Anda di halaman 1dari 4

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah


SWT, akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Al-Qur'an Surah Al-Imran 3: 159 dan Asy-Syura' 42: 38” ini, guna
memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Agama Islam.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa makalah ini kami
berusaha mengupas penjelasan Al-Qur'an termaktub lengkap dalam
Al-Qur’an dan Sunnah.
Diakui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekhilafan. karena itu, diharapkan pembetulannya untuk perbaikan
makalah berikutnya. Terima kasih banya kami haturkan kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi hingga rampungnya
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amiiin…

watampone,15 januari 2011


Bab I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang sempurna yang sudah barang tentu mengandung
aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya.
Setiap aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam
pelaksanaannya. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki PEDOMAN
yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya
Muhammad SAW.termaktub lengkap dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an
dan Sunnah adalah dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam
dalam menjalankan hidup demi mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat.
Selain Al-Qur’an dan Sunnah, juga terdapat beberapa dalil yang dijadikan
sebagai PEDOMAN, diantaranya ialah “Al-Qur'an Surah Al-Imran 3: 159 dan
Asy-Syura'42:38”.

B. RUMUSAN MASALAH

Beberapa masalah yang penulis angkat pada makalah ini adalah:

1.apa yang penjelasan tentang surah Al-Imran 3: 159 dan Asy-Syura'42:38 ?

2.apa kesimpulan yang menjelaskan tentang surah Al-Imran 3: 159 dan Asy-
Syura'42:38 ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.Surah AL-Imran, 32: 159 tentang MUSYAWARAH

Kata musyawarah terambil dari akar kata sy-, w-, r-, yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang,
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang
lain (termasuk
pendapat). Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik,
sejalan dengan makna dasarnya.

Madu bukan saja manis, melainkan juga obat untuk banyak penyakit,
sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Itu sebabnya madu dicari di mana pun
dan oleh siapa pun.

Madu dihasilkan oleh lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah mesti


bagaikan lebah: makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan,
makanannya sari kembang, dan hasilnya madu. Di mana pun hinggap, lebah tak
pernah merusak. Ia takkan mengganggu kecuali diganggu. Bahkan sengatannya pun
dapat menjadi obat. Seperti itulah makna permusyawarahan, dan demikian pula
sifat yang melakukannya. Tak heran jika Nabi Saw. menyamakan seorang mukmin
dengan lebah.

AYAT-AYAT TENTANG MUSYAWARAH


ayat Al-Quran yang akar katanya menunjukkan
musyawarah.

Dalam surat Ali 'Imran (3): 159


“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap
mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu).
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.

Ayat ini dan segi redaksional ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. agar
memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat atau anggota
masyarakatnya. Tetapi, seperti yang akan dijelaskan lebih jauh, ayat ini juga
merupakan petunjuk kepada setiap Muslim, khususnya kepada setiap pemimpin,
agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.

Adapun dari penggalan ayat yang lain tentang musyawarah yaitu surah surat
Al-Baqarah (2): 233

“Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua
tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan antar mereka, maka tidak ada dosa
atas keduanya”.

Ayat ini membicarakan bagaimana seharusnya hubungan suami istri saat


mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti
menyapih anak. Pada ayat di atas, Al-Quran memberi petunjuk agar persoalan itu
(dan juga persoalan-persoalan rumah tangga lainnya) dimusyawarahkan antara
suami-istri.

Anda mungkin juga menyukai