Anda di halaman 1dari 6

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Departemen Kesehatan RI

PENYELENGGARAAN PEMERIKSAAN KESEHATAN SEBELUM KERJA


DI KLINIK KESEHATAN KERJA
DR. Dr. L. Meily Kurniawidjaja, M.Sc., Sp.Ok*

I. Pendahuluan

Produktivitas pekerja akan menurun apabila pekerja terganggu kesehatannya. Karena


pekerja yang sakit membutuhkan biaya pengobatan, perawatan, rehabilitasi dan
kompensasi. Pekerja yang sakit bersama pekerja yang walaupun tidak sakit namun tidak
sehat dan tidak bugar sering kali menjadi langgangan absen sakit, Tingginya absenteisme
tidak jarang meningkatkan stres kerja karena sepeninggalan pekerja yang sakit, teman
sekerjanya akan bertambah beban kerjanya, ketenangan bekerjapun terganggu dan
pekerja lainnya bisa menjadi was was terutama apabila didapatkan penyakitnya terkait
dengan pekerjaan. Selain itu, produktivitas menurun terkait biaya tidak langsung yang
harus dikeluarkan organisasi akibat pekerja yang idle, pekerja dengan ‘file aktif’ yang
memerlukan pengawasan terhadap kesehatannya dan pengelolaan khusus, termasuk
pengelolaan pekerja agar ia bisa bekerja kembali (return to work management), serta
kerugian akibat organisasi kehilangan pekerja terampil dan biaya yang dikeluarkan untuk
mempersiapkan pekerja pengganti.

Dalam dunia usaha dan dunia kerja, Kesehatan Kerja berkontribusi dalam mencegah
kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas
kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di tempat
kerja (yaitu hazard yang bersumber dari lingkungan kerja, kondisi pekerjaan,
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja), 1 juga berkontribusi dalam membentuk
perilaku hidup sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan
kesehatannya, dengan demikian ia menjadi sehat, selamat, sejahtera, produktif dan
performa kerjanya menjadi optimal serta berdaya saing kuat, demikian pula organisasi
menjadi kuat dalam persaingan dan dapat memenuhi tuntutan global dalam hal global
work, global compact dan corporate social responsibilty, serta produksi dapat berjalan dan
organisasi dapat berkembang lancar berkesinambungan (sustainable development) tidak
terganggu oleh kejadian kecelakaan maupun pekerja yang sakit atau tidak sehat sehingga
menjadi tidak produktif.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja merupakan salah satu kegiatan penting dalam
rangka mendapatkan pekerja yang sehat dan sesuai (fit) dengan risiko kesehatan yang
mungkin dihadapinya di tempat kerja (fit to work), agar dalam malaksanakan tugasnya
nanti ia tidak terganggu kesehatannya dan sebaliknya pekerjaannya juga tidak terganggu
karena keterbatasan fisik dan mentalnya. Tulisan ini menyajikan aspek kelembagaan
serta fasilitas dan sumber daya manusia minimal yang harus dimiliki Klinik Kesehatan
Kerja dalam rangka penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, dirangkum
dari tinjauan peraturan perundangan, buku referensi dan jurnal terkini serta pengalaman
penulis sebagai praktisi di Klinik Kesehatan Kerja perusahaan selama lebih dari 25 tahun.
Mohon kiritik dan saran agar tulisan ini dapat disempurnakan dan dapat digunakan oleh
pemangku kepentingan.

II. Ruang Lingkup Upaya Kesehatan Kerja

Kesehatan Kerja tidak hanya melakukan diagnosis dan pengobatan klinis, namun fokus
kepada meningkatkan derajat kesehatan dan kapasitas kerja serta mencegah penyakit,
yaitu dengan melakukan manajemen risiko kesehatan yang mungkin timbul akibat
pajanan hazard di tempat kerja, termasuk hazard yang bersumber dari somatik dan
perilaku pekerja. Risiko sedapatnya dihilangkan. Bila tidak dapat dihilangkan, maka risiko
diturunkan serendah mungkin sampai ke tingkat yang dapat ditoleransi dan tidak
membahayakan kesehatan. Dalam rangka manajemen risiko kesehatan, upaya
Kesehatan Kerja fokus kepada bidang berikut.1
1) Penempatan pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai (fitness to work) dengan
status kesehatan dan kapasitas kerjanya
2) Promosi kesehatan pekerja (workers health promotion)
3) Perbaikan lingkungan kerja (industrial hygiene)
4) Perbaikan pekerjaan (ergonomi)
5) Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya bekerja (work organization
and work culture)
6) Surveilans kesehatan pekerja (workers health surveillance)

