Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KEGIATAN

TAHUN 2006
PROGRAM (01.90.0119)

JUDUL :

PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS DALAM RANGKA


MENUNJANG GERHAN
(GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN)

Pelaksana Kegiatan :

GUSMAILINA
MAD ALI
SAEPULLOH
SRI KOMARAYATI
GUSTAN PARI

DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN

BOGOR – 2006
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL :

PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS DALAM RANGKA


MENUNJANG GERHAN
(GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN)

Kepala Pusat, Pelaksana

Dr. Ir. Maman Mansyur Idris, MS. Dra. Gusmailina, M. Si


NIP. 080 036 705 NIP. 710 006 089

Sekretaris Badan Litbang Kehutanan

Dr. Ing. Ir. Hadi Daryanto, DEA


NIP. 080 054 819
PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS DALAM RANGKA
MENUNJANG GERHAN (GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN)

Ringkasan

GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah baik di tingkat
pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, yang bertujuan untuk merehabilitasi kawasan
hutan dan lahan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah: tersedianya bibit yang
berkualitas yang mempunyai sifat adaptasi yang tinggi, sehingga dengan mudah dan cepat
membangun ekosistem mandiri. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas, selain memperhatikan
faktor genetis bibit yang digunakan, treatmen pada persemaian dan pembibitan mutlak perlu
dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani secara serius.
Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga pencapaian target akan terhambat.
Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk
dilakukan. Karena arang kompos sebagai salah satu bahan organik gabungan antara arang dan
kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk
menunjang kegiatan GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan, bibit yang dihasilkan lebih
baik mutu dan kualitasnya. Hal ini merupakan hasil penelitian dan uji coba baik di laboratorium,
maupun di lapangan. Hal ini juga yang mendorong pemerintah Kabupaten Garut menggunakan arang
kompos sebagai sarana penunjang pada program GERHAN 2003-2004. Sifat arang yang alkalis
sangat cocok untuk lahan masam yang merupakan lahan target program GERHAN. Arang kompos
selain akan menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta
memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuat arang kompos skala lapangan dalam rangka mendukung
kegiatan GERHAN di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, sekaligus
diharapkan dapat menjadi percontohan untuk selanjutnya dapat diteruskan oleh berbagai pihak yang
berminat, sedangkan sasarannya adalah tersedianya arang kompos untuk media persemaian,
penanaman dan pemupukan tanaman Murbei (Morus alba) untuk pakan ulat sutera. Bahan baku arang
berasal dari serbuk gergaji dan sekam padi, sedangkan yang dikomposkan sebagian besar jerami yang
dicampur dengan potongan tumbuhan bawah atau rumput yang tumbuh di bawah tegakan hutan
campuran milik rakyat.
Kualitas arang kompos yang dihasilkan adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total = 2,27
%; kandungan hara P2O5 = 1,97; dan kandungan hara K = 0,98. Kandungan Nitrogen relatif tinggi
karena bahan baku berasal dari jerami padi, yang memang mengandung bahan N cukup tinggi
dibanding sampah organik kota.
Lokasi pembuatan arang dan arang kompos berada di sekitar kampung Cibogo, demikian juga
aplikasi pada tanaman murbei, nilam, pepaya, dan pohon wangi (Melaleuca bracteata). Pekerjaan
seterusnya dilakukan oleh KTH (Kelompok Tani Hutan) Rimba Sejahtera.

