Anda di halaman 1dari 4

Cara Cerdas Berdoa Saat Ramadan

SEORANG ibu berusia lanjut tampak sedang menengadahkan kedua tangannya. Dia
mengenakan kain mukena warna putih. Cukup lama ibu yang didampingi anak kecil itu
berdoa ke hadirat Allah SWT di Masjid Al Ihsan Rumah Sakit Al Ihsan Baleendah, Kab.
Bandung, Selasa (4/10) malam.

Di bulan Ramadan ini, perilaku berdoa bisa jadi semarak di mana-mana. Karena, bulan
Ramadan cenderung merupakan saat yang kondusif bagi seseorang untuk berdoa dan
yakin materi doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Ihwal doa ini, sering kali dijadikan tema ceramah oleh para mubalig, termasuk dalam
momentum Ramadan. Di antara mubalig acap kali ada yang menuturkan cerita seputar
doa yang tidak dikabulkan oleh Allah SWT.

Ceritanya, suatu ketika sahabat Alhasan menengok Abu Usman Annahdi yang sedang
sakit, lalu berkata kepadanya. "Hai Abu Usman, berdoalah dengan doa yang telah kamu
ketahui".

Selanjutnya, Abu Usman langsung membacakan doa dengan diawali memanjatkan pujian
kepada Allah SWT, membaca selawat kepada Nabi Muhammad saw, kemudian
mengangkat tangan yang diikuti oleh Alhasan. "Terimalah kabar gembira bahwa Allah
SWT telah menerima doa kita semua," kata Abu Usman sesudah selesai berdoa.

Mendengar ucapan yang amat meyakinkan itu, Alhasan melancarkan "protes" dengan
berkata,"Engkau berani menyatakan sesuatu dengan mengatasnamakan Allah?"

"Ya. Ya Hasan. Andaikan Engkau menceritakan sebuah hadis, aku langsung percaya.
Bagaimana saya tidak akan percaya kepada Allah, padahal Dia telah berfirman ud'uuni
astajib lakum (berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku terima)," jawabnya

"Sungguh kamu lebih mengerti daripadaku," tutur Alhasan.

Seorang ulama yang bijak (Hakiem) suatu saat ditanya oleh seseorang yang
mempersoalkan doa-doa yang tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Mendengar keluhan
tersebut, Hakiem menjawab dengan tujuh alasan.

Pertama, kamu telah melakukan perbuatan yang memurkakan Allah dan tidak bertobat
serta tidak menyesali perbuatan itu.

Kedua, kamu mengaku sebagai hamba Allah, tapi tidak berlaku sebagai hamba yang
patuh dan taat pada Allah.

Ketiga, kamu membaca Alquran, namun tidak memperhatikan perintah-perintah dan


larangan-larangan yang ada di dalamnya.
Keempat, kamu mengaku sebagai umat Nabi Muhammad saw., namun tidak mengikuti
sunnah-sunnahnya yakni tetap makan dari zat dan rezeki yang haram.

Kelima, kamu mengakui dunia tidak berharga di sisi Allah walau sesayap nyamuk pun,
namun merasa tenang dan tenteram di dalamnya.

Keenam, kamu meyakini dunia ini akan hilang, tapi kamu berbuat seakan-akan kekal di
dalamnya.

Ketujuh, kamu mengakui akhirat lebih baik daripada dunia, namun tidak sungguh-
sungguh mempersiapkan bekal akhirat malah masih mengutamakan dunia daripada
akhirat.

**

LALU, apa yang dimaksud "doa"?

Sejumlah literatur menyebutkan, doa merupakan ucapan permohonan dan pujian kepada
Allah SWT dengan cara-cara tertentu. Doa disebutkan dalam Alquran dengan beberapa
pengertian, yakni doa berarti permintaan (QS. 40:60), permohonan (QS 7:55 dan QS
2:186), panggilan (QS 17:52), dan pujian (QS 17:111).

Doa merupakan suatu ibadah yang tidak menuntut syarat dan rukun yang ketat. Banyak
firman Allah SWT maupun sabda Rasulullah saw. yang memerintahkan orang-orang
beriman agar berdoa, seperti dalam surah Al-Mu'min ayat 60 yang artinya, "Tuhanmu
berfirman, berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan doamu itu,"; surah
Al Mu'min ayat 65 yang artinya, "Tuhan adalah hidup, tiada Tuhan selain Dia, maka
berdoalah kepada-Nya dengan tulus ikhlas,"; surah Al-A'raf ayat 180 yang artinya,
"Allah SWT mempunyai nama-nama yang amat bagus, maka berdoalah kamu kepada-
Nya dengan menyebut nama-nama itu." Misalnya, hadis yang diriwayatkan at-Tirmizi
yang artinya, "Maka wajib atas kamu berdoa", dan hadis yang diriwayatkan Hakim yang
artinya, "Maka wajib atas kamu beribadah kepada Allah SWT dengan berdoa."

Menurut Ketua PW Persatuan Umat Islam (PUI) Jawa Barat, K.H. Drs. Djadja Djahari,
berdoa merupakan ibadah, bahkan dapat merupakan intisari ibadah. Hal ini diterangkan
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad Hanbal (Imam Hambali) dan "Bukhari yang
artinya, "Nabi Muhammad SAW bersabda: "Doa adalah ibadah"; dan Hadis yang
diriwayatkan Bukhari dan at-Tirmizi yang artinya, "Doa adalah otak ibadah".