III. Dasar Hukum Kelembagaan Klinik Kesehatan Kerja

Klinik Kesehatan Kerja baik yang berlokasi di perusahaan maupun di ranah publik sebagai
pemberi jasa (provider), dapat memberikan jasa pelayanan kesehatan kerja yang
sederhana sampai dengan yang komprehensif, dan terintegrasi dalam sistem rujukan
dengan jejaring fasilitas kesehatan lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional, Klinik Kesehatan Kerja
berada dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pada strata pertama atau UKM
tingkat dasar, oleh karena itu dalam mendirikan dan menyelenggarakan Klinik Kesehatan
Kerja harus memperoleh ijin dari Menteri Kesehatan yang didelegasikan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum
mengeluarkan ijin mendirikan dan menyelenggarakan Klinik Kesehatan Kerja, maka klinik
tersebut terlebih dahulu telah mendapat rekomendasi dari Puskesmas yang berada di
wilayah kerja klinik tersebut berada.2

Bentuk penyelenggaraan Klinik Kesehatan Kerja disesuaikan dengan Keputusan Menteri


Kesehatan RI No. 1758/MENKES/XII/2003 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar,
khusus Klinik Kesehatan Kerja di Perusahaan bentuk penyelenggaraannya disesuaikan
dengan jumlah pekerja, tingkat risiko yang ada di tempat kerja sesuai dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja.3
IV. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja

4.1 Data Pajanan Hazard di Tempat Kerja

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja (pre-employment medical examination)


diselenggarakan sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit akibat kerja dengan
cara penempatan pekerja yang fit dengan kondisi hazard/faktor risiko kesehatan di tempat
kerja. Oleh karena itu, Klinik Kesehatan Kerja memerlukan data tentang adanya hazard
dan besarnya risiko yang ada di tempat kerja, dapat berupa (1) hazard tubuh pekerja
(somatic hazards); (2) hazard perilaku kesehatan (behavioural hazards); (3) hazard
lingkungan kerja (enviromental hazards) berupa faktor fisik, kimia dan biologik; (4) hazard
pekerjaan (work hazards) berupa faktor risiko ergonomik; (5) hazard pengorganisasian
pekerjaan (work organization hazards) dan hazard budaya kerja (work culture hazards)
berupa faktor stres kerja.4

Data tentang hazard dan risiko yang bersumber dari lingkungan kerja (data higiene
industri), kondisi pekerjaan (data ergonomik), serta pengorganisaian pekerjaaan dan
budaya kerja (data kepersonaliaan) didapat dari hasil pengukuran oleh personal Klinik
Kesehatan Kerja atau pihak ketiga yang ditunjuk Klinik Kesehatan Kerja, atau berupa data
sekunder dari pihak pengguna jasa.

4.2 Data Kesehatan Pekerja

Hazard somatik dan hazard perilaku pekerja didapat dari hasil pemeriksaan kesehatan
ditambah dengan riwayat penyakit yang tercatat dalam rekam medik yang dimiliki
perusahaan. Data tersebut dianalisis, kemudian ditetapkan apakah calon pekerja dapat
diterima dengan pertimbangan dan pemahaman penuh bahwa hazard di tempat kerja
tidak akan membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya, serta status kesehatannya
tidak mengganggu pekerjaannya.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang


hazard somatik, hazard perilaku, dan status kesehatan pekerja, Untuk keperluan
penempatan yang sesuai, selain pemeriksaan kesehatan umum, diperlukan pemeriksaan
kesehatan khusus berdasarkan hazard yang ada di tempat kerja (hazard based medical
examination).

Pemeriksaan Kesehatan Umum

Setiap calon pekerja diminta mengisi kuesioner dan mengikuti pemeriksaan kesehatan
secara umum. Evaluasi kesehatan umum minimal mencakup seperti berikut.

1) Informasi Administratif (nama, alamat, tanggal lahir, departemen/bagian dan pekerjaan


yang dituju/designated department and occupation)
2) Informasi Medis
• Riwayat penyakit terdahulu
• Riwayat pekerjaan (occupational history)
• Riwayat penyakit keluarga
• Keluhan medis saat ini (current medical complaints)
• Riwayat alergi (known allergies)
• Penggunaan obat-obatan saat ini
• Riwayat imunisasi (jenis, tanggal pemberian booster)
• Perilaku hidup (merokok, konsumsi rokok dan alkohol, akitivitas fisik dan olahraga,
pola makan/nutrisi).
3) Pemeriksaan Klinis
- Tinggi dan berat badan – Indeks Massa Tubuh
- Tekanan darah
- Nadi
- Ketajaman penglihatan (jarak jauh dan dekat), buta warna
- Analisis urin (protein, glucosa, darah, sedimen)
- Wawancara dan pemeriksaan fisik oleh dokter
- Foto toraks
- EKG
- Analisis darah rutin
- Sertifikat pemeriksaan gigi

Kriteria Penerimaan (Fit to Work Criteria):

Kriteria fitness diberlakukan berbeda untuk masing-masing grup pekerja, Klinik Kesehatan
Kerja perlu mendapatkan informasi tentang jenis pekerjaan yang ada.