Kata kunci: arang kompos, , jerami, murbei, nilam


I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kondisi hutan dan lahan Indonesia saat ini telah menjadi keprihatinan nasional, laju
deforestasi hutan setiap tahunnya mencapai 1,5 - 2 juta ha per tahun, sehingga lebih dari
50 juta hektar hutan dan lahan, saat ini dalam keadaan terdegradasi. Kenyataan ini telah
mengakibatkan terjadinya peningkatan bencana alam hidrometeorologi yaitu bencana
banjir, tanah longsor, menurunnya kualitas air, dan kekeringan. Penyebab terjadinya
bencana alam tersebut sebagian besar karena rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu
yang berfungsi sebagai daerah resapan yang juga merupakan daerah tangkapan air
(catchment area). Oleh karenanya upaya penanggulangan yang diperlukan adalah
mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah yang dapat
menahan limpahan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungn fisik dengan cara
yang ramah lingkungan, yaitu rehabilitasi hutan dan lahan. Upaya pemulihan dan
peningkatan kualitas lahan dilaksanakan melalui kegiatan konservasi dan rehabilitasi
daerah aliran sungai. Kegiatan tersebut telah dimulai sejak tahun 1970-an, dan pada tahun
2003 lebih ditingkatkan melalui program nasional: GERHAN (Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan)
GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah
baik di tingkat pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, dalam program
pemulihan sumber daya hutan serta lahan yang rusak. Gerakan tersebut diharapkan
dapat merehabilitasi hutan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat
untuk mencintai lingkungan. Melalui gerakan tersebut diharapkan sebanyak tiga juta
hektar lahan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dapat direhabilitasi dalam
kurun waktu lima tahun. Pada tahun 2003 GERHAN telah melakukan penanaman
seluas 300.000 hektar lahan kritis yang tersebar di 15 provinsi, 144 kabupaten dan kota,
serta 29 daerah aliran sungai yang rusak. Pada tahun 2004 ini direncanakan seluas
500.000 hektar kawasan hutan rusak dan lahan kritis akan direhabilitasi yang tersebar di
31 provinsi, 373 kabupaten dan kota pada 141 daerah aliran sungai yang jadi prioritas.
Target selanjutnya akan terus bertambah sampai tahun 2007, sehingga total luas lahan
yang direhabilitasi mencapai tiga juta hektar (Wibowo dalam Kompas Cyber Media,
2004).
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah:
tersedianya bibit yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Untuk tahun 2003
dibutuhkan bibit sebanyak 242.805.500 batang, meliputi jenis MPTS (Multi Purpuse
Tree Species) sebanyak 104.649.130 batang, jenis kayu-kayuan sebanyak 138.156.370
batang. Yang perlu diperhatikan terdapat variasi yang lebar pada jenis tanaman yang
ditanam pada kegiatan GERHAN : antara lain kondisi/kesuburan fisik dan kimia tapak
yang kritis, iklim yang berbeda, menuntut perencanaan yang matang pada pelaksanaan
penanaman Umumnya sasaran lahan yang dicadangkan bagi GERHAN adalah lahan-
lahan yang tingkat kesuburannya sangat rendah, sehingga perlu perlakuan tambahan
agar kegagalan dapat dikurangi. Selain pemilihan jenis dan waktu penanaman yang
tepat, pemberian pupuk/bahan organik pada persemaian, pembibitan, dan saat tanam
sangat diperlukan agar diperoleh bibit yang berkualitas. Selanjutnya, perlu
pemeliharaan yang intensif, karena hal ini juga termasuk faktor penentu keberhasilan
program ini. Sebagai contoh Program GERHAN tahun 2003-2004 yang dilaksanakan
di Kabupaten Cianjur terancam gagal menyusul matinya ribuan pohon yang ditanam
dalam pelaksanaan program tahap I, pertengahan Mei 2004 lalu. Bahkan, pohon jenis
sukun yang ditanam Bupati Cianjur Ir. Wasidi Swastomo, M.Si., saat menutup program
GERHAN di Kab. Cianjur secara seremonial di Desa Sukamulya Kec. Sukaluyu
beberapa waktu lalu, saat ini mati akibat kekeringan. Di duga penyebabnya antara lain:
bibit yang kurang bermutu, dan waktu tanam yang kurang tepat, karena penanaman
dilakukan pada saat menjelang musim kemarau (Pikiran Rakyat Cyber Media 24 Juni
2004).
Keberhasilan GERHAN juga tergantung pada pada persentase tumbuh tanaman,
dan persentase tumbuh tanaman akan sangat bergantung pada awal pertumbuhannya.
Untuk mengurangi kegagalan, treatmen pada awal penanaman menjadi mutlak perlu
dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani
secara serius. Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga
pencapaian target akan terhambat. Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan
pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk dilakukan. Karena arang kompos
sebagai salah satu bahan organik gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan
melalui proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk menunjang kegiatan
GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan bibit, juga menjadikan bibit lebih
baik mutu dan kualitasnya. Hal ini sudah merupakan hasil penelitian dan uji coba baik
di laboratorium, maupun di lapangan. Sifat arang yang alkalis sangat cocok untuk lahan
masam yang merupakan lahan target program GERHAN, selain itu arang kompos selain
menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta
memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.
Kegiatan ini memfokuskan pada produksi arang kompos skala lapangan,
selanjutnya digunakan sebagai media pada persemaian/pembibitan serta pada lahan areal
dalam rangka menunjang program GERHAN. Bahan baku yang digunakan berasal dari
limbah organik potensial yang terdapat disekitarnya, berupa limbah serbuk gergaji dari
industri pengolahan kayu, berbagai jenis limbah asal pertanian/ perkebunan dan, atau
kehutanan serta limbah organik pasar.
b. Tujuan Dan Sasaran

