MASUKNYA MEREKA,
LAYAR PUTIH DILATAR BELAKANG KEMBALI TIMBUL DENGAN SILUET
GAMBAR ORANG YANG PIDATO DI PODIUM-DENGAN SUASANA YANG
KELIHATAN LEBIH SEMANGAT/MERIAH. TAMPAK JUGA WANITA
DENGAN PAYUNG HITAM ADA DI LAYAR PUTIH ITU.
ANAK
Mudah-mudahan tidak salah tujuan kita, ya mak?
ANAK
Sekarang ini yang sering dulu saya bilang, mak. Sudah waktunya sekarang ini gantian
saya. Mak, kan sudah tua. Kalau terus saja yang tua, lalu kapan untuk saya?
WANITA TUA
Sudah, jangan banyak omong!
ADEGAN XXVIII
ANAK (Sambil Menghentak-Hentakkan Tambangnya)
Jalannya lebih cepat, babi!
ANAK
Katanya kalau jadi orang jangan loyo! Situ yang bilang sendiri, kan? Situ juga yang
dulu sering bilang katanya lebih punya pengalaman, lebih banyak makan asam
garamnya jagad! Tapi sekarang, apa? Di ajak maju, malah situ yang lebih gampang
payah! Malah situ juga yang bilang kapok, kalau ada apa-apa yang baru yang cuma
susah sedikit!
Ayo, goblok! Dulu situ yang sering bilang jangan banyak omong, tapi sekarang malah
situ yang lebih suka buka mulut banyak omong daripada kerja! Situ lebih banyak
diam dan nunut! Makanya situ jadi lebih banyak berbohong!
Lebih cepat, babi serakah! Lebih cepat! Dasar kunyuk keras kepala!
ADEGAN XXIX
HAKIM (Setelah Sampai Pada Bagian Akhir Pembacaan Dakwaan)
Demikian, apakah ada yang mau di sampaikan?
TERDAKWA (Sadar)
Loh, saya boleh bicara, Bapak Hakim?
HAKIM
Bicara.
TERDAKWA
Sebenarnya, sejak tadi saya mau bicara, tapi itu saya kaget-kaget terus dengan suara
palu Pak Hakim yang selalu di ketuk-ketukan di meja itu. Malah sebenarnya sejak
tadi juga saya mau usul, bagaimana kalau setiap sidang seperti ini, palu Bapak itu
diganti saja dengan sesuatu yang lebih lunak. Atau mungkin boleh saja memakai palu
tapi yang terbuat dari bahan yang lunak, supaya suaranya tidak terdengar keras dan
mengaggetkan seperti itu kalau sedang diketuk-ketukan di meja. Saya, kan
perempuan, Pak Hakim. Seperti yang kita sadari selama ini kalau perempuan itu
perasaannya lebih halus di bandingkan dengan laki-laki. Kecuali kalau yang sedang di
adili itu laki-laki, mungkin lain soal dengan palu itu. Tapi saya rasa laki-lakipun akan
keberatan kalau terus-terusan terganggu dengan suara ketukan palu sekeras itu. Itulah
sebabnya kenapa sering ada orang yang menangis kalau sedang di adili di sini,
padahal dia cuma di hukum seumur hidup misalnya, saya yakin dia menangis bukan
karena vonis hukuman yang di terimanya tapi justeru karena tidak kuat lagi menahan
kaget akibat ketukan palu setan itu. Lagi pula dalam suasana seperti ini kita kan perlu
Jadi terus-terang saja, sejak tadi saya tidak tahu apa yang Bapak bicarakan di sini,
karena saya terus saja asyik dengan jantung saya yang terus juga deg-deg-kan karena
suara palu Bapak Hakim itu. Sebenarnya sudah berusaha juga saya untuk serius
memahami apa yang sedang Bapak Hakim dan rekan-rekan Bapak itu tadi
bicarakan,tetapi setiap kali saya sudah hampir bisa faham maka selalu saja konsentrasi
saya jadi buyar lagi karena suara palu Bapak itu yang mengacak-acak kepala saya.
Maka akhirnya saya cuma bisa melayang pada kejadian-kejadian seperti yang ada di
rumah ketika sedang bersama dengan mantan suami saya dulu itu. Sialan!
Tiba-tiba saja dia ada dimata saya dengan wajahnya yang selalu beringas dan kasar
itu, juga tangan kekarnya yang selalu saja siap memukuli saya kapan saja dia mau.
Dan kalau dia memukuli saya, dia baru akan berhenti kalau tangisan saya sudah
berubah jadi darah. Padahal masalahnya selalu saja cuma karena masalah sepele.
