TAHUN 2006
PROGRAM (01.90.0119)
JUDUL :
Pelaksana Kegiatan :
GUSMAILINA
MAD ALI
SAEPULLOH
SRI KOMARAYATI
GUSTAN PARI
DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN
BOGOR – 2006
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :
Ringkasan
GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah baik di tingkat
pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, yang bertujuan untuk merehabilitasi kawasan
hutan dan lahan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah: tersedianya bibit yang
berkualitas yang mempunyai sifat adaptasi yang tinggi, sehingga dengan mudah dan cepat
membangun ekosistem mandiri. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas, selain memperhatikan
faktor genetis bibit yang digunakan, treatmen pada persemaian dan pembibitan mutlak perlu
dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani secara serius.
Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga pencapaian target akan terhambat.
Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk
dilakukan. Karena arang kompos sebagai salah satu bahan organik gabungan antara arang dan
kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk
menunjang kegiatan GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan, bibit yang dihasilkan lebih
baik mutu dan kualitasnya. Hal ini merupakan hasil penelitian dan uji coba baik di laboratorium,
maupun di lapangan. Hal ini juga yang mendorong pemerintah Kabupaten Garut menggunakan arang
kompos sebagai sarana penunjang pada program GERHAN 2003-2004. Sifat arang yang alkalis
sangat cocok untuk lahan masam yang merupakan lahan target program GERHAN. Arang kompos
selain akan menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta
memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuat arang kompos skala lapangan dalam rangka mendukung
kegiatan GERHAN di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, sekaligus
diharapkan dapat menjadi percontohan untuk selanjutnya dapat diteruskan oleh berbagai pihak yang
berminat, sedangkan sasarannya adalah tersedianya arang kompos untuk media persemaian,
penanaman dan pemupukan tanaman Murbei (Morus alba) untuk pakan ulat sutera. Bahan baku arang
berasal dari serbuk gergaji dan sekam padi, sedangkan yang dikomposkan sebagian besar jerami yang
dicampur dengan potongan tumbuhan bawah atau rumput yang tumbuh di bawah tegakan hutan
campuran milik rakyat.
Kualitas arang kompos yang dihasilkan adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total = 2,27
%; kandungan hara P2O5 = 1,97; dan kandungan hara K = 0,98. Kandungan Nitrogen relatif tinggi
karena bahan baku berasal dari jerami padi, yang memang mengandung bahan N cukup tinggi
dibanding sampah organik kota.
Lokasi pembuatan arang dan arang kompos berada di sekitar kampung Cibogo, demikian juga
aplikasi pada tanaman murbei, nilam, pepaya, dan pohon wangi (Melaleuca bracteata). Pekerjaan
seterusnya dilakukan oleh KTH (Kelompok Tani Hutan) Rimba Sejahtera.
a. Latar Belakang
Kondisi hutan dan lahan Indonesia saat ini telah menjadi keprihatinan nasional, laju
deforestasi hutan setiap tahunnya mencapai 1,5 - 2 juta ha per tahun, sehingga lebih dari
50 juta hektar hutan dan lahan, saat ini dalam keadaan terdegradasi. Kenyataan ini telah
mengakibatkan terjadinya peningkatan bencana alam hidrometeorologi yaitu bencana
banjir, tanah longsor, menurunnya kualitas air, dan kekeringan. Penyebab terjadinya
bencana alam tersebut sebagian besar karena rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu
yang berfungsi sebagai daerah resapan yang juga merupakan daerah tangkapan air
(catchment area). Oleh karenanya upaya penanggulangan yang diperlukan adalah
mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah yang dapat
menahan limpahan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungn fisik dengan cara
yang ramah lingkungan, yaitu rehabilitasi hutan dan lahan. Upaya pemulihan dan
peningkatan kualitas lahan dilaksanakan melalui kegiatan konservasi dan rehabilitasi
daerah aliran sungai. Kegiatan tersebut telah dimulai sejak tahun 1970-an, dan pada tahun
2003 lebih ditingkatkan melalui program nasional: GERHAN (Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan)
GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah
baik di tingkat pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, dalam program
pemulihan sumber daya hutan serta lahan yang rusak. Gerakan tersebut diharapkan
dapat merehabilitasi hutan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat
untuk mencintai lingkungan. Melalui gerakan tersebut diharapkan sebanyak tiga juta
hektar lahan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dapat direhabilitasi dalam
kurun waktu lima tahun. Pada tahun 2003 GERHAN telah melakukan penanaman
seluas 300.000 hektar lahan kritis yang tersebar di 15 provinsi, 144 kabupaten dan kota,
serta 29 daerah aliran sungai yang rusak. Pada tahun 2004 ini direncanakan seluas
500.000 hektar kawasan hutan rusak dan lahan kritis akan direhabilitasi yang tersebar di
31 provinsi, 373 kabupaten dan kota pada 141 daerah aliran sungai yang jadi prioritas.