Tujuan : kegiatan ini bertujuan untuk pembuatan arang kompos skala lapangan dalam
rangka mendukung kegiatan GERHAN di wilayah Palembang (Sumatera
Selatan) dan Pandeglang (Banten)
Sasaran: produksi arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan

c. Luaran Kegiatan :
Tersedianya arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan dalam

rangka mendukung keberhasilan GERHAN di Kabupaten Pandeglang (Banten) dan

Palembang (Sumatera Selatan).

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Arang sebagai pembangun kesuburan tanah


Beberapa tahun terakhir karena sifatnya arang tidak hanya dikenal sebagai
sumber energi, namun juga digunakan untuk pembangun kesuburan tanah (PKT).
Karena secara morfologis arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan
menyimpan hara tanah dan selanjutnya dilepaskan secara perlahan sesuai dengan
konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release) sehingga hara tanah tidak mudah
tercuci dan lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai. Keuntungan pemberian
arang pada tanah sebagai soil conditioning (PKT) karena arang mempunyai
kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan
pH tanah sehingga dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan
perkembangan akar tanaman.
Arang selain dapat digunakan langsung sebagai agent pembangun kesuburan
tanah, juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Pembuatan
arang kompos merupakan salah satu teknik yang relatif baru dikembangkan oleh
P3THH dengan memanfaatkan arang pada proses pengomposan. Tujuan penambahan
arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos
tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah
jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi
dapat berlangsung lebih cepat.
Aplikasi arang yang menyatu dalam kompos (arang kompos) sangat
bermanfaat untuk memacu perkembangan mikroorganisme (mikoriza) tanah,
meningkatkan pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi pertumbuhan tanaman,
sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah dan
produktivitas yang rendah sehingga dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai
masalah lahan di Indonesia antara lain lahan kritis dengan kadar pH tanah yang
rendah, menurunnya tingkat kesuburan tanah atau produktivitas lahan.
Hasil penelitian yang sudah diperoleh adalah: Pembuatan arang kompos dari
campuran serasah daun tusam selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 20,10; arang
kompos dari campuran serasah daun tusam, arang kulit kayu tusam dan aktivator
selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 19,71; sedangkan arang kompos dari
campuran serasah daun tusam, dengan aktivator EM 4, arang kulit kayu tusam dan
pupuk kandang selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 18,89, serta berapa
penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana kerja sama luar antara
lain JIFPRO yang telah memberi percontohan pada masyarakat tentang pemanfaatan
limbah industri kehutanan (utamanya serbuk gergaji) menjadi suatu produk yang
bernilai ekonomi yaitu arang kompos. Keunggulan arang kompos tidak lepas dari
peranan arang yang kualitasnya berbeda dengan arang untuk keperluan energi. Karena
arang yang diperuntukkan untuk perbaikan kondisi lahan atau sebagai bahan arang
kompos tidak membutuhkan nilai kalor yang tinggi, serta tidak harus bersifat keras
sehingga cara pembuatannyapun lebih mudah.

