PSAK 30 - Akuntansi Sewa Guna Usaha
PSAK 30 - Akuntansi Sewa Guna Usaha
30
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material (immaterial
items)
Pengurus Pusat
M. Ashadi Anggota
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang beriaku saat ini belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan untuk transaksi sewa
guna usaha. Menyadari hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Asosiasi
Leasing Indonesia (ALI), Direktorat Jenderal Moneter (DJM) serta Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) telah mengadakan kerjasama untuk menyusun Pernyataan
ini, yang dituangkan dalam Piagam Kerjasama tertanggal 10 Nopember 1989.
Sehubungan dengan itu Prinsip Akuntansi Indonesia Pernyataan No. 6 ini disebut
"Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha". Standar Khusus Akuntansi Sewa
Guna Usaha ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam perlakuan
dan pelaporan transaksi sewa guna usaha.
Pengurus Pusat
Pengurus Pusat
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Dasar Pertimbangan
2. Tujuan
7. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Penyewa guna
usaha
TANGGAL BERLAKU
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang
lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian,
dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas
sebagaimana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang menampung
definisi-definisi berikut ini:
d. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh Penyewa
Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala.
e. Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna
Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa
guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
f. Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna
Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.
Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna
usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna
usaha untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada
hakekatnya merupakan usaha sewa-menyewa biasa.
Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua
jenis sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan
tersebut, adalah sebagai berikut:
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak
yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee)
biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan
sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan
pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek
transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha
melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala di mana jumlah
seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada,
akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta
bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal
dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda
dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala
dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini
disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan
justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui
beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan
sewa guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal
yang disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan
sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggungjawab atas biaya-
biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun
pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha
secara langsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk
laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan
perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan
suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni
penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang
yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.
Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang
modal yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya
perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.
Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal
yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang
modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara
penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara
bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna
usaha. Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau
besar atau karena faktor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha
akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha cukup
berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang
menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat
dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan
penyewaan kembali.
BAB II
1. Dasar Pertimbangan
Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang
perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek
transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan
demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal title) atas
aktiva yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna
usaha meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab
atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha.
Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan
makna ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko
yang melekat pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus
dipandang sebagai perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capital
lease) bagi penyewa guna usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan (finance
lease) bagi perusahaan sewa guna usaha.
Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna
ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko
yang melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus
dipandang sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease) antara
perusahaan sewa guna usaha dengan penyewa guna usaha.
2. TUJUAN
(a) Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi sewa guna
usaha yang dapat mengungkapkan status aktiva yang disewagunausahakan baik
bagi perusahaan sewa guna usaha maupun penyewa guna usaha.
(b) Perlu adanya pedoman tentang keseragaman perlakuan akuntansi transaksi
sewa guna usaha sehingga data keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan dapat dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah oleh semua pihak yang
berkepentingan.
(c) Dengan meluasnya transaksi sewa guna usaha di Indonesia setelah kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak
dalam standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai
laporan keuangan.
(a) Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang
disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
(b) Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang
modal yang disewagunausaha serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan
sewa guna usaha (full payout lease).
Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa
guna usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating
lease).
2. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi)
dengan harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai
pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
3. Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara
konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat
pengembalian berkala (periodic rate of retum) atas penanaman neto perusahaan
sewa guna usaha.
4. Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa
guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan
antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat
penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian
periode berjalan.
2. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang
diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa.
Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
1. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus
dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama
masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban
penyewa guna usaha.
5. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan
jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa
guna usaha.
6. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback)
maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah
yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga
jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai
keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau
kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital
lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan
operating lease.
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa
yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna
usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang
tidak sama setiap periode.
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun
berikutnya.
Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan sewa guna
usaha kepada penyewa guna usaha.
6. 2. Operating Lease
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun
berikutnya.
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2
(dua) tahun berikutnya.
- Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan
sebagai biaya sewa.
- Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk
2 (dua) tahun berikutnya.
TANGGAL BERLAKU
Pernyataan ini berlaku untuk transaksi sewa guna usaha yang dilakukan
selambat-lambatnya mulai tanggal 1 Januari 1991. Namun demikian penerapan
lebih dini dianjurkan.
Transaksi sewa guna usaha yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari
1991, perlakuannya harus mengacu pada pernyataan ini mulai tanggal 1 Januari
1991, tanpa perlu melakukan pernyataan kembali (restatement) terhadap laporan
keuangan yang telah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya.
LAMPIRAN
1 SFAS S22, "Changes in the Provision of Lease Agreements Resulting from Refunding of Tax Exempt Debt: SFAS 23,
"Inception of the Lease"; SFAS 26,"Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate"; SFAS 27, "Classification of
Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases"; SFAS 29, "Determining Contingent Rentals";
FASB Interpretation 19,"Lessee Guarantee of the Residual Value of Leased Property"; FASB
Interpretation 23, "Leases of Certain Property Owned by a Governmental Unit or Authority"; FASB Interpretation 24, "Leases
Involving Only Part of a Building"; FASB Interpretation 26, "Accounting for Purchase of a Leased Asset by the Lessee During
the Term of the Lease"; dan FASB Interpretation 27, "Accounting for a Loss on Sublease".
