Dosen:
A. Mutalib MSc, PhD
Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan
Radiopharmacy radiokimia untuk membuat obat yang
mengandung atom radioaktif (radiofarmaka)
Nuclear Pharmacy bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan
(terapi) penyakit yang diidap oleh pasien.
Radiofarmaka (radiopharmaceuticals):
Senyawa kimia atau obat, yang salah satu atom penyusun strukturnya
adalah nuklida radioaktif, untuk keperluan diagnosa atau penyembuhan
(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan ke pasien secara oral, parenteral,
dan inhalasi
Kedokteran Nuclear (nuclear medicine):
Bidang keahlian (specialist) kedokteran yang berhubungan dengan
penggunaan bahan radioaktif (radiofarmaka) untuk tujuan diagnosa
dan terapi suatu penyakit.
• Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud
kimia dan fisika untuk mengarahkan (targeted)
keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh
• Radiasi-g yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa
dengan mudah akan keluar dari tubuh sehingga
memungkinkan deteksi dan pengukuran dilakukan di
luar tubuh (eksternal).
• Pola distribusi radiasi dalam suatu organ terhadap waktu
memungkinkan dokter spesialis kedokteran nuklir
melakukan evaluasi morfologi dan fungsi sistem.
Gamma Camera
g g g g
g g g g
Unsur kimia yang radionuklidanya untuk diagnosa dan
terapi
C N O F
P
Sc Cu Ga
Rb Sr Y Tc Rh Pd In I
Re Au Tl Pb Bi At
Sm Dy Ho Yb Lu
Imaging
Anatomy Biochemical
Systemic Targeted
Therapy
Imaging Modalities
Anatomy Physiology Metabolism Molecular
CT
US
MRI
MRS
fMRI
Nuclear SPECT/PET
Optical Imaging
Nanosensor
Nuclear Medical Imaging System
Computer System
(analysis of information of
PET , SPECT radiactivity distribution)
(External Detecting
system of Radiation)
Image of
radioactivity
distribution
Radiopharmaceutical (Emitted Radiation:
penetrate the body)
(Biological active
molecule labeled with Radionuclide emits radiation
a gamma-emitting
radioisotopes*) Distribute to
target tissues
* 11
C 、 13N 、 PET , SPECT
15
O 、 18F 、
99m
Tc 、 111In
、 67Ga 、 123
I
Non-invasive vizualization of
biochemical and physiological
functions in vivo.
Prosedur imaging memberikan informasi diagnosa
atas dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam
tubuh.
Kajian dinamik memberikan informasi fungsional
melalui pengukuran laju akumulasi dan laju keluarnya
radiofarmaka oleh organ.
Kajian statik memberikan informasi morfologi
berkenaan dengan ukuran, bentuk, dan letak organ atau
adanya lesi yang menempati ruang, dan dalam beberapa
kasus mengenai fungsi relatif. Pola distribusi
radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan
tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak
adanya penyakit
Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):
Rejection
Normal
Collimator
SPECT SPECT/PET
PET
PET/CT
Planar Image
ventral
ventral
With X-ray CT, no radiological change was found in medium injected right tibia. In
contrast, bone destruction was found in MRMT-1 cell injected left tibia 21 days
after inoculation. With SPECT study, 186Re-MAG3-HBP accumulated in the left tibia
around the inoculated site of tumor cells.
Telaah Fungsi In Vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan
atas absorpsi, pengenceran (dilution), pemekatan, atau
ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.
Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi, dalam cara apapun,
fungsi sistim organ yang sedang diukur.
Bila nuklidanya tidak stabil atau radioaktif maka sering disebut sebagai
radionuklida.
Nuklida-nuklida yang memiliki nomor atom atau jumlah proton yang sama
disebut isotop dan nuklida-nuklida tersebut memiliki sifat kimia yang sama
karena memiliki jumlah elektron yang sama. Isotop yang tidak stabil atau
radioaktif disebut radioisotop.
Misalnya:158O 16
, 8O , 178O dan 188O
Terminologi
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah neutron yang sama tetapi memiiki
nomor atom yang berbeda disebut isoton.
59 60 61 64
Misalnya: 26 Fe , ,
27 Co 28 Ni
dan 29 Cu masing-masing memiliki 33 neutron
Nuklida-nuklida dengan jumlah nukleon yang sama atau dengan nomor massa
(A) yang sama, tetapi jumlah proton dan neutron berbeda atau nomor atom
berbeda disebut isobar.
67
Misalnya:67 Cu , 67 Zn , 67 Ga dan 32 Ge masing-masing memiliki
29 30 31
nomor massa yang sama 67
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah proton dan neutron yang sama tetapi
memiiki tingkat energi dan spin yang berbeda disebut isomer.
Misalnya:99m Tc dan 99 Tc merupakan isomer dari nuklida yang sama
43 43
Model Inti
Model tetesan cairan:
Model kulit:
nukleon di dalam inti atom ditata di dalam kulit energi seperti konfigurasi
elektron yang ditata di dalam kulit atom berdasarkan teori Bohr. Inti yang
mengandung 2, 8, 20, 50, 82, atau 126 proton atau neutron merupakan inti
sangat stabil. Jumlah nukleon tersebut disebut bilangan magik.
Kestabilan Inti
Inti kurang stabil jumlah proton ganjil dan jumlah neutron ganjil
Angka-banding (ratio) jumlah neutron terhadap jumlah proton:
90
80
70
60
Z 50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
N
Bila suatu inti memiliki nilai N/Z berbeda dengan nilai N/Z inti stabil,
maka inti atom tersebut merupakan inti yang tidak stabil dan selanjutnya
inti akan mengalami peluruhan (decay) dengan memancarkan partikel b
atau melalui tangkapan elektron
Kestabilan Inti
Massa inti (M) selalu lebih kecil dari pada massa gabungan
nukleon (A) yang berada di dalam inti tersebut
Defek massa = M - A
Defek massa digunakan sebagai energi untuk mengikat semua
nukleon yang ada di dalam inti, dan energi ini disebut energi ikat
atau binding energy
n p + b- + n-
Antineutrino merupakan partikel tanpa massa dan muatan; keberadaannya
merupakan persyaratan yang diperlukan untuk kekekalan energi
723 keV
1,6%
6,9% 637
90,4%
364
80
131
Xe (stabil)
54
Peluruhan b+ atau positron
Terjadi bila inti miskin neutron atau kaya proton
Setelah pemancaran partikel b+, nuklida anak memiliki Z < satu satuan
dari pada Z nuklida induk. Pemancaran partikel disertai pemancaran
neutrino (n)
Pada akhir lintasannya, positron bergabung dengan elektron dan terjadi anihilasi yang
disusul dengan muncul dua foton, masing-masing dengan energi 511 keV, dalam arah
berlawanan. Foton tersebut dinyatakan sebagai radiasi anihilasi.
p n + b+ + n
Contoh: 18 18
9
F 8
O + b+ + n
64 64
29
Cu 28
Ni + b+ + n
52 52
26
Fe 25
Mn + b+ + n
Tangkapan elektron (EC)
Alternative dari peluruhan b+
sinar-g
99
43
Tc (2,12 x 105 tahun)
Proses konversi internal
Elektron konversi memiliki energi:
Peluruhan radionuklida merupakan proses acak (random) artinya kita tidak dapat
menyatakan atom yang mana dari sekelompok atom yang akan meluruh pada waktu yang
spesifik, tetapi kita hanya bisa menyatakan jumlah rata-rata radionuklida yang akan
mengalami disintegrasi selama perioda waktu tertentu.
Jumlah disintegrasi per satuan waktu, -dN/dt, suatu radionuklida pada setiap saat adalah
sebanding dengan jumlah total radionuklida yang berada pada saat tersebut.
