Diagnosis HELLP syndrome sendiri hingga saat ini secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma
HELLP semakin berat (Vegan, 2010). Diagnosa ditegakkan bila didapatkan hasil laboratorium
berupa SGOT > 70 mg/L, bilirubin > 1,2 mg/dL, LDH > 600 U/L, serta trombosit <100.000.
HELLP Syndrome dikategorikan berdasarkan kelainan yang muncul apakah parsial ataupun total
Gejala-gejala klinis bersifat subyektif kecuali pada keadaan HELLP syndrome yang lebih berat
terutama pada HELLP syndrome total dimana sudah terjadi deposit fibrin di seluruh organ tubuh,
sumbatan deposit pada fibrin pada sinusoid hepar akan menyebabkan nyeri ulu hati dan mual,
sedangkan tekanan darah yang tinggi serta sumbatan deposit fibrin pada organ otak dapat
menyebabkan edema cerebri yang dapat menyebabkan nyeri kepala hebat, deposit fibrin pada a.
retina sentralis sendiri dapat menyebabkan gangguan visual (Vegan, 2010; Rambulangi, 2006).
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan sel
eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar
bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan
koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah
terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp
Williams L., and Wilkins. 1999. Clinical Obstetrics and Gynecology. Philadelphia.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_151_SindromHELLP.pdf/11_151_SindromHEL