Seperti yang kemarin dulu itu, cuma gara-gara saya lupa mencuci celana dalamnya,
dia marah sekali sehabis melakukan hubungan badan dengan saya, karena mau
mengganti celana dalamnya ternyata tidak ada lagi yang bersih. Katanya juga, saya
memang sudah di takdirkan sejak di lahirkan oleh Ibu saya memang untuk jadi
pelacur. Karena dia bilang dia sama saja seperti habis melacur kalau setelah
melakukan itu tidak ada celana dalam pengganti. Saya sedih sekali waktu dia bilang
begitu, bayangkan kalau sampai Ibu saya mendengar apa yang di katakannya kepada
saya itu? Bisa-bisa Ibu saya bunuh diri. Padahal terus-terang, saya sendiri tidak tahu
kalau pelacur itu sama seperti saya?! Saya ingin marah sama dia waktu itu, tapi saya
tidak pernah bisa marah, bahkan semenjak saya bersuamikan dia, saya sudah tidak
tahu lagi apa dan bagaimana marah itu? Mungkin benar yang orang bilang, kalau cinta
itu memang buta? Jadi apapun yang di lakukannya terhadap diri saya, sudah saya
anggap sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan buat saya. Juga ketika dia bilang
dengan marah-marah, kalau dia mau kawin lagi dengan anak perempuannya teman
sekolah saya dulu, saya juga tidak bisa marah. Sekarangpun saya masih suka
mendengar kalau dia suka cerita menjelek-jelekkan saya dengan bangga. Saya tidak
tersinggung, sama sekali tidak.
TERDAKWA
Ya.
HAKIM
ADEGAN XXX
ORANG II
Yang kemarin masih juga kotor.
ORANG I
Kamu baca apa?
ORANG III
Nasib kita sama saja mungkin dengan dia, nanti.
ORANG I
Saya kehilangan dia.
ORANG III
Sebenarya saya hampir tidak merasakan apa-apa.
ORANG II
Saya bisa lihat itu.
ORANG III
BANGKIT
ORANG I
Ya.
ORANG II
Kita tunggu saja, besok.
ORANG III
Tidak biasanya, kamu.
ORANG I
Terakhir dia bilang, mereka sudah tahu.
ORANG II
Siap saya!
ORANG I
Harus itu!
ORANG IV
Terpaksa! Terpaksa!
ADEGAN XXXI
ANAK (Kesal)
Saya faham, Mak. Tapi apa harus, begitu? Masak harus kembali lagi? Itu, kan artinya
percuma saja kerja saya yang kemarin jadinya? Sia-sia, Mak.
ANAK
Sebentar lagi, Mak. Ini sudah hampir sampai... Percayalah, Mak. Pasti sampai,
nanti ...
ADEGAN XXXII
TOPENG II (Tidak Sabar)
Sekarang! Sekarang! Kita kasih tahu dunia!
TOPENG III
Mereka yang mulai! Ini sudah terlanjur!
TOPENG IV
Terpaksa!
TOPENG I
Sekarang!
TOPENG I (Membentak)
Diam!
TOPENG II (Membentak)
Diam!
TOPENG I (Pedas)
Pengkhianat!
TOPENG II (Pedas)
Racun!
TOPENG IV (Mendekati Yang Meronta Lalu Mencabut Sebilah Belati Dari Balik
Pakaiannya-Lalu Menusuk’kan Belatinya Tepat Di Jantung Topeng Yang Meronta)
Terpaksa!
ADEGAN XXXIII
LAMPU PANGGUNG REMANG KEMUDIAN LAYAR KEMBALI DI LATAR
BELAKANG. KALI INI YANG MUNCUL SILUET PROSESI IRING-IRINGAN
ORANG MENGUSUNG KERANDA MAYAT.
LALU KEMUDIAN BERGANTI GAMBAR KERUSUHAN. DIMANA-MANA
API. LALU ORANG DI TANGKAPI PETUGAS. IRING-IRINGAN ORANG
MENGUSUNG KERANDA MAYAT LAGI. KEMUDIAN TIANG GANTUNGAN.
LAMPU MULAI GELAP PERLAHAN, SAMPAI AKHIRNYA SEMPURNA.
ADEGAN XXXIV
DI ATAS PANGGUNG HANYA ADA TIGA ORANG. SALAH SATUNYA
SEDANG SIBUK MENJEJAK-JEJAKKAN KAKINYA KE LANTAI.
SEMENTARA YANG SATU LAGI REPOT MENGHAMBUR-HAMBURKAN
MAKANAN. YANG SATUNYA DIAM TAK BERGERAK.
ORANG I
Sudah sekarang, saya tahu mana yang lebih tinggi.
ORANG II
Sudah sekarang, saya tahu, saya terlalu banyak makan.
ORANG I
Itu bukan salah kamu.
ORANG II
Itu bukan salah kamu.
ORANG II
Tidak, saya salah.
ORANG I
Kita terlalu percaya sama dia.
ORANG II
Dulu, kita terlalu percaya sama dia.
ORANG I
Tidak sekarang.
ORANG II
Dia sekarang sudah mati.
ORANG I
Tidak lama lagi, di makan cacing dia di sana.
ORANG II
Semoga kuburannya di gali anjing. Lalu di seretnya dia di bawa ke dalam selokan dan
di buat pesta bagi anjing-anjing kudisan yang ada di kota ini!