- dN = l N
dt
Persamaan peluruhan keradioaktifan
- dN = l N (1)
dt
N adalah jumlah radionuklida dan ladalah tetapan peluruhan yang
didefenisikan sebagai kebolehjadian disintegrasi per satuan waktu untuk
suatu radionuklida tunggal
dN
ò- N = òldt
- ln N = l t + tetapan integrasi (2)
N jumlah inti pada waktu t dan bila t = 0 maka jumlah inti N0, sehingga
- ln N 0 = tetapan integrasi
Persamaan peluruhan keradioaktifan
Persamaan (2) disusun kembali:
- ln N = lt - ln N 0
N
- ln = lt
N0
N - lt
=e
N0
=
N N 0e
- lt
(3)
Dalam proses peluruhan jumlah N inti akan berkurang secara eksponensial
dengan semakin lamanya waktu
Waktu yang diperlukan agar N berubah setengahnya dinyatakan sebagai
waktu paruh, t1/2
N 1 (ln 2 ) 0 .693
= =e - lt 1/ 2
t1 / 2 = = (4)
N0 2 l l
Persamaan peluruhan keradioaktifan
Besaran lain yang berkaitan dengan radionuklida adalah umur rata-rata (mean
life), t, yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
1 t1 / 2
t= = = 1 . 44 t1 / 2 (5)
l 0 .693
Keradioaktifan (radioactivity) suatu radionuklida atau secara sederhana
dinyatakan sebagai keaktifan atau aktifitas (activity) merupakan besaran yang
sebanding dengan lN, maka:
dN
A=- = lN (6)
dt
Sehingga radioaktifitas atau aktifitas suatu radionuklida pada waktu t, adalah:
=
At A 0 e
- lt 1/2
A0
A0/2
Activity
A0/4
1 2 3 4 5 6
Time (halve-lives)
Hubungan aktivitas terhadap waktu
100
50
10
1 2 3 4 6 7
Time (half-lives)
Hubungan log Aktivitas terhadap waktu
Satuan radioaktifitas
Satuan radioaktifitas pada mulanya didasarkan atas laju peluruhan 1 g
radium dan dinyatakan dalam curie (Ci).
Sekarang besaran atau kuantitas setiap nuklida radioaktif dinyatakan dalam
jumlah disintegrasi per detik (dps atau dis s-1)
Keaktifan jenis (specific activity) adalah besaran keaktifan radionuklida yang dinyatakan
sebagai besarnya keradioaktifan per satuan massa .
Misalnya mCi/g, mCi/g, Bq/g, kBq/mol, dst.
rad adalah ukuran kuantitatif absorbsi energi radiasi biasanya disebut dosis radiasi
Paparan radiasi (radiation exposure) dinyatakan dalam roentgen ( R ), yaitu besarnya radiasi
sinar-x atau g yang menimbulkan pasangan ion per gram udara.
1R terjadinya 1.61 x 1012 pasangan ion akibat serapan energi 84 erg per gram udara
Contoh perhitungan:
Hitung jumlah total atom dan massa total 131I yang berada di
dalam 5 mCi 131I dengan waktu paruh t1/2 = 8 hari
0 .693
l untuk 131I = = 1 .0 x 10 - 6 s -1
8 x 24 x 60 x 60 s
=
A 5 x 3.7 x 10 dps 7
W
A = lN = l N Avogadro
BA
8
= A = 1 . 85 x 10 dps = 14
N 1 .85 x 10 atom
l -6
1 x 10 s
-1
A x BA
Massa total 131I di dalam 5 mCi: W =
l x N Avogadro
1 . 85 x 10 8 (dps) x 131 (g/atom)
= -6 -1 23
= 40 . 3 x 10
-9
g = 40.3 ng
1 x 10 ( s ) x 6.02 x 10
Contoh perhitungan:
Pada jam 11.00 pagi di suatu hari tertentu hasil pengukuran keradioaktifan 99mTc
menunjukkan 9 mCi. Berapa keradioaktifan pada jam 8.00 pagi dan pada jam
4.00 sore di hari yang sama? (t1/2 untuk 99mTc adalah 6 jam)
Keradioaktifan pada jam 8.00 pagi menunjukkan keradioaktifan lebih awal 3
jam dari keradioaktifan hasil pengukuran pada jam 11.00 pagi, maka:
0 .693
l= = 0 . 1155 jam -1
6 jam
=
At A 0 e
-l t 1/2
l l 0
AN A
l t
BA A
t
AB = B -l t
(e ) = A (9) hubungan ini disebut
lB - lA lB - lA kesetimbangan transient
Persamaan umum peluruhan
Kesetimbangan transient berlaku apabila (t1/2)A dan (t1/2)B berbeda dengan
faktor 10-50. Misalnya 99Mo (t1/2 = 67 jam) meluruh menjadi 99mTc (t1/2 = 6
jam).
Contoh soal: Yttrium-87 (t1/2 = 80 jam) meluruh menjadi 87mSr (t1/2 = 2.53
jam). Aktivitas cuplikan murni 87Y dikalibrasi pada tengah hari di hari
Rabu dan diperoleh aktivitas sebesar 300 mCi. Hitung aktivitas 87mSr pada
jam 6 sore di hari Rabu dan hitung juga aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di
hari Kamis.
lA=0.693/80 jam = 0.0087 jam-1; lB=0.693/2.83 jam = 0.2449 jam-1
lB 0 .2449
= = 1 .0368 A A = 300 mCi
0
l B - l A 0 . 2449 - 0 . 0087
-l t
= - 0 .0087 (jam ) x 6 jam
= 0 .9491
-1
Persamaan (10) berlaku apabila perbedaan waktu paruh radionuklida induk dan
waktu paruh radionuklida lebih besar dari faktor 100
Dalam reaksi inti, bisanya inti yang lebih berat sebagai reaktant dalam
keadaan diam dan reaktan lain dalam bentuk inti lebih ringan atau partikel
digerakan untuk menumbuk inti yang berat. Inti yang diam disebut target
atau sasaran dan partikel yang bergerak disebut partikel penembak atau
partikel datang. Notasi yang digunakan dalam reaksi inti analog dengan
notasi yang digunakan dalam reaksi kimia biasa.
14 4 17 1
7
N + 2 He 8
O + 1H
p
Reaksi Inti
14 17
Notasi secara ringkas: N (a, p) O
4 1
2 He
proton, 1H
27 4 30 1
13
Al + 2 He 15
P + 0n
27 30
Al (a, n) P
139 12 147 1
57
La + 6C 63
Eu + 4 0n
139 12 147
La ( C, 4n) Eu
Produksi Radionuklida
Hampir semua radionuklida yang disiapkan sebagai radiofarmaka untuk
keperluan kedokteran nuklir merupakan radionuklida buatan atau
radionuklida sintetis.
- -lt
(1 e ) irr
disebut faktor kejenuhan (saturation factor) dan
mendekati nilai = 1 apabila tirr kira-kira sama
A t = fN s
dengan 4-5 kali waktu paruh
=f W
N Avg k s
Aw
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Proses pemisahan kimia radionuklida di dalam Hot Cell
Produksi Radionuklida dengan siklotron
Siklotron merupakan sumber proton, deuteron, dan partikel bermuatan lain
yang memilliki energi tinggi. Berbagai reaksi bisa terjadi, misalnya (d, n),
(p, pn), (p, n), (p, a), dst. Terjadi perubahan nomor massa (A) dan/atau
nomor atom (Z), karena itu biasanya terbentuk unsur yang berbeda.
Misalnya: 18
O(p, n) 18F
14
N(d, n) 15O
123
Te(p, n) 123I
55
Mn(p, 4n) 52Fe
Yield radionuklida yang dihasilkan siklotron tergantung:
- jumlah atom sasaran
- energi partikel
- peluruhan produk setelah terbentuk
- lamanya irradiasi
- pengkayaan isotop target
Siklotron (Cyclotron)
Magnet Power Supply
Dee
Deflector
Target
Particle Beam
Siklotron (Cyclotron)
Holow Electrodes (Dees)
Vacuum Sumber ion
Magnet 1
Magnet 2
Target
~
Oscillator
Tampak Samping Tampak Atas
Cyclotron
Cyclotron
Produksi Radionuklida dengan siklotron
Prinsip produksi:
berkas partikel bermuatan, hasil dari percepatan ion yang mengitari lingkaran
yang semakin melebar melalui penggunaan medan magnetik untuk mengenda-
likannya dan arus listrik untuk mempercepatnya, ditumbukkan ke inti target.