b. Pentingnya arang dan arang kompos sebagai suplai bahan organik tanah

Kenyataan menunjukkan bahwa merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya


akibat pemanfaatan yang melampaui batas mengakibatkan kerusakan sumberdaya
yang tidak dapat dihindari. Kenyataan juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi
kerusakan lahan yang masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus
dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali. Di
sektor pertanian gejala penurunan produksi padi akibat pemberian pupuk
kimia/anorganik secara intensif telah terbukti. Akibat pemberian pupuk kimia secara
intensif selama 25 musim tanam ternyata diikuti oleh penurunan produksi padi jenis
IR 36 (Martodiresi dan Suryanto, 2001). Keadaan ini ternyata diakibatkan oleh
menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tak bisa
digantikan perannya oleh pupuk kimia NPK misalnya. Akibatnya kemampuan
tanaman membentuk anakan menurun. Inilah yang menjadi penyebab utama
menurunnya produksi padi. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya
pemeliharaan stabilitas bahan organik tanah bagi kelestarian produktivitas pertanian
dan kehutanan. Sebab bahan organik tanah bukan hanya berfungsi sebagai penyuplai
hara, tetapi juga berguna untuk menjaga kehidupan biologis di dalam tanah.
Kenyataan juga membuktikan bahwa efisiensi pupuk kimia lebih rendah.
Tanaman di lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50 % N yang
diberikan, padi sawah kehilangan N kurang dari 60-70 %. Bila kondisi kurang
mendukung, misalnya tingginya curah hujan, musim kemarau yang panjang, tingginya
erosi tanah, serta rendahnya bahan organik tanah, maka efisiensinya bisa lebih rendah
lagi (FAO, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).
Kenyataan juga menunjukkan bahwa pupuk kimia ini bisa mengganggu
kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang
kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi
terhadap kekeringan, sehingga produktivitas rendah. Aplikasi yang tidak seimbang
dari pupuk mineral N yang menyebabkan pengasaman dan menurunkan pH tanah serta
ketersediaan hara P bagi tanaman. Penggunaan pupuk kimia NPK yang terus menerus
menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan,
magnesium, molybdenum, boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan
kesehatan manusia. (Sharma, 1985; Tandon, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).
Kenyataan lingkungan global menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia di
negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang
muncul dari pelepasan Nitrogen oksida (N2O) pada atmosfir dan lapisan di atasnya.
Pada lapisan stratosfir, N2O akan menipiskan lapisan ozon dan dengan menyerap
gelombang sinar infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca)
dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola,
tingkat dan resiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan
membawa konsekuensi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara. Mengingat
bahaya ini, larangan penggunaan pupuk kimia di seluruh dunia tak bisa
dikesampingkan lagi untuk masa datang (Conway dan Pretty, 1988, 1988 dalam
Reijntjes dkk. 1999)
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu upaya yang lebih besar untuk
mempromosikan penggunaan pupuk organik yang lebih efisien serta ramah
lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini meningkatnya kecenderungan masyarakat
terhadap produk-produk yang berasal dari budidaya organik, karena produknya lebih
bersih dan bebas dari bahan-bahan kimia anorganik, sehingga cukup aman dan sehat
untuk dikonsumsi. Penggunaan sumber-sumber pengganti N seperti, limbah biomassa
misalnya : sampah tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, penanaman leguminosa
secara bergantian dan sebagai pohon pelindung, alga biru-hijau dan bakteri pengikat N
pada sawah dan hutan seperti rhizobium dan mikoriza merupakan alternatif. Di sektor
kehutanan limbah biomassa cukup potensial, misalnya limbah pemanenan, serasah
tanaman (dedaunan segar atau kering), serta limbah industri pengolahan kayu
diantaranya serbuk gergaji.
Arang kompos merupakan salah satu produk bahan organik yang lebih
mengutamakan pada kelestarian lingkungan. Karena memanfaatkan limbah serbuk
gergaji, serasah hutan, ranting, cabang/dahan yang tertinggal sewaktu pemanenan.
Dengan sedikit input teknologi maka limbah-limbah tersebut dapat dibuat menjadi
bahan organik yang banyak manfaatnya. Dampak yang akan diperoleh meningkatnya
produksi dan produktivitas tanah, menambah pendapatan keluarga, dan akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