Meskipun baru berkembang pada tahap dini, situasi yang dihadapi di Indonesia
tidak jauh berbeda. Selama ini, perkembangan perlakuan akuntansi transaksi
sewa guna usaha yang diterapkan oleh perusahaan sewa guna usaha dan
penyewa guna usaha selama ini hanya mengacu pada berbagai sumber serta
ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini:
2. Exposure Draft Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1983 Pasal 13 Pada Bab III
tentang leasing menyatakan:
Bila terjadi pemindahan risiko dan manfaat secara substansial dari lessor kepada
lessee, lease demikian dikategorikan sebagai "capital lease" oleh lessee, dan
merupakan "direct financing lease" atau "sales-type lease" bagi lessor. Bila terjadi
hal yang sebaliknya, baik lessor maupun lessee mempertanggungjawabkannya
sebagai operating lease.
2.3. Perlakuan akuntansi untuk lease dalam laporan keuangan lessee dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
2.3.1. Capital lease. Direfleksikan dalam neraca dengan cara mencatat timbulnya
suatu aktiva dan kewajiban sebesar nilai terendah dari nilai tunai pembayaran
sewa minimum selama periode lease atau nilai wajar aktiva yang disewa pada
awal periode lease.
Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha akan
dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta biaya bunga. Aktiva yang
disewagunausaha berdasarkan capital lease serta akumulasi penyusutannya
harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah ataupun diungkapkan secara
wajar dalam catatan atas laporan keuangan. Demikian pula dengan kewajiban
karena suatu sewa guna usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai
kewajiban lancar atau kewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan
ketentuan yang lazim dilakukan. Penyusutan aktiva yang disewagunausaha yang
dibebankan terhadap pendapatan harus pula diungkapkan.
2.3.2. Operating lease. Pembayaran sewa guna usaha dalam suatu operating
lease dibebankan sebagai biaya sepanjang masa sewa guna usaha pada saat
terhutang .
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garis
lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus
kecuali terdapat dasar lain yang lebih sistematis dan mencerminkan pola waktu
manfaat yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
2.4.1. Direct financing lease. Pada neraca dicatat "tagihan pembayaran lease"
(lease payments receivable) sejumlah pembayaran sewa minimum ditambah
unguaranteed residual value. Selisih nilai tersebut dengan biaya atau nilai buku
aktiva yang disewakan, dicatat sebagai pendapatan yang ditangguhkan.
2.4.3. Operating lease . Lessor tetap mencatat aktiva yang disewakan sebagai
aktiva tetap dan menyusutkannya sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan yang
normal. Pendapatan sewa harus dilaporkan dalam laporan laba rugi selama
jangka waktu lease.
Usul ini telah diputuskan untuk ditangguhkan dan tidak ditampung dalam Standar
Akuntansi Keuangan dengan catatan akan dikeluarkan dalam suatu pernyataan
tersendiri.
Pengelompokan sewa guna usaha oleh IAS didasarkan pada pandangan makna
ekonomi di mana risiko serta manfaat yang melekat pada kepemilikan aktiva
yang disewagunausahakan ada pada pihak lessor atau lessee dan bukannya
berdasarkan kontrak sewa guna usaha.
Suatu sewa guna usaha dikelompokkan sebagai finance lease apabila seluruh
risiko serta manfaat yang melekat pada kepemilikan diserahkan kepada lessee.
Sewa guna usaha jenis ini biasanya tidak dapat dibatalkan dan menjamin lessor
terhadap pengembalian modal maupun pendapatannya dalam penanaman sewa
guna usaha tersebut.
Sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria ini dikelompokkan sebagai
operating lease.
Dalam pasal 48 dinyatakan bahwa suatu aktiva berdasarkan finance lease harus
dicatat dalam neraca sebagai piutang sejumlah yang sama dengan penanaman
neto dalam sewa guna usaha dan bukannya sebagai aktiva tetap.
Atas transaksi sewa guna usaha yang dilaporkan sebagai finance lease
pengungkapan yang layak harus dilakukan pada setiap tanggal neraca mengenai
jumlah bruto penanaman, pendapatan yang belum dihasilkan serta nilai sisa
aktiva yang dilease yang tidak terjamin. Dasar yang digunakan untuk pengakuan
pendapatan juga harus diungkapkan. Sedangkan apabila sebagian besar kegiatan
usaha lessor terdiri dari operating /ease, pada setiap tanggal neraca lessor harus
mengungkapkan jumlah aktiva berdasarkan pengelompokan aktiva serta
akumulasi penyusutannya.
Dalam pasal 44 dinyatakan bahwa suatu finance lease harus dicerminkan dalam
neraca lessee dengan mencatat aktiva dan kewajiban sejumlah yang sama
dengan nilai pasar yang wajar atau dengan nilai tunai jumlah pembayaran sewa
guna usaha berkala pada saat permulaan masa sewa guna usaha.