Inti produk dan target dipisahkan dengan berbagai tehnik pemisahan kimia. .
= s - -lt
A t IN (1 e ) irr
= I W N Avg k s (1 - e -lt )
irr
(12)
Aw
I adalah intensitas partikel penembak (jumlah partikel/cm2 detik). I sering
dinyatakan dalam bentuk arus berkas partikel (mA).
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Contoh soal:
Untuk menyiapkan radionuklida 24Na yang memiliki waktu paruh 15 jam,
maka sebanyak 5 gram Na2CO3 ditimbang dan dimasukkan kedalam ampul
kwarsa, kemudian dimasukkan kedalam reaktor untuk diiradiasi dengan
neutron yang mempunyai fluks 10-12 cm-2 det-1. Kelimpahan 23Na dialam
adalah 100%. Berapa radioaktivitas 24Na yang diperoleh bila target Na2CO3
yang berada dalam ampul kwarsa tersebut diiradiasi selama 60 jam.
Jawab: 23
Na (n, g) 24Na
W
N = x N Avog x k
Aw
2 x 5 (gram)
= 23
x 6.02 x 10 (atom/mol) x 1
106 (gram/mol)
= 5.68 x 10 22 (atom)
Contoh soal:
A t = fN s (1 - e
- l t irr
)
= 10 12 (n cm - 2 det -1 ) x 5.68 x 10 22 (atom)
0 .693
- x 60 (jam)
(cm ) x (1 - e
- 24 2 15 (jam)
x 0.53 x 10 )
10
2.8 x 10 dps
= 2.8 x 10 10 dps = 10
= 7 . 57 Ci
3.7 x 10 dps/Ci
Hitung keradioaktifan 111In yang dihasilkan dari irradiasi 1 gram 111Cd
dengan menggunakan berkas proton yang memiliki arus 1 mikroampere
(mA) di dalam suatu siklotron selama 10 jam. Diketahui 111In memiliki
waktu paruh 2.8 hari dan penampang lintang reaksi 111Cd (p, n)111In
adalah 1 barn.
Jawab: 1 ampere (A) = 1 coulomb (c)/detik; 1 proton akan membawa
muatan 1.6 x 10-19 C. Karena itu jumlah proton di dalam 1 mA adalah
(1 x 10-6)/(1.6 x 10-19), sehingga:
-6
1 x 10
I = -19
= 12
6 . 25 x 10 proton/(cm det)
2
1.6 x 10
1
N = x 6.02 x 10 = 5 . 42 x 10 atom Cd
23 21 111
111
l= 0.693 = 2 . 86 x 10 - 6 det -1 untuk 111
In
2.8 x 24 x 60 x 60
= =
t 10 x 60 x 60 3.60 x 10 det.
4
Tujuan utama:
pengadaan suatu radionuklida tertentu, umumnya radionuklida berumur
pendek, di tempat pemakai karena terbatasnya waktu pengiriman dari
produsen ke pemakai.
Karena itu waktu paruh radionuklida induk yang berada di dalam
generator harus cukup lama dibandingkan dengan waktu yang diperlukan
untuk pengiriman generator tersebut ke tempat pemakai.
Saline solution Evacuated vial
Eluted daughter activity Tc-
Glass column
99m
Mo-99
Alumina
Generator
Pb shielding
System
Hot-Cell untuk Produksi Generator
Hot-Cell untuk Produksi Generator
Proses Produksi Generator
Proses Produksi Generator Automatic
Generator 99Mo/99mTc
Sistem Generator yang ideal
1. Radionuklida anak yang dihasilkan generator harus steril dan bebas pyrogen
karena akan digunakan untuk keperluan klinis
2. Sifat kimia radionuklida anak harus berbeda dengan sifat kimia radionuklida
induk agar pemisahan dapat dilakukan. Umumnya pemisahan dilakukan
secara kromatografi.
3. Generator harus dapat dielusi dengan larutan salin 0.9% dan harus tidak
terjadi reaksi kimia. Intervensi manusia harus seminimal mungkin untuk
meminimalkan dosis radiasi terhadap operator.
4. Radionuklida anak harus merupakan nuklida pemancar gamma berumur
pendek dalam orde waktu paruh jam, hari.
5. Waktu paruh radionuklida induk harus cukup pendek sehingga pertumbuhan
kembali radionuklida anak setelah elusi cukup cepat, tetapi cukup panjang
untuk penggunaan praktis.
6. Kimia radionuklida anak harus cocok untuk preparasi yang
menggunakan berbagai senyawa, khususnya senyawa-senyawa dalam
bentuk kit.
7. Radionuklida anak harus meluruh menjadi nuklida stabil atau
radionuklida berumur sangat panjang, sehingga dosis tambahan yang
diterima pasiendianggap tidak ada.
8. Generator memiliki perisai yang efektif, murah sehingga bisa
meminimalkan dosis radiasi terhadap pemakai.
9. Generator mudah diisi kembali.
Prinsip Kerja Generator 99Mo/99mTc
1. Larutan natrium [99Mo] molibdate dimasukkan kedalam kolom yang mengandung
alumina (Al2O3) yang berfungsi menahan molibdat melalui proses adsorpsi, karena
afinitas molibdat sangat tinggi.
2. Larutan salin (NaCl) 0.9% dilewatkan kedalam kolom dan natrium
[99mTc]pertehnetat akan terelusi, karena afinitas pertehnetat terhadap alumina
sangat rendah.
3. Larutan pertehnetat ditampung dalam suatu vial vakuum dan steril. Larutan
pertehnetat tersebut disebut eluat. Vial yang telah berisi larutan pertehnetat
ditentukan keradioaktifannya sebelum digunakan lebih lanjut.
4. Pengelusian dan penampungan secara kuantitatif pertehnetat erat kaitannya dengan
afinitasnya yang sangat rendah terhadap alumina, sementara molibdat memiliki
afinitas yang sangat tinggi terhadap alumina.
5. Volum elusi harus dikontrol hati-hati dalam setiap hari elusi agar konsentrasi
keradioaktifan tidak bervariasi terlalu jauh.
235
U(n, f)99Mo + radionuklida hasil fisi lainnya
Pemisahan radiokimia
pH 6.0 pH 4.5
99
MoO4 2- 99
Mo7O24 6- 99
Mo8O284-
0.9% NaCl 99
Mo pada pH 5 dimasukan ke dalam kolom alumina bermuatan
Al2O3
99m
Tc
86%
99
Mo
99
Mo 100%
14%
99
Tc
Na
99m
TcO4 (Sodium Pertechnetate)
Kesetimbangan Transient Generator 99Mo/99mTc
l l
99
Mo 1
99m
Tc 2
99
Tc
0.86
l -l 2 A0
(e
A t
99m
Tc = 2 99
Mo
-l1t - e -l t ) + A0
2 99m
Tc e
-l2t
l1
Kesetimbangan transient terjadi pada saat aktivitas 99mTc melampaui aktivitas 99Mo, kira-kira
dalam orde 48 sampai 72 jam sejak pertumbuhannya, dan pada saat tersebut nilai eksponesial
e-l2t sangat kecil sehingga dapat diabaikan dan persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut:
0.
86-l2 0
l
A t
99m
Tc = 2 A 99
Moe
-l1t
l1
Pengukuran keradioaktifan larutan eluate Generator 99mTc
dengan menggunakan Dose Calibrator
10 mL
Aliquot method
1 mL Syringe = 53 mCi
- Sisa tertinggal dalam needle = -3 mCi
1 mL Eluate = 50 mCi
Aktivitas Total 50 mCi/mL x 10 mL = 500 mL
Contoh Soal
Suatu generator 99mTc diproduksi pada hari Jum`at dan dikalibrasi pada jam
8.00 pm terhadap 99Mo dengan aktivitas 2.5 Ci (92500 MBq). Hitung
aktivitas teoritis 99mTc di dalam generator pada hari Senin berikutnya pada
jam 8.00 am, jika tidak dilakukan elusi di hari-hari sebelumnya.
