Anda di halaman 1dari 11

[INFO] Sirosis Hepatis

« on: 19 February 2009, 06:33:38 PM »


Tadi ada yang tanya seputar mengenai hati, apa jadinya kalau hati yang menjadi rusak. Kelainan
pada hati salah satunya dikenal dengan sirosis hepatis

Sirosis Hepatis
oleh : Hedi Kasmanto, S.Farm., Apt.

Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul.

Sirosis hati adalah bentuk akhir kerusakan hati dengan digantinya jaringan yang rusak oleh
jaringan fibrotik yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan portal.
Penyebab sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan klasifikasi morfologis
hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat ini masih dianggap sering
menyebabkan sirosis ayitu hepatitis virus dan alkoholisme. bentuk hepatitis virus yang berat
dapat berkembang menjadi sirosis baik hepatitis virus, atau virus non A dan non B. Di Indonesia
kedua bentuk hepatitis merupakan penyebab sirosis hati terutama pada hepatitis virus B.
Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alcohol jarang ditemukan di Indonesia. Sirosis
dekompensata adalah salah satu stadium dari gambaran klinik sirosis hati yang mempunyai
gejala klinik yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat karena timbulnya penyulit
berupa hipertensi portal ampai pada pendarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya
varises esophagus, asites yang hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun
dikatakan kerusakan hati pada penyakit sirosis hati pada penyakit sirosis hati bersifat
irreversible, tetapi dengan pengobatan yang baik maka pembentukan jaringan ikat dapat
dikurangi dan peradangan yang terjadi dapat dihentikan.

Ada dua kemungkinan patogenesis dari sirosis hati, yaitu :

1. Teori mekanisme
Yaitu yang menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dimana nekrosis
conjuent, retikulum nodul menjadi collaps merupakan kerangka terjadinya daerah parut yang
luas. Proses kolagenesis kerangka reticulum fibrosis hati disuga merupakan dasar proses sirosis.
Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang
menjadi nodul regenerasi. Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini adalah jenis pasca
nektori. Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi
merupakan penyebab sirosis

2. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati tapi
proses tersebut terus melalui timgkat hepatitis kronik. hepatitis kronik berhibungan dengan
hepatitis non B.

Gejala Klinis Sirosis Hepatis

Gambaran klinis sirosis hati dapat dibagi dalam dua stadium :


1. Sirosis kompensata dengan gejala klinik yang belum tampak

Diagnosis untuk stadium ini ditegakkan pada saat melakukan evaluasi dengan gejala klinik yang
belum tampak. Diagnosis untuk stadium ini ditegakkan pada saat melakukan avaluasi terhadap
fungsi hati pada penderita hepatitis kronik. Kerusakan subjektif baru timbul bila sudah ada
kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa penurunan nafsu makan, mual, muntah, sebah,
kelemahan dan malaise.

Kelemahan otot dan cepat lelah sering dijumpai pada sirosis kompensata akibat kekurangan
protein dan adanya cairan dalam otot penderita.

2. Sirosis dekompensata dengan gejala klinik yang jelas

- Gejala gastrointestinal seperti : anoreksia, mual, muntah dan diare


- Demam, BB turun dan lekas lelah
- Asites, hidrotoraks dan edema
- Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
- Hepatomegali
- Kelainan pembuluh darah koleteral-kolateral di dinding abdomen dan toraks, varises esofagus
- Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme seperti hiperpigmentasi dan
impotensi

Kegagalan parenkim hati ditandai dengan produksi protein yang rendah, gangguan mekanisme
pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormonal (eritema palmaris, spider nervi,
ginekomastia, atrofi testis dan gangguan siklus haid). Kekuningan tubuh atau ikterus biasanya
meningkat pada proses yang aktif, yang sewaktu-waktu dapat menghebat dan terjun pada fase
prekoma dan koma hepatikum (enselofati hepatik) bila penderita tidak mendapat perawatan
intensif.
« Last Edit: 19 February 2009, 06:36:12 PM by Forte »
Logged

« Reply #1 on: 21 February 2009, 08:49:03 PM »


nambahin dr bahan laporan kasus dulu

Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang
memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi
hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
albumin, dan waktu protombin.
- Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak
begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.
- Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas normal atas. Kadar yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) kadarnya seperti halnya alkalifosfatase pada penyakit
hati. Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi
GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
- Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis
yang lanjut.
- Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, kadarnya menurun sesuai dengan perburukan
sirosis.
- Globulin kadarnya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari
sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
- Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada
sirosis memanjang.
- Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
- Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia monokrom,
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia,
lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.