Pemeriksaan Kesehatan Khusus (Hazard Based Medical Examination)

Pemeriksaan khusus sebagai tambahan harus dilakukan berdasarkan risiko pekerjaan


masing-masing, misalnya audiogram (bagi pekerja yang terpajan bising), spirometri/test
fungsi paru (bagi pekerja yang menggunakan aparatus pernafasan/ wearing breathing
apparatus), antibodi hepatitis B surface antigen (bagi pekerja kesehatan), pemeriksaan
mikroskopik atau kultur feses/ stool culture or microscopy (bagi penjamah makanan/ for
food handlers).

V. SDM Klinik Kesehatan Kerja untuk Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja

SDM untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja minimal adalah seperti
berikut.

- Dokter Kesehatan Kerja (DKK) yang terlatih (bersertifikat minimal DKK Pratama atau
Dokter Hiperkes), berpengalaman sebagai DKK di perusahaan minimal 2 tahun, ke
depan dipersyaratkan minimal DKK Pratama yang telah lulus uji kompetensi. (DKK
dapat berkonsultasi kepada Dokter Spesialis Okupasi bila memerlukan rujukan).
- Perawat Kesehatan Kerja yang terlatih (ke depan adalah perawat yang telah lulus uji
kompetensi)
- Paramedis yang dapat melaksanakan pemeriksaan audiometri, spirometri dan
bersertifikat atau lulus uji kompetensi
- Petugas administrasi yang mahir menggunakan komputer dan membuat catatan dan
laporan

VI. Sarana dan Prasarana Klinik Kesehatan Kerja untuk Pemeriksaan Kesehatan
Sebelum Kerja

Untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja minimal tersedia sarana seperti
berikut.
1) Ruang pemeriksaan dan alat medis umum.
2) Spirometer untuk test faal paru
3) Audiometer untuk test pendengaran
4) Treadmil dan EKG untuk deteksi penyakit jantung koroner
5) Ishihara chart untuk deteksi buta warna (colour blindness)
6) Snellen Chart untuk pemeriksaan visus (visual acuity)
7) Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin dan urin rutin
8) Seperangkat alat radiologi untuk foto rontgen paru dan alat pencuci foto
9) Jejaring laboratoium patologi klinik
10) Laboratorium (atau jejaring/network) untuk pengukuran hazard lingkungan
(pengukuran kadar di area dan pajanan individu faktor fisik, kimia dan biologik)
11) Laboratorium (atau jejaring/network) untuk biomonitoring pajanan bahan kimia
12) Laboratorium (atau jejaring/network) pengukuran faktor risiko ergonomik

VII. Penutup

Keberadaan Klinik Kesehatan Kerja semakin dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan


akan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, baik bagi calon pekerja yang akan
ditempatkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Semakin banyaknya permintaan atas
tenaga kerja Indonesia di manca negara seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Hongkong,
Korea, Jepang, Saudi Arabia dan United Arab Emirate, semakin dituntut kualitas pekerja
yang prima agar mampu bersaing dengan pekerja dari negara lainnya seperti Filipina,
Thailand dan India. Pekerja yang sehat dan fit to work yang dihasilkan dari pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja merupakan salah satu kualitas penentu dalam meningkatkan
daya saing global.

Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Keksehatan Kerja (IDKI) juga berkerja sebagai staf pengajar di Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM-UI

ALAMAT KORESPONDENSI: Departemen K3 FKM-UI, Kampus Baru Depok


Telp. 021 7874503; Fax. 021 7863487 Hp. 0816 111 5022; Email: meily@ui.edu

KEPUSTAKAAN

1
Kurniawidjaja LM. Filosofi dan konsep dasar Kesehatan Kerja serta perkembangannya dalam
pratik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.1, Jun, pp. 243-51. 2007.
2
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. Pedoman Klinik di Tempat Kerja/Perusahaan. Jakarta: Depkes
RI; 2007.
3
Yanri Z. Himpunan peraturan perundangan Kesehatan Kerja. Jakarta: Lembaga ASEAN
OSHNET Indonesia; 2005.
4
Kurniawidjaja LM. Surveilans kesehatan pekerja. Modul kuliah Program Studi Magister
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
2007.

Anda mungkin juga menyukai