0.693
l1( Mo) =
99
= 0.0105 hr-1
65.95 hr
0.693
l2( 99m
Tc) = = 0.1153 hr-1
6.01 hr
(0.86) 0.1153
A( 99m
Tc) = 2.5 Ci e-0.0105 hr(60
-1
hr)
0.1153 – 0.0105
(0.86) 0.1153
A( 99m
Tc) = 2.5 Ci e-0.0105 hr(60
-1
hr)
0.1153 – 0.0105
l1
Aktivitas 99mTc sisa yang tertinggal di dalam kolom setelah elusi jam 8.00 :
(1.26 Ci yang tersedia) – (1.07 Ci yang telah dielusi) = 0.19 Ci (7030 MBq) yang masih tertahan
di dalam kolom
Dengan menggunakan persamaan diatas, maka aktivitas 99mTc dalam kolom pada jam 1.00 pm
adalah:
A(99mTc) = (0.86)(1.11)(1.33 Ci)(e-0.0105(5) – e-0.1153(5)) + 0.19 Ci e-0.1152(5)
A(99mTc) = 0.487 Ci + 0.107 Ci = 0.594 Ci (21978 MBq)
Karena efisiensi elusi 85%, aktivitas 99mTc yang diharapka dari eluate generator adalah:
(0.594 Ci) (0.85) = 0.505 Ci (16685 MBq)
Radionuklida Hasil Fisi
• Fisi inti atau pembelahan inti merupakan pemecahan inti berat menjadi dua
fragmen dengan massa yang hampir sama.
• Inti berat dimasukkan kedalam teras reaktor, maka inti berat tersebut akan
menyerap netron thermal dan selanjutnya mengalami fisi. Fisi dapat pula
diimbas di dalam suatu siklotron dengan melalui penembakan dengan partikel
bermuatan, tetapi kebolehjadian terjadinya sangat ditentukan oleh jenis dan
besarnya energi partikel penembak. Inti berat yang bisa mengalami fisi: 235U,
239
Pu, 237Np, 233U, dan unsur-unsur lain yang memiliki nomor atom >92.
144
Ba
n
90
Kr
235
U 236
U n
Radionuklida Hasil Fisi
U+ n ® U ® I+ +
235 1 236 131 102 1
92 0 92 52 Y 3 0n
39
® 99
43 Mo
+ 135
50 Sn
+ 2 0n
1
® 11746 Pd + 11746 Pd + 2 01 n
® 137
55 Cs + Rb + 2 0 n
97
37
1
® 15562 Sm + 78
30 Zn + 3
1
0n
® 15662 Sm + 7730 Zn + 3 01 n
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Proses produksi radionuklida
Deteksi dan Pengukuran Radiasi
Tipe instrument dan metoda yang digunakan untuk mendeteksi radiasi
dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir bertujuan untuk:
LET = SI x W
SI dan LET berbanding langsung dengan massa dan muatan partikel dan
berbanding terbalik dengan kecepatan partikel.
Jangkauan
partikel Sinar Delta
Partikel alfa memiliki SI dan LET tinggi (karena massa dan muatan
yang tinggi), dan nilainya semakin meningkat dekat akhir lintasannya
karena partikel mengalami perlambatan sehingga meningkatkan
kebolehjadian interaksiya.
Di dalam jaringan, padatnya ionisasi dari suatu partikel alfa diikuti dengan pelepasan
energi mengakibatkan lebih tingginya kebolehjadian kerusakan biologi dibandingkan
dengan radiasi yang memiliki LET rendah. Ini merupakan alasan utama mengapa pemacar
alfa tidak digunakan untuk aplikasi diagnosa.
Interaksi Radiasi dengan Materi
e- e- e-
Radiasi optik e-
Sinar-X K
r a hlung
sst
Brem
+ +
Sinar Delta
Elektron yang Elektron K
Elektron yang
Tingkat tereksitasi dihamburkan dihamburkan
Eksitasi Ionisasi Bremsstrahlung
* gelombang/detik
Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang panjang, energi rendah,
misalnya dalam bentuk cahaya tampak, memperlihatkan sifat seperti
gelombang.
Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang pendek, energi tinggi, seperti
sinar-X dan sinar-g, tidak berperilaku seperti gelombang tetapi lebih
cenderung seperti paket energi yang diskrit.
Paket energi diskrit ini disebut kuanta atau foton dan interaksinya dengan materi
sama seperti jika foton tersebut sebagai partikel-partikel kecil.
Tiga proses dari interaksi foton dengan materi:
Efek fotolistrik.
Hamburan Compton.
Produksi pasangan (pair production)
Efek fotolistrik. • Foton energi rendah (≤ 50 keV)
g
berinteraksi dengan elektron
E = hn Fotoelektron kulit-K
KEk= hn - BEk
kulit lebih dalam, biasanya kulit
e -
K, diikuti elektron keluar dari
+
orbitnya.
• Seluruh energi foton dialihkan ke electron yang ditendang keluar. Energi
kinetik elektron yang keluar = energi foton awal dikurangi energi ikat
elektron
• pasangan ion terbentuk disertai terjadi sinar-x karakteristik dan elektron
Auger akibat ionisasi yang di-sertai dengan pengisian elektron kulit dalam
oleh elektron kulit luar.
Semakin rendah energi foton (<< 50 keV), semakin tinggi Z serta kerapatan jaringan, maka akan
semakin tinggi kebolejadian interaksi dengan soft-tissue.
Tulang dengan Z=13.8, kerapatan 1.92 menyerap energi 6 kali lebih banyak dari soft-tissue (Z
rata-rata 7.4, kerapatan = 1).
Radionuklida seperti 125I (30 keV), tidak baik untuk `diagnostic imaging`, karena foton diserap
jaringan cukup tinggi melalui efek fotolistrik.
Hamburan Compton
g e- • Foton energi > 50 keV berinteraksi
KEm= hn – hn`
E = hn q dengan elektron kulit lebih luar yang
g E = hn` terikat lemah. Elektron keluar orbit dan
suatu pasangan ion terbentuk.
+
• Sebagian energi foton dialihkan ke electron yang keluar orbit, tergantung dari
sudut hamburan (q). Sisa energi dibawa foton terhambur. Energi kinetik elektron
= selisih energi foton datang dengan energi foton terhambur
• Interaksi berlanjut oleh foton sekunder atau foton terhambur Compton, sampai
akhirnya energi foton diserap melalui efek fotolistrik.
- - - - - - -
- + -
- -
Detektor radiasi - ++ + - i = arus
- + - -
berisi gas sederhana - -- + + - Elektron-elektron yang lepas
- -+ -
- - +- -
akibat ionisasi molekul gas
+ detektor berkumpul di anoda
- - - - - - pusat, arus akan dihasilkan
sebanding dengan jumlah
pasangan ion yang terjadi
Elektroda negatip akibat interaksi gas dengan
radiasi.
Elektroda positip v = tegangan
Metoda Pengumpulan Ion
Ionisasi Amplifikasi
sederhana gas
arg s
ch ou
l
e
na
dis tinu
si o Daerah Geiger
r
Daerah Rekombinasi
n
o
Co
r op
p
Non-proporsional
Arus
a h
a er
D
Arus jenuh
Tegangan
Pasangan ion bere- Elektron primer ter- Arus naik sebanding Hampir Tegangan cukup tinggi
kombinasi, tidak ada kumpul dgn laju lebih dgn naiknya tegang- seluruh utk terjadinya peristiwa
arus yang terjadi, bila cepat dgn naiknya an akibat ionisasi se- molekul ionisasi awal dalam
tegangan tidak tegangan dan arus kunder elektron pri- gas dalam tabung, terjadi pasangan
dinaikkan jenuh dicapai sebagai mer yang bergerak chamber ion beruntun dari semua
plateau. cepat kearah anoda terionisasi molekul yang ada.