c. Aplikasi arang dan arang kompos dalam menunjang program CDM forestry

CDM (Clean Development Mechanism) adalah salah satu mekanisme di bawah


Kyoto Protocol sebagai bagian dari UNFCCC (United Nations Framework Convention
on Climate Change/Konvensi Perubahan Iklim) yang maksudnya untuk membantu
negara berkembang menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusinya terhadap
pencapaian tujuan konvensi perubahan iklim, serta membantu negara maju/industri
memenuhi kewajibannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah satu butir
dari hasil rumusan lokakarya LULUCF November tahun 2000, adalah aspek saintifik
yang berkaitan dengan CDM perlu dikembangkan dan ditindak lanjuti (Anonimus,
2000).
Kaitan pembuatan dan aplikasi arang kompos dalam menunjang program CDM
adalah, karena : (1) dengan memanfaatkan arang sebagai sumber karbon, artinya dapat
mencegah peningkatan pelepasan jumlah karbon ke atmosfir atau karbon akan
tersimpan dalam batas waktu tertentu dalam arang di dalam tanah; (2) arang sebagai
sumber karbon di dalam tanah dapat merangsang perkembangan mikroorganisme
tanah, sehingga dapat membangun kondisi biologis tanah, meningkatkan pH tanah,
memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah, sehingga meningkatkan produktivitas
tanah dan tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman hutan memperbesar jumlah
sink atau rosot CO2 dan selanjutnya akan dicapai net-source penyerapan > dari emisi.
III. METODOLOGI

a. Lokasi :
Desa Karya Sari, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor
Lokasi ini merupakan lokasi ke tiga, setelah Pandeglang dan Palembang. Berbeda
dengan ke dua lokasi tersebut, lokasi ke tiga ini tidak dilakukan di TPA serta tidak
menggunakan bahan baku sampah organik kota, tetapi menggunakan bahan baku
jerami padi serta rumput-rumput yang tumbuh di bawah tegakan, dan berada di sekitar
lokasi Kelompok Tani Hutan Rimba Sejahtera. Kelompok ini pada awalnya
merupakan binaan dari Dinas HUTBUN Kabupaten Bogor.
Kampung Cibogo, Desa Karya sari terletak sekitar 27 km dari Kantor Puslitbang Hasil
Hutan, Bogor, ke arah Karacak, Cianten. Kelompok ini awalnya dibina untuk
budidaya ulat sutera, dan saat ini telah mandiri dalam pengelolaannya. Hanya saja
beberapa waktu belakangan ini, pasokan pakan ulat sutera, yaitu daun tanaman murbei
tidak memenuhi sehingga sering vakum. Oleh sebab itu pembuatan arang kompos
sekaligus aplikasinya pada tanaman murbei, diharapkan dapat menjadi solusi
permasalahan yang dihadapi oleh KTH ini.
Pembuatan arang dan arang kompos bertempat di sekitar lokasi sekretariat KTH.
Lokasi aplikasi arang kompos sebahagian pada tanaman murbei seluas kurang lebih 3
ha, nilam, pepaya dan pohon wangi.

Bahan dan alat:


1. Bahan utama Pembuat Kompos :
a. Limbah organik yang potensial tersedia, diantaranya berupa : serbuk
gergaji, sekam padi dan rumput-rumput yang tumbuh di bawah tegakan.
Pertimbangan menggunakan bahan tersebut karena potensi ketersidaannya.
b. Unit pengomposan berupa karung plastik dari bahan terpal berukuran besar dengan
kapasitas 1 ton;
Gambar : 2
Unit pengomposan berupa karung plastik
jumbo dengan kapasitas masing-masing
0,5 ton;

c. Aktivator, merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat proses


pengomposan. Aktivator yang dipilih antara lain mengandung 2 jenis
mikroorganisme antara lain : Trichoderma pseudokoningii, dan Cytophaga sp;