Pemeriksaan penunjang lainnya


- Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi
porta.
- Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan
mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan
USG meliputi sudut hari, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta
dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
- Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya sama dengan USG,
tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
- Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal
biayanya.
- Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan jarum yang kecil
untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya dibawah mikroskop.
Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mengkin bisa ditegakkan diagnosis dengan
bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda
klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis
diperbaiki dengan pencegahan dan penaganan komplikasinya. Penurunan fungsi hati
mempengaruhi tubuh dengan berbagai macam cara. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis
hati, adalah
a.Edema & asites
Ketika hati berkurang kemampuannya untuk membuat protein albumin, air berakumulasi di kaki
(edema) dan abdomen (asites).
b.Memar dan berdarah
Ketika produksi hati berkurang atau berhenti dalam memproduksi protein yang berfungsi untuk
pembekuan darah, orang tersebut akan memar atau gampang berdarah. Palmar tangan akan
berwarna merah yang disebut eritema palmaris.
c.Jaundice
Jaundice adalah warna kekuningan dari kulit dan mata yang terjadi ketika hati tidak dapat
mengabsorbsi bilirubin yang cukup.
d.Gatal
Gatal dapat terjadi karena tersimpannya produk empedu di kulit.
e.Batu empedu
Jika sirosis menghalangi empedu mencapai kantung empedu, batu empedu dapat terjadi.
f.Toksin di dalam darah atau otak
Liver yang rusak tidak dapat mengangkut toksin dari darah, membuat toksin terakumulasi di
dalam darah dan otak. Toksin dapat membuat fungsi mental berkurang dan menyebabkan
perubahan personalitas, koma, dan kematian. Tanda tertimbunnya toksin di otak dapat berupa
cepat lupa, sulit berkonsentrasi, atau perubahan kebiasaan tidur. Ensefalopati hepatik merupakan
kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
g.Sensitifitas terhadap obat
Sirosis memperlama memampuan liver untuk filtrasi obat dari darah. Karena liver tidak
menghilangkan obat dari darah sesuai dengan waktu kerjanya sehingga obat-obat tersebut
bekerja lebih lama dari seharusnya, lebih sensitif obat tersebut, efek sampingnya dan tertimbun
di dalam tubuh.
h.Hipertensi porta
Normalnya, darah dari usus dan limpa menuju hati memalui vena porta. Tetapi sirosis
mengurangi aliran darah normal di vena porta, dengan meningkatkan tekanan didalamnya.
Kondisi ini disebut juga hipertensi porta.
i.Varises
Ketika aliran darah pada vena porta melambat, darah dari usus dan limpa kembali lagi ke
pembuluh darah lambung dan esofagus. Pembuluh darah ini dapat membesar karena sebenarnya
tidak membawa kapasitas darah yang banyak. Pembesaran pembuluh darah disebut varises,
mempunyai dinding tipis dan tekanan tinggi, dan sehingga dapat menyebabkan memar. Jika
memar, dapat menimbulkan masalah perdarahan yang serius di lambung atas atau esofagus yang
memerlukan terapi medis segera. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus.
20% sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu
tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulagi varises ini dengan beberapa cara.
j.Resistensi insulin dan diabetes tipe 2
Sirosis dapat menyebabkan resistensi insulin. Insulin di produksi oleh pankreas, tidak adanya
gula darah yang digunakan untuk mengjasilkan energi dari sel atau tubuh. Jika terjadi resistensi
insulin, membuat otot, lemak, dan sel hati tidak dapat menggunakan insulin dengan baik.
Pankreas berusaha untuk menjaganya dengan membuat insulin lebih banyak. Pankreas tidak
dapat memenuhi kebutuhan insulin tubuh dan diabetes tipe 2 berkembang berupa ditemukannya
glukosa dalam aliran darah.
k.Kanker hepar
Karsinoma hepatoselular, tipe kanker liver lebih sering disebabkan karena sirosis, dimulai
dengan hati, yang mempunyai angka mortalitas tinggi.
l.Masalah dalam berbagai macam organ lainnya
Sirosis dapat menyebabkan disfungsi sistem immun, yang dapat menyebabkan infeksi. Cairan di
abdomen (asites) dapat terinfeksi dengan bakteri yang biasanya di temukan di usus. Sirosis dapat
juga menyebabkan impoten, disfungsi ginjal, dab osteoporosis. Komplikasi yang sering dijumpai
antara lain peritonitis bacterial spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bacteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen.1 Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan
hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Logged

Re: [INFO] Sirosis Hepatis

« Reply #2 on: 21 February 2009, 09:20:18 PM »


Pengobatan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Kerusakan hati karena sirosis tidak bisa
kembali normal. Terapi berdasarkan penyebab sirosis dan komplikasi pnyakit. Terapi ditunjukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata
ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.