Adapun adab berdoa itu sebaiknya dilakukan setelah salat wajib lima waktu, atau sesudah
salat selain salat wajib, dan pada situasi-situasi tertentu. "Dalam hal ini, ada cara-cara
yang perlu dilakukan sebelum kita berdoa yakni hendaklah berdoa didahului dengan
tobat, dianjurkan untuk menghadap "kiblat, membaca ta'awwuz (auzubillah), basmalah
(bismillah), hamdalah (alhamdulillah), selawat atas Nabi Muhammad saw, kemudian
berdoalah kepada Allah SWT sesuai dengan yang diinginkan," jelasnya.
Setelah selesai mengucapkan doa, hendaklah ditutup dengan selawat kepada Nabi
Muhammad saw dan memuji Allah SWT. Hendaklah doa tersebut diucapkan dengan
suara yang rendah (tidak keras) disertai dengan keyakinan penuh bahwa cepat atau
lambat doa itu dikabulkan Allah SWT.

Berdoa dilakukan dengan khusyuk, diulang-ulang pengucapannya, memilih waktu yang


baik, tempat atau keadaan yang mulia, diungkapkan dengan kata-kata yang jelas tetapi
sopan, tidak meminta yang bukan-bukan (yang mustahil adanya), tidak meminta yang
jelek-jelek, dan juga tidak meminta sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Tidak berdoa
untuk kerugian orang lain dan tidak pula berdoa untuk memutuskan silaturahmi.

Pada situasi-situasi tertentu, seseorang dapat berdoa secara langsung sebagaimana yang
diajarkan Nabi saw, seperti pada saat bangun tidur, mendengar petir, melihat jenazah
lewat, dan selesai azan.

Djadja menambahkan, sejalan dengan adab berdoa tersebut, suatu doa masih
memungkinkan akan ditolak apabila seseorang, berdoa dengan cara-cara yang tidak
diajarkan (dicontohkan) oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, berdoa dengan tidak memenuhi
adab dan sopan santun berdoa. "Selain itu, selalu memakan atau meminum barang-barang
yang haram atau hidupnya diliputi dengan hal-hal yang haram. Nah, soal makanan haram
baik dari zat atau cara mendapatkan jarang diperhatikan," katanya.

Selain itu, orang tersebut mengaku beriman kepada Allah SWT, tetapi hak-hak-Nya
(untuk menyembah-Nya) tidak dipenuhi; memabaca Alquran, tetapi isinya tidak dihayati;
mengaku mencintai Rasulullah saw, tetapi sunahnya tidak dijalankan; mengakui setan
sebagai musuh tetapi patuh kepadanya; berdoa untuk melepaskan diri dari neraka, tetapi
senantiasa melakukan perbuatan dosa; selalu berdoa untuk masuk surga; tetapi tidak
beramal dengan amal yang membawa ke sana; mengakui kematian itu pasti datang, tetapi
tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Sedangkan Ketua PW Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, H.R. Maulany, S.H., doa
akan tertolak seandainya seseorang sibuk memperkatakan aib (cela) saudaranya, tetapi
tidak mau melihat aib dirinya sendiri; senantiasa menikmati karunia Tuhannya, tetapi
tidak mau bersyukur kepada-Nya; ikut menguburkan orang meninggal dunia, tetapi tidak
mau mengambil pelajaran dari peristiwa itu.

Sehubungan dengan tuntutan pemanjatan doa itu meliputi semua segi kehidupan manusia,
maka ucapan doa dapat mengambil contoh, antara lain, dari doa yang terdapat dalam
Alquran, dalam sunah Nabi saw, dan doa yang disusun oleh para ulama.

Ungkapan doa pada lazimnya diakhiri dengan i, seperti Allahummma-gfir liapabila untuk
diri sendiri. Jika untuk bersama kata-katanya biasanya diakhiri na, seperti Allahumma-
gfir lana.
Berdoa untuk orang ketiga laki-laki, kata-katanya diakhiri dengan hu, seperti
Allahumma-gfir lahu; untuk perempuan diakhiri dengan ha, seperti Allahumma-gfir laha;
untuk orang banyak diakhiri dengan hum, seperti Allahumma-gfir lahum.

"Saat-saat yang baik untuk berdoa. Ada beberapa waktu yang baik untuk berdoa, antara
lain pada malam Lailatul Qadar, di hari Arafah, pada bulan Ramadan, pada malam Jumat,
hari Jumat, antara dua khotbah dan pada waktu salat Jumat, seperdua malam yang kedua,
sepertiga malam yang kedua, sepertiga malam yang terakhir pada waktu sahur, dan pada
saat berbuka puasa Ramadan," kata Maulany.

Selain itu, saat mustajab berdoa ialah sesudah berwudu sesaat setelah azan untuk salat,
antara azan dan ikamah, ketika orang mengucapkan ikamah, ketika berbaris (bersama)
menuju medan perang, di dalam pertempuran di medan perang, di akhir setiap salat fardu,
dan pada waktu sedang sujud. (Sarnapi/Achmad Setiyaji/"PR")***

Anda mungkin juga menyukai