Gambar 3 : Aktivator pengomposan dengan bahan aktif 2 jenis mikroorganisme:


Trichoderma pseudokoningii, dan Cytophaga sp;
d. Probiotik, yaitu bahan untuk memperkaya aktivator, berguna untuk
merangsang, mengaktifkan serta mempercepat kerja aktivator;

Gambar 4 : Probiotik, bahan untuk memperkaya aktivator, dibuat dan diperbanyak di


laboratorium Fermentasi P3THH, Bogor

2. Penunjang : Karung, plastik terpal, sekop, garpu, tali plastik, thermometer,


hygrometer, semen, bata, pasir, pH meter, meteran, dll;
3. Peralatan :
a. Tungku Semi Kontinyu, tipe P3THH untuk membuat arang serbuk gergaji;
Untuk lokasi Pandeglang, tungku semi kontinyu ditempatkan di TPA
Bangkonol, Pandeglang. Sebagian besar bahan baku yang digunakan adalah
sekam padi, karena potensinya yang cukup banyak dan terletak di sekitar lokasi
TPA, sehingga jika operasional dilanjutkan oleh kelompok tani, tidak akan
menambah banyak biaya.
Gambar 5 : Tungku semi kontinyu tipe P3THH, untuk membuat arang serbuk gergaji
atau arang sekam padi

b. Chopper (alat pencacah sekaligus alat giling kompos)


Gambar 6 : Chopper (alat pencacah sekaligus alat giling kompos)
Kapasitas 500-1500 kg/jam

c. Prosedur Kerja:
(1). Pembuatan arang serbuk gergaji dengan menggunakan tungku semi kontinyu
(Gusmailina, Gustan Pari, dan S. Komarayati, 2002);
Langkah-langkah membuat arang dengan tungku semi kontinyu:
$ Masukkan serpihan kayu sebanyak 5-10 kg sebagai umpan bakar di bahagian
pengarangan kemudian biarkan terbakar sampai panas dan membara;
$ Masukkan serbuk gergaji atau sekam padi ke bagian pembakaran sebanyak 3
karung (sekitar 35-40 kg) melalui pintu bagian belakang tungku;
$ Biarkan sampai membara sambil sesekali diaduk, sehingga serbuk yang terbakar
akan jatuh ke bagian tempat pengarangan;
$ Biarkan terbakar sampai warna menjadi hitam, lalu ditarik ke bagian
penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat warna serbuk yang coklat,
aduk sampai semua berubah menjadi arang;
$ Setiap 30 menit lakukan penambahan bahan baku sebanyak 1 karung (10-15 kg);
$ Proses selanjutnya sama, dilakukan berulang-ulang secara kontinyu sampai
didapatkan arang sesuai dengan kebutuhan;
$ Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian
dikeringkan. Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan.
(2). Pembuatan arang kompos sesuai dengan Pedoman Teknis Pembuatan Arang
Kompos (Gusmailina, dkk., 2002); proses komposting berlangsung selama 2
minggu; Volume produksi arang kompos yang dibuat sebanyak 12 ton untuk
lokasi Pandeglang dan 11 ton untuk lokasi Palembang.

Langkah-langkah pengomposan:
 Sebelum dicampur dengan aktivator, semua bahan ditimbang terlebih dahulu.
Jumlah aktivator yang digunakan sebanyak 2 % dari total bahan baku sampah
yang akan dikomposkan;
 Aduk campuran hingga rata, karena bahan baku yang digunakan adalah sampah,
maka tidak perlu penambahan air, karena kondisi campuran sudah cukup basah;
 Masukkan ke dalam bak-bak pengomposan yang dipilih sesuai dengan
keinginan, lalu ditutup dengan plastik hitam ;
 Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu
meningkat hingga mencapai 55 o C - 60 oC, lalu menurun pada minggu-minggu
berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah
selesai dan kompos dapat dibongkar;
 Proses pengomposan berlangsung selama 2 minggu, tanpa dibalik;
 Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus
kemudian tambahkan arang serbuk sebanyak 10 - 20 % dari volume bahan,
kemudian diaduk lagi hingga homogen. Hal ini dilakukan karena sebelum proses
pengomposan arang serbuk gergaji atau arang sekam belum cukup tersedia,
maka penambahan arang dilakukan pada saat proses komposting dianggap
selesai (2 minggu), kemudian dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan
teduh,
 Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.