Target selanjutnya akan terus bertambah sampai tahun 2007, sehingga total luas lahan
yang direhabilitasi mencapai tiga juta hektar (Wibowo dalam Kompas Cyber Media,
2004).
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah:
tersedianya bibit yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Untuk tahun 2003
dibutuhkan bibit sebanyak 242.805.500 batang, meliputi jenis MPTS (Multi Purpuse
Tree Species) sebanyak 104.649.130 batang, jenis kayu-kayuan sebanyak 138.156.370
batang. Yang perlu diperhatikan terdapat variasi yang lebar pada jenis tanaman yang
ditanam pada kegiatan GERHAN : antara lain kondisi/kesuburan fisik dan kimia tapak
yang kritis, iklim yang berbeda, menuntut perencanaan yang matang pada pelaksanaan
penanaman Umumnya sasaran lahan yang dicadangkan bagi GERHAN adalah lahan-
lahan yang tingkat kesuburannya sangat rendah, sehingga perlu perlakuan tambahan
agar kegagalan dapat dikurangi. Selain pemilihan jenis dan waktu penanaman yang
tepat, pemberian pupuk/bahan organik pada persemaian, pembibitan, dan saat tanam
sangat diperlukan agar diperoleh bibit yang berkualitas. Selanjutnya, perlu
pemeliharaan yang intensif, karena hal ini juga termasuk faktor penentu keberhasilan
program ini. Sebagai contoh Program GERHAN tahun 2003-2004 yang dilaksanakan
di Kabupaten Cianjur terancam gagal menyusul matinya ribuan pohon yang ditanam
dalam pelaksanaan program tahap I, pertengahan Mei 2004 lalu. Bahkan, pohon jenis
sukun yang ditanam Bupati Cianjur Ir. Wasidi Swastomo, M.Si., saat menutup program
GERHAN di Kab. Cianjur secara seremonial di Desa Sukamulya Kec. Sukaluyu
beberapa waktu lalu, saat ini mati akibat kekeringan. Di duga penyebabnya antara lain:
bibit yang kurang bermutu, dan waktu tanam yang kurang tepat, karena penanaman
dilakukan pada saat menjelang musim kemarau (Pikiran Rakyat Cyber Media 24 Juni
2004).
Keberhasilan GERHAN juga tergantung pada pada persentase tumbuh tanaman,
dan persentase tumbuh tanaman akan sangat bergantung pada awal pertumbuhannya.
Untuk mengurangi kegagalan, treatmen pada awal penanaman menjadi mutlak perlu
dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani
secara serius. Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga
pencapaian target akan terhambat. Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan
pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk dilakukan. Karena arang kompos
sebagai salah satu bahan organik gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan
melalui proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk menunjang kegiatan
GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan bibit, juga menjadikan bibit lebih
baik mutu dan kualitasnya. Hal ini sudah merupakan hasil penelitian dan uji coba baik
di laboratorium, maupun di lapangan. Sifat arang yang alkalis sangat cocok untuk lahan
masam yang merupakan lahan target program GERHAN, selain itu arang kompos selain
menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta
memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.
Kegiatan ini memfokuskan pada produksi arang kompos skala lapangan,
selanjutnya digunakan sebagai media pada persemaian/pembibitan serta pada lahan areal
dalam rangka menunjang program GERHAN. Bahan baku yang digunakan berasal dari
limbah organik potensial yang terdapat disekitarnya, berupa limbah serbuk gergaji dari
industri pengolahan kayu, berbagai jenis limbah asal pertanian/ perkebunan dan, atau
kehutanan serta limbah organik pasar.
b. Tujuan Dan Sasaran
Tujuan : kegiatan ini bertujuan untuk pembuatan arang kompos skala lapangan dalam
rangka mendukung kegiatan GERHAN di wilayah Palembang (Sumatera
Selatan) dan Pandeglang (Banten)
Sasaran: produksi arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan
c. Luaran Kegiatan :
Tersedianya arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan dalam
b. Pentingnya arang dan arang kompos sebagai suplai bahan organik tanah
c. Aplikasi arang dan arang kompos dalam menunjang program CDM forestry
a. Lokasi :
Desa Karya Sari, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor
Lokasi ini merupakan lokasi ke tiga, setelah Pandeglang dan Palembang. Berbeda
dengan ke dua lokasi tersebut, lokasi ke tiga ini tidak dilakukan di TPA serta tidak
menggunakan bahan baku sampah organik kota, tetapi menggunakan bahan baku
jerami padi serta rumput-rumput yang tumbuh di bawah tegakan, dan berada di sekitar
lokasi Kelompok Tani Hutan Rimba Sejahtera. Kelompok ini pada awalnya
merupakan binaan dari Dinas HUTBUN Kabupaten Bogor.