1. Penanganan umum
Penanganan umum adalah dengan memberikan diet yang benar dengan kalori yang cukup
sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) atau bilamana tidak ada koma hepatik
dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB dan jika terdapat retensi cairan
dilakukan restriksi sodium. Jika terdapat encephalopathy hepatic (ensefalopati hepatik),
konsumsi protein diturunkan sampai 60-80 g/hari. Disarankan mengkonsumsi suplemen vitamin.
Multivitamin yang mengandung thiamine 100 mg dan asam folat 1 mg. Perbaiki defisiensi
potasium, magnesium, dan fosfat. Transfusi sel darah erah (packed red cell), plasma juga
diperlukan.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna mempercepat
perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini adalah katori tinggi, hidrat
arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet
diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap
pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi
garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat; serta mudah dicerna dan tidak merangsang.
Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindari.6
Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber lemak, yaitu semua makanan dan
daging yang banyak mengandung lemak, seperti daging kambing dan babi serta bahan makanan
yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan
nangka.

2. Terapi pasien berdasarkan etiologi


- Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
- Hepatitis autoimun; bisa diberika steroid atau imunosupresif.
- Hemokromatosis; flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan.
- Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadi sirosis.
- Hepatitis virus B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupaka terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu
tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga
terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan , namun ternyata juga banyak yang kambuh.
- Hepatitis virus C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
- Pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target
pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktivasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek anti peradangan dan mencegah anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A
juga dicobakan sebagi anti fibrosis. Selain itu, juga obat-obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.

