FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK C-2
1. Ikhwan Yuda K G1F007065
2. Farikhah Arinda R G1F007066
3. Anggraeni Restu P G1F007067
4. Fitri Fauziyah Hayati G1F007068
5. Lina Nurfadhila G1F007069
6. Lia Ruby F G1F007070
7. Rizki Khotimah G1F007071
8. Resti Susanti G1F007072
9. Wahyu Indra A G1F007073
10. Intan Mega G1F007074
11. Toix Nur Arifiani G1F007075
12. Mega Sekar L G1F007076
A. KASUS
Inisial : Ny. B
Umur : 35 tahun
RPD :-
RO :-
R. Alergi : -
Keluhan : Sudah sekitar sebulan merasa nyeri di sendi, seluruh organ menjadi sakit.
Sering mengalami demam. Terjadi kelelahan yang berkepanjangan. Menjadi
sensitive terhadap cahaya. Ny. B juga mengalami kerontokan rambut.
DIAGNOSA :
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
PERTANYAAN
Berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan, susunlah terapi farmakologi, non
farmakologi, monitoring dan evaluasi pada Ny. B!
GEJALA KLINIK/SYMPTOM
Gejala penyakit dikenal sebagai Systemik Lupus Erythematosus (SLE) alias Lupus,
Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai
organ tubuh. Gejala-gejala umum dijumpai adalah:
o Penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal,
kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung.
Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif.
o Kulit.
Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7%
Lupus diskoid akan menjadi SLE dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu dimonitor
secara rutin hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear
(ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan. Pada
penderita SLE dijumpai kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta
timbulnya gangguan pencernaan. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang
membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash) yang
menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang
bersisik. Manifestasi kulit sering pada lupus dan kadang2 dapat menyebabkan parut.
Pada discoid lupus, hanya kulit yang terlibat. Skin rash pada discoid lupus sering
ditemukan pada wajah dan kulit kepala. Biasanya berwarna merah dan mempunyai
tepi yang menaik. Rash pada discoid lupus, biasanya tidak sakit dan tidak gatal, tetapi
parutnya dapat menyebabkan kerontokan rambut permanen. 5%-10% pasien dengan
discoid lupus bisa menjadi SLE.
o Serositis (pleuritis dan perikarditis).
Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis
menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.
o Ginjal
Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja SLE akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus
nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya SLE.
Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak
berdasarkan prevalensinya adalah:
(1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN) sebesar 40%-50%;
(2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%;
(3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar 10%-15%; dan
(4) Klas V, membranous pada > 20%.
o Hematologi
Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia,
dan lekopenia. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan
oleh penyakit lupus.
o Pneumonitis interstitialis
Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat
diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.
o Susunan Saraf Pusat (SSP)
Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan
kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa
lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif,
infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi
antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT
Scan perlu dilakukan.
o Arthritis
Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan SLE. Umumnya simetris, terjadi pada
beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi
dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada SLE. Berbeda dengan JRA,
arthritis SLE umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil
pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya
perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun
kemudian dapat menjadi SLE.
o Fenomena Raynaud
Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat.
Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi
komplemen lokal.
CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan diagnosa.
Bila seorang anak diduga LES, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: darah lengkap dan
hitung jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan
lainnya seperti sel LE, antibodi anti-ds DNA, dan sebagainya. Mendiagnosa LES pada anak
bisa memakai kriteria ARA, seperti berikut :
Kriteria:
malar rash
discoid rash
fotosensitivitas
ulkus oral dan nasofaring
artritis non erosif pada 2 atau lebih dengan ciri-ciri bengkak atau efusi
serositis (pleuritis atau perikarditis atau efusi perikardial)
kelainan ginjal (proteinuria (> 0.5 g/d atau > 3+) atau adanya cellular casts
kelainan neurologis, kejang tanpa sebab lain, atau psikosa tanpa sebab lain
kelainan hematologi :
anemia hemolitik
lekopenia (< 40 per µL); limfopenia (< 1500 per µL); trombositopenia (< 1000 per
µL) yang bukan karena obat-obatan
kelainan imunologis
sel LE positif; antibodi anti-ds DNA /anti-Sm positif; antinuclear
antibodies (ANA). Titer ANA abnormal yang bukan karena obat yang menginduksi
peningkatan ANA.
Interpretasi:
Bila 4 kriteria atau lebih didapatkan, diagnosa LES bisa ditegakkan dengan spesifitas 98%
dan sensitivitas 97%.
KOMPLIKASI
Komplikasi LES pada anak meliputi:
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%).
Sistem mukokutaneus
1. Kutaneus lupus akut
malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam
pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan adanya
ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut
kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis,
bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat
fotosensitif
2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema, psoriatik,
pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat
hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan
scar.
3. Kutaneus lupus kronis
Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak kemerahan denga kerak
keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi yang kronik
ditandai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah
tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan
kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher, lengan dan wajah juga sering terkena
panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah
dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnya berupa nodul yang sangat
dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada
penderita SLE.