Kampung Cibogo, Desa Karya sari terletak sekitar 27 km dari Kantor Puslitbang Hasil
Hutan, Bogor, ke arah Karacak, Cianten. Kelompok ini awalnya dibina untuk
budidaya ulat sutera, dan saat ini telah mandiri dalam pengelolaannya. Hanya saja
beberapa waktu belakangan ini, pasokan pakan ulat sutera, yaitu daun tanaman murbei
tidak memenuhi sehingga sering vakum. Oleh sebab itu pembuatan arang kompos
sekaligus aplikasinya pada tanaman murbei, diharapkan dapat menjadi solusi
permasalahan yang dihadapi oleh KTH ini.
Pembuatan arang dan arang kompos bertempat di sekitar lokasi sekretariat KTH.
Lokasi aplikasi arang kompos sebahagian pada tanaman murbei seluas kurang lebih 3
ha, nilam, pepaya dan pohon wangi.
c. Prosedur Kerja:
(1). Pembuatan arang serbuk gergaji dengan menggunakan tungku semi kontinyu
(Gusmailina, Gustan Pari, dan S. Komarayati, 2002);
Langkah-langkah membuat arang dengan tungku semi kontinyu:
$ Masukkan serpihan kayu sebanyak 5-10 kg sebagai umpan bakar di bahagian
pengarangan kemudian biarkan terbakar sampai panas dan membara;
$ Masukkan serbuk gergaji atau sekam padi ke bagian pembakaran sebanyak 3
karung (sekitar 35-40 kg) melalui pintu bagian belakang tungku;
$ Biarkan sampai membara sambil sesekali diaduk, sehingga serbuk yang terbakar
akan jatuh ke bagian tempat pengarangan;
$ Biarkan terbakar sampai warna menjadi hitam, lalu ditarik ke bagian
penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat warna serbuk yang coklat,
aduk sampai semua berubah menjadi arang;
$ Setiap 30 menit lakukan penambahan bahan baku sebanyak 1 karung (10-15 kg);
$ Proses selanjutnya sama, dilakukan berulang-ulang secara kontinyu sampai
didapatkan arang sesuai dengan kebutuhan;
$ Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian
dikeringkan. Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan.
(2). Pembuatan arang kompos sesuai dengan Pedoman Teknis Pembuatan Arang
Kompos (Gusmailina, dkk., 2002); proses komposting berlangsung selama 2
minggu; Volume produksi arang kompos yang dibuat sebanyak 12 ton untuk
lokasi Pandeglang dan 11 ton untuk lokasi Palembang.
Langkah-langkah pengomposan:
Sebelum dicampur dengan aktivator, semua bahan ditimbang terlebih dahulu.
Jumlah aktivator yang digunakan sebanyak 2 % dari total bahan baku sampah
yang akan dikomposkan;
Aduk campuran hingga rata, karena bahan baku yang digunakan adalah sampah,
maka tidak perlu penambahan air, karena kondisi campuran sudah cukup basah;
Masukkan ke dalam bak-bak pengomposan yang dipilih sesuai dengan
keinginan, lalu ditutup dengan plastik hitam ;
Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu
meningkat hingga mencapai 55 o C - 60 oC, lalu menurun pada minggu-minggu
berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah
selesai dan kompos dapat dibongkar;
Proses pengomposan berlangsung selama 2 minggu, tanpa dibalik;
Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus
kemudian tambahkan arang serbuk sebanyak 10 - 20 % dari volume bahan,
kemudian diaduk lagi hingga homogen. Hal ini dilakukan karena sebelum proses
pengomposan arang serbuk gergaji atau arang sekam belum cukup tersedia,
maka penambahan arang dilakukan pada saat proses komposting dianggap
selesai (2 minggu), kemudian dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan
teduh,
Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.