Metoda Pengumpulan Ion
Sesuai dengan kurva respon arus/tegangan, maka ada tiga tipe instrumen :
• Kamar ionisasi (ionization chamber)
memiliki tegangan kerja dalam rentang 50 sampai 150 volt (daerah plateau arus
jenuh), untuk mengukur sumber radioaktif intensitas medium sampai tinggi
Misal survey meter “Cutie Pie” dan dose calibrator yang digunakan untuk mengukur
keradioaktifan radiofarmaka dalam rentang mikrocurie sampai curie.
• Pencacah proporsional (proportional counter)
• Pencacah Geiger-Müller (GM)
untuk mengukur radiasi intensitas rendah, seperti survei radiasi ligkungan kerja.
Tegangan kerja alat ini biasanya ditetapkan dekat 1000 volt (daerah Geiger).
Radionuclide Dose Calibrator
Sealed Chamber berisi gas bertekanan, gas argon ~
12 atm untuk meningkatkan kepekaan deteksi
Isotope Corretion
Range
Selector
i→v Voltage
Amp Amp
Activity Display
Power
Supply
Detektor scintilasi kristal padat yang paling umum adalah kristal natrium iodida, NaI(Tl),
yang dibungkus dengan suatu casing logam, sehingga sinar g dengan energi yang memadai
mampu menembus casing logam dan selanjutnya berinteraksi dengan kristal. Hal ini tidak
dapat terjadi bila radiasi merupakan radiasi partikel.
Karena itu pencacahan radionuklida pemancar partikel b murni, seperti 3H dan 14C, paling
baik dilakukan dengan menggunakan scintilasi cair. Disini cuplikan yang diukur terlebih
dahulu dilarutkan atau disuspensikan dalam suatu “cocktail” scintilasi yang merupakan
campuran pelarut dan senyawa-senyawa scintilator. Semakin intim cuplikan dan “cocktail”
bercampur, semakin efisien deteksi radiasi b
Detektor scintilasi kristal padat
Sinar-g
Kristal NaI(Tl)
Scaler
Rate Meter
Pulse
Pre- Linear
Height
Amplifier Amplifier
Analyzer
High
Oscilloscope
Voltage
Computer
Detektor scintilasi kristal padat
Kristal NaI(Tl) photocathode photomultiplier tube
scintilasi
• Foton energi tinggi (sinar-g) yang berinteraksi dengan kristal akan memindahkan energinya ke
molekul natrium iodida melalui hamburan Compton dan interaksi fotolistrik.
• Energi elektron yang dilepaskan dari proses ionisasi hampir seluruhnya diserap dalam bentuk panas.
Bila kristal dalam bentuk natrium iodida murni, maka proses scintilasi tidak berlangsung dengan baik.
• Karena itu jika kristal diaktifkan dengan 0.1% thallium, maka beberapa elektron tereksitasi terperang-
kap disekitar atom thallium, dimana pada saat kembali ke keadaan dasar energi dilepaskan dalam
bentuk foton cahaya tampak dengan energi 3 eV dan proses ini disebut scintilasi.
Detektor scintilasi kristal padat
Perisai dari Pb
Detektor scintilasi kristal padat
Sinar-g
window
Linear
ABC Amplifier ABC ABC
Pulsa B
Pulse Height yang tercacah
Analyzer
LLD ULD
ULD
LLD LLD
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa 2 yg tercacah Pulsa 1 dan 2 yg
Pulsa 3 yg tercacah
tercacah
Spektrum Energi Gamma
Bila suatu radionuklida dicacah dengan pencacah scintilasi, kemudian laju cacahan (count rate)
diplotkan terhadap energi, maka akan diperoleh spektrum gamma.
123
I 51
Cr
A B A
131
I 99m
Tc
A : ~ 30 keV Xe x-rays
A : 140 keV gamma
B : 80 keV gamma
C : 364 keV gamma
D : 638 keV gamma
AB C D A
0 Energi (keV) 1024 0 Energi (keV) 1024
Detektor scintilasi cair
14
CH2NH2COOH
b-
S* F1
b
R - S
F
F
S F1* F2
PM Tube
e- -
Foton cahaya e
F1 F2* e- e- Cacahan
e- - pulsa
S = pelarut e
F = material yang mengandung fluor
Photocathode Anode
Efisiensi Pencacahan (Counting Efficiency)
Cacahan (counts) per menit yang tercatat suatu instrument dibagi oleh
disintegrasi per menit (dpm) yang terjadi di dalam cuplikan yang sedang
dicacah.
cpm
Efisiensi =
dpm
• Efisiensi diri detektor yang dipenga-
Faktor utama yang ruhi oleh jenis radiasi dan energinya,
mempengaruhi efisiensi: dan ukuran serta komposisi detektor.
• Faktor geometri
Detektor NaI bidang datar
Net cpm
Efisiensi =
Detektor NaI tipe sumur (Source mCi)(2.26 x 106 dpm/mCi) (kelimpahan foton)
Contoh:
1.0 mCi (37 kBq) gas 133Xe yang berada di dalam vial 3 ml dicacah dengan
menggunakan pecacah scintilasi sehingga diperoleh hasil cacahan bersih sebesar 486508
cpm. Diketahui kelimpahan foton gamma energi 81 keV dari 133Xe adalah 36%. Hitung
efisiensi pencacahan dengan meggunakan pencacah scintilasi tersebut.
486508 cpm
Efisiensi = = 0.61
(1.0 mCi) (2.26 x 10 dpm/mCi) (0.36)
6
Jika kita mengetahui efisiensi detektor suatu radionuklida tertentu dalam geometri tertentu,
maka keradioaktifan sumber dapat ditentukan sebagai berikut:
Net cpm
Aktivitas (mCi) =
(Efisiensi) (2.26 x 106 dpm/mCi) (kelimpahan foton)
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dua faktor utama berkaitan dengan pengukuran radiasi:
Ionisasi materi oleh radiasi Berhubungan langsung dengan
Energi radiasi yang diserap (absorbsi) oleh materi konsekuensi biologis akibat interaksi
radiasi dengan tubuh manusia
1. Satuan Ci dan Bq untuk mengukur keradioaktifan atau jumlah bahan radioaktif di dalam
suatu sumber radiasi
2. Satuan roentgen (R) untuk mengukur paparan (exposure) dari radiasi elektromagnetik.
Lewatnya radiasi sinar x dan g sebesar 1R akan menghasilkan 2.082 x 109 pasangan ion
per cm3 udara pada STP
3. Satuan Rad (radiation adsorbed dose) dan Gy (gray) untuk mengukur dosis radiasi yang
diserap. Kuantitas setiap radiasi pengionisasi yang ekivalen dengan 100 erg energi yang
diserap per gram bahan penyerap (absorber).
1 R = 0.869 Rad untuk udara; 1 R = 0.96 Rad untuk jaringan
4. Satuan Rem (roentgen equivalent man) dan Sv (sievert) untuk mengukur dosis biologis
Proteksi dan Risiko Radiasi
Berapa banyak energi diserap
Efek biologis dari radiasi
Bagamana energi terdistribusi di dalam bahan penyerap
Jenis radiasi berbeda bisa mendepositkan jumlah energi yang sama di dalam jaringan yang
sama, tetapi pola distribusinya bisa berbeda
Kerusakan radiasi akan lebih besar terhadap sel-sel jaringan jika energi radiasi 100 erg yang
diserap terkosentrasi dibagian terkecil dari 1 gram jaringan dari pada jika 100 erg energi
didepositkan secara merata di seluruh 1 gram jaringan.
RBE (Relative Biologic Effectiveness) merupakan ukuran yang digunakan untuk menjelaskan
derajat efek biologis yang dihasilkan oleh jenis radiasi yang berbeda dengan dosis terserap
yang sama.
RBE = dosis radiasi sinar x dan g dalam Rad yang diperlukan untuk menghasilkan efek
biologis tertentu dibagi dengan dosis radiasi dalam Rad setiap radiasi pengionisasi yang
diperlukan untuk menghasilkan efek biologis yang sama.
Proteksi dan Risiko Radiasi
RBE tergantung dari besarnya LET radiasi tertentu.