4. Nonspesifik kutaneus lupus
vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien. manifestasi kutaneus
nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena. bentuknya
bermacam macam antara lain :
o Urtikaria
o Ulkus
o Purpura
o Bulosa (bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan
epidermal junction)
o Splinter hemorrhage
o Eritema periungual
o Nailfold infar (bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan)
o Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai. pada umumnya
biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
o Raynould phenomenon. Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini
adanya vasospasme, yang ditandai dengan sianosis yang berubah menjadi
bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadang disertai dengan nyeri.
Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP
o Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan
aktifitas penyakit. Biasanya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut.
Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada
keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan oleh
diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut.
Ruam dan hipersensitivitas terhadap cahaya (photosensitivity) cahaya matahari
memiliki sinar ultraviolet (UV), sinar UV merusak sel dari kulit (keratinosit) dan
menyebabkan sel menjadi mati. Kulit lebih sensitif terhadap sunburn dan dengan adanya
peningkatan kejadian yang menyebabkan kematian sel (apoptosis) yang tidak dibersihkan
secara efisien akibatnya isi dari sel yang mati dapat dilepaskan dan menyebabkan inflamasi.
Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut
yang tergantung pada organ yang terkena dan beratnya penyakit
E. KOMPOSISI TERAPI
R/ Aspirin 500 mg No.
S 3 dd 1 tab pc
R/ Prednison 5 mg No.
S 1 dd 2 tab pc
F. PEMBAHASAN TERAPI
Tujuan Terapi:
- Mengurangi gejala (demam dan nyeri)
- Menghambat progresivitas penyakit
Sasaran Terapi:
- Simptom (demam, nyeri dan kerontokan rambut)
Terapi Farmakologi
1. Aspirin
Obat-obat anti-inflamasi membantu meringankan banyak gejala lupus dengan
mengurangi peradangan dan nyeri. Anti-inflamasi adalah obat yang paling umum digunakan
untuk mengobati lupus, khususnya gejala seperti demam, arthritis atau radang selaput dada,
yang biasanya membaik dalam beberapa hari awal pengobatan. Aspirin meringankan rasa
sakit dan juga anti-radang yang merupakan salah satu dari obat-obatan pertama yang terbukti
bagi pengobatan lupus. Karena dosis tinggi aspirin dapat menyebabkan banyak efek samping,
aspirin biasanya digunakan dalam lupus hanya dalam dosis rendah untuk mengurangi resiko
penggumpalan darah - sebuah komplikasi umum pada lupus.
Mekanisme kerja :
Aspirin termasuk golongan OAINS non selektif. OAINS non-selektif memasuki kanal
kedua enzim (COX-1 dan COX-2) . kemudian, apirin mengurangi sintesis prostaglandin
dengan penghambatan jalur siklooksigenase. Secara spesifik terjadi penghambatan
transformasi asam arakidonat menjadi endoperoksida siklik, PGG 2 dan PGH2, yang
menghasilkan prostaglandin; PGE1, PGE2, PGF2αdan PGD2, dan juga prostasiklin PGI2 dan
tromboksan (TxA2 dan TxB2). Adanya inhibisi COX-2 dari aspirin adalah untuk efek
antiinflamasi karena penghambatan sintesis prostaglandin dapat mempengaruhi mediator
inflamasi lain seperti kinin, menyebabkan aksi tak langsung yang akan memperkuat aksi
langsung (Mengurangi rasa nyeri).
Alasan : Pasien pada kasus ini, mengalami gejala musculoskeletal (nyeri sendi). Dan
mekanisme kerja NSAID mem-blok mediator-mediator nyeri. Jadi, dapat digunakan sebagai
alternative terapi pada pasien SLE.
Stabilitas penyimpanan : Stabil pada udara kering. Lembab, panas & perubahan pH
dapat menghidrolisis Aspirin. Asprin stabil pada pH rendah (2-3). Simpan pada suhu
2-15°C & jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Ikatan protein : Tinggi (99.5%), terikat pada albumin.
Efek samping : Iritasi lambung karena bersifat asam
Interaksi dengan makanan : Menurunkan efek merugikan terhadap saluran cerna
SARAN
1. Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat
2. Makan-makanan yang sehat dan bergizi dengan kontrol pada zat gizi karbohidrat,
protein dan lemak.
3. Mengindari paparan sinar matahari langsung
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=9&ved=0CE4QFjAI&url=http
%3A%2%2Fimages.darfiansyah.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment
%2F0%2FR3%404AAoCjsAAEYFZ2k1%2Fmakalah%2520lupus.rtf%3Fnmid
%3D76194716&rct=j&q=terapifarmakologi prednison pada lupus&ei=
wz5TIqTMc3srQetzdG7Cw&usg=AFQjCNHT_kDlNIOX7evjljqoflh1s_LwYw&cad=rja