(3). Parameter yang diamati: pH arang serbuk gergaji, pH dan kadar air bahan baku,
suhu, kelembaban, dan pH saat proses pengomposan berlangsung, penyusutan
volume (parameter standar proses pengomposan) (Gusmailina, dkk., 2002);
a. Hasil
1. PANDEGLANG
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengomposan berlangsung
sempurna. Hal ini ditandai dengan peningkatan suhu mulai hari ke dua sampai hari ke
tujuh. Peningkatan suhu mencapai 50 oC. Pada hari ke delapan suhu konstan 50 oC
hingga proses hari ke sembilan, dan mulai menurun pada hari berikutnya. Pada hari
ke 12 suhu kembali normal, kondisi ini dibiarkan selama 3 hari, kemudian di bongkar.
Pada saat kompos dibongkar sekaligus dilakukan penambahan arang sekam padi,
karena arang belum tersedia pada awal proses pengomposan. pH arang sekam
berkisar antara 8 – 9. Setelah diaduk rata dengan arang sekam, dibiarkan beberapa
hari sambil diangin-anginkan, bertujuan untuk mengurangi kadar air kompos agar
mudah untuk digiling. Sebab kadar air bahan yang baru selesai pengomposan sangat
tinggi, berkisar antara 60 – 80 %, sehingga sulit untuk langsung digiling.
Penggilingan kompos bertujuan untuk memperkecil ukuran, karena sebelum
proses pengomposan bahan tidak digiling (karena keterbatasan waktu). Selain untuk
memperbaiki penampilan arang kompos agar menarik, ukuran arang kompos yang
lebih halus akan memudahkan bagi tanaman untuk mengkonsumsinya/menyerap.
Sehingga respon dan manfaat pemberian arang kompos dapat segera dilihat.
Volume penyusutan mencapai 50 %. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
bahan yang digunakan terdiri dari limbah sayuran dan buah, sehingga volume akhir
menjadi 6 ton. Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung sebanyak 110
karung, bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg.
Pada pertengahan Januari 2005, arang kompos telah diaplikasikan pada lokasi
areal penanam Gerhan di wilayah Kabupaten Pandeglang, yaitu di Cibaliung,
Kecamatan Cimanggu. Selain pada lahan areal Gerhan, aplikasi arang kompos juga
dilakukan pada lahan milik Lurah Cibaliung, yaitu di Cikupa. Jenis tanaman yang
ditanam baik pada lahan areal Gerhan maupun lahan Lurah Cibaliung adalah : Jati,
Mahoni, Pulai, Albizia untuk tanaman kehutanan, Melinjo, Rambutan, Mangga, dan
Sukun untuk tanaman serbaguna (MPTS). Penggunaan arang kompos berkisar antara
0,5 kg sampai 1 kg/lobang tanam. Jarak tanam pada lahan areral Gerhan 8 x 8 m,
sedangkan pada lahan Lurah Cibaliung 5 x 5 m. Kondisi pH lahan berkisar antara 5 –
5,2, sehingga cocok untuk aplikasi arang kompos, karena sifatnya dapatkan menaikkan
pH tanah.
Gambar 7 : Beberapa aktivitas pada awal pembuatan arang kompos di Pandeglang (atas),
aktivitas pada saat pembongkaran pengomposan (kiri bawah) dan arang
kompos yang siap untuk diaplikasikan (kanan bawah)
Hingga laporan ini disusun analisis kualitas arang kompos yang dihasilkan belum
dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung
di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Namun sebagai perbandingan dan rujukan
dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah
kota dengan komposisi yang sama, yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBI) di TPA Bantar Gebang pada tahun 2003 dengan
menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total =
1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003).
Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang
dihasilkan di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda.
Gambar 8. Lokasi aplikasi arang kompos pada lahan Lurah Cibaliung, Kecamatan
Cimanggu, Kabupaten Pandeglang
Anonim. 2003. Departemen kehutanan siap laksanakan GN RHL. Siaran Pers No.
1428/II/PIK-1/2003. www. dephut.go.id
Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di
TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor
Gusmailina; G. Pari, and S. Komarayati. 1999. The utilization technology of charcoal and
activated charcoal as a soil conditioning on plants. Project Report. Forest products
Research Centre. Bogor.
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil
conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Pedoman pembuatan arang kompos. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor.
Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos
dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3.
Halaman 231 – 242. Bogor
Reintjes, C., Haverkort, B., Bayer. W., 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk
pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit Kanisius. Jakarta
Rao dkk., 1998 dalam Saad A., 2002. Pembangkitan criteria kesesuaian lahan untuk tanaman
duku spesifik lokasi Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi. Unpublished.