Lebih besar LET makin tinggi efek biologis dari radiasi tertentu yang diserap. Energi yang
diserap dalam jarak yang pendek akan menyebakan lebih banyak “injury” yang diterima bila
dibandingkan dengan energi yang diserap dalam jarak yang jauh.
Beberapa radiasi bisa menghasilkan lebih banyak ionisasi per panjang lintasan yang dilalui.
Radiasi demikian dikatakan memiliki ionisasi spesifik yang tinggi dan karena itu akan
mendepositkan energi yang lebih banyak dalam panjang lintasan yang sama, artinya radiasi.
memiliki LET yang tinggi.
Misalnya, 0.05 rad radiasi a di dalam jaringan menghasilkan efek biologis yang sama
seperti yang ditunjukkan oleh 1 rad radiasi sinar-x atau g, maka RBE radiasi a adalah 20.
Bila 1 rad radiasi b menghasilkan efek biologis yang sama dengan 1 rad radiasi sinar-x
atau g, maka RBE radiasi b adalah 1.
Lain halnya dengan radiasi partikel, paparan eksternalnya terhadap tubuh sedikit memberikan
efek berbahaya, karena partikel b dan a mudah diserap oleh udara atau oleh beberapa mm
lapisan kulit. Meskipun demikian, beberapa pemancar b energi tinggi, seperti 32P (1.7 MeV),
90
Y (2.28 MeV), dan 89Sr (1.46 MeV) dapat memiliki ancaman eksternal karena jangkauannya
(range) di udara maupun jaringan cukup tinggi.
• Jarak
Mempertahankan jarak sepraktis mungkin dari suatu sumber radiasi merupakan suatu metoda
yang efektif untuk mengurangi paparan radiasi berdasarkan `hukum kuadrat terbalik`.
Hukum ini hanya berlaku untuk radiasi-g dan radiasi sinar-x, yang menyatakan bahwa jumlah radiasi
dari suatu sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber. Secara sederhana, dengan
melipat-gandakan jarak dari suatu sumber radiasi akan mengurang paparan sampai seperempatnya.
Prinsip pengurangan paparan ini hanya terpenuhi jika ukuran fisis sumber relatif kecil bila dibandingkan
dengan ukuran tubuh yang dipapar.
Tetapan sinar-g spesifik (G) suatu radionuklida harus diketahui bila hukum kuadrat terbalik ini digunakan.
Tetapan ini adalah laju paparan dalam R/jam pada jarak 1 cm dari sumber radionuklida 1 mCi (37 MBq).
Satuan G adalah R.cm2/mCi jam. Untuk setiap mCi tertentu N, maka laju dosis pada jarak d dari sumber
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: NG
R/jam =
d2
Proteksi dan Risiko Radiasi
Contoh Soal
Berapa laju dosis dari sumber 131I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 1 cm dan pada jarak 2 feet
(61 cm)? Diketahui tetapan sinar-g spesifik (G) untuk 131I adalah 2.2 R.cm2/mCi.jam
NG (100 mCi)(2.2 R . cm2/mCi.jam)
R/jam @ 1 cm = = = 220 R/jam
d2 (1 cm)2
NG (100 mCi)(2.2 R . cm2/mCi.jam)
R/jam @ 61 cm = = = 0.059 R/jam
d2 (61 cm)2
Berapa lama diperlukan untuk mengakumulasikan dosis paparan 100 mR (0.1 R) dari sumber
131
I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 2 feet?
0.1 R
Waktu mengakumulasikan 0.1 R = = 1.7 jam
0.059 R/jam
Berapa jarak diperlukan untuk memperendah laju dosis sampai 2 mR/jam dari sumber 131I
100 mCi (3700 MBq)?
NG
d2 = 2 mR/jam d ( cm) =
√ (100 mCi) (2.2 R . cm2/mCi.jam) x 1000 mR/R 332 cm
(1 cm)2
=
Proteksi dan Risiko Radiasi
• Perisai
Karena itu bila energi foton gamma semakin tinggi, maka dibutuhkan perisai
yang semakin tebal untuk menghentikan foton gamma tersebut.
~ . S(r ¬ r )
D(rk ¬ rh)= Ah k h
D adalah dosis absorbsi rerata dalam rad terhadap organ target (rk) dari suatu
radionuklida yang terdistribusi merata dalam suatu organ sumber (rh).
Nilai S berkaitan dengan data fisis radionuklida dan massa organ karena dosis akan
dinyatakan dalam rad.
S (rk ¬ rh ) =
å D i F i ( rk ¬ rh ) mk adalah massa organ dalam gram
mk dari organ target dan Fi fraksi
Di = 2.13 ni Ei (gram-rad/mCi-hr) radiasi yang diabsorbsi dalam organ
target
2.13 adalah tetapan konversi satuan, ni dan Ei masing-masing adalah jumlah rerata
partikel atau foton per transformasi inti dan energi rerata radiasi dalam MeV
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Dosis yang diabsorbsi suatu organ bergantung pada beberapa faktor,
diantaranya, yaitu:
• Jumlah atau besarnya keradioaktifan yang berada di organ
• Jenis dan energi radiasi
• Jumlah energi yang diabsorbsi oleh organ
• Lamanya radiasi berada di dalam organ
• Distribusi radiasi di dalam organ
• Massa organ
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Contoh soal: Suatu radiofarmaka 99mTc untuk mencitra limpa (spleen) memiliki distribusi
berikut setelah pemberian intravena: 80% spleen, 15% liver, dan 5% total body. Perkirakan
dosis radiasi terhadap spleen dari dosis 1 mCi (37 MBq). Anggap eliminasi biologis sangat
lambat, yang dapat diartikan T1/2 eff = T1/2 p (waktu paruh fisis) = 6 jam. Nilai-nilai S untuk
99m
Tc dapat diketahui dari Tabel MIRD (Medical Internal Radiation Dose). S(spl←spl) = 3.3
x 10-4 rad/mCi-hr; S(spl←liv) = 9.2 x 10-7 rad/mCi-hr; S(spl←tb) = 2.2 x 10-6 rad/mCi-hr
Besarnya keradioaktifan terakumulasi dalam organ sumber (spleen, liver dan total body) adalah:
A~ = (1000 mCi)(0.80)(1.443)(6 hr) = 6926 mCi-hr
spl
Karena adanya komponen biologic clearance, maka waktu paruh efektif perlu dihitung
pertama kali. Karena itu jika lb, lp dan leff masing-masing adalah tetapan peluruhan biologis,
fisik, dan efektif.
lb = 0.015 min-1 . 60 min/hr = 0.900 hr-1
lp = 0.693/6.02 hr = 0.1151 hr-1
leff = 0.9000 + 0.1151 = 1.015 hr-1
Aktivitas kumulatif dan dosis terhadap paru-paru adalah sebagai berikut:
~ A0 ( mCi) 1000 mCi =
A = = 985 mCi-hr
lung l e 1.015 hr -1
~
Dlung = Alung S(lung←lung) = (985 mCi-hr)(5.2 x 10-5 rad/mCi-hr)
= 0.051 rad
Proteksi dan Risiko Radiasi
Radiofarmaka diagnosa
• Prosedur imaging : memberikan informasi diagnosa berdasarkan
pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh
• Studi fungsi secara in vivo: mengukur fungsi suatu organ atau
sistim berdasarkan absorpsi, pengenceran, penumpukkan, atau
ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.
Radiofarmaka terapi
• Kuratif
• Paliatif
Radiofarmaka Diagnosa
Ada dua kategori: in vivo function agents dan imaging agents
In vivo function agents: melacak suatu proses fisiologis tanpa mempengaruhi
atau mengganggu proses tersebut sehingga ukuran atau
kinerja sesungguhnya dari fungsi dapat diperoleh.