3. Pengobatan Sirosis Dekompensata


- Asites dan edema
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari atau 400-800 mg/hari. Restriksi
cairan (800-1000 mL/hari) disarankan pada pasien dengan hiponatremia (serum sodium <125
meq/L). Ada pasien yang mengalami
pengurangan asites hanya dengan tidur dan restriksi garam saja. Tetapi ada juga pasien dengan
retensi cairan berat atau asites
berat, yang sekresi urinnya kurang dari 10 meq/L. Pada pasien asites dan edema dapat diberikan
diuretik dan paracentesis.
- Peritonitis bakterial spontan
Peritonitis bakterial spontan dapat ditandai dengan munculnya rasa sakit abdomen,
meningkatnya asites, demam, dan ensefalopati progresif pada pasien dengan sirosis hepatis.
Tetapi tanda-tandanya dapat ringan. Hasil cairan asites dari paracentesi didapatkan jumlah sel
darah putih lebih dari 500 sel/mL dengan PMN lebih dari 250/μL dan konsentrasi protein 1 g/dL
atau kurang. Hasil kultur cairan asites, 80-90% didapatkan E coli dan pneumococci, jarang
anaerob. Jika terdapat 250/μL atau lebih dapat diberikan antibiotik intravena dengan cefotaxime
2 gram intravena setiap 8-12 jam, minimal dalam waktu 5 hari. Penurunan PMN dapat terjadi
setelah pemberian antibiotik selama 48 jam. Angka kematiannya tinggi yaitu dapat mencapai
70% dalam 1 tahun. Terjadinya peritonitis berulang dapat dikurangi dengan menggunakan
norfloxacin, 400 mg sehari. Pada pasien dengan sirosis yang beresiko tinggi terjadinya peritonitis
bakteri spontan (cairan asites < 1 g/dL), serangan peritonitis pertama kali dapat dicegah dengan
pemeberian norfloxacin atau trimethoprim-sulfamethoxazole (5 kali seminggu). Pada peritonitis
bakterial spontan selain diberikan antibiotika seperti sefalosporin intravena, juga dapat diberikan
amoksilin, atau aminoglikosida.
- Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia, penurunan sekresi
natrium urin, dan hipotensi pada pasien penyakit hati stadium hati. Sindrom hepatorenal
didiagnosa jika tidak ada penyebab gagal ginjal lainnya. Penyebabnya tidak jelas, tetapi
patogenesisnya karena vasokonstriksi ginjal, kemungkinan disebabkan gangguan sintesis
vasodilator renal seperti prostaglandin E2, keadaan histologi ginjal normal. Terapi yang
diberikan kebanyakan tidak efektif. Berdasarkan penelitian terakhir, pemberian vasokonstriksi
dengan waktu kerja lama (ornipressin dan albumin, ornipressin dan dopamine, atau somatostatin
analog octreotide dan midodrione sebagai obat alpha adrenergik) dan TIPS memberikan
perbaikan.
- Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat disebabkan hati
gagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena disfungsi hepatoselular dan
portosystemic shunting. Penangganan ensefalopati hepatik dapat berupa : Pembatasan pemberian
protein dari makanan, Lactulose, Neomisin sulfat.
- Anemia
Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali sehari sesudah
makan. Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan anemia makrositik yang
berhubungan dengan alkoholisme. Transfusi sel darah merah beku (packed red cell) dapat
diberikan untuk mengganti kehilangan darah.
- Manifestasi perdarahan
Hipoprotombinemia dapat diterapi dengan vitamin K (seperti phytonadione, 5 mg oral atau sub
kutan, 1 kali per hari). Terapi ini tidak efektif karena sintesis faktor koagulasi menggalami
gangguan pada penyakit hati berat. Koreksi waktu prothrombin (prothrombin time) yang
memanjang dilakukan dengan pemberian plasma darah. Pemberian plasma darah hanya
diindikasikan pada perdarahan aktif atau sebelum pada prosedur invasif.
- Pecahnya varises esofagus
Untuk mencegah terjadinya perdarahan pertama kali pada varices esofagus dapat diberikan
penghambat beta bloker non selektif (nadolol, propanolol). Pada pasien yang tidak tahan
terhadap pemberian beta bloker dapat diberikan isosorbide mononitrate. Beta bloker dapat
diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresiko tinggi terjadinya perdarahan, yaitu varises
yang besar dan merah. Profilaksis skleroterapi tidak boleh dilakukan kepada pasien yang belum
pernah mengalami perdarahan varises esofagus karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat
meningkatkan angka kematian daripada pengguna beta bloker. Ligasi varises (banding) dapat
dilakukan pada pasien dengan varises esofagus yang belum pernah perdarahan. Pemberian beta
bloker dan esofagus dapat dilakukan bersama-sama untuk mencegah perdarahan varises
esofagus, hanya bila ditinjau dari segi ekonomi. Bila kedua hal itu dilakukan bersama-sama tidak
efektif secara ekonomi.
Pencegahan perdarahan kembali dapat dilakukan skleroterapi atau ligasi, beta bloker non selektif
(propanolol, nadolol) 20 mg sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg sekali sehari, isosorbide
mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak 2 kali sehari sehari atau 20-40 mg sebanyak 2 kali
sehari, Transvenosus Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS), Surgical Portosystemic Shunts,
dan transplantasi hati.
- Sindrom hepatopulmonal
Sindrom hepatopulmonal terjadi karena meningkatnya tahanan alveolar-arterial ketika bernapas,
dilatasi vascular intrapulmoner, hubungan arteri-vena yang menyebabkan shunt intrapulmonary
kanan-kiri. Pasien mengalami dyspnea dan deoxygenasi arterial saat berdiri dan menghilang saat
berbaring. Terapi mengunakan obat-obatan sudah tidak memberikan hasil, tetapi dapat membaik
dengan transplantasi hati. Transplantasi hati tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal (tekanan pulmonal > 35 mmHg)

4. Transplantasi hati
Transplantasi hati diindikasikan pada kasus irreversibel, penyakit hati kronik progresif, gagal
hati berat, dan penyakit metabolik dimana kelainannya terdapat di hati. Kontraindikasi absolut
adalah keganasan (kecuali karsinoma hepatoselular kecil pada sirosis hati), penyakit cardio-
pulmoner berat (kecuali pada pulmonary-arteriovenous shunting karena hipertensi porta dan
sirosis), sepsis, dan infeksi HIV. Kontaindikasi relatif adalah usia lebih dari 70 tahun, trombosis
vena porta dan mesenterikus, pengguna alkohol dan obat-obatan terlarang, dan malnutrisi berat.
Tidak boleh mengkonsumsi alkohol dalam 6 bulan sebelum transplantasi hati. Transplantasi hati
harus dipertimbangkan pada pasien dengan status mentalis yang berkurang, peningkatan
bilirubin, pengurangan albumin, perburukan koagulasi, asites refrakter, perdarahan varises
berulang, atau ensefalopati hepatik yang memburuk. Transplantasi hati memberikan harapan
hidup 5 tahun pada 80% pasien. Carcinoma hepatocelular, hepatitis B dan C, Budd-Chiari
syndrome dapat terjadi lagi setelah transplantasi hati. Angka terjadinya kembali hepatitis B dapat
dikurangi dengan pemberian lamivudine saat sebelum dan sesudah transplantasi dan saat operasi
diberikan imuno globulin hepatitis B. Dapat diberikan imunosupresi seperti cyclosporine atau
tacrolimus, kortikosteroid, dan azathioprine yang dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi,
gagal ginjal, gangguan neurologik, penolakan organ, oklusi pembuluh darah, atau banyaknya
empedu.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 2),
juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-
turut 100, 80, dan 45 %.

