Anda di halaman 1dari 5

Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general anesthethic” termasuk golongan fenyl

cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) – 2 (methylamino) cyclohexanone


hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. ( 1 )

Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur
ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi). ( 1 )

Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang
bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan.
Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. ( 2 )

Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada saat
tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak “tidur”. Mata
mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap
rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga
reflek batuk. ( 3, 6 )

Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv / im setiap beberapa menit untuk
mencegah rasa sakit. ( 3 )

II.1. Farmakologi Ketamin

Sifat-sifat Ketamin

a. Larutan tidak berwarna

b. Stabil pada suhu kamar

c. Suasana asam (pH 3,5 – 5,5). ( 2, 6 )

Farmakokinetik :

Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi
terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. ( 6 )
II.2. Dosis dan Pemberian

iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja ± 15-20 menit,
dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.

im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja ± 10-25 menit,
terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan. ( 1, 2, 3, 5, 6 )

pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 – 15 menit, tetapi sulit untuk
menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya. ( 1 )

II.3. Efek Ketamin

a. Analgesi

Merupakan analgesi yang sangat kuat, sehingga meskipun penderita sudah sadar, efek
analgesiknya masih ada. Rasa nyeri yang terutama dihambat adalah nyeri somatik, untuk
analgesik nyeri viseral hampir tidak ada sehingga tidak efektif untuk operasi organ-organ viseral.
Pada anak analgesi viseral cukup baik sehingga dapat dipakai untuk operasi seperti hernia atau
batu ginjal, walaupun terjadi rangsangan pada peritoneum. ( 2 )

Baik untuk analgesi pada bayi/anak tanpa menyebabkan efek hipnotik – sedasi (menggunakan
subdose 2,5 mg/kgBB, IM)

b. Relaksasi

Anastetik ini tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah tonus otot meningkat
disertai gerakan-gerakan yang tidak terkendali, sehingga ketamin tidak begitu baik bila
digunakan sebagai obat tunggal, seperti pada operasi intra abdominal dan operasi lain yang
membutuhkan penderita diam. ( 2, 6 )

c. Hipnotik

Anestesi ini sering digunakan untuk induksi dan disusul dengan pemberian eter atau N2O. Dalam
keadaan tidur dapat terjadi gerakan-gerakan spontan dari lengan, tungkai, bibir, mulut bahkan
sampai bersuara, walaupun dosisnya ditingkatkan sampai dosis yang mendepresi pernafasan.
Karena anastetik ini menimbulkan nistgmus, maka tidak dapat digunakan untuk operasi mata
khususnya strabismus. ( 2 )

d. Anestesi Disosiatif

Anestesi yang menggunakan ketamin menyebabkan desosiasi karena obat ini mempengaruhi
asosiasi di korteks serebri. ( 2 )

Eksitasi dapat terjadi pada pemberian ketamin (seperti mimpi yang menakutkan), pencegahannya
dengan pemberian obat tranquilizer. Ketamin juga berefek gangguan psikis setelah siuman dan
gejala kejang sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian valium. ( 1, 2, 3 )

e. Sirkulasi

Ketamin akan merangsang pelepasan katekolamin andogen dengan akibat terjadi peningkatan
denyut nadi, tekanan darah dan curah jantung. Karena itu efeknya menguntungkan untuk anestesi
pada pasien syok/renjatan. ( 2 )

f. Pernafasan

Depresi pernafasan kecil sekali dan hanya sementara kecuali dosis terlalu besar dan adanya obat-
obat depresan sebagai premedikasi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkhus dan bersifat
antagonis terhadap efek kontraksi bronkhus oleh histamin. Baik untuk penderita asma dan untuk
mengurangi spasme bronkhus pada anestesi umum yang ringan. ( 1, 2, 4, 5, 6 )

g. Kardiovaskuler

Tekanan darah akan naik baik sistole maupun diastole. Kenaikan rata-rata antara 20-25 % dari
tekanan darah semula, mencapai maksimal beberapa menit setelah suntikan dan akan turun
kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut nadi juga meningkat. ( 1, 3, 4, 5 )

h. Efek Lainnya
Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari keadaan normal, walaupun demikian bukan
merupakan kontraindikasi mutlak untuk penderita dengan DM. Ketamin juga dapat
menyebabkan hipersalivasi, tapi efek ini dapat dikurangi dengan pemberian premedikasi
antikolinergik.

Aliran darah ke otak, tekanan intrakaranial dan tekanan intra okuler meningkat pada pemberian
ketamin. Karena itu sebaiknya jangan digunakan pada pembedahan pasien dengan tekanan
intrakranial yang meningkat (edema serebri, tumor intracranial) dan pasien pada pembedahan
mata. ( 1 )

II.4. Indikasi Pemakaian Ketamin

Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum :

1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi jaringan sikatrik
daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang sukar.

2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)

3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)

4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada shock.

5. Untuk tindakan operasi kecil.

6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.

7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya. ( 1 )

II.5. Kontraindikasi pemakaian Ketamin

1. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik 100 mmHg.

2. Pasien dengan riwayat CVD.


3. Dekompensasi cordis.

4. Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau peningkatan tekanan
intra okuler.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Anesteiologi dan Terapi Intensif FK UI Jakarta, “Anestesiologi”, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI, Jakarta, 1989, hal. 67-69.

2. Drajat, M.T, “Kumpulan Kuliah Anestesiologi”, Aksara Medisina, Salemba, Jakarta, 1986, hal
99-102.

3. Dobson, M.B, “Penuntun Praktis Anestesi”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988,
hal 56,84.

4. Dripps, R.D, et al, “Introduction to Anesthesia The Principles of Safe Practice,” sixth edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1982, hal 155.

5. Boulton, T.B, “Anestesiologi”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994, hal 90.

6. Gan, S, “Farmakologi dan Terapi”, edisi 3, Bagian Farmakologi FK UI, Jakarta, 1987, hal
113.

Anda mungkin juga menyukai