(3). Parameter yang diamati: pH arang serbuk gergaji, pH dan kadar air bahan baku,
suhu, kelembaban, dan pH saat proses pengomposan berlangsung, penyusutan
volume (parameter standar proses pengomposan) (Gusmailina, dkk., 2002);

d. Analisis : Untuk mengetahui kualitas arang kompos yang dihasilkan, dilakukan


analisis unsur hara lengkap meliputi : kadar N, P, K, Ca, Mg, dan
unsur mikro lainnya. Analisis dilakukan di laboratorium servis
SEAMEO Biotrop, Bogor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil
1. PANDEGLANG
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengomposan berlangsung
sempurna. Hal ini ditandai dengan peningkatan suhu mulai hari ke dua sampai hari ke
tujuh. Peningkatan suhu mencapai 50 oC. Pada hari ke delapan suhu konstan 50 oC
hingga proses hari ke sembilan, dan mulai menurun pada hari berikutnya. Pada hari
ke 12 suhu kembali normal, kondisi ini dibiarkan selama 3 hari, kemudian di bongkar.
Pada saat kompos dibongkar sekaligus dilakukan penambahan arang sekam padi,
karena arang belum tersedia pada awal proses pengomposan. pH arang sekam
berkisar antara 8 – 9. Setelah diaduk rata dengan arang sekam, dibiarkan beberapa
hari sambil diangin-anginkan, bertujuan untuk mengurangi kadar air kompos agar
mudah untuk digiling. Sebab kadar air bahan yang baru selesai pengomposan sangat
tinggi, berkisar antara 60 – 80 %, sehingga sulit untuk langsung digiling.
Penggilingan kompos bertujuan untuk memperkecil ukuran, karena sebelum
proses pengomposan bahan tidak digiling (karena keterbatasan waktu). Selain untuk
memperbaiki penampilan arang kompos agar menarik, ukuran arang kompos yang
lebih halus akan memudahkan bagi tanaman untuk mengkonsumsinya/menyerap.
Sehingga respon dan manfaat pemberian arang kompos dapat segera dilihat.
Volume penyusutan mencapai 50 %. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
bahan yang digunakan terdiri dari limbah sayuran dan buah, sehingga volume akhir
menjadi 6 ton. Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung sebanyak 110
karung, bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg.
Pada pertengahan Januari 2005, arang kompos telah diaplikasikan pada lokasi
areal penanam Gerhan di wilayah Kabupaten Pandeglang, yaitu di Cibaliung,
Kecamatan Cimanggu. Selain pada lahan areal Gerhan, aplikasi arang kompos juga
dilakukan pada lahan milik Lurah Cibaliung, yaitu di Cikupa. Jenis tanaman yang
ditanam baik pada lahan areal Gerhan maupun lahan Lurah Cibaliung adalah : Jati,
Mahoni, Pulai, Albizia untuk tanaman kehutanan, Melinjo, Rambutan, Mangga, dan
Sukun untuk tanaman serbaguna (MPTS). Penggunaan arang kompos berkisar antara
0,5 kg sampai 1 kg/lobang tanam. Jarak tanam pada lahan areral Gerhan 8 x 8 m,
sedangkan pada lahan Lurah Cibaliung 5 x 5 m. Kondisi pH lahan berkisar antara 5 –
5,2, sehingga cocok untuk aplikasi arang kompos, karena sifatnya dapatkan menaikkan
pH tanah.