Tabel 2. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Derajat Kerusakan I II III
Bil. Serum mg/dl) <2 2-3 >3
Alb. Serum (gr/dl) > 3.5 2.8-3.5 <2.8
Asites Nihil Sedikit Sedang-banyak
Ensefalopati Nihil Sedikit Sedang-banyak
Prothrombine time (detik) 1-3 4-6 >6

Total skor Child-Pugh Class


5-6 A
7-9 B
10-15 C
Logged

« Reply #3 on: 09 March 2009, 05:14:52 PM »


mo tanya bertanya seputar kesehatan hati....
1. bagaimana dgn kasus pengerasan hati? apakah ada pengaruh faktor keturunan?
2. perawatannya bagaimana? harus pantang makan apa?
3. dari seluruh organ tubuh manusia, hati adalah satu2nya organ tubuh yg bisa tumbuh kembali.
nah, bagaimana caranya supaya setelah operasi pengangkatan sel kanker, hati dapat ditumbuhkan
semaksimal mgk? makanan apa yg harus dikonsumsi, dan apa yg tdk boleh?
4. apakah bagi org yg telah operasi pengangkatan sel kanker, kulit menjadi terlihat kekuningan
merupakan hal yg lazim?

thanks bngt yah atas jawabannya


Logged

Re: [INFO] Sirosis Hepatis


« Reply #4 on: 09 March 2009, 07:23:40 PM »
Pengerasan hati di sini pada tahap akhirnya akan dikenal dengan nama sirosis hepatis juga.
Pengerasan hati ada beberapa yang menyebutnya juga sebagai sirosis hepatis, namun sebenarnya
yang menyebabkan hati itu mengeras karena sudah ada pembentukan jaringan2 ikat dari nekrosis
sel hati. Dan awal yang harus diperhatikan apakah sifat kerusakan hati itu reversibel /
irreversibel. Faktor keturunan sangat sedikit berperan dalam hal ini, kecuali adanya kelainan
bawaan sejak lahir yang mengganggu kerja hati.

2. Perawatannya sama seperti yang dipost oleh ibu dokter kita..


Intinya pengobatan sirosis hepatis yang dilakukan hanya untuk supportive doank. Hanya
membantu agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Makanan yang dihindari adalah makanan
yang berlemak karena metabolisme lemak membutuhkan peranan hati. Jadi untuk mengurangi
kerja hati. Dan di samping itu, kurangi konsumsi obat2an, karena obat2an juga dimetabolisme di
dalam hati baik dengan menggunakan enzim sitokrom P450 atau pun dengan sistem konjugasi.

3. Hati dapat ditumbuhkan lagi yaitu dengan menggunakan transplantasi hati, dengan
mengimplan sejumlah sel hati yang masih baik dan diharapkan bisa berkembang. Makanan yang
pantangan sama seperti di point ke 2

4. Kulit menjadi kuning itu merupakan pertanda adanya kelainan pada sistem metabolisme, yaitu
tingginya kadar bilirubin dalam darah yang menyebabkan warna kulit menjadi kuning. Dan
bilirubin itu sendiri erat kaitannya dengan fungsi hati. Namun saran saya untuk penentuan lebih
jelas, silakan lakukan pemeriksaan fungsi hati yang melibatkan pemeriksaan SGPT, SGOT dan
Alkali Fosfatase.

Logged

Re: [INFO] Sirosis Hepatis

« Reply #5 on: 09 March 2009, 11:00:39 PM »


Mau tanya nih, para pakar.
sebenarnya istilah hepatis dengan hepatitis mengacu pada penyakit yang sama atau berbeda ya?

mohon penjelasannya
Logged
GKBU

suvatthi hotu

"time to go..."

Re: [INFO] Sirosis Hepatis


« Reply #6 on: 10 March 2009, 06:27:26 AM »
IMO, Hepatis lebih mengacu ke hepar (hati), sedangkan hepatitis itu keadaan patologi pada hati
yang disebabkan kebanyakan oleh infeksi virus.

Contoh :
- portal hepatis : suatu saluran utama darah yang sebagai media masuk dan keluar dari hepar /
hati.
- sirosis hepatis : kelainan pada jaringan hati yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat
dikenal juga dengan sirosis hati atau ada yang menyebutnya pengerasan hati.
Logged

Anda mungkin juga menyukai