Dalam finance lease, alokasi pembayaran sewa guna usaha harus dilakukan
terhadap pengurangan pokok kewajiban lessee serta pembayaran bunga
berdasarkan tingkat bunga yang tetap terhadap sisa kewajiban lessee. Suatu
finance lease mengakibatkan timbulnya penyusutan atas aktiva yang
disewagunausahakan bagi lessee. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang
disewagunausaha harus diterapkan secara konsisten sesuai dengan
kebijaksanaan penyusutan aktiva tetap lainnya.
Apabila tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan kepemilikan pada
akhir masa sewa guna usaha, nilai aktiva yang disewa guna usaha harus
disusutkan seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada masa
sewa guna usaha atau umur ekonomisnya.
Pada setiap tanggal neraca, pengungkapan yang layak harus dilakukan terhadap
jumlah aktiva yang diperoleh melalui finance lease. Kewajiban yang berhubungan
dengan sewa guna usaha harus dinyatakan secara terpisah dari kewajiban lainnya
dengan membedakan bagian yang bersifat lancar dan jangka panjang.
Ikatan untuk pembayaran sewa guna usaha minimum berdasarkan finance lease
maupun dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan dan jangka waktunya
melebihi satu tahun, harus diungkapkan dalam bentuk ringkasan yang meliputi
jumlah serta masa berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.
Dan apabila pada awal suatu sewa guna usaha terpenuhi salah satu dari kriteria
berikut, maka sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi
lessee, apabila tidak, maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan
sebagai operating lease.
1. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat pemindahan kepemilikan aktiva
yang disewagunausaha dari lessor kepada lessee.
2. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat hak opsi bagi lessee untuk
membeli aktiva yang disewagunausaha pada suatu tingkat harga yang lebih
rendah dari taksiran nilai pasar yang wajar pada saat hak opsi dilakukan.
3. Masa sewa guna usaha sama atau melebihi 75 % dari taksiran umur ekonomis
aktiva yang disewa guna usaha.
4. Nilai tunai pada awal masa sewa guna usaha atas pembayaran sewa guna
usaha minimum, tidak termasuk biaya
Sedangkan bagi lessor untuk dapat dikelompokkan sebagai direct financing lease
selain salah satu dari kriteria di atas, dua kriteria lain juga mutlak harus dipenuhi.
Apabila tidak maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai
operating lease.
diramalkan.
usaha.
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa dalam direct financing lease pembayaran sewa
guna usaha minimum ditambah dengan nilai sisa yang tidak dijamin yang
diperhitungkan sebagai manfaat lessor harus dicatat sebagai penanaman bruto
dalam sewa guna usaha.
Selisih jumlah penanaman bruto dengan harga perolehan akan dicatat sebagai
pendapatan yang belum diakui yang akan dialokasikan selama masa sewa guna
usaha untuk menghasilkan suatu tingkat pengembalian berkala terhadap
penanaman neto dalam sewa guna usaha. Penanaman bruto dikurangkan dengan
pendapatan yang belum diakui, akan merupakan penanaman neto dalam sewa
guna usaha. Pengelompokan penanaman neto sebagai aktiva lancar dan aktiva
jangka panjang dalam neraca dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pembayaran sewa guna usaha dalam operating lease akan dilaporkan sebagai
pendapatan selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang oleh lessee
sesuai dengan ketentuan dalam kontrak sewa guna usaha.
Meskipun pembayaran sewa guna usaha berbeda dengan metode garis lurus,
namun pengakuan sebagai pendapatan dilakukan dengan metode garis lurus,
kecuali apabila terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola
waktu pengurangan manfaat aktiva akibat penggunaan.
Pada setiap tanggal neraca dalam suatu direct financing lease harus diungkapkan
secara layak jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum yang harus diterima
untuk setiap tahun sampai tahun kelima, nilai sisa yang tidak dijamin yang
diperhitungkan untuk manfaat lessor serta pendapatan yang belum diakui.
Sedangkan untuk operating lease harga perolehan aktiva yang
disewagunausahakan atau nilai sisanya apabila berbeda diungkapkan dengan
merinci berdasarkan sifat dan fungsi kelompok aktiva disertai dengan akumulasi
penyusutannya masing-masing. Jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum
atas sewa guna usaha yang tidak bisa dibatalkan harus diungkapkan untuk setiap
tahun sampai tahun kelima berikutnya.
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garis
lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus
kecuali terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu
manfaat yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
Pengungkapan yang layak harus dilakukan dalam direct financing lease terhadap
jumlah bruto aktiva yang disajikan berdasarkan sifat dan fungsi aktiva serta
jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum setiap tahun sampai tahun
kelima.
Pengungkapan yang layak dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan
harus dilakukan terhadap jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum untuk
setiap tahun sampai tahun kelima.
Pembayaran sewa guna usaha yang merupakan biaya dalam perhitungan rugi
laba yang disajikan harus pula diungkapkan.