Misal:
• pengukuran fungsi kelenjar thyroid dengan 131I-natrium iodida
• pengkajian metabolisme vitamin B12 dengn 57Co-cyanocobalamin
• pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) dengan 99mTc-diethylenetriaminetetraaceticacid
(99mTc-DTPA atau 99mTc-pentetate) atau 125I-iothalamat
• penentuan volume darah dengan sel darah merah bertanda 51Cr atau 125I-HAS (human serum
albumin)
Selama studi fungsi in vivo, senyawa radioaktif atau radiofarmaka diagnosa yang diberikan
ke pasien dan fungsi spesifik tubuh dikaji dengan mengukur radiasi yang dipancarkan secara
langsung dari organ yang diteliti atau dengan menganalisis cuplikan (sample) urin atau
darah. Tentunya radiotracer harus fisiologis, artinya harus berpartisipasi dalam fungsi
biologis yang sedang dipelajari tanpa mempengaruhi fungsi dalam cara apapun.
Radiofarmaka diagnosa
Diagnostic imaging agents dirancang untuk terlokalisasi dalam organ spesifik.
Citra distribusi radiotracer dalam organ yang diperoleh melalui kamera gamma
(gamma camera) digunakan untuk mengkaji morfologi organ (ukuran, bentuk,
posisi, atau keberadaan lesi yang menempati ruang) dan fungsi organ.
Diagnostic imaging agents yang ideal harus terlokalisasi dengan cepat dan
terikat kuat di organ yang diamati, dan tetap berada disana selama pengkajian,
dan terekskresi cepat setelah pengkajian
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal
• Radionuklida yang ideal dan umum digunakan untuk rentang energi 100
keV – 250 keV adalah 99m Tc, 111In, dan 123 I.
Hubungan kualitas citra dengan energi
Image Quality
Energy (keV)
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal
3. Waktu paruh efektif = 1.5 x lamanya pemeriksaan.
• Batasan waktu ini memberikan kesesuaian antara kenginan meminimalkan
dosis yang diterima pasien dan memaksimalkan dosis yang diinjeksikan agar
statistik pencacahan dan kualitas citra memberikan hasil yang optimal. 133Xe
atau gas mulia lain yg digunakan untuk ventilation study merupakan
perkecualian.
• Radiofarmaka harus bisa dikeluarkan dari tubuh secara kuantitatif dalam
beberapa menit setelah diagnosa selesai. Kebanyakan radiofarmaka
menunjukkan pola “clearance” eksponensial sehingga waktu paruh efektifnya
cukup panjang (dalam hitungan jam atau hari bukan detik atau menit).
• Hubungan antara waktu paruh efektif, waktu paruh biologis, dan waktu paruh
fisis dinyatakan dengan persamaan berikut:
1 1 1
= +
t1/2(efektif) t1/2(biologi) t1/2(fisika)
Laju efektif hilangnya keradioaktifan (Reff) dari suatu organ atau tubuh berbanding
lurus dengan laju peluruhan fisis (Rp) radionuklida dan laju ekskresi biologis (Rb)
radiofarmaka, dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
Reff = Rp+ Rb
Laju hilangnya (removal) dari kedua proses tersebut berbanding terbalik dengan
waktu paruh proses:
1
R (removal rate) ~
t1/2
1 1 1
= +
t1/2(efektif) t1/2(biologi) t1/2(fisika)
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
4. Target to non-target ratio tinggi.
• Jika ratio tidak cukup tinggi (5:1 minimum untuk planar imaging, kira-kira
2:1 for SPECT imaging), hasil scan menunjukkan adanya “nondiagnostic
scan” dan ini menyulitkan atau tidak memungkinkan untuk membedakan
organ berpenyakit (pathology) dari latar-belakang.
Misalnya, untuk ‘thyroid scan’, idealnya semua radioaktivitas berada di dalam thyroid
dan tidak ada tempat lain di daerah sekitar leher.
Tetapi untuk kepentingan dosimetri, ‘liver uptake’ dari radioiodida tidak diinginkan
sama sekali, disamping tentunya tidak mempunyai dampak di dalam proses penyidikan
(imaging) yang sesungguhnya karena tidak berada dalam daerah pandang.
• Rendahnya ratio juga menimbulkan radiasi yang tidak perlu yang diterima
pasien.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
5. Dosimetri Radiasi Internal
Dosimetri radiasi terhadap pasien maupun petugas kedokteran nuklir harus
memerlukan perhatian khusus, terutama dalam memenuhi persyaratan sesuai
dengan panduan ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
• Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya mempertahankan dosis radiasi serendah
mungkin yang dapat dicapai.
• Dengan konsep ini telah dapat diimplementasikan pengurangan menyeluruh dosis terhadap
pekerja radiasi.
• Tentunya meskipun dosis radiasi yang diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin, tetapi
harus konsisten memberikan kualitas citra yang baik.
Telah diketahui umum bahwa ion thallous (Tl+) merupakan cardiotoxin yang
potent.
Hal ini bisa diterima dalam praktek sehari-hari, karena keaktifan jenis (specific
activity), 201Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah Tl-201
yang terkandung di dalam sediaan dengan aktivitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng,
suatu jumlah yang sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan untuk
dapat memberikan respon fisiologis dari pasien.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
7. Reaktivitas kimia
• Harus tersedia substrate atau tempat didalam molekul dimana
memungkinkan reaksi penandaan dengan atom radioaktif dapat
dilakukan.
• Tidak setiap senyawa dapat ditandai dengan setiap isotop. Dalam
kenyataannya penandaan sering memerlukan suatu posisi yang selektif di
dalamyang
Senyawa molekul atau senyawa.
menunjukkan biodistribusi yang dapat diterima, sering menjadi tidak berguna
bila telah ditandai logam radioaktif atau telah mengalami iodinasi. Bahkan perubahan sedikit
saja dilakukan terhadap struktur molekul sering akan menyebabkan perubahan biodistribusi
yang drastis. Karena itu penelitian ekstensif perlu dilakukan untuk menentukan struktur
molekul optimal agar penandaan dapat dilakukan dengan menggunakan isotop spesifik.
Misalnya, salah satu ciri khas 99mTc sebagai radioisotop yang ideal untuk sidik diagnosa
adalah kemampuannya untuk terikat dengan mudah terhadap berbagai jenis senyawa dalam
kondisi fisiologis, mulai dari molekul yang sederhana, seperti pyrophosphate, sampai sejenis
gula, seperti glucoheptonat; dari peptida sampai antibodi; dari koloid yang tidak larut sampai
dan makroaggregat sampai dengan antibiotik dan molekul komplek yang lain.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
8. Tidak mahal dan tersedia dengan mudah.
• Radiofarmaka harus stabil baik sebelum dan sesudah proses penandaan
( pre- and post-reconstitution).
• Radiofarmaka terapi
Tumor therapy
• Radiolabeled monoclonal antibody
• Non antibody method
Radioimmunoguided surgery
Biodegradable 186Re-PLA Microsphere
Biodegradable 186Re-PLA Microsphere
Re
C
Cross-section of a coronary artery
• Beberapa radionuklida terapi, seperti 131I, selain berperan untuk terapi juga
dapat disidik (imageable) sehingga dapat memberikan informasi selama
terapi berlangsung.
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
3. Waktu paruh effektif cukup panjang, misalnya dalam hari.
Contoh radiofarmaka terapi yang baik dengan teff yang ideal adalah 131I-
natrium iodida untuk pengobatan hyperthyroid (teff adalah 6 hari) dan 166Ho-
FHMA (ferric hydroxide macroaggregate) untuk intraarticular radiation
synovectomy (teff adalah 1.2 hari).
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
4. Perbandingan uptake di dalam target terhadap organ bukan
target harus tinggi
• Di dalam prosedur terapi, “target:non-target ratio” sangat
menentukan.
Kit Radiofarmaka
Labeling
Radionuklida + Kit Radiofarmaka
Radiofarmaka
Penyiapan Formulasi dilakukan di LAF
Kit Radiofarmaka
• Larutan formulasi di dispensing kedalam vial serum yang sudah
disterilisasi
• Larutan dibekukan dan di “lyophilized” dibawah kodisi vakuum untuk
megeluarkan semua air yang ada.