ORANG I
Hingga yang tersisa hanya tulang belulangnya saja.
ORANG II
Di sisa kan anjing buat cemilan mereka bila musim hujan datang.
ORANG I
Akan terus begitu, sampai anjing-anjing mewariskan tulang-belulang dia itu untuk
ANAK-ANAK anjing lain yang akan lahir nanti.
ORANG II
Kalau saja saya jadi anjing.
ORANG I
Kalau saja saya jadi cacing.
ORANG II
Tapi saya bukan anjing.
ORANG I
Tapi saya bukan cacing.
ORANG II
Anjing dia, itu!
ORANG II
Pantas, dia mendapatkan itu!
ORANG I
Jijik, saya kalau ingat pernah kenal sama dia.
ORANG II
Saya kadang-kadang masih seperti suka mendengar suaranya yang sok benar itu.
Sialan!
ORANG I
Bajingan dia itu, dia korbankan teman kita cuma karena tidak se faham dengannya.
ORANG II
Bukan cuma teman kita, tapi kita semua.
ORANG I (Sadar)
Sebentar!
ORANG II
Ya.
ORANG I
Masih pagi, ini. Mungkin itu sebabnya yang membuat saya pangling.
ORANG II
Saya belum pernah ke sini pagi-pagi, memang.
ORANG I
Kamu belum pernah?
ORANG II
Ya.
ORANG I
Kalau begitu, memang ini tempatnya.
ORANG II (menerawanG)
Kalau dia masih ada, pasti kita tidak serepot ini.
ORANG II
Dia itu loh? Bukan dia si bajingan pengkhianat sialan itu!
ORANG I
Gara-gara si bajingan pengkhianat itu, dia gugur.
ORANG II
Anjing dia, itu!
ORANG I
Ya, anjing dia, itu!
ORANG II
Dalam waktu yang tidak berbeda jauh, dia kehilangan dua sekaligus. Pertama
kehilangan kekasihnya itu, kemudian juga kehilangan kepercayaan dirinya akibat di
khianati si bajingan pengkhianat sialan itu!
ORANG I
Apa mungkin dia bakal mencari penggantinya lagi?
ORANG II
Menurut saya, rasanya tinggal kita saja sekarang.
ORANG I
Apa mungkin dia bakal menggantikan dirinya sendiri?
ORANG II
Bahkan dirinya sendiri.
ORANG I
Saya juga tidak mudah percaya dengan orang lain sekarang.
ORANG II
Itu karena rasa percaya kita sudah di kotori si bajingan pengkhianat
sialan itu!
ORANG I
Rusak sudah.
ORANG I
Jadi, tidak apa-apa, kita tidak sama-sama?
ORANG IV
Terpaksa.
ORANG I
Kalau begitu, sudah.
ORANG II
Tenang saja, saya cepat kembali.
ORANG I
Sampai nanti.
ORANG II
Saya pergi, sekarang.
ADEGAN XXXV
ORANG I (Panik)
Dia kena!
ORANG I (Gemetar)
Tidak dengan tiang gantungan, ternyata!
ORANG I (Kaget Melihat Orang Yang Satu Mengeluarkan Senjata. Makin Gemetar)
Loh?!
ORANG IV (Siaga)
Terpaksa!
ADEGAN XXXVI
PETUGAS (Dengan Corong Di Mulut)
Perhatian! Perhatian! Kalian sudah terkepung! Tempat ini sudah dikuasai petugas!
Sebaiknya menyerah saja! Kami akan perlakukan kalian dengan baik! Jangan
melakukan tindakkan yang nantinya bisa merugikan kalian sendiri! Perhatian!
Perhatian!
ORANG I (Panik_Gemetar)
Kenapa begini?
ORANG I (Teriak)
Bung!
PETUGAS
Awas!
PETUGAS
Menyerah!
PETUGAS
Letakkan senjata kalian!
PETUGAS
Maju!
ORANG I
Saya tidak mau begini …
ORANG I
Bukan begini, bukan begini…
BERULANG-ULANG
ORANG I
Akhirnya saya sendiri ada pada pengulangan…
ORANG I
“Kita ada pada pengulangan!”
ORANG I
Hitungan yang salah! Hitungan yang salah!
ORANG I
Harusnya kemarin! Kemarin!
ADEGAN XXXVII
PETUGAS (MEMBERIKAN PERINTAH SAMBIL MENUNJUK SALAH SATU
YANG TERKAPAR)
Itu!
PETUGAS
Siap!
PETUGAS
Periksa sepatunya, kalau ada yang hampir pas cepat musnahkan!
PETUGAS
Gembongnya mana?
PETUGAS
Siap
PETUGAS
Siap! Dimana?
PETUGAS
Rel kereta di ujung jalan sana sudah di lewati keretanya belum?
PETUGAS
Hati-hati, jangan sampai tercecer, pilih keretanya yang paling panjang!
S E L E S A I