Gambar 7 : Beberapa aktivitas pada awal pembuatan arang kompos di Pandeglang (atas),
aktivitas pada saat pembongkaran pengomposan (kiri bawah) dan arang
kompos yang siap untuk diaplikasikan (kanan bawah)
Hingga laporan ini disusun analisis kualitas arang kompos yang dihasilkan belum
dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung
di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Namun sebagai perbandingan dan rujukan
dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah
kota dengan komposisi yang sama, yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBI) di TPA Bantar Gebang pada tahun 2003 dengan
menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total =
1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003).
Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang
dihasilkan di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda.

Gambar 8. Lokasi aplikasi arang kompos pada lahan Lurah Cibaliung, Kecamatan
Cimanggu, Kabupaten Pandeglang

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan Pembuatan Arang Kompos Sebagai Media Persemaian Dalam


Rangka Menunjang Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan) sumber
dana SKO-R 2004 telah dilaksanakan di dua kota yaitu, Pandeglang dan Palembang,
masing-masing kegiatan berlangsung selama kurang lebih satu bulan bertempat di
penampungan/pemusnahan sampah akhir (TPA), dengan memanfaatkan sampah organik
sebagai bahan baku pengomposan dan serbuk gergaji serta sekam padi sebagai bahan
baku arang.
Pelaksanaan di Pandeglang dibantu secara penuh oleh Paguyuban KTH Alam
Lestari dan Koordinator lapangan TPA dari Dinas Kebersihan, Pandeglang, merupakan
kelompok tani sekaligus LSM yang beranggotakan 150 orang, binaan dan mitra kerja
lapangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pandeglang. Sementara di Palembang,
pelaksanaan hanya dibantu oleh Balittaman Palembang, serta izin menggunakan TPA
selama 1 bulan oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang.
Hingga laporan ini disusun analisis kualitas arang kompos yang dihasilkan belum
dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung
di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Namun sebagai perbandingan dan rujukan
dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah
kota dengan komposisi yang sama, yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBI) di TPA Bantar Gebang pada tahun 2003 dengan
menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total =
1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003).
Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang dihasilkan
di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda.
Prospek masa depan aplikasi teknologi arang kompos di Indonesia merupakan salah
satu peluang bisnis di Indonesia, baik usaha skala kecil, menengah maupun skala usaha
besar. Banyak peluang yang mungkin diisi oleh produk ini seperti di sektor kehutanan,
kegiatan Gerhan yang akan berlangsung sampai tahun 2009, Go Organik 2010 oleh
Deptan, serta meningkatnya trend gaya hidup masyarakat yang lebih memilih produk-
produk organik yang aman dan sehat, menuntut penyediaan bahan/pupuk organik
berkualitas.
Sebagai saran yang perlu dipertimbangkan adalah, sebagai lokasi show window
perlu waktu dan biaya untuk pemeliharaan selanjutnya, terutama lahan di luar areal
Gerhan.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Departemen kehutanan siap laksanakan GN RHL. Siaran Pers No.
1428/II/PIK-1/2003. www. dephut.go.id

Anonim. 2004. Gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan gagal


ribuan jenis pohon mati akibat kekeringan. Cianjur. Pikiran Rakyat Cyber Media
Online 24 Juni 2004.

Anonim. 2004. Partisipasi masyarakat dalam GNRHL 15 %. Kolom lingkungan. Media


Indonesia Online. 7 Juni 2004

Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di
TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor

Gusmailina; G. Pari, and S. Komarayati. 1999. The utilization technology of charcoal and
activated charcoal as a soil conditioning on plants. Project Report. Forest products
Research Centre. Bogor.

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil
conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Implementation study of compost and


charcoal compost production. Laporan kerjasama Puslitbang Teknologi Hasil Hutan
dengan JIFPRO - Jepang (Tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Pedoman pembuatan arang kompos. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor.

Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos
dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3.
Halaman 231 – 242. Bogor

Reintjes, C., Haverkort, B., Bayer. W., 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk
pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit Kanisius. Jakarta

Rao dkk., 1998 dalam Saad A., 2002. Pembangkitan criteria kesesuaian lahan untuk tanaman
duku spesifik lokasi Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi. Unpublished.

Anda mungkin juga menyukai