• Vial kemudian diisi dengan gas nitrogen atau argon sebelum ditutup
NH HN
NH HN H H NH HN
O S HN O
H2C O H H
O
N N N N
OH
OH OH OH OH
MAG3
d,l-HMPAO
H CH3
HC N C C O CH3 EtO OEt
P P
EtO OEt
H CH3
MIBI Tetrofosmin
Ligand hasil sintesis
H
OOC N
HHN C
OOH
E
tOO
C N
HHN C
OOE
t
S
H H
S S
H H
S
L,L-EC L,L-ECD
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled cerebral perfusion agents
Me Me EtOOC O COOEt
N HN
Tc
Me O Me S S
N N
Tc 99m
Tc-L,L-ECD
Me N N Me
O O
H
99m
Tc-d,l-HMPAO
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled renal perfusion agents
O
O
O N N
Tc
S N O COOH
O HOOC N HN
Tc
COOH S S
99m
Tc-MAG3
99m
Tc-EC
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled myocardial perfusion agents
R
R R R R
N
R
O
P P
C N
C Tc
R N C Tc C N R
C P O P
N C
R R R R R
N
R 99m
Tc-Tetrofosmin
99m
Tc-MIBI
Senyawa Bertanda
• Isotop radioaktif atau isotop stabil menggantikan
kedudukan salah satu atom atau gugus atom suatu
senyawa
• Radionuklida lain menggantikan kedudukan salah satu
atom atau gugus atom suatu senyawa
• Radionuklida lain terikat melalui ikatan koordinasi
(chelat) dengan molekul pembawa (carrier molecules).
Pertimbangan dalam penyiapan senyawa
bertanda
Efek fisikokimia
Struktur dan sifat biologis senyawa bertanda dapat dipengaruhi dengan serius
oleh berbagai kondisi fisiko-kimia selama proses penandaan berlangsung,
misalnya pH, panas, reagen berlebih, dst.
Faktor-faktor penting dalam penandaan
Keadaan bebas pengemban
Kondisi penyimpanan
Keaktifan jenis
Faktor-faktor penting dalam penandaan
Radiolisis
Pemurnian dan analisis
Waktu simpan
Senyawa Bertanda 32P dan 33P
• dapat disiapkan melalui metoda reaksi pertukaran isotop dan sintesis kimia
• reaksi pertukaran isotop kadang-kadang digunakan, misalnya penandaan
C3-C6 trialkilfosfat melalui pertukaran dengan ferifosfat-32P; penandaan
gugus fosfat terminal dari adenosin trifosfat, melalui pertukaran antara
fosfat anorganik-32P dengan adenosin trifosfat dalam medium
mengandung enzim.
• sintesis kimia lebih banyak digunakan. Bahan dasar melalui sintesis kimia
adalah fosfor merah, 32P dari hasil reaksi inti 31P(n, g)32P maupun 32P dari
hasil reaksi inti 33S(n, p)33P yang telah diberi pengemban asam ortofosfat
Senyawa Bertanda Radioiodium
• paling luas penggunannya untuk keperluan kedokteran
maupun penelitian biologi, terutama senyawa bertanda 131I,
123
I, dan 125I.
• Senyawa bertanda iodium dapat disiapkan dengan beberapa
metoda, mencakup pertukaran isotop, substitusi nukleofilik,
substitusi elektrofilik, addisi ikatan ganda, iodometalasi, dan
penandaan konyugasi dengan gugus prostetik.
• Pembuatan senyawa bertanda radioiodium secara umum
disebut proses iodinasi
5 Metoda Iodinasi:
1. Metoda triiodida.
Reaksi addisi radioiodium terhadap senyawa yang akan ditandai
dengan adanya campuran iodium dan kalium iodida:
I2 + KI + 131I2 + R → R131I + K131I + RI
4. Metoda elektrolitik
- Proses elektrolisis melepaskan iodium radioaktif dari radioiodida
yang selanjutnya bereaksi dengan senyawa yang akan ditandai; yield
penandaan mencapai 80%.
5 Metoda Iodinasi:
5. Metoda enzimatik
- menambahkan enzim, laktoperoksidase dan kloroperoksidase, dan H2O2
(hidrogen peroksida) dalam jumlah nanomolar kedalam campuran yang
mengandung radioiodium dan senyawa yang akan diodinasi.
- Denaturasi terhadap protein sangat kecil, karena hidrogen peroksida
yang ditambahkan dalam konsentrasi yang rendah. Yield iodinasi
dengan metoda ini bisa mencapai 60% -85%; senyawa bertanda dapat
diperoleh dalam kondisi keaktifan jenis tinggi
Senyawa Bertanda Teknesium-99m
Rute preparasi:
• Reaksi reduksi
• Reaksi reduksi/substitusi
• Reaksi substitusi/pertukaran ligand
Senyawa Bertanda Teknesium-99m
-
TcO 4
Reaksi reduksi
kompleks Tc dalam Senyawa bertanda
reaksi tingkat oksidasi reaksi 99m
spesi Tc tereduksi komplek substitusi Tc
dan "core" yg
cocok untuk
tepat ligand
kompleksasi
99m exchange radiofarmaka 99m Tc
radiofarmaka Tc reaction
radiofarmaka 99m Tc
“Metal Tagged” :
Targeting
M Molecule
C H
E Targeting
M PKM
L Linker Molecule
A
R OT
Direct Labeling
MAb
MAb: Anti-CEA
H S S H
H S S H
2+
Sn 99m
TcO4-/Sn2+
MAb MAb
Tc-Glucoheptonate
H S H H S H O
H S S H
Tc
H S H H S H H S S H
Conjugate Approach
186
Re/99mTc
N O S
Tc
N S
O CH3
O CH3
CH3 CH3 H3C
CH3 CH3
O O
Progesterone
(Steroid Receptor Ligand) Steroid-Technetium Complex
Integrated Approach
Receptor Ligand
186
Re/99mTc
O CH3 H3C
CH3 CH3 O
S
CH3 CH3
N
N Tc
S
O O
TcO4
99m
Reduction Chelate-Conjugation
TcO4
99m
Reduction
Tc
Tc
Conjugation TcO4
99m
Reduction
Tc Tc
Pre-labelling approach
O
O
NH HN 186
ReO4- ; Sn2+ N O N
Re
c
O S HN O
pH = 11.7; 100 oC O S N O
O H 2C O
H2C O
OH
OH
TFP
O
EDC; pH = 6
O
N O N
Re
c MAb N O N
Re
O S N O
pH = 9.5 O S N O
H2C F F
O H2C
O
O
O MAb
F F
Post-labelling approach
O O
NH HN NH HN
MAb
O SH HN O O pH = 9.5 O SH HN O
H2C
H2C O MAb
O N O
O
O
ReO4-
186
Sn2+
N O N
Re
O S N O
H2C
O
O MAb
Persyaratan Radiofarmaka
radiolysis container
atmospher temperature
sensitivity sterility
stability
Acceptable safety
efficacy
Radiopharmaceuticals
purity radiotoxicity
biodistribution
chemical toxicity
chemical
radionuclidic purity radiochemical purity
purity
Quality Control of Radiopharmaceuticals
Serangkaian uji atau test, pengamatan dan analisis:
1. yang akan mengindikasikan kepastian, di luar adanya keraguan yang
wajar, mengenai identitas, kualitas dan kuantitas dari semua senyawa
yang ada di dalam suatu radiofarmaka; dan
2. yang akan menampilkan bahwa teknologi yang digunakan dalam
formulasi serta pembuatannya akan menghasilkan bentuk sediaan yang
memiliki keselamatan (safety), kemurnian dan khasiat tertinggi.
Identitas dan Kemurnian Radionuklida
Suatu radionuklida dapat diidentifikasi dengan:
• mengamati bentuk peluruhannya
• menentukan energi partikel atau radiasi yang dipancarkannya Menggunakan
spektrometri-g
• mengukur waktu paruhnya.
atau a, b
spektrometri-g : multichanel analyzer (MCA) dengan detektor scintilasi NaI(Tl) atau detektor
semikonduktor Ge(Li)