Di kota Jakarta
Faktor-faktor banjir:
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi
yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe
dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara
umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong
dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah
faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun
penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu
lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut
berpengaruh:
Curah hujan tinggi, kondisi lereng yang curam, serta tanah yang rapuh
menjadi penyebab tanah longsor di Desa Tenjolaya, Ciwidey, Bandung.
Meski demikian tak berarti kegiatan alih fungsi lahan bisa diabaikan.
Pada saat kejadian, ibarat bubur tanah dalam jumlah besar, material tanah
meluncur dengan kecepatan tinggi mengikuti alur celah-celah perbukitan
area konservasi Gunung Tilu.
Daya rusak bubur tanah tersebut terbilang tinggi, mampu menimbun puluhan
rumah yang berada di bagian bawah bukit.
Musibah itu memicu para ahli untuk meneliti apa sebenarnya faktor
penyebab tanah di Desa Tenjolaya itu longsor.
Jika dilihat dari faktor pemicunya, longsoran tanah bisa diakibatkan oleh
beberapa hal. Namun, umumnya tanah longsor timbul sebagai akumulasi
dari pelbagai faktor, antara lain curah hujan, kondisi geologi atau batuan,
serta kemiringan lereng.
Dalam kasus tanah longsor di Desa Tenjolaya, Kepala Peneliti dari Badan
Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Iwan G Tejakusuma
menyatakan penyebab utama peristiwa tersebut ialah intensitas curah hujan
yang tinggi serta kondisi litologi daerah longsoran.
Hal tersebut, menurut Iwan, bisa dianalisis dari material longsoran tanah
yang begitu jenuh air sehingga menyerupai bubur. Akibatnya, bubur tanah
tersebut meluncur dengan leluasa menyapu apa pun yang dilaluinya.
Hal itu mengindikasi material tanah longsoran tersebut sangat jenuh air.
Material tanah itu bisa berbelok-belok mengikuti celah-celah lembah seperti
air,” papar Iwan.
Normalnya, kondisi curah hujan pada Februari sekitar 200 mm, namun pada
beberapa hari sebelum kejadian longsor tersebut, curah hujan mencapai 960
mm.
Curah hujan yang sangat tinggi itu kemudian menimbulkan beban pada
lereng yang curam yang memang kondisinya sudah rapuh karena mengalami
pelapukan. Kemiringan lereng titik longsor mencapai 70 hingga 100 persen.
Tanah dengan jenis berpasir dan berbutir kasar dalam kondisi kering akan
menyebabkan butiranbutiran itu merapat. Namun, jenis tanah itu cepat jenuh
karena tanah begitu mudah menyerap air, terlebih ketika curah hujan tinggi.
Peluang tanah untuk bergerak akan semakin besar manakala curah hujan
berada di atas normal. “Pergeseran-pergeseran, retakan- retakan yang terjadi
sebelumnya, semakin mempercepat dan mempermudah proses penyerapan
masuknya air ke dalam tanah.
Air juga bisa masuk ke daerahdaerah yang kedap air sehingga tanah menjadi
begitu jenuh air,” ujar Iwan.
Oleh karena itu, bisa dimaklumi jika pada pagi hari sebelum terjadi longsor,
mata air di wilayah tersebut terlihat keruh.
Hal itu diakibatkan adanya erosi atau mata air baru yang muncul akibat
tanah sudah begitu jenuh air.
Kombinasi antara curah hujan yang tinggi, kondisi ketebalan tanah, dan jenis
tanah yang mudah menyerap air menyebabkan beban yang berupa air dan
tanah tebal menjadi begitu berat.
Di sisi lain, kejenuhan air yang sudah tidak mampu lagi menembus wilayah
kedap air juga menimbulkan tekanan pada pori-pori air yang disebut dengan
gaya angkat atau porewaterpreasure.
Perpaduan antara gaya angkat ke atas akibat tekanan pori-pori dan berat air
serta tanah menyebabkan tanah dan air meluncur ke wilayah yang lebih
rendah.
Terlebih jika dilihat dari bentang lahannya, wilayah itu memang termasuk
wilayah yang rawan longsor.
Bahkan, dia meyakini, pada zaman dahulu, bencana longsor serupa pernah
terjadi di kawasan yang 95 persennya berupa area hutan konservasi.
“Bentang lahannya krowak (membentuk cekungan atau lengkungan).
Jadi, pernah ada longsor tetapi kita tidak tahu kapan itu terjadi,” katanya.
Menurut Sutopo, secara umum, pada masa mendatang peluang terjadinya
bencana tanah longsor di Indonesia semakin besar, mengingat adanya
perubahan pola hujan yang terjadi saat ini. Perubahan pola tersebut
menyangkut intensitas hujan yang tinggi.
Selain perubahan pola hujan, faktor seperti alih fungsi lahan serta
antropojenik, yakni kegiatan penduduk yang merambah kawasankawasan
long sor, memperbesar peluang terjadinya bencana. Sekitar 154 kabupaten
maupun kota di Indonesia terkategorikan sebagai wilayah yang rawan
bahaya bencana longsor.