Anda di halaman 1dari 3

Kisah-kisah Israiliyat dalam

Pandangan Islam
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullaahu

Israiliyat adalah kabar-kabar yang kebanyakannya dinukilkan dari orang-orang


Yahudi Bani Israil dan sebagian kecil berasal dari orang-orang Nashara.

Kisah-kisah Israiliyyat terbagi menjadi tiga macam:

1. Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adaah haq.
Contohnya: Imam Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayaAtkan dari Ibnu Mas’ud
radhiyallaahu ‘anhu, dia mengatakan: “Datang salah seorang pendeta Yahudi
kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: ‘Wahai
Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa
Allah ‘Azza wa Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi
di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas
satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: ‘Akulah
Raja.’’ Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena
membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla:

‫عّما‬
َ ‫حاَنُه َوَتَعاَلى‬
َ ‫سْب‬
ُ ۚ ‫ت ِبَيِمْيِنِه‬
ٌ ‫طِوّيا‬
ْ ‫ت َم‬
ُ ‫سَماَوا‬
ّ ‫ضُتُه َيْوَم اْلِقَياَمِة َوال‬
َ ‫جِمْيًعا َقْب‬
َ ‫ض‬
ُ ‫لْر‬
َ ‫ق َقْدِرِه َوا‬
ّ‫ح‬
َ ‫ل‬
َ ‫َوَما َقَدُروا ا‬
َ ‫شِرُكو‬
‫ن‬ ْ ‫ُي‬

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya


padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari
apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)

2. Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut
adalah dista, maka ini adalah bathil. Contohnya, Imam Bukhari meriwayatkan
dari Jabir radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu orang Yahudi apabila
‘mendatangi’ istrinya dari belakang berkata: ‘Anaknya nanti bermata juling’,
maka turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

‫شْئُتْم‬
ِ ‫حْرَثُكْم َأّنى‬
َ ‫ث ّلُكْم َفْأُتوا‬
ٌ ‫حْر‬
َ ‫ساُؤُكْم‬
َ ‫ِن‬

“Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka


datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja kamu menghendaki.” (QS.
Al-Baqarah: 223)

3. Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula mengingkarinya, maka


kita wajib mendiamkannya. Berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu
Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya
untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian benarkan Ahlul Kitab dan jangan
kalian dustakan mereka namun katakanlah: ‫ل َوَما ُأْنِزَل ِإَلْيَنا َوَما ُأْنِزَل ِإَلْيُكْم‬
ِ ‫آَمّنا ِبا‬
(Kami beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan pada apa yang telah
diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian).”

Bercerita dengan kabar seperti ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan
terjatuhnya seseorang ke dalam larangan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallambersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa
kalian menceritakan tentang Bani Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas
namaku maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-
Bukhari)

Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak
mempunyai manfaat untuk urusan agama, seperti penetuan warna anjing
Ashhabul Kahfi dan yang lainnya.

Adapun bertanya kepada Ahlul Kitab tentang suatu perkara agama maka
hukumnya haram, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dari Jabir bin ‘Abdillahradhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:“Jangan kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab
karena mereka tidak akan memberi petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka
telah tersesat, karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil
atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa ‘alaihis salaam hidup di antara
kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwa dia


berkata: “Wahai kaum muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada
Ahlul Kitab sedangkan Al-Qur’an yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan kepada
Nabi kalian telah menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah ‘Azza
wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul
Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya
sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata ‘Ini berasal dari Allah ‘Azza
wa Jalla’, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan
perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhiatan) mereka itu
memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali tidak demi
Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada
kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.”

Sikap Ulama tentang Kisah-kisah Israiliyat

Para ulama terutama ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam menyikapi berita-
beritaisrailiyat, mereka terbagi menjadi tiga kelompok:

1. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini dengan


menyebutkan sanad-sanadnya dan berpandangan bahwa dengan menyebutkan
sanad-sanadnya maka telah gugur tanggung jawabnya. Di antara mereka adalah
Ibnu Jarir Ath-Thabarirahimahullaahu.
2. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah israiliyat dan
kebanyakan tanpa menyertakan sanadnya, maka ibarat (mereka) adalah pencari
kayu bakar di malam hari.[1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaahu berkomentar tentang kitab Tafsir


Al-Baghawi rahimahullaahu: “Itu adalah ringkasan dari Tafsir Ats-Tsa’labi,
hanya saja Al-Baghawi menjaga tafsirnya dari hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan
pemikiran-pemikiran yang bid’ah.” Sedangkan Syaikhul Islam rahimahullâhu
mengomentari tentang Tsa’labi bahwa dia adalah pencari kayu bakar di malam
hari karena Tsa’labi menukilkan semua yang dia dapati dari kitab-kitab tafsir baik
shahih, dha’if ataupun maudhu’.

3. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini lalu ada ulama
yang mengkritik sebagian riwayatnya bahwa itu dhaif atau mungkar. Contohnya
Ibnu Katsir.

4. Di antara mereka ada yang berlebihan dalam menolak kisah-kisah israiliyat dan
sama sekali tidak menyebutkan dalam kitab tafsir Al-Qur’an-nya. Contohnya
Muhammad Rasyid Ridha.

Footnote:

[1] Ini bahasa kiasan yang sering dipakai ulama kita bagi seorang yang menempuh
langkah atau bicara asal-asalan yang akan membahayakan dirinya, sebab malam
gelap boleh jadi dia mengambil ular sedangkan dikiranya kayu bakar,
wallahu a’lam, ed.

(Dinukil dari ‫ رررر رر ررررررر‬karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih


Al-‘Utsaimin, edisi Indonesia: Bagaimana Kita Memahami Al-Qur’an,
penerjemah: Muhammad Qawwam, Lc., Abu Luqman, penerbit: Cahaya Tauhid
Press Malang, cet. ke-1 Muharram 1427H/Pebruari 2006M, hal. 89-92, untuk
http://almuslimah.co.nr)

Anda